III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1
Sifat Fisik Gas Kemampuan untuk menghitung performa dari sistem produksi gas,
termasuk reservoir dan perpipaannya, memerlukan pengetahuan tentang sifat fisik dan komposisi gas pada tekanan dan temperature yang berbeda-beda. Pada bab ini akan dibahas mengenai sifat-sifat fisik gas yang meliputi densitas gas, faktor volume formasi gas, kompresibilitas gas, faktor deviasi gas (Z), dan viskositas gas. 3.1.1 Spesific Gravity Gas (SGg) Specific Gravity Gas didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas gas tersebut dengan densitas gas standard. Biasanya yang digunakan sebagai gas standar adalah udara kering. Secara matematis, Specific Gravity Gas dapat dirumuskan sebagai berikut: ππΊπππ =
ππ ππ’
................................................................................... (3.1)
Definisi matematis dari densitas gas (ππ) adalah MP / RT , dimana M adalah berat molekul gas, P adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur, sehingga bila gas dan udara dianggap sebagai gas ideal, maka SGgas dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut: π ππ . π
. π ππΊπππ = π ππ’ . π
. π
=
ππ 28.97
.............................................................................. (3.2)
Keterangan
:
Sg Gas
: Specific Gravity Gas (fraksi) 10
Rog
: Densitas gas (gr/cc)
Rou
: Densitas udara (gr/cc)
Mg
: Berat molekul gas (gr/mol)
Mu
: Berat molekul udara (28.97 gr/mol)
3.1.2 Faktor Volume Formasi Gas Pada operasi yang melibatkan produksi gas, laju alir dan besarnya produksi diukur pada keadaan standard (T = 60 ΛF, P = 14.7 psia). Teknik reservoir dan perhitungan aliran pada pipa memerlukan volume gas pada keadaan reservoir, dan maka dari itu sebuah faktor konversi diperlukan untuk merubah dari keadaan standard menjadi keadaan reservoir. Faktor konversi ini disebut sebagai faktor volume formasi dan didefiniskan sebagai besarnya perbandingan volume gas pada kondisi standar, cuft/SCF. Karena gas bersifat dapat dimampatkan (compressible), maka harga faktor volume formasi gas relatif kecil. Dituliskan dalam persamaan matematis sebagai berikut : π΅π =
ππππ’ππ πππ ππ πππ πππ£πππ (πΆπ’ππ‘) ππππ’ππ πππ ππ πππππ’ππππ (ππΆπΉ)
............................................................ (3.3)
Untuk keadaan standar, maka persamaannya menjadi: π΅π = 0.0283
π.π ππ’ππ‘ π
,
ππΆπΉ
................................................................................ (3.4)
Untuk satuan bbl/SCF, maka persamaannya menjadi: π΅π = 0.00504
π.π ππππ π
, ππΆπΉ ............................................................................... (3.5)
Untuk konstanta diatas, tekanan dinyatakan dalam psia dan temperatur dalam ΒΊRa. Untuk sistem SI (P = kPa, T = ΒΊK), maka persamaannya menjadi: π΅π = 0.351
π.π π
........................................................................................... (3.6)
11
3.1.3 Kompresibilitas Gas Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan. Kompresibilitas didapat dari perhitungan atau kolerasi Matta, Brar dan ziz. Kompresibilitas gas di dapat dengan persamaan : πΆππ
πΆπ = πππ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.
(3.7)
Dimana : Cg
: Kompresibilitas gas (psiaΛΒΉ)
Cpr
: Kompresibilitas gas tereduksi (psiaΛΒΉ)
Ppc
: Tekanan kritis semu (psia)
Tr
: Temperatur tereduksi (ΛRa)
Pr
: Tekanan tereduksi (psia) Beberapa asumsi dibuat dalam menyusun persamaan gas pada kondisi ideal.
Sejak asumsi-asumsi ini tidak lah benar untuk gas pada tekanan dan temperature yang berdeviasi dari kondisi ideal atau standard, faktor koreksi harus dibuat untuk deviasi gas ideal. Metoda koreksi yang paling umum digunakan dalam industri perminyakan adalah faktor kompresibilitas gas, atau lebih umum disebut sebagai faktor-Z. Faktor ini didefiniskan sebagai perbandingan antara volume gas pada kondisi temperature dan tekanan sebenarnya dengan volume gas pada kondisi standard. π=
ππππ‘π’ππ ππππππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..
12
(3.8)
Faktor deviasi gas tidak konstan namun bervariasi akibat perubahan komposisi gas, temperature, dan tekanan. Untuk gas ideal, Z=1. Sedangkan untuk gas nyata dapat berharga lebih kecil atau lebih besar dari 1 namun dapat juga berharga 1 tergantung dari tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya.
Gambar 3.1 Compressibility of Natural Gases (Standing and Katz)
3.1.4 Viskositas Gas Viskositas dari suatu fuida adalah pengukuran kemampuan suatu fluida untuk mengalir, atau perbandingan antara gaya tahanan dan laju tahanan. Bisa
13
dikatakan viskositas gas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Viskositas gas akan berbanding lurus dengan temperatur dan berbanding terbalik dengan berat molekulnya. Jadi bila berat molekulnya bertambah besar, maka viskositasnya mengecil, sedangkan bila temperaturnya naik, maka viskositasnya membesar. Viskositas gas sulit untuk diukur dan untuk keperluan keteknikan dapat ditentukan dengan cukup akurat dari korelasi empiris. Korelasi yang paling banyak digunakan adalah korelasi Carr et al., yang digambarkan pada Gambar 3.2. Viskositas gas merupakan suatu fungsi dari berat molekul dan temperature.
Gambar 3.2 Viskositas Gas Hidrokarbon pada Tekanan Atmosfer dan Temperatur Sistem
14
3.2
Reservoir Gas
3.2.1 Reservoir Gas Kondensat Retrograde Reservoir gas kondensat retrograde dicirikan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut: ο·
Temperatur awal reservoir lebih besar dari temperatur kritis tetapi lebih kecil
dari
temperatur
krikondenterm
(Tc
Temperatur krikondeterm adalah temperatur diatas temperatur kritis dimana masih ditemukan fasa cair. Kondisi ini memungkinkan terjadinya kondensasi gas di reservoir pada saat terjadi penurunan tekanan reservoir akibat pelaksanaan produksi gas, lihat gambar 3.3. ο·
Tekanan awal reservoir berada pada fasa gas, lihat gambar 3.3, bila tekanan reservoir turun pada kondisi temperatur tetap, akan terjadi kondensasi gas secara retrograd di reservoir.
ο·
API kondensatnya diatas 50ΒΊAPI.
ο·
Komposisi komponen C5+ cukup besar, komponen ini yang akan mengalami kondensasi.
15
Gambar 3.3 Diagram Fasa Gas Kondensat 3.2.2 Reservoir Gas Basah Reservoir gas basah dicirikan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut: ο·
Temperatur awal reservoir lebih besar dari temperatur krikondeterm.
ο·
Titik kritis bergeser ke arah temperatur yang lebih rendah daripada reservoir gas kondesat retrograde.
ο·
Fluida dalam reservoir berada pada kondisi satu fasa, yaitu fasa gas.
ο·
Penurunan tekanan reservoir tidak menyebabkan kondensasi gas di reservoir.
ο·
Pada kondisi separator diperoleh fluida dalam dua fasa, cairan yang diperoleh terkondensasi di dalam separator.
ο·
Komposisi komponen hidrokarbon berat(C5+) lebih kecil dari pada gas kondensat retrograde.
16
Gambar 3.4 Diagram Fasa Gas Basah 3.2.3 Reservoir Gas Kering Reservoir gas kering dicirikan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut: ο·
Temperatur awal reservoir lebih besar dari temperatur krikondeterm.
ο·
Tekanan awal reservoir pada kondisi fasa gas.
ο·
Pada kondisi separator maupun reservoir, fluida tetap berfasa gas. Tidak terjadi kondensasi hidrokarbon baik di reservoir maupun di separator.
ο·
Kemungkinan gas mengandung uap air yang dapat terkondensasi dan membentuk hidrat.
ο·
Mengandung fraksi ringan seperti metana dan etana dalam jumlah banyak serta sedikit fraksi yang lebih berat.
17
Gambar 3.5 Diagram Fasa Gas Kering 3.3
Penentuan Potensi Produksi Sumur Gas dengan Deliverability Test Deliverability test pada sumur gas telah digunakan bertahun-tahun untuk
menentukan kapasitas alir dari sumur tersebut. Uji kemampuan alir suatu sumur gas sangat diperlukan untuk membantu engineer melakukan program perencanaan pada suatu lapangan minyak/gas, seperti halnya sebagai berikut : 1. Menentukan apakah sumur tersebut komersial atau tidak 2. Menentukan laju produksi gas yang di perbolehkan (produksi optimum) 3. Merancang processing plant dan jalur perpipaan 4. Berfungsi sebagai dasar kontrak penjualan gas. 5. Menentukan kebutuhan stimulasi 6. Membantu dalam mengidentifikasi batas reservoir Metoda pengetesan yang paling umum digunakan untuk menentukan kemampuan alir sumur gas disebut multipoint testing. Caranya adalah dengan memproduksikan sumur pada laju alir yang berbeda-beda (biasanya empat nilai). 18
Dari tekanan sumur dan laju alir yang telah diukur, maka persamaan IPR bisa didapatkan. Pada dasarnya terdapat dua metoda deliverability test, yaitu flow after flow test dan isochronal test. Namun saat ini isochronal test telah dikembangkan menjadi modified isochronal test. Kedua metoda ini prinsip pengetesannya sama yaitu dengan mengamati tekaan alir dasar sumur yang telah stabil pada laju produksi yang konstan, cara ini diulang untuk laju produski gas yang berlainan, diperbesar atau diperkecil. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis untuk memperoleh persamaan potensi produksi sumur gas. Hubungan antara tekanan alir dasar sumur dan laju produksi gas dapat dinyatakan denggan persamaan sebagai berikut : ππ π = πΆ (ππ 2 β ππ€π 2 )π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦........
(3.9)
Keterangan : Qsc
: Laju Produksi gas, MSCFD
C
: Koefisien performa yang menggambarkan posisi kurva deliverability yang stabil, MSCFD/psiaΒ²
Pr
: Tekanan reservoir, psia
Pwf
: Tekanan alir dasar sumur, psia
n
: Derajat turbulensi (slope) Berdasarkan persamaan 3.9, bila dibuat hubungan antara Qsc vs ΞPΒ² pada
kertas log-log akan diperoleh garis lurus dengan kemeringinan grafik yang
19
ditunjukkan oleh harga n. Harga n ini mencerminkan derajat pengaruh faktor turbulensi atas aliran. Harga n diperoleh dari sudut kemiringan grafik dengan sumbu tegak ΞPΒ². Untuk aliran yang laminar akan memberikan harga n = 1, dan bila terjadi turbulensi dalam aliran, maka n < 1 (n = 0.5 β 1.0). Harga n dapat ditentukan dengan persamaan berikut : log π2 βlog π1
π = log (ππ 2 βππ22)βlog(ππ 2 βππ12 ) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦
(3.10)
Setelah didapatkan harga n, maka harga C dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini : πΆ=
ππ π (ππ 2 βππ 2 )π
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.
(3.11)
Selain degan menggunakan persamaan di atas, harga C juga dapat dicari dengan memperpanjang garis lurus yang terbentuk dari hasil plot Qsc vs ΞPΒ² pada kertas log-log ke harga ΞPΒ² = 1 dan baca harga Qsc. Harga C adalah sama dengan harga Qsc pada ΞPΒ² = 1. Satuan ukuran lainnya yang digunakan dalam analisis deliverability adalah absolute open flow potential (AOFP). Absolute open flow potential (AOFP) adalah nilai dari Qgas pada saat ΞPΒ² = (PrΒ² - 14.7Β²) psia. Besar potensial ini diperoleh, bila kedalam persamaan 3.9 dimasukkan harga Pwf dalam kondisi standard. π΄ππΉπ = πΆ Γ ππ 2π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.......
20
(3.12)
3.3.1 Flow After Flow Test Flow After Flow Test atau disebut juga Back pressure Test, metoda ini pertama kali ditemukan oleh Pierce dan Rawlins (1929) untuk mengetahui kemampuan sumur berproduksi dengan memberikan tekanan balik (back pressure) yang berbeda-beda. Tes ini dilakukan pada sumur yang permeab Gambar 3.6. menggambarkan kelakuan yang ideal dari laju alir dan tekanan alir dasar sumur terhadap waktu.
Gambar 3.6 Flow After Flow Test Flow Rate and Pressure Diagrams Hasil plotting Qsc dengan ΞP2 pada kertas log-log dapat dilihat pada Gambar 3.7
21
Gambar 3.7 Plot Data Flow After Flow Test 3.3.2 Isochronal Test Flow After Flow Test hanya dapat memberikan hasil yang baik bila dilangsungkan pada reservoir dengan permeabilitas tinggi. Sedang untuk reservoir dengan permeabilitas rendah, akan diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai kondisi tekanan yang stabil, sehingga apabila uji dilakukan pada sumur yang belum mempunyai fasilitas produksi, jumlah gas yang dibakar cukup besar. Bertolak dari kelemahan flow after flow test, maka Cullender mengembangkan isochronal test guna memperoleh harga deliverability pada sumur dengan permeabilitas rendah yang memerlukan waktu yang lama untuk mencapai kondisi stabil. Diusulkan laju yang berbeda tetapi dengan selang waktu yang sama, akan memberikan grafik log βPΒ² vs log Qsc yang linier dengan harga eksponen n
22
yang sama, seperti pada kondisi aliran yang stabil. Tes ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Sumur awalnya pada kondisi ditutup (Shut-in), kemudian sumur tersebut dibuka pada laju alir konstan (q1) dan ukur tekanan alir dasar sumurnya (Pwf1) pada periode waktu tertentu. 2. Tutup sumur dan biarkan hingga tekanan kembali mencapai tekanan reservoir (Pr), interval waktu yang digunakan untuk menutup sumur ini biasanya lebih besar dari interval waktu untuk pembukaan sumur. 3. Buka sumur dengan laju alir produksi yang lain (q2), dan ukur kembali tekanan alir dasar sumurnya (Pwf1) pada interval waktu yang sama dengan langkah 1. 4. Tutup sumur dan biarkan hingga tekanan kembali mencapai tekanan reservoir (Pr). 5. Ulangi prosedur buka-tutup sumur ini dengan laju alir produksi yang berbeda-beda, biasanya dilakukan sebanyak empat kali. 6. Pada pembukaan sumur dengan laju alir yang terakhir (q4), biarkan sumur mengalir hingga kondisi yang stabil tercapai, sehingga sumur mengalir pada laju alir extended flow (qext) dan dengan tekanan alir dasar sumur extended flow (Pwfext). Kelakuan yang ideal dari hubungan antara laju alir produksi, tekanan, dan waktu dapat dilihat pada Gambar 3.8 berikut ini. Pertama sumur ditutup sampai Pwf sama dengan Pr, kemudian sumur dibuka dengan laju alir konstan (q1) pada t1. Setiap penurunan tekanan dari Pr ke Pwf1 akan didapat 4 data Pwf yaitu (Pwf1)1,
23
(Pwf12, (Pwf1)3, dan (Pwf1)4. Kemudian sumur ditutup sampai tekanan mencapai Pr. Sumur kemudian dibuka lagi dengan laju alir yang lebih besar yaitu q 2 pada interval waktu yang sama dengan t1 yaitu t2. Setiap penurunan tekanan dari Pr ke Pwf2 akan didapat 4 data Pwf yaitu (Pwf2)1, (Pwf2)2, (Pwf2)3, dan (Pwf2)4. Kemudian sumur ditutup sampai tekanan mencapai Pr. Sumur kemudian dibuka lagi dengan laju alir yang lebih besar yaitu q3 pada interval waktu yang sama yaitu t3. Setiap penurunan tekanan dari Pr ke Pwf3 akan didapat 4 data Pwf yaitu (Pwf3)1, (Pwf3)2, (Pwf3)3, dan (Pwf3)4. Kemudian sumur ditutup sampai tekanan mencapai Pr. Sumur kemudian dibuka lagi dengan laju alir yang lebih besar yaitu q4 pada interval waktu yang sama yaitu t4. Setiap penurunan tekanan dari Pr ke Pwf4 akan didapat 4 data Pwf yaitu (Pwf4)1, (Pwf4)2, (Pwf4)3, dan (Pwf4)4. Setelah itu sumur dibiarkan mengalir hingga kondisi stabil tercapai, sehingga sumur mengalir pada laju alir extended flow (q5) dan dengan tekanan alir dasar sumur extended flow (Pwf5).
24
Gambar 3.8 Isochronal Test Flow Rate and Pressure Diagram Hasil plotting Qsc dengan (Pr2 β Pwf2) pada kertas log-log untuk masing-masing waktu pengaliran yang tercatat akan membentuk garis lurus dengan kemiringan (slope) yang sama. Harga n dapat dicari dengan menggunakan cara yang sama pada flow after flow test, sedangkan untuk menentukan harga C harus ditentukan dari kondisi stabil.
25
Gambar 3.9 Plot Data Isochronal Test
3.3.3 Modified Isochronal Test Metode
ini
merupakan
pengembangan
dari
metode
isochronal,
perbedaannya terletak pada waktu penutupan sumur sama dengan waktu sumur produksi. Pada reservoir yang ketat penggunaan isochronal test belum tentu menguntungkan karena banyak kehilangan produksi bila diinginkan penutupan sumur sampai mencapai kondisi stabil. Katz et.al., (1959) telah mengusulkan suatu metode untuk memperoleh hasil yang mendekati hasil tes isochronal. Perbedaan metode ini dengan metode lain terletak pada persyaratan bahwa penutupan sumur
26
tidak perlu dilakukan sampai diperoleh tekanan sumur sama dengan waktu sumur ditutup, karena waktu penutupan dan pembukaan sumur dibuat sama besar. Cara pelaksanaan modified isochronal test adalah sebagai berikut: 1.
Sumur ditutup dan tekanan statis tercapai (Pst1)
2.
Sumur diproduksikan dengan laju q1
yang konstan untuk jangka waktu
tertentu, diperoleh Pwf1 3.
Sumur ditutup dengan jangka waktu yang sama saat produksi q1, diperoleh Pst2
4.
Sumur diproduksikan dengan laju q2 yang konstan dan lebih besar dari q1 untuk jangka waktu yang sama saat produksi q1, diperoleh Pwf2
5.
Langkah (3) dan (4) diulang untuk laju produksi yang lebih besar, sampai diperoleh 4 data
6.
Sumur diproduksikan dengan laju yang konstan untuk jangka waktu yang relatif panjang, yang disebut sebagai laju yang diperpanjang (extended flow). Pengolahan data untuk analisis deliverabilitas sama seperti pada metode
isochronal, kecuali untuk harga Pr diganti dengan Pws, yaitu harga tekanan dibaca pada akhir dari setiap massa penutupan sumur. Prosedur modified isochronal test secara grafis diilustrasikan oleh Gambar 3.10 dimana untuk suatu harga q diperoleh pasangan βPΒ² dengan kondisi sebagai berikut : q1 vs (Pws1)2 β (Pwf1)2 q2 vs (Pws2)2 β (Pwf2)2 q3 vs (Pws3)2 β (Pwf3)2
27
q4 vs (Pws4)2 β (Pwf4)2 q5 vs (PR)Β² β (Pwf5)Β², merupakan data laju alir dan tekanan alir diperpanjang.
Gambar 3.10 MIT Flow Rate and Pressure Diagram Sedangkan pengolahan kurva deliverabilitas yang stabil diperoleh dengan jalan menggambarkan sebuah garis lurus sejajar kurva deliverabilitas transien yang melalui (Pws42 β Pwf52) terhadap laju produksi gas yang diperpanjang (Q extended flow). Hasil plotting Qsc dengan ( PR ο Pwf ) pada kertas log-log dapat dilihat pada 2
2
Gambar 3.11 berikut ini.
28
Gambar 3.11 Plot Data Modified Isochronal Test 3.4
Analisis Deliverability Test
3.4.1
Analisis Flow After Flow Test Langkah-langkah untuk menganalisis Flow After Flow Test adalah sebagai
berikut: 1. Persiapkan data sebagai berikut: ο·
Laju produksi gas (3 sampai 4 data)
ο·
Pr dan Pwf sesuai dengan ukuran jepitan/choke
2. Buat tabel perhitungan untuk menghitung (Pr2 - Pwf2) untuk setiap laju produksi gas.
29
3. Plot Qsc vs (Pr2 - Pwf2) pada kertas log-log, dengan Qsc sebagai absis dan (Pr2 - Pwf2) sebagai ordinat. 4. Tarik garis lurus melalui titik-titik plot pada perhitungan langkah (2) 5. Berdasarkan grafik tersebut, hitung slope (n) dengan menggunakan persamaan (3.10) dan konstanta C dengan menggunakan persamaan (3.11) atau secara grafik dimana C adalah harga Qsc pada (Pr2 - Pwf2) = 1. 6. Tentukan AOFP (Absolute Open Flow Test) dari grafik seperti yang terlihat pada gambar 3.7. atau dihitung dengan menggunakan persamaan (3.12). 3.4.2
Analisis Isochronal Test Langkah-langkah menganalisis Isochronal Test adalah sebagai berikut: 1. Untuk setiap waktu pengamatan, misal t1, t2, t3, dan t4. Untuk q1 akan diperoleh Pwf yang berbeda-beda, biasanya 4 data. Kemudian hitung nilai βPΒ² untuk masing-masing Pwf tersebut. Hal yang sama dilakukan pada laju alir berikutnya yaitu q2,q3, dan q4. 2. Lakukan plot Q terhadap βPΒ² pada kertas grafik log-log, berarti didapat 4 kelompok data. 3. Tarik garis lurus melalui data-data untuk setiap kelompok data pengamatan t1, t2, t3, dan t4, berarti ada 4 garis dengan kemiringan yang sama.
30
4.
Kemudian plot q5 vs (Pr2 - Pwf52). Setelah itu buat satu garis yang memotong titik extended dan sejajar dengan garis yang dibuat pada langkah (3).
5. Analisis garis kurva yang dibuat pada langkah (4), yaitu: ο· Hitung nilai kemiringan (n) dengan menggunakan persamaan (3.10) ο· Hitung konstanta C untuk setiap waktu pengamatan t1, t2, t3, t4, dan t5. Selanjutnya tentukan nilai C stabil dengan persamaan (3.11) ο· Berdasarkan nilai n dan Cstabil, maka dapat dibuat persamaan potensi sumur gas 6. AOFP dapat ditentukan secara matematis dengan menggunakan persamaan (3.12). 3.4.3
Analisis Modified Isochronal Test Langkah-langkah menganalisis data Modified Isochronal Test adalah
sebagai berikut: 1. Hitung (Pr2-Pwf2) 2. Lakukan plot antara (Pr2-Pwf2) terhadap Q pada kertas grafik log-log dengan Q sebagai absis dan (Pr2-Pwf2) sebagai ordinat, tidak termasuk data alir yang diperpanjang. Tarik garis lurus melalui plot data-data (ada 4 titik data) 3. Plot data alir yang diperpanjang, tarik garis lurus sejajar dengan garis yang dibuat pada langkah (2) 4. Analisis garis kurva yang dibuat pada langkah (3), yaitu:
31
ο· Hitung nilai kemiringan (n) dengan menggunakan persamaan (3.10) ο· Hitung konstanta C dengan menggunakan persamaan (3.11) ο· Buat persamaan potensi sumur gas 5. Tentukan AOFP secara matematis dengan cara mensubstitusi harga n dan C yang telah didapat pada langkah (4) ke dalam Persamaan (3.12) atau ditentukan secara grafis seperti yang terlihat pada gambar 3.11. 3.4.4
Theoritical Analysis Plot dari ΞPΒ² vs log qsc yang telah dibahas sebelumnya adalah berdasarkan
korelasi empiris dari data lapangan. Ekstrapolasi dari kurva deliverability yang sangat jauh dari jarak data pengetesan diperlukan untuk menentukan AOFP, dan dengan cara seperti ini ada kemungkinan kesalahan ekstrapolasi. Garis yang nampak pada kurva deliverability seharusnya sedikit cekung dengan kemiringan pada flow rate yang rendah dan kemeringan yang sedikit bear pada flow rate tinggi. Perubahan kemiringan ini disebabkan oleh peningkatan turbulensi dekat wellbore dan perubahan laju alir tergantung dari skin factor. Berdasarkan analisis ini, plot ΞPΒ²/qsc vs qsc pada kertas kordinat Cartesian akan membentuk garis lurus dengan kemiringan b dan perpotongan a. Penentuan AOFP dengan cara seperti ini akan memiliki error yang lebih sedikit.
32
Gambar 3.12 Jones et al,. Method Dimana slope b adalah :
π=
(ππ2 βππ€π2 )2 (ππ2 βππ€π2 )1 β ππ π2 ππ π1
ππ π2β ππ π1
......................................................................... (3.13)
dan untuk menentukan harga AOFP adalah :
π΄ππΉπ =
3.5
βπ΄+βπ΄2 +4π΅(ππ€π )2 2π΅
......................................................................... (3.14)
Analisis Cadangan Reservoir
3.5.1 Metode Material Balance P/Z Metode ini digunakan untuk minghitung cadangan gas pada reservoir, dimana produksi air dan kompresibilitas batuan di abaikan. G(Bg-Bgi)=GpBg
33
Karena ,
Bg =
ππ πππ π§ππ
π πππ ππ = ππ ππΆπΉ π
Maka, Bg =
π§ π π π
ππ ππ ππ π§π π§π π§ = ππ =πΆ =πΆ ππ π§π π π
ππ π§π ππ ππ ππ π
Dari persamaan diatas, didapatkan : π
ππ
π
πΊ = (π β ππ) = π πΊπ β
π π
(πΊ β πΊπ) =
ππ ππ
π
πΊ β π (1 β
πΊπ πΊ
ππ
) = ππ
Sehingga,didapatkan : π ππ ππ = β πΊπ π ππ π§ππΊ Ketarangan
:
P
: Tekanan Alir Sumur , psi
Z
: Kompresibilitas Gas
Gp
: Akumulasi Laju Alir Gas, MMscf
G
: Cadangan Gas, MMscf
3.6
Inflow Performance Relationship Pembuatan grafik IPR digunakan data hasil deliverability test yaitu data C
dan n ke dalam persamaan qsc = C (Pr2 - Pf2)n , sehingga didapat persamaan : qsc = C (Pr 2 β Pf 2 )π
34
3.7
Vertical Lift Performance Hukum pertama termodinamika (konservasi energi) mengatur aliran gas
dalam tubing. Efek perubahan energi kinetik itu bisa diabaikan karena variasi diameter tubing tidak signifikan di sebagian besar sumur gas. Tanpa perangkat shaft terpasang di sepanjang
tubing, hukum pertama termodinamika menghasilkan
keseimbangan mekanis berikut persamaan: π§π
π ππ π 8ππ π 2 π π π2 π π ππ§ 2 + [ cos π + 2 ( ) ] ππΏ = 0 29ᡧπ π ππ β¨
ππ π·π 5 π 2 π π π Persamaan itu bisa dipecahkan untuk bottom hole pressure menggunakan algoritma numerik cepat yang awalnya dikembangkan oleh Cullender dan Smith (Katz et al, 1959). Persamaan tersebut menjadi seperti berikut : Bila integrant ditulis dengan huruf I maka, πΌ
π ) ππ π 2
(
ππ€π
= β«πβπ
0.001 cos π(
ππ
) +0.6666
ππ2 π π π·5 π
Dalam bentuk numerical interation maka,persamaan menjadi
πππ = πβπ +
18.75 πΎπ πΏ πΌππ + πΌβπ
ππ€π = πππ +
18.75πΎππΏ πΌπ€π + πΌππ
Keterangan : Pwf
: Tekanan Alir Sumur, Psi
35
Pmf
: Tekanan Alir Tengah Sumur, Psi
Phf
: Tekanan Alir Kepala Sumur, Psi
I
: Integrant
Z
: Kompresibilitas Gas
T
: Suhu , fahrenheit
3.8
Production Constraint
3.8.1 Turner Method Turner method ini dapat digunakan untuk menentukan minimal gas rate per hari yang diproduksikan. Artinya apabila rate gas yang di produksikan lebih sedikit dari minimal gas rate, maka gas tidak dapat diproduksikan karena tekanan bawah sumur sudah tidak dapat mengangkat gas yang di dalamnya terdapat air.
π£π (π€ππ‘ππ) =
5.56(67β0.0031p )1/4
πΊ πππ πππ =
(0.0031π )1/2
3.06 π π£π π΄ ππ§
Keterangan : vg
: Kecepatan Gas Terhadap Air, Ft/Sec
p
: Tekanan, Psi
A
: Flow Area, Sq Ft
T
: Temperature, Rankine
36