BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Ketuban Pecah Dini diartikan sebagai keluarnya cairan amnion secara spontan dari kantung amnion tanpa disertai tanda-tanda persalinan dan hingga 1 jam belum terjadi inpartu. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu, KPD aterm terjadi pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. Early onset KPD terjadi kurang dari 12 jam (Mishra dan Joshi, 2015). Pembagian KPD dari lama kejadiannya membantu untuk menentukan penatalaksanaannya, karena semakin lama KPD terjadi makan komplikasi yang terjadi akan semakin banyak (Eskicioglu, 2015; Bahar Gur, 2015) 3.2 Etiologi Penyebab dari KPD bisa multifaktorial, antara lain kelainan pada membrane amniotic, inkompetensi serviks, malposisi janin, kehamilan pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, faktor golongan darah, multi-gravida atau faktor paritas, merokok, kondisi sosio-ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm, riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya, defisiensi nutrisi terutama defisiensi asam askorbat, panggul sempit, kelelahan saat bekerja, trauma yang bisa terjadi karena hubungan intim, pemeriksaan dalam dan amniosintesis. Pada beberapa penelitian masih belum jelas mekanisme rupturnya membrane amnion, tapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa ruptur terjadi pada bagian terlemah membran amnion, yaitu bagian yang mengalami kontak langsung dengan serviks. Ruptur terjadi ketika
kantung rusak karena infeksi atau trauma external, atau menjadi teregang dan tidak mampu untuk menahan tekanan dari dalam (Eskicioglu, 2015; Bahar Gur, 2015). Infeksi yang menyerang langsung pada membrane amnion atau infeksi asenden dari vagina atau serviks menyebabkan membrane amnion menjadi lemah sehingga terjadi KPD. Malposisi janin berhubungan dengan kejadian KPD, posisi sungsang atau letak lintang dimana bagian ekstremitas berada pada di bagian bawah, yaitu bagian terlemah membran amnion. Pada kehamilan multipel terdapat akumulasi cairan ketuban berlebihan (polihidramnion), membrane amnion meregang dan akhirnya terjadi ruptur. Pada pasien dengan inkompetensi serviks terjadi dilatasi serviks bahkan sebelum inpartu terjadi. Dengan dilatasi serviks terus berlangsung, maka akan membuat sebagian membran amnion melewati serviks dan rupture (Mishra dan Joshi, 2015). Segala jenis trauma tumpul atau trauma penetrasi pada dinding abdomen dapat merusak membran amnion. Trauma tumpul termasuk manipulasi uterus oleh dokter atau bidan untuk merubah presentasi janin dari sungsang menjadi presentasi kepala, pijat uterus, luka tumpul abdomen akibat jatuh atau terpukul. Contoh luka penetrasi pada abdomen adalah insersi jarum ke cavum amnion melalui dinding abdomen, atau melalui serviks, untuk mengambil sampel cairan amnion atau jaringan plasenta (Maryuni et al., 2017) 3.3 Diagnosis Gejala dan tanda yang sering muncul pada pasien dengan KPD antara lain : -
keluar cairan dari jalan lahir yang muncul secara mendadak tanpa disertai nyeri, biasanya dalam jumlah banyak dan cair.
-
Pasien merasa ukuran perutnya mengecil setelah cairan keluar.
-
Ukuran jarak antara fundus dan simfisis pubis menunjukkan janin kecil masa kehamilan.
-
Bagian janin dapat dipalpasi dengan mudah karena cairan amnion dalam kantung amnion minimal
-
Beberapa kasus pasien juga mengalami demam Diagnosis baku emas KPD dengan penemuan konvensional yaitu, terlihat adanya cairan amnion pada fornix posterior denngan pemeriksaan inspekulo, perubahan warna pada kertas pH dari kuning menjadi biru karena cairan amnion bersifat basa (tes nitrazine), dan adanya gambaran daun palem (palm leaf pattern) pada pemeriksaan mikroskopis (fern test). Pada pemeriksaan USG menunjukkan penurunan volume cairan amnion dengan gambaran ginjal janin yang normal dan tidak ada tanda-tanda Intra-Uterine Growth Restriction (Caughey, 2008). Tes Nitrazine Pemeriksaan ini menggunakan kertas nitrazine untuk melihat ada atau tidaknya cairan amnion pada vagina. PH normal vagina berkisar < 4.5 dan jika terdapat cairan amnion, maka pH vagina menjadi basa yaitu 7.1-7.3. Pada pH > 6.4 akan merubah kertas nitrazine menjadi warna biru. Positif palsu pada pemeriksaan ini bisa dikarenakan infeksi (vaginitis, cervicitis), kontaminasi darah, semen dan cairan antiseptic. Sensitivitas pemeriksaan ini sebesar 90-97% dengan spesifisitas 16-70% Tes Fern Pertama kali diperkenalkan oleh Papanicalou pada tahun 1946. Pada pemeriksaan ini terlihat gambaran palm leaf-pattern pada mucus serviks yang telah diapuskan diatas gelas objek dan dikeringkan. Kontaminasi semen dan jari dapat mempengaruhi akurasi tes ini. Sensitifitas tes Fern antara 51-98% dengan spesifisitas 70-78%.
Tes Amnio-dye (Tes Tampon) Cairan indigo carmine diinjeksikan ke dalam cavum amnion melalui jalur amnio-infusi. Pewarnaan pada vagina dievaluasi 20-30 menit setelahnya. Meskipun pemeriksaan ini dijadikan diagnosis baku emas oleh beberapa ahli, namun tes ini beresiko menyebabkan ablasi plasenta, infeksi dan keguguran. Tes Biokimia Para peneliti mencoba mencari metodde diagnostic baru yang cepat, akurat, non-invasif, dan mudah dilakukan. Pemeriksaan IGFBP-1 dan PAMG-1 telah dilakukan pada beberapa saat terakhir ini. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi protein yang terdapat pada cairan cervicovaginal. IGFBP-1 merupakan protein faktor pertumbuhan yang menyerupai insulin. Selama trimester kedua kehamilan, konsentrasi protein tersebut meningkat tajam dan kadarnya lebih tinggi dibandingkan pada plasma maternal. Konsentrasinya 100-1000 kali lebih banyak terdapat pada cairan amnion dibandingkan pada cairan lain pada tubuh. Kontaminasi semen dan urin tidak mempengaruhi hasil pemeriksaan, tapi kadar darah yang banyak pada sampel dapat menyebabkan hasil false-positive. Protein PAMG-1 mempunyai kadar konsentrasi sebanyak 2000-25000 ng/ml pada cairan amnion, sedangkan kadar konsentrasi pada darah maternal sebanyak 5-25 ng/ml. Kadar konsentrasi pada secret cervicovaginal adalah dibawah 0.05-0.2 ng/ml pada pasien dengan membran yang intak. Hasil pemeriksaan positif jika didapat perbedaan kadar konsentrasi antara cairan amnion dan secret cervicovaginal sebanyak 1,000-10,000 kali lipat (Eskicioglu, 2015; Bahar Gur, 2015).
3.4 Komplikasi KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang mengancam jiwa, antara lain : 3.4.1 Infeksi Pada KPD, bakteri dapat dengan mudah masuk ke cavum uteri. Bakteri berkembang dengan cepat pada suasana hangat dan lembab, sehingga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan janin. Infeksi dapat berlangsung bahkan setelah proses persalinan, dan bisa menyebabkan pneumonia, sepsis atau meningitis pada neonatus. Terapi menggunakan antibiotik memberikan prognosis yang baik. Late onset KPD mempunyai resiko infeksi lebih besar karena bakteri mempunyai cukup waktu untuk berkembang 3.4.2 Prolaps Tali Pusat Salah satu komplikasi yang paling fatal dari KPD pada janin adalah prolaps tali pusat. Ketika terjadi ruptur pada membran, tali pusat dapat ikut bergerak ke bawah oleh aliran cairan amnion dan keluar hingga ke vagina. Pada keadaan ini, tali pusat dapat dengan mudah tertekan dan menghentikan suplai darah ke janin sehingga menyebabkan kematian janin mendadak.
Gambar 1. Prolaps tali pusat merupakan komplikasi KPD yang berbahaya
3.4.3 Hipoksia dan Asfiksia Janin Ketika membran amnion robek dan sebagian besar cairan amnion merembes keluar, membrane amnion kolaps di sekitar janin dan janin dapat tertekan dengan dinding uterus. Janin dapat menekan tali pusat dan menyebabkan hipoksia yang dengan cepat menjadi asfiksia (kerusakan otak dan jaringan karena hipoksia). 3.4.4 Abrupsi Plasenta Jika KPD disebabkan oleh uterus yang meregang terlalu lebar, maka ada kemungkinan terjadinya pemisahan dini plasenta dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi ketika cairan memancar deras keluar dari uterus dan merobek sebagian plasenta dari dinding uterus. 3.4.5 Persalinan Preterm Ketika membran amnion ruptur, proses persalinan biasanya mulai dengan spontan kurang dari 1 minggu. Ketika KPD terjadi beberapa minggu sebelum janin mencapai usia aterm, maka kemungkinan persalinan preterm dapat terjadi yang beresiko untuk bayi baru lahir, speerti bayi preterm tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya sebaik bayi aterm, system imun yang belum dapat melindungi dari infeksi, kesulitan dalam menyusui dan lain lain. 3.4.6 Deformitas Anggota Badan Janin Ketika cairan amnion keluar, maka janin akan tertekan ke dinding uterus, tulang-tulang janin yang masih lunak masih belum dapat menahan tekanan tersebut dan resiko menimbulkan deformitas anggota badan sangat tinggi, terutama jika kehamilan dengan KPD terus berlangsung lebih dari 3 minggu. (Open, 2011)
3.5 Tatalaksana Ibu harus segera dibawa ke Rumah Sakit dan rawat inap. Setelah di rawat inap, ibu sebaiknya diberikan obat steroid, tokolitik dan antibiotic profilaksis. Kortikosteroid diberikan untuk mematangkan paru janin dan mengurngai angka mortalitas dan perdarahan intraventricular. Obat steroid yang sering digunakan antara lain : a. Betamethasone, 2 x 12 mg IM tiap 24 jam b. Dexamethasone 4 x 6 mg IM tiap 12 jam c. Hydrocortisone 4 x 500 mg IV tiap 12 jam. Obat ini dapat digunakan jika bexamethasone dan dexamethasone tidak tersedia. Obat Tokolitik diberikan untuk menunda proses persalinan. Obat tokolitik yang sering digunakan adalah Salbutamol, Nifedipine, Ritodrine, Terbutaline, Magnesium Sulafte dan antagonis oksitosin. Pemberian obat beta agonis pada usia kehamilan 20 hingga 36 minggu berguna untuk tokolitik. Efek samping obat tokolitik adalah takikardia, oedem pulmo, iskemi miokard dan hiperglikemia. Antibiotik profilaksis sangat direkomendasikan pada kasus KPD untuk mencegah terjadinya infeksi. Antibiotik yang direkomendasikan untuk digunakan yaitu eritromisin dan ampisilin. (Open, 2011). Tindakan operatif Sectio Caesarea akhir-akhir ini banyak dilakukan pada pasien dengan kasus KPD karena peningkatan resiko infeksi pada prolonged KPD serta peningkatan resiko terjadinya kompresi dan prolaps tali pusat. (Kalem et al., 2017).