BAB III GAMBARAN UMUM 3.1
Profil Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang termasuk salah satu daerah tingkat dua yang menjadi bagian dari wilayah Provinsi Banten. Terletak pada posisi geografis yang cukup strategis dengan ibukotanya adalah Tigaraksa. Letak astronomis antara 6°00'6°20' Lintang Selatan dan 106°20' -106°43' Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Tangerang 959,6 km2 atau 9,93% dari seluruh luas wilayah Provinsi Banten yang terdiri dari 29 kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa. Kabupaten Tangerang pada tahun 2017 memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.584.770 jiwa. Adapun batas batas wilayah Kabupaten Tangerang yaitu sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Laut Jawa.
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok,
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak.
Kabupaten Tangerang secara geografis memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3% menurun ke Utara. Ketinggian wilayah berkisar antara 0-85 m di atas permukaan laut. Daerah Utara Kabupaten Tangerang merupakan daerah pantai dan sebagian besar daerah urban, daerah timur adalah daerah rural dan pemukiman sedangkan daerah barat merupakan daerah industri dan pengembangan perkotaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 3.2
Profil Lokasi Studi
Lokasi studi terletak di tiga kecamatan yang berada di Kabupaten Tangerang, yaitu Kecamatan Sukamulya, Kecamatan Sindang Jaya, dan Kecamatan Rajeg. Luas wilayah lokasi studi yaitu 12.066 ha yang terdiri dari 8 desa di Kecamatan Sukamulya, 7 desa di Kecamatan Sindang Jaya, dan 12 desa di Kecamatan Rajeg.
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
15
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
16
Adapun batas-batas wilayah lokasi studi yaitu sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Kecamatan Kronjo, Kecamatan Kemiri, dan Kecamatan Mauk
Sebelah Timur
: Kecamatan Sepatan Timur, Kecamatan Sepatan, dan Kecamatan Pasar Kemis
Sebelah Selatan : Kecamatan Balaraja dan Kecamatan Cikupa
Sebelah Barat
: Kecamatan Kresek
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 3.3
Kondisi Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan º (derajat). Informasi spasial kelerengan mendeskripsikan kondisi permukaan lahan, seperti datar, landai, atau kemiringannya curam. Lokasi studi terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sukamulya, Kecamatan Sindang
Jaya,
kemiringanlereng
dan
Kecamatan
yang
Rajeg.
berbeda-beda.
Setiap
kecamatan
Kecamatan
terdiri
Sukamulya
dari
memiliki
kemiringan lereng sebesar 3- >15%. Kecamatan Sindang Jaya dan Kecamatan Rajeg memiliki kemiringan lereng sebesar 0-15%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.3 Tabel 3.1 Kondisi Kemiringan Lereng berdasarkan Kecamatan No
Kecamatan
Kemiringan Lereng
1
Kecamatan Sukamulya
3 – >15%
2
Kecamatan Sindang Jaya
0 – 15%
3
Kecamatan Rajeg
0 – 15%
Sumber : BPS Kabupaten Tangerang Selatan Tahun 2017
3.4
Kondisi Hidrologi
Kondisi Hidrologi di lokasi studi terdiri dari tiga jenis hidrologi yaitu akuiver produktif dengan penyebaran luas, akuiver produktif sedang dengan penyebaran luas, dan transisi dari akuiver produktif ke akuiver produktif sedang.
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
17
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
18
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
19
Akuiver adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air. Melalui akuiver inilah air tanah dapat diambil. Berikut ini penjelasan dari setiap jenis hidrologi yang ada di lokasi studi : a)
Akuiver produktif dengan penyebaran luas Akuiver dengan keterusan dan kisaran kedalaman muka air bawah tanah sangat beragam, debit umumnya lebih dari 5 l/dt, pemunculan mata air banyak dijumpai, beberapa debitnya mencapai lebih dari 500 l/dt, terutama yang muncul dari lava vesikuler.
b) Akuiver produktif sedang dengan penyebaran luas Akuiver dengan keterusan sangat beragam, kedalaman muka air bawah tanah umumnya dalam, debit umumnya kurang dari 5 l/dt, mata air umumnya berdebit sedang, muncul terutama pada daerah lekuk lereng. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.4 Tabel 3.2 Kondisi Hidrologi berdasarkan Kecamatan No 1
Kecamatan Kecamatan Sukamulya
Hidrologi Akuiver produktif dengan penyebaran luas Akuiver produktif sedang dengan
penyebaran luas Transisi dari akuiver produktif ke akuiver
prroduktif sedang 2
Kecamatan Sindang Jaya
Akuiver produktif dengan penyebaran luas Akuiver produktif sedang dengan
penyebaran luas Transisi dari akuiver produktif ke akuiver
prroduktif sedang 3
Kecamatan Rajeg
Akuiver produktif sedang dengan
penyebaran luas Transisi dari akuiver produktif ke akuiver
prroduktif sedang Sumber : BPS Kabupaten Tangerang Selatan Tahun 2017
3.5
Kondisi Rawan Bencana
Lokasi studi memiliki daerah rawan bencana banjir, tetapi hanya terdapat di satu kecamatan dari tiga kecamatan lokasi studi. Lokasi rawan banjir tersebut berada di
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
20
Kecamatan Rajeg, lebih tepatnya berada di Kelurahan Daon, Rancabango, dan Sukamanah. Terjadinya banjir dilokasi tersebut karena dekat dengan sungai dan dataran rendah. Lokasi banjir yang dekat dengan sungai berada di Kelurahan Sukamanah, dan lokasi banjir di dataran rendah berada di Kelurahan Rancabango dan Daon. Untuk lebih jelas mengenai lokasi banjir bisa dilihat pada Gambar 3.5 3.6
Kondisi Geologi
Lokasi penelitian memiliki 5 (lima) jenis tanah yaitu Aluvial, Glei Humus, Hidromorf, Latosol, dan Podsolik. Berikut penjelasan dari jenis jenis tanah yang ada di lokasi penelitian 1. Jenis tanah aluvial merupakan jenis tanah yang dapat terbentuk karena adanya endapan. Endapan – endapan ini terbentuk di daerah sungai ataupun danau. Dimana sungai dan danau ini harus berada di daratan rendah ataupun berada pada cekungan. 2. Jenis tanah Glei Humus yaitu tanah ini terbentuk dari hasil endapan bahan aluvial. Tanah glei humus jenuh air dan memiliki kandungan bahan organik tinggi dilapisan atas. Tanah jenis glei humus tersebar di dataran rendah yang berawa – rawa. Tanah jenis ini banyak digunakan untuk persawahan pasang surut dan persawahan rawa. 3. Jenis tanah hidromorf kelabu terbentuk akibat pelapukan batuan tufa vulkanik asam dan batu pasir. Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu topografi yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air dan warna kelabu hingga kekuningan. 4. Jenis tanah latosol merupakan tananh yang memiliki lapisan solum. Lapisan solum yang dimiliki oleh tanah latosol ini cenderung tabal dan bahkan sangat tebal. Tanaman dengan jenis tanah latosol yang merupakan jenis tanah mineral, cukup cocok ditanami berbagai jenis tanaman. 5. Jenis tanah Podsolik merupaka salah satu tanah yang sering digunakan oleh para petani kebun untuk bercocok tanam. Jenis tanah podsolik berada pada zona iklim rata – rata 2000 – 2500 mm yang memiliki sifat tanah basah dan mudah. Untuk lebih jelas mengenai jenis tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.6 Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
21
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
22
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
23
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
24
3.7
Kondisi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan menggambarkan kondisi eksisting dari lokasi studi mengenai peruntukan yang dilakukan pada lahan dilokasi studi. Penggunaan lahan eksisting yang ada di lokasi studi terdiri dari beberapa penggunaan lahan, diantaranya yaitu air tawar, gedung, kebun, permukiman, rawa, rumput/tanah kosong, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan/lading. Luas lahan terbesar digunakan untuk sawah irigasi yaitu seluas 37.079,66 ha, dan luas lahan terkecil digunakan untuk bangunan gedung yaitu seluas 4,04 ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7 Tabel 3.3 Jenis Penggunaan Lahan di Lokasi Studi No
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (ha)
1
Air tanah
234,8
2
Gedung
4,04
3
Kebun
191,35
4
Permukiman
2.669,6
5
Rawa
6
Rumput/tanah kosong
7
Sawah irigasi
8
Sawah tadah hujan
9
Tegalan/ladang
20,53 279,21 37.079,66 5,95 1.025,82
Sumber: Bappeda Kabupaten Tangerang
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
25
Permodelan Spasial Untuk Perencanaan
26