BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode eksperimen subjek tunggal (single subjek eksperimen). Metode ekperimen subjek tunggal dalam penelitian ini digunakan karena jumlah subjek yang diteliti satu subjek. Metode ini diketahui sebagai alat ukur dari perlakukan yang diberikan terhadap perubahan prilaku dari subjek yang perlu diobservasi secara detail dan cermat. Pola-pola subjek tunggal adalah adaptasi dari pola dasar rangkaian waktu (time-series designs) frankel dan Wallen, (2008:306). Desain penelitian eksperimen subjek tunggal (single subjek eksperiment) dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu desai kelompok (group design) dan desain subjek tunggal (single subjek design) Sunanto, (2006:41). Desain kelompok memfokuskan pada data yang berasal dari kelompok individu, sedangkan desain subjek tunggal memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian. Rosnow dan Rosental dalam Sunanto (2006:41). Penelitian ini menggunakan desain subjek tunggal dengan penggunaan data individu lebih utama dari pengukur variable terikat yang sedang diteliti atau perilaku sasaran (target behavior) dilakukan berulang-ulang dengan periode waktu tertentu, yaitu perhari. Metode ini sesuai dengan hakikat penelitian dengan melihat perubahan perilaku dari subjek yang diteliti. Dengan demikian, hasil ekperimen disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individu, L Sunanto (2004:41). Selain itu, metode penelitian eksperimen subjek tunggal merupakan suatu desain eksperimen sederhanan yang dapat menggambarkan dan mendeskripsikan perbedaan setiap individu disertai dengan data kuantitatif yang disajikan secara sederhana dan terinci. Karakteristik desain subjek yang memperoleh validitas internal yang berbeda dari teknik yang meliputi desain konteks. Sunanto L (2006) Menyatakan bahwa karakteristik terpenting dari desain subjek tunggal sebagai berikut.
1. Pengukuran terpercaya. Desai subjek-tunggal biasanya meliputi banyak pengamatan terhadap perilaku sebagai teknik pengumpulan data. Ini penting bahwa kondisi pengamatan seperti waktu dan lokasi, yang distandarisasi; pengamatan haruslah dilatih dengan baik agar bisa dipercaya atau bisa jadi prasangka; dan perilaku yang teramati bisa diidentifikasi secara operasional. 2. Pengukuran berulang. Karakteristik yang jelas dari subjek tunggal adalah bahwa aspek tunggal perilaku ini diukur beberapa kali, dengan cara yang sama hanya ada sekali pengukuran, yaitu sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Perlakuan berulang mengontrol variasi normal yang diketahui selama interval waktu yang pendek, menyediakan deskripsi perilaku dengan jelas dan lugas. 3. Deskripsi diskusi. Ketepatan, deskripsi rinci dari seluruh kondisi perilaku diamati harus ada. Deskripsi ini membolehkan aplikasi studi terhadap individu lain untuk memperkuat validitas internal dan eksternal. 4. Kondisi perlakuan dan basis; durasi dan stabilitas. Prosedur yang lazim adalah untuk setiap kondisi haruslah mempunyai waktu dan jumlah pengamatan yang sama. 5. Aturan variable-tunggal. Ini penting untuk mengubah satu variable selama perlakuan pada fase riset subjek tunggal dan variable yang diubah harus dijelaskan dengan tepat. A. Desain Penelitian Diambilnya rancangan desain ini karena pembelajaran metode multi sensori dengan media scrabble pernah diberikan pada anak disleksia di SD Negeri Sukanagara 4. Desai yang diambil dalam penelitian adalah desain A-B-A. desain A-B-A, yaitu desain yang menunjukan adanya kontrol terhadap variable bebas yang lebih kuat dibandingkan dengan desain lainnya. Oleh karena itu, validitas interval lebih meningkat sehingga hasil penelitian yang menunjukan hubungan fungsional antara variable terikat dan bebas lebih meyakinkan. Dengan membandingkan dua kondisi baseline sebelum dan sesudah intervasi. Keyakinan adalah pengaruh intervensi lebih dapat diyakinkan. Desain A-B-A dipakai untuk membuktikan keefektifan intervensi Frankel dan Wallen (2006:309). Pada desain A-B-A ini langkah
pertama adalah mengumpulkan data prilaku sasaran (target behavior) pada kondisi garis dasar (baseline) awal (A) sampai data stabil dan keadaanpun natural belum mendapatkan intervensi apapun. Setelah data stabil pada kondisi garis dasar (baseline) awal (A), lalu interval (B) diberikan. Pengumpulan data pada kondisi interval dilaksanakan secara terus menerus sampai data mencapai kecenderungan arah dan level data yang jelas, subjek diberi perlakuan secara berulang-ulang. Setelah itu masing-masing kondisi, yaitu garis dasar (A) dan itervensi (B) diulangi kembali pada subjek yang sama pada kondisi garis dasar (baseline) akhir (A) dan dalam fase ini dapat diketahui kemampuan berbicara anak setelah diberi intervensi. Prosedur utama desain A-B-A ini secara visual dapat digambarkan sebagi beriku.
Baseline (A)------------------Intervensi/treatmen (B)------------------Baseline (A)
Gambar 3.1 Desain A-B-A Subjek Tunggal Penelitian ini diharapkan akan lebih teliti dalam mengobservasi kegiatan proses belajar mengajar penerapan model pembelajaran multi sensori dengan menggunakan media scrabble. Penelitian ini mengasumsikan bahwa subjek belum bisa lancar membaca permulaan. Dengan metode penelitian ini subjek diharapkan dengan serta merta akan lancar dalam membaca permulaan. B. Prosedur Penelitian Untuk mendapatkan validitas penelitian yang baik pada saat melakukan penelitian dengan desain A-B-A. penelitian perlu memperhatikan prosedur desain A-B-A menurut sunanto (2006:45) sebagai berikut;
1. Mendefinisakan prilaku sasaran (target behavior) sebagai prilaku yang dapat diamati dan diukur secara akurat. 2. Melakukan pengukuran dan pencatatan data pada kondisi baseline (A1) secara continu sekurangkurangnya tiga atau lima atau sampai kecenderungan arah dan level data diketahui secara jelas dan stabil. 3. Memberikan intervensi (B) setelah kecenderungan data pada kondisi baseline stabil. 4. Setelah kecenderunga arah dan level pada kondisi intervensi (B) stabil mengulang kondsi baseline (A2). Setelah mengetahui prosedur penelitian maka data penelitian secara ilustrasi yang ditampilkan dalam bentuk grafik. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana struktur dasar penelitian ini dengan desain A-B-A, contohnya terlihat pada grafik berikut ini.
baseline (A)
frase (B)
baseline (A)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Grafik 3.1 prosedur dasar desain A-B-A (Frankel dan Wallend 2006:309)
13
14
15
Selanjutnya tahap pelaksanaan prosedur desain A-B-A penelitian ini yaitu dengan cara menentukan dan menetapkan perilaku yang mau diubah sebagai target behavior, yaitu untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak disleksia kosakata dan pemahan dalam berbicara. Pada tahap baseline (A) awal yang dilakukan, yaitu menetapkan dan melaksanakan tes kemampuan kosa kata sebanyak lima sesi. Selanjutnya, pada tahap intervensi (B) dilaksanakan pelatihan model multisensori terhadap subjek selama sepuluh sesi pertemuan, masing-masing sesi @35 menit. Lalu, tahap baseline (A) akhir yang dilakukan pengukuran kembali kemampuan membaca permulaan subjek untuk mengetahui perkembangan kemampuan penguasaan membaca permulaan setelah mendapatkan intervensi dengan melaksanakan tes kemampuan membaca permulaan sebanyak lima sisi. Lebih rinci prosedur penelitian subjek tunggal sebagai berikut. 1. Menentukan dan menetapkan perilaku yang mau di ubah sebagai target behavior, yaitu peningkatan kemampuan membaca permulaan anak disleksia. 2. Pada tahap baseline (A) awal ini
merupakan penetapkan kemampuan membaca permulaan
metode multisensori yang diperoleh sebanyak lima sesi. Setiap sesinya terjadi dalam satu hari, dengan waktu @35 menit sesi dan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Baseline ini tujuannya untuk memperloleh data baseline. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan langkah memberikan tes ( subjek diminta untuk memainkan biji-biji membentuk sebuah kata. Lebih lengkap sebagai berikut: (a) subjek melaksanakan tes membaca permulaan dengan bantuan media scrabble, sebanyak 10 kata; (b) selanjutnya, hasil penilaian kemampuan membaca permulaan dicatat dalam format data penilaian. 3. Pada tahap intervensi (B), subjek melaksanakan penelitian membaca permulaan melalui media scrabble selama sepuluh sesi pertemuan, masing-masing setiap sesi @35 menit. Adapun prosedur tahap ini sebagai berikut: 1) Tahap 5 menit pertama
(1) Memasukan subjek kedalam suatu ruangan khusus dengan ukuran kecil. Menempatkan media scrabble. (2) Mengondisikan subjek pada situasi belajar yang nyaman. Menjalin kerja sama yang interaktif antara peneliti, guru, dan subjek sehingga peneliti dapat berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. (3) Memosisiakan subjek untuk duduk menghadap papan scrabble sebagai mendia peneliti, dengan posisi guru disebelah subjek agar mudah adanya interaksi. (4) Melakukan kontak secara lisan terlebih dahulu dengan subjek agar mau apa yang diinstruksikan guru. (5) Guru memastikan kembali bahwa subjek dalam kondisi yang sangat nyaman pada proses pengajaran ini. (6) Subjek dan guru mulai membaca doa. C. Aturan Permainan Scrabble 1. Motorik dengan tujuan agar peserta didik mampu mengkoordinasikan anggota tubuh seperti tangan sehingga mereka lebih terampil dalam menjalankan motorik haus dan kasar. 2. Logika dengan tujuan agar peserta didik mampu berpikir secara tepat dan teratur sehingga mereka lebih cepat mengambil keputusan. 3. Emosional/sosial dengan tujuan agar peserta didik mampu menjalankan interpersonal skill sehingga mereka memiliki kesabaran dan lebih berhati-hati dalam bertindak. 4. Kreatif dengan tujuan agar pesrta didik mampu menghasilkan ide melalui olah hurup menjadi kata.s Aturan Permainan Scrabble Seperti permainan-permainan media yang lain permainan scrabble juga mempunyai aturan permainan yang harus diikuta oleh orang yang memainkannya. Adapun permainan scrabble menurut Mubasyira (2007, hlm.325)
1. Tetapkan dulu poko bahasan yang akan dipakai dalam permainan. 2. Letakan biji-biji huruf semuanya dengan menghadap kebawah dan aduklah. Kemudian untuk menentukan siapa yang main lebih dulu, tiap pesrta mengambil sebuah biji huruf. Siapa yang mendapatkan hurup A atau terdekat dengan hurup A mendapatkan kesempatan sebagai pemain pertama. Kembalikan biji-biji huruf tersebut dan aduk kembali. Kini tiap pemain mengambil 8 biji huruf dan letakan pada rak pelastik di hadapannya. 3. Dengan memakai biji-biji tersebut, dalam waktu tertentu, pemain pertama membentuk sebuah kata di atas papan. Kata itu dapat terletak dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Asalkan sebuah huruf itu melewati di tengah papan. Sebagai catatan biji huruf tersebut tidak di izinkan terletak secara diagonal. 4. Permain itu menyelesaikan gilirannya dengan menghitung dan mengumumkan jumlah angka yang di capainya pada giliran itu. Ia kemudian dapat mengambil pula biji-biji huruf sebanyak yang telah ia pergunakan. Dengan demikian ia tetap mempunyai 8 biji huruf di tangan. 5. Giliran diputar searah jarum jam ke pemain ke dua begitu seterusnya. Masing-masing pemain diberi kesempatan satu menit untuk merangkai kata. Giliran selanjutnya menambahkan sebuah atau lebih biji-biji huruf baru. Arahkan kata harus tetap ke kanan dan tegak lurus ke bawah. Sebuah kata yang lengkap harus terbentuk. 6. Kata baru dapat di bentuk dengan: a. Menambahkan satu atau dua huruf pada satu kata atau huruf yang telah berada di atas papan. b. Menaruh huruf-huruf secara bersilang pada suatu kata atau huruf yang telah berada di atas papan. c. Menempatkan sebuah kata secara sejajar dengan suatu kata yang telah ada di atas papan, sedemikan rupa sehingga huruf yang berdampingan membentuk kata yang lengkap. d. Menyiapkan sebuah huruf atau lebih diantara kata-kata yang telah ada di papan, sehingga rangkaian huruf yang terbentuk kedua arah merupakan huruf yang lengkap dan bermakna. 7. Beri tanda biji huruf yang dapat di geser atau di pindahkan setelah di taruh di atas papan.
8. Biji huruf yang kosong dapat dipergunakan untuk mengganti huruf yang dikehendaki. Pemain tersebut harus menyatakan huruf apa yang diganti dan setelah itu tidak dapat diubah selama permainan berlangsung. 9. Tiap pemanin dapat menggunakan gilirannya untuk mengganti sebuah ataupun semua biji hurufnya itu dengan menghadapkan ke bawah dan mengambil biji-biji huruf baru dalam jumlah yang sama. Kemudian mencampur baurkan biji-biji huruf tersebut. Ia kemudian dengan tenang menjadi giliran selanjutnya untuk bermain. 10. Semua kata yang terdapat dalam kamus dapat dipergunakan kecuali nama-nama khusus, yang lazimnya diawali dengan huruf besar, singkatan-singkatan, tanda hubung,. Periksalah dengan kamus untuk mencoba benar tidaknya cara dan menulis suatu huruf yang diragunak. Tiap kata dapat diragukan dan minta diperiksa sebelum tiba giliran pemain selanjutnya. Jika ternyata kata tersebut tidak dapat diterima, si pemain dapat mengambil kembali biji-biji hurufnya dan kehilangan giliran main tersebut. 11. Permainan berlangsung terus sampi semua biji huruf habis diambil dan salah seorang pemain telah memakai semua biji-biji hurufnya sehingga semua kemungkinan telah dicoba dengan hasil nihil samapi dengan tidak dapat merangkai huruf kembali. D. Tahap 20 Menit Inti (1) Memberikan interpensi pada subjek berupa huruf-huruf dalam bentuk scrabble proses ini berlangsung di bawah kendali peneliti. Proses intervensi ini terjadi dalam dua variasi. Variasi 1 mencakup Memunculkan huruf-huruf untuk merangkai kata-kata apakah ini ? Variasi 2 mencakup Peneliti bertanya “coba sebutkan cirri-ciri dan beritahukan apa yang subjek lihat”. (2) Menggunakan teknik dalam pembelajaran
Teknik yang digunakan dalam permbelajaran ini adalah latihan (drill) dengan layanan bimbingan individual. Untuk kesuksenan pelaksanaan penerapan (drill) teknik latihan ini diperlukan guru sebagai instruksi dan pembimbing. Langkah-langkah sebagai berikut. a. Latihan ini secara otomatis pada prosedur A-B-A untuk tindakan baseline-intervensi/treatmen, dan baseline. b. Tahap berikutnya guru membimbing subjek untuk bedoa dan menanamkan pengertina pemahaman akan makna dan tujuan latihan. Latihan itu juga mampu menyadarkan subjek akan kegunaan bagi kehidupan saat sekarang ataupun dimasa yang akan dating. Juga dengan latihan itu subjek merasakan perlunya untuk melengkapi pelajaran yang diterimanya. c. Selanjutnya, tahap latihan dimulai. Di dalam latihan pendahuluan guru harus lebih menekankan pada diagnose karena latihan permulaan diharapkan subjek dapat membaca permulaan dengan sempurna. Pada latihan berikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan yang timbul dan dialami siswa, sehingga dapat menentukan latihan mana yang perlu diperbaiki. Kemudian guru menunjukan kepada subjek dengan member respons/tanggapan yang telah benar dan memperbaiki respons-respons yang salah (hal ini dilakukan di intervensi). Guru mengadakan variasi latihan dengan mengubah situasi dan kondisi latihan (tempat yang berbeda-beda), sehingga respons yang berbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan atau keterampilan berbicaranya. d. Selanjutnya, guru memperhatikan dan mengutamakan ketetapan subjek agar melakukan latiha secara tepat menurut waktu yang telah ditentukan; juga diperhatikan pula respons subjek yang telah dilakukan dengan tepat dan cepat. e. Memperhitungkan waktu/masa latihan yang singkat saja agar tidak meletihkan dan membosankan. Masa latihan itu harus menyenangkan dan menarik.
Dengan langkah-langkah itu diharapkan bahwa latihan akan betul-betul bermanfaat bagi subjek untuk menguasai kecakapan berbicara serta membantu dalam perjalanan secara teori maupun praktik di sekolah, rumah/keluarga, dan lingkungan bermasyarakat/sosial. E. Tahap 10 Menit Terakhir a. Melakukan evaluasi dengan memberikan bahasan yang sama pada saat 25 menit pertama, untuk memperoleh data mengenai kemampuan subjek dalam membaca kata yang telah diajarkan sebelumnya dan mencatatnya pada kerta data yang telah disiapkan. Subjek mengikuti intervensi dan mengikuti tes sebagai bagian dari langkah evaluasi model multi sensori. Hal ini dilakukan untuk mengukur kesetabilann kondisi subjek. b. Melakukan pencatatan data sesuai dengan kegiatan berlangsung dengan mencatatnya pada kertas data yang telah disiapkan. Pencatatan mencakup frekuensi subjek menjawab pertanyaan berdasarkan kosakata yang bermedia scrabble. c. Penelitian mengakhiri intervensi pada kesempatan tersebut dan memastikan kepada subjek hari berikutnya akan belajar dengan materi tentang kosakata. Kegiatan ini berlangsung secara 10 hari sesuai dengan sesi yang dibutuhkan untuk mendapat data yang diinginkan dari peneliti. d. Pada tahap baseline (A) dilakukan pengukuran kembali kemampuan membaca permulaan untuk mengetahui perkembangan kemampuan membaca permulaan subjek setelah mengalami sepuluh sesi intervensi. Sehingga terlihat keefektifan intervensi. Adapun prinsip pengukuran tahapannya sama dengan tahap baseline (A) awal.
POLA PIKIR PENELITIAN MODEL PEMBELAJARAN KOSAKATA SWADESH MELALUI MEDIA MEDIA GAMBAR FOTO METODE MULTI SENSORI DENGAN PENELITIAN SUBJEK TUNGGAL
Teknik Pengumpulan data 1. 2. 3. 4.
Sumber Data Subjek 2 anak disleksia
Observasi Tes kemampuan Teknik wawancara Teknik rekam
Di SDN Sukanagara 4
Memberikan nilai-nilai positif dengan: menumbuhkan rasa perhatian, motivasi, kepercayaan diri, peka dengan lingkungan sekitar, dan membentuk tanggung jawab
Teknik Pengolahan Data 1. Transkripsi hasil wawancara/perekaman 2. Penghitungan data statistik sederhana 3. Pemaparan hasil analisis data
Hasil kemampuan membaca permulaan anak disleksia
Instrument Penelitian Media scrabble
F. Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini, yaitu 2 anak disleksia sebagai subjek tunggal. Subjek mempunyai kategori usia kalender 12 dan 11 tahun. Adapun jenis kelamin responden adalah laki-laki, pengambilan responden laki-laki. Dalam penelitian ini korpusnya adalah jawaban lisan melalui tes kemampuan membaca permulaan dengan media scrabble di SDN Negeri Sukanagara 4 kecamatan sukanagara kabupaten cianjur sedangkan intrumen digunakan, yaitu tes pembendaharaan dengan media scrabble. Tes ini mengukur kemampuan membaca permulaan subjek dari kata yang dimainkan. Selain itu, untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca permulaan subjek di sekolah. G. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument. Instrument adalah alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data pada suatu penelitian, Arikunto (2002:194). Teknik pengumpulan data penelitian ini sebagai berikut. 1. Observasi Peneliti melakukan observasi dengan turut serta dalam pembelajaran di kelas. Observasi dilakukan sebelum dan selama pembelajaran berlangsung. Teknik observasi, yaitu upaya untuk mengamati keadaan. Dalam observasi awal penelitian mempunyai tujuan untuk menentukan tempat dan subjek dalam pengambilan data dan pengumpulan data. Selain itu, untuk memperoleh perencanaan yang efektif dan dibutuhkan subjek yang diteliti. Selanjutnya, observasi kegiatan subjek diberikan pedoman observasi untuk mengetahui perkembangan di setiap sesi atau setiap tahap.
Saat observasi dilakukan system pencatatan data berdasarkan pernyataan Tawney dan Gast, 1984 dalam sunanto (2006:17) sebagai berikut: (1) pencatatan data secara otomatis; (2) pencatatan data dengan produk permanen; dan (3) pencatatan data dengan observasi langsung. 2. Tes kemampuan Instrument yang digunakan adalah tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intervensi, kemampuan atau bekal yang dimiliki oleh individu Arikunto, (2001:127). Tes yang digunakan adalah tes kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan media scabble, yaitu tes yang dilakukan terhadap subjek. Media scrabble dianggap lebih mudah belajar membaca kata dibandingkan dengan yang lain. Teknik Pengolahan Data Komponen yang dianalisis dalam kondisi ini meliputi proses pembelajaran, perhitungan secara koefisiensi reabilitas dari setiap pengamat dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan subjek, komponen data dalam kondisi subjek, dan antarkondisi subjek. Komponen data diolah berdasarkan: 1) analisis jarak kondisi, 2) jumlah variabel yang di ubah ketika memindahkan dari kondisi satu ke kondisi yang lain, 3) tingkat dan kecepatan berubah, 4) kembali ke tingkat garis dasar atau level baseline, 5) independensi perilaku, 6) jumlah garis dasar atau jumlah baseline Fankel dan Wallen (2006:312). Komponen ini sejalan dengan penyataan dengan sunanto (2006:70), yaitu 1) panjang kondisi, 2) kecenderungan arah, 3) tingkat stabilitas, 4) tingkat perubahan, 5) jejak data, dan 6) rentang Sunanto (2006:70). Selanjutnya, peneliti akan mendeskripsikan data dan menganalisis data yang didapat. Analisis data dilakukan setelah penerapan tiap bagian dan mengevaluasi apakah tahap metode yang dilakukan dengan tepat atau tidak. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui langkah selanjutnya. Selain itu, peneliti membahas data yang diperoleh secara keseluruhan dari awal hingga akhir penelitian. Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah tes membaca permulaan dengan media scrabbel. Pengolahan datanya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menggolongkan siswa ke dalam klasifikasi jawaban baik, cukup, dan kurang untuk dianalisis lebih lanjut; 2. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline (A), Intervensi (B), baseline (A) pada setiap sesinya. 3. Membuat tabel perhitungan skor dari fase baseline (A), Intervensi (B), baseline (A) terhadap setiap sesinya. 4. Membandingkan hasil skor pada fase baseline (A), Intervensi (B), baseline (A); 5. Menganalisis dengan seksama dan membuat bentuk grafik garis sehingga dapat terlihat jelas secara langsung perubahan yang terjadi dari setiap fase tersebut. 6. Membuat analisis dalam bentuk grafik batang sehingga dapat diketahui denga jelas setiap perubahan tingkah laku subjek dalam setiap fase secara keseluruhan.