Bab Iii 1.docx

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iii 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,865
  • Pages: 18
BAB III LANDASAN TEORI.

3.1. Teori Perencanaan Ketenagalistrikan Nasional. Regulasi tentang ketenagalistrikan pertama adalah Undang - Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang ketenagalistrikan, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagaimana telah dua kali di Amandemen terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006, maka seluruh pelaku usaha penyediaan tenaga listrik yang memiliki wilayah usaha wajib membuat Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dengan mengacu kepada RUKN. (Keputusan Menteri ESDM Nomor : 2682 K/21/MEM/2008). Fitrianto (2006) membuat gambaran tentang skema tentang perumusan RUPTL, adapun yang menjadi skema perumusan dapat di lihat pada gambar 3.1. RUPTL PLN PUSAT

RUKN PEMERINTAH PUSAT

FORUM PERENCANAAN PELAKSANA LAPANGAN PLN WILAYAH/ PLN DISTRIBUSI

RUED PEMERINTAH DAERAH

Gambar 3.1 Skema Proses Perumusan RUPTL (Sumber : Fitrianto, 2006) Proses perencanaan sistem ketenagalistrikan dijelaskan Novitasari (2012) dalam keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan. Untuk menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan rencana Umum Ketenagalistrikan

12

13

Daerah (RUKD) harus mengikuti proses perencanaan sebagaimana diuraikan sebagai berikut : 1.

Perencanaan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik diawali dengan prakiraan kebutuhan atau ramalan beban tenaga listrik untuk 15 (lima belas) tahun ke depan di setiap sektor pemakai tenaga listrik, yaitu sektor industri, komersial, rumah tangga, sosial dan umum serta pemerintahan.

2.

Selanjutnya

perencanaan

pengembangan

pembangkitan

(generation

expansion planning) direncanakan berdasarkan asas optimasi atau biaya terendah (least total cost ownership) dengan memperhatikan ketersediaan sumber energi primer setempat, sifat ragam beban, beban puncak, teknologi/jenis pembangkitan, dan faktor eksternalitas lain yang perlu diperhatikan, seperti dampak lingkungan hidup dan dampak sosial. 3.

Tingkat cadangan atau tingkat kehandalan merupakan salah satu kriteria perencanaan dan merupakan kebijakan setempat yang akan berdampak pada biaya penyediaan tenaga listrik dan tingkat tarif. Tingkat cadangan ini juga memperhatikan penalti ekonomi yang ditanggung masyarakat seandainya terjadi pemadaman pelayanan listrik.

4.

Ketersediaan sumber energi primer, termasuk energi baru/terbarukan, menentukan pilihan teknologi dan jenis pembangkit yang mungkin dikembangkan, dengan maksud agar energi primer dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai nilai keekonomiannya, efisien, tidak menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan dan pembangkit dapat beroperasi secara berkelanjutan dalam kurun waktu perencanaan.

14

5.

Pemanfaatan sumber energi setempat dan prioritas pemilihan aneka ragam energi yang tersedia dalam urutan prioritas sebagai yaitu energi terbarukan, bahan bakar gas, batubara, dan bahan bakar minyak.

6.

Perencanaan di sisi penyediaan tenaga listrik hendaknya diintegrasikan pula dengan perencanaan pemanfaatan energi di sisi pemakaian tenaga listrik, sehingga program-program Demand Side Management, antara lain program pemanfaatan tenaga listrik untuk tujuan produktif dan program hemat energi lainnya

merupakan

bagian

yang

integral

dari

proses

perencanaan

ketenagalistrikan secara keseluruhan. 7.

Perencanaan pengembangan sistem transmisi dan distribusi hendaknya dilakukan selaras dengan keseimbangan antara kebutuhan dan kapasitas, berdasar pada kriteria perencanaan yang digunakan.

8.

Setelah dibuat prakiraan kebutuhan tenaga listrik suatu sistem tertentu, disusun prakiraan beban gardu induk yang memberi informasi pertumbuhan kebutuhan beban sesuai lokasi geografis gardu induk, dapat berupa penambahan kapasitas trafo atau pembuatan gardu induk baru, berikut kebutuhan fasilitas jaringan transmisi dan distribusinya.

9.

Bersama dengan pengembangan transmisi, dilakukan juga perencanaan distribusi. Metode yang dapat digunakan adalah menggunakan faktor elastisitas antara panjang Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) dengan penjualan energi listrik, dan elastisitas antara penambahan pelanggan dengan trafo distribusi.

15

Dalam keputusan menteri tersebut juga dijelaskan tentang asas Perencanaan ketenagalistrikan dimana asas perencanaan ketenagalistrikan tersebut berpedoman pada asas biaya terendah (least cost). Pada perencanaan model lama (konvensional), perencanaan hanya mencakup penyediaan tenaga listrik, namun pada perencanaan ketenagalistrikan yang lebih maju, cakupan perencanaan lebih luas, yakni mencakup penyediaan tenaga listrik, pemakaian tenaga listrik yang kesemuanya berlangung secara terintegrasi. 3. 2. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Energi Listrik. Energi listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan masyarakat, karena menjadi kebutuhan primer maka kebutuhan konsumsi energi listrik ini akan mengalami peningkatan . Peningkatannya akan terus berkembang dengan bentuk grafik naik dari waktu ke waktu. Menurut Suhono (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi listrik, diantaranya sebagai berikut : a.

Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan

penduduk

dapat

diperkirakan

dengan

menggunakan

historical data di suatu kawasan untuk masa yang akan datang. Data historical untuk mengetahui kebutuhan dasar energi listrik, maka dapat dilihat data laju pertumbuhan. Pada penelitian ini laju pertumbuhan yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi listrik berdasarkan laju pertumbuhan rumah tangga dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Pt

r = (P0)(1/t)βˆ’1 x 100 Ket:

r = laju pertumbuhan rumah tangga.

3.1

16

Pt = Jumlah penduduk tahun terakhir P0 = Jumlah penduduk pada tahun dasar t

= selisih tahun terakhir dengan tahun dasar.

Pertumbuhan konsumsi energi listrik khususnya pada sektor rumah tangga sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan rasio elektrifikasi, intensitas pemakaian peralatan listrik, dan pertumbuhan jumlah rumah tangga. b. Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi masyarakat tentu saja menjadi faktor yang cukup signifikan pada pola hidup untuk mengkonsumsi energi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bisa menjadi indikator, karena semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka kebutuhan akan energi listrik juga akan meningkat. PDRB dapat menjadi salah satu tolak ukur kemakmuran suatu daerah untuk sektor industri, publik, sosial dan bisnis. PDRB atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan konsumsi energi listrik di sektor industri, publik, sosial dan bisnis sangat dipengaruhi oleh intensitas penggunaan energi listrik dan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000. 𝐸𝐢

EI = π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘“π‘–π‘‘π‘Žπ‘ 

3.2

π‘ˆπ‘›π‘–π‘‘

Ket

EI

: Intensitas Energi yang terpakai.

EC

: Energy Consumption (Konsumsi Energi) Aktifitas Unit : PDRB atas dasar harga sektor (Industri, Publik, Sosial, Bisnis).

Konstan untuk setiap

17

c.

Pengembangan Wilayah. Pengembangan suatu wilayah juga akan meningkatkan perekonomian

wilayah itu sendiri. Dengan meningkatnya perekonomian dan aktifitas ekonomi lainnya akan menyebabkan peningkatan konsumsi energi. Termasuk juga kebutuhan akan energi listrik, namun faktor pengembangan wilayah ini tidak dapat di ukur secara langsung sehingga faktor pengembang wilayah tidak dapat menjadi indikator kebutuhan akan energi listrik secara langsung. Pengembangan wilayah suatu daerah atau kawasan dapat dilihat dari RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) atau RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) yang ada di setiap kabupaten atau kota. d. Faktor-faktor lain Faktor

yang

mempengaruhi

kebutuhan

energi

listrik

di

rumah

tangga,bukan hanya faktor pertumbuhan penduduk dan ekonomi, tetapi dapat juga di pengaruhi oleh jumlah anggota dalam rumah tangga dan rencana pembangunan daerah setempat. 3.3. Model dan Pendekatan Perencanaan Energi. Perencanaan energi terdapat beberapa model pendekatan. Berdasarkan keputusan menteri ESDM juga menyebutkan beberapa model pendekatan perencanaan

energi

yang

biasa

digunakan

yaitu

pendekatan

end-use,

ekonometrika, proses, dan trend. Berikut penjelasan tentang pendekatan yang ada adalah sebagai berikut :

18

a.

Pendekatan End-Use Pendekatan End-Use merupakan pendekatan yang sering digunakan oleh

beberapa peneliti, dalam penelitian ini juga masih menggunakan pendekatan EndUse. Menurut Suhono (2010), Pendekatan End-Use juga dikenal sebagai engineering model. Pendekatan ini mempertimbangkan perubahan teknologi dan tingkat pelayanan. Pendekatan ini digunakan untuk proyeksi efisiensi energi. Permintaan energi dengan metode ini melihat dua faktor penting yaitu, tingkat aktifitas dan intensitas energi. Intensitas energi didefinisikan sebagai penggunaan energi per unit layanan energi (energi yang dikonsumsi). b. Pendekatan Ekonometrika Model ekonometrik adalah suatu penerapan (aplikasi) penelitian antar disiplin ilmu yang melibatkan antara ahli statistik dan ekonomi. Campuran keduanya telah menciptakan suatu disiplin yang dikenal ekonometrik. Ekonometrik merupakan pengukuran teori ekonomi melalui metode statistik, kelebihan model ekonometrik terletak pada kemampuannya untuk menangani saling ketergantungan (interpendensi). Model ini kemudian menjadi prototype bagi pengembangan sebagian besar model-model ekonometrik yang lain, termasuk dalam bidang energi. (Darmawan, 2012) c.

Pendekatan Proses. Dinamakan pendekatan proses karena diperlukan uraian aliran energi dari

awal hingga akhir permintaan energi. Pendekatan proses yang dilalui mulai dari ekstrasksi sumber energi, penyulingan, konversi, transportasi, penimbunan, transmisi dan distribusi. Kelemahan model ini adalah tidak adanya faktor ekonomi

19

sehingga pendekatan model ini tidak dapat digunakan sekaligus untuk kebijakan di bidang ekonomi. Keunggulannya, model ini mengakomodasi bahan bakar tradisional dan dapat digunakan dengan perhitungan sederhana. (Darmawan, 2012). d.

Pendekatan Trend Pendekatan trend dilakukan dengan melakukan proyeksi berdasarkan data

historis di masa lalu. Data tersebut kemudian diolah berdasarkan kecenderungan yang terjadi. Selanjutnya, data bisa dihubungkan dengan rata-rata data tersebut ataupun dengan membuat kurva yang diinginkan. Metode ini tidak dapat menggambarkan perubahan struktural yang terjadi dari masing-masing variabel yang berpengaruh, baik untuk faktor ekonomi maupun teknologi. (Darmawan, 2012). 3.4. Konsumsi Energi. Menurut suhono (2010) penjelasan dari buku user guide for version 2011 memberi gambaran permintaan energi dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara aktifitas total pemakaian dengan intensitas energi dari setiap cabang teknologi (technology branch). Atau dapat dihitung dengan persamaan matematika sebagai berikut : Db,s,t = TAb,s,t Γ— EIb,s,t dimana D = Permintaan (Demand), TA = aktivitas total (Total Activity), EI = Intensitas Energi (Energy Intensity), b = β€œcabang” (branch),

3.3

20

s = tipe skenario (scenario), t = tahun dilakukan perhitungan (mulai tahun dasar hingga tahun akhir perhitungan). Dalam pendekatan End-Use Menggunakan perhitungan sederhana yang dinyatakan sebagai berikut : Konsumsi Energi = = βˆ‘π‘–=𝑛 𝑖=1 𝑄𝑖 . 𝐼𝑖

3.4

Dimana, Qi = jumlah dari layanan energi i Ii= intensitas penggunaan energi untuk layanan energi i . Qi jumlah dari layanan energi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu jumlah populasi, pola konsumsi energi listrik, dan jumlah proporsi penggunaan akhir energi. Aktivitas total teknologi adalah hasil dari activity level pada semua cabang teknologi yang akan mempengaruhi demand branch. 1.5

Perhitungan Biaya Energi Listrik. Menurut Direktur PLN Nur Pamudji biaya investasi pembangunan yang

1,5 juta US dolar per Megawatt sehingga ini menjadi acuan dalam pembangunan pembangkit listrik yang ada di dareah tidak terkecuali untuk pembangkit listrik energi baru terbarukan (www.antaranews.com). CRF merupakan Cost Recovery Factor

atau Faktor pemulihan modal

adalah rasio yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari suatu anuitas (serangkaian besaran arus kas tahunan). Persamaan untuk faktor pemulihan modal adalah. 𝑖(1+𝑖)𝑛

𝐢𝑅𝐹 = (1+𝑖)π‘›βˆ’1 Keterangan :

3.5

21

i = tingkat bunga riil n = jumlah tahun Tingkat bunga yang menjadi salah satu masukan untuk Homer adalah tingkat bunga tahunan riil (disebut juga tingkat bunga riil atau hanya suku bunga). Ini adalah tingkat Penambah nilai yang digunakan untuk mengkonversi antara biaya satu waktu dan biaya tahunan. Biaya pembagunan merupakan modal awal dari setiap komponen selama masa proyek untuk menghitung biaya modal Capital Investment Cost untuk mendapatkan nilai berapa modal untuk setiap KWh yang harus dijual dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Biaya Pembangunan =

Capital Investment Cost Installed Capacity

3.6

Capital Cost merupakan modal awal secara keseluruhan yang telah dikalikan dengan bunga dari investasi pembangkit energi baru terbarukan. Untuk menghitung Capital Cost dapat meggunakan rumus dibawah ini: Capital Cost =

Biaya pembangunan x kapasitas Pembangkit x CRF Jumlah Pembangkit an Neto Tenaga Listrik

3.7

Untuk FC karena menggunakan energi baru terbarukan sehingga tidak menggunakan cost fuel(biaya bahan bakar) sehingga untuk nilai FC = 0. Biaya operasi dan pemeliharaan tetap dari sebuah sitem (O&M) adalah biaya tahunan yang terjadi sesuai dengan ukuran atau konfigurasi sistem pembangkit. Biaya ini digunakan untuk menghitung biaya modal tahunan lainnya, yang juga mempengaruhi total biaya bersih sekarang dari tiap sistem umumnya Biaya O&M 10 % dari nilai investasi. TC = CC + FC + O&M

3.8

22

3. 6. Pembangkit Listrik Terbarukan Energi terbarukan adalah energi yang dihasilkan dari sumber alami seperti matahari, angin, air dan hasil dari sampah atau kotoran hewani. Sumber akan selalu tersedia dan tidak merugikan lingkungan. Sektor energi adalah salah satu sektor terpenting di Indonesia karena merupakan dasar bagi semua pembangunan lainnya. Ada banyak tantangan yang terkait dengan energi, dan salah satu hal yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia adalah bagaimana memperluas jaringan listrik, terutama dengan membangun infrastruktur pasokan listrik ke daerah perdesaan. Masih ada banyak daerah perdesaan yang sering mengalami pemadaman listrik oleh karena infrastruktur yang tidak memadai. Banyak tempat yang tidak memiliki akses terhadap infrastruktur listrik, sehingga masyarakat menggunakan sumber-sumber energi yang mahal dan tidak efisien, seperti lampu minyak tanah dan genset, atau kayu untuk memasak. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) merupakan sistem pembangkit listrik yang memadukan beberapa jenis pembangkit listrik, pada umumnya antara pembangkit listrik berbasis BBM dengan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan yang digunakan untuk solusi untuk mengatasi krisis BBM dan ketiadaan listrik di daerah terpencil, pulau-pulau kecil dan pada daerah perkotaan. Umumnya terdiri atas: modul foto voltaik, turbin angin, generator diesel, baterai, dan peralatan kontrol yang terintegrasi.

23

Tujuan PLTH adalah mengkombinasikan keunggulan dari setiap pembangkit sekaligus menutupi kelemahan masing-masing pembangkit untuk kondisi-kondisi tertentu, sehingga secara keseluruhan sistem dapat beroperasi lebih ekonomis dan efisien. Mampu menghasilkan daya listrik secara efisien pada berbagai kondisi pembebanan. (Handayani, 2012)

Gambar 3.2 Skema Sistem Hybrid (Sumber : Handayani, 2012) Gambar skema diatas memberi bayangan bagaimana energi tenaga hybrid terpasang dengan mengkombinasikan dengan pembangkit energi terbarukan yang lainnya, seperti energi Matahari dan energi tenaga Angin. a.

Potensi Tenaga Angin. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) merupakan teknologi yang

merubah potensi energi angin menjadi energi listrik. Angin adalah udara yang bergerak/mengalir, sehingga memiliki kecepatan, tenaga dan arah. Kecepatan angin yang dapat dimanfaatkan sebagai penggerak turbin dalam bentuk energi kinetik menjadi energi listrik, pemanfaatan energi gerak tersebut dengan cara menggerakan turbin dengan kekuatan dan arah angin. Kekuatan angin optimal yang mengarah ke turbin dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik bila dilihat dari tabel dibawah ini pada region II dengan kecepatan angin 3 meter/sekon hingga Region IV dengan kecepatan angin 25 meter/sekon.(Augustine dkk, 2012).

24

Grafik 3.1 Kinerja Turbin Tenaga Angin. (Sumber Augustine dkk, 2012). b.

Potensi Tenaga Matahari. Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya

(PLTS)adalah suatu teknologi pembangkit listrik yang mengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Konversi ini dilakukan pada panel surya yang terdiri dari sel-sel foto voltaik. Sel-sel ini merupakan lapisan-lapisan tipis dari silikon (Si) murni atau bahan semikonduktor lainnya yang diproses sedemikian rupa, sehingga apabila bahan tersebut mendapat energi foton akan mengeksitasi elektron dari ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas, dan pada akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah (Augustine dkk, 2012). Menurut Augustine dkk, (2012)

NREL (National Renewable Energy

Laboratory) menggambarkan bentuk bagian dari setiap lapisan modul sel panel surya.

25

Gambar 3.3 lapisan komponen sel panel surya. (Sumber Augustine dkk, 2012) Kekuatan sinar radiasi matahari optimal yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik yang dipaparkan sinar matahari ke modul solar sell adalah antara 3.00 Kwh/m2/hari hingga di atas 6.5 Kwh/m2/hari (Augustine dkk, 2012). c.

Listrik Tenaga Biogas. Biogas merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dapat

menjawab kebutuhan energi alternatif. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion (Riliand, 2010). Biogas merupakan sebuah proses produksi gas dari material organik dengan bantuan bakteri. Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50%) berupa metana. Saat ini biogas telah dijadikan sebagai bahan bakar genset biogas.

26

Gambar 3.4 Genset Biogas. (Sumber : Riliand, 2010) Hitungan potensi dari energi biogas menjadi energi listrik membutuhkan hitungan atau konversi daya terbangkitkan menjadi satuan Kwh. Dalam penelitian ini menggunakan kotoran sapi sebagai sumber biogas yang dihasilkan di kabupaten Aceh Tamiang. Potensi yang ada diambil berdasarkan berbagai sumber yang didapat dari Dinas-Dinas terkait. Tabel 3.1 menjelaskan kandungan biogas yang bersumber beberapa kotoran hewan. Tabel 3.1 Kandungan Biogas. No

Jenis

Banyak Tinja (kg/hari)

Kandungan BK (%)

Biogas m3/kg.BK

1

Sapi

25

20

0,023-0,040

2

Kambing /Domba

1,13

26

0,040-0,059

3

Ayam

0,018

28

0,065-0,116

4

Itik

0,34

38

0,065-0,116

5

Babi

7

9

0,040-0,059

6

Manusia

0,25-0,4

23

0,020-0,028

27

Dari tabel 3.1 dari kandungan kotoran hewan yang dihasilkan kemudian kotoran yang dihasilkan dikonversikan menjadi beberapa energi yang dalam satu meter kubik biogas. Konversi penggunaan biogas terlihat pada tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2 Konversi Penggunaan Biogas. No

Penggunaan

Energi 1 m3 biogas

1

Memasak

Untuk Memasak 3 jenis makan untuk 5-6 orang.

2

Bahan Bakar

0,8 Liter Bensin

3

Listrik

4,7 Kwh Listrik

d. Listrik Tenaga Biomass. Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang telah digunakan sejak dari jaman dahulu kala. Biomassa adalah semua benda organik (misal: kayu, tanaman pangan, limbah hewan & manusia) dan bisa digunakan sebagai sumber energi untuk memasak, memanaskan dan pembangkit listrik. Sumber energi ini bersifat terbarukan karena pohon dan tanaman pangan akan selalu tumbuh dan akan selalu ada limbah tanaman. Limbah tanaman sawit merupakan salah satu limbah tananam hasil pemanfaatan sawit yang dijadikan VCO (Virgin Couconout Oil). Limbah ini banyak ditemukan pada PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Adapun limbah yang dihasilkan dari pembuatan VCO di PKS berupa 0,6 % cangkang, 23 % bungkil kosong dan 12 % serabut dari produksi 1 ton sawit segar (Kusuma, 2010).

28

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4. Gambar 3.5 Bagian Kelapa Sawit Sumber : Berbagai sumber

Keterangan. Gambar 1 Buah sawit segar. Gambar 2. Cangkang sawit. Gambar 3. Tandan Kosong / Bungkil Kosong. Gambar 4. Sabut sawit. Tabel 3.3. Kalori dari Kelapa Sawit No

Jenis Limbah

Kandungan Kalori

1

Serabut

3500-4100 kkal kg

2

Cangkag

2637 – 3998 kkal kg

3

Tandan Buah Kosong .

4492 kkal kg

29

e.

Listrik Tenaga Mikrohidro. Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil dengan

batasan kapasitas antara 5 kW-1 MW per Unit. Syarat dasar dari pembangkit listrik tenaga air skala kecil adalah adanya air mengalir dan beda ketinggian. Turbin mikrohidro untuk sungai maupun saluran irigasi sudah dapat diproduksi di Indonesia. Umumnya pembangkit tenaga mikro hidro terletak pada daerah dataran tinggi atau terletak di daerah pegunungan karena membutuhkan ketinggian dan debit air yang handal. Debit air handal adalah debit yang terus ada sepanjang tahun (Maryono, 2014). Dalam Menghitung potensi Pembangkit listrik Mikro Hidro dapat menggunakan rumus sebagai berikut. P = ρ.Q.g.h.η Keterangan : P = Power (energi yang terbangkit) ρ. = Masa Jenis Air (1) Q = Debit Air (L/s). h = Ketinggian terjunan air. η = Efesiensi yang ditentukan.

3.9

Related Documents

Bab Iii
October 2019 77
Bab Iii
November 2019 69
Bab-iii
June 2020 63
Bab Iii
May 2020 50
Bab Iii
June 2020 55
Bab Iii]
June 2020 45