BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pondasi Pondasi adalah salah satu elemen struktur bawah bangunan yang langsung berhubungan dengan tanah yang berfungsi menyalurkan beban dari struktur diatasnya ke lapisan tanah pendukung atau batuan yang berada di bawahnya. Pondasi dikatakan bagian terendah dari bangunan oleh sebab itu beban dari bangunan diatasnya seperti beban mati, beban hidup, beban angin disalurkan melalui elemen struktur horizontal atau vertikal ke pondasi yang selanjutnya beban tersebut dilanjutkan ke tanah. Dalam perencanaan pondasi, dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan pondasi berdasarkan fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh pondasi tersebut, besarnya beban dan beratnya bangunan diatas, keadaan tanah dimana bangunan tersebut dibangun dan berdasarkan tinjauan dari segi ekonomi. Menurut Suryono (1984) harus memperhitungkan hal-hal sebagai berikut: 1. Keadaan tanah pondasi, meliputi jenis tanah, daya dukung, kedalaman tanah lapisan keras, dan sebagainya. 2. Batasan-batasan akibat struktur diatasnya meliputi kondisi beban dan sifat dinamis bangunan diatasnya. 3. Batasan-batasan keadaan lingkungan disekitarnya, dimana pekerjaan pondasi tidak boleh mengganggu ataupun membahayakan atau lingkungan yang telah ada disekitarnya.
2.2 Macam-Macam Pondasi Pondasi dapat digolongkan berdasarkan kemungkinan besar beban yang harus dipikul oleh pondasi, antara lain: 1. Pondasi dangkal Pondasi dangkal biasanya dibuat dekat dengan permukaan tanah, umumnya kedalaman
pondasi didirikan kurang
1/3
dari
lebar
pondasi sampai
dengan kedalaman kurang dari 3m. Kedalaman pondasi dangkal ini bukan aturan yang
baku,
tetapi merupakan
sebagai
3
pedoman.
Pada
dasarnya,
4
permukaan pembebanan atau kondisi permukaan lainnya akan mempengaruhi kapasitas daya dukung pondasi dangkal. Pondasi dangkal biasanya digunakan ketika tanah permukaan yang cukup kuat dan kaku untuk mendukung beban yang dikenakan dimana jenis struktur yang didukungnya tidak terlalu berat dan juga tidak terlalu tinggi, pondasi dangkal umumnya tidak cocok dalam tanah kompresif yang lemah atau sangat buruk, seperti tanah urug dengan kepadatan yang buruk, pondasi dangkal juga tidak cocok untuk jenis tanah gambut, lapisan tanah muda dan jenis tanah deposito aluvial, dll. Adapun jenis-jenis pondasi dangkal antara lain: a. Pondasi Tapak (Pad Foundations) Pondasi tapak digunakan untuk mendukung beban titik individual seperti kolom struktural. Pondasi ini dapat dibuat dalam bentuk bulatan (melingkar), persegi atau kotak. Jenis pondasi ini biasanya terdiri dari lapisan beton bertulang dengan ketebalan yang seragam, tetapi pondasi ini dapat juga dibuat dalam bentuk bertingkat atau haunched jika pondasi ini dibutuhkan untuk menyebarkan beban dari kolom berat. Pondasi tapak dibawah diterapkan dalam pondasi dangkal dapat juga digunakan untuk pondasi dalam.
Gambar 1. Pondasi Tapak b. Pondasi Memanjang (Strip Foundations) Pondasi jalur/pondasi memanjang (kadang disebut juga pondasi menerus) adalah jenis pondasi yang digunakan untuk mendukung beban memanjang atau beban garis,
baik untuk
mendukung
beban
dinding
atau
beban
kolom dimana penempatan kolom dalam jarak yang dekat dan fungsional kolom tidak terlalu mendukung beban berat sehingga pondasi tapak tidak terlalu
5
dibutuhkan. Pondasi jalur/pondasi memanjang biasanya dapat dibuat dalam bentuk memanjang dengan potongan persegi ataupun trapesium. Bisanya digunakan untuk pondasi dinding maupun kolom praktis. Bahan untuk pondasi ini dapat menggunakan pasangan batu pecah, batu kali, cor beton tanpa tulangan dan dapat juga menggunakan pasangan batu bata dengan catatan tidak mendukung beban struktural.
Gambar 2. Pondasi Memanjang c. Pondasi Rakit (Raft Foundations) Pondasi rakit digunakan untuk menyebarkan beban dari struktur atas area yang luas, biasanya dibuat untuk seluruh area struktur. Pondasi ini digunakan ketika beban kolom atau beban struktural lainnya berdekatan dan pondasi tapak saling berinteraksi. Pondasi ini biasanya terdiri dari pelat beton bertulang yang membentang pada luasan yang ditentukan. Pondasi ini memiliki keunggulan yaitu mengurangi penurunan setempat dimana plat beton akan mengimbangi gerakan diferensial antara posisi beban. Pondasi ini sering dipergunakan pada tanah lunak atau longgar dengan kapasitas daya tahan rendah karena pondasi ini dapat menyebarkan beban di area yang lebih besar.
Gambar 3. Pondasi Rakit
6
2. Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang didirikan permukaan tanah dengan kedalam tertentu dimana daya dukung dasar pondasi dipengaruhi oleh beban struktural dan kondisi permukaan tanah, pondasi dalam biasanya dipasang pada kedalaman lebih dari 3m dibawah elevasi permukaan tanah. Pondasi dalam dapat dijumpai dalam bentuk pondasi tiang pancang, dinding pancang dan caissons atau pondasi kompensasi. Pondasi dalam dapat digunakan untuk mentransfer beban ke lapisan yang lebih dalam untuk mencapai kedalam yang tertentu sampai didapat jenis tanah yang mendukung daya beban strutur bangunan sehingga jenis tanah yang tidak cocok di dekat permukaan tanah dapat dihindari. Jenis-jenis pondasi dalam diantara lain adalah sebagai berikut: b. Pondasi Pile Pondasi pile merupakan jenis pondasi yang dibuat dalam berbentuk ramping yang ditujukan untuk mengirimkan beban melalui jenis lapisan tanah dengan jenis daya dukung rendah hingga tercapai jenis tanah yang lebih dalam atau lapisan batuan yang memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi. Pondasi pile digunakan ketika dengan pertimbangan nilai ekonomi, konstruksi atau tanah yang diinginkan untuk mengirimkan beban diluar jangkauan praktis dibandingkan menggunakan jenis pondasi dangkal. Selain mendukung struktur, pondasi pile juga digunakan untuk menahan beban struktur melawan gaya angkat dan juga membantu struktur dalam melawan kekuatan gaya lateral dan gaya guling. Pondasi pile dapat dijumpai dalam berbagai jenis misalnya v pile dan beton pancang dimana secara struktural pondasi pile sebelum bebas dari kolom diteruskan terhadap pile, maka diatas pile sendiri dibuat konstruksi penghubung yang biasanya disebut dengan pile cap.
7
Gambar 4. Pondasi Pile b. Pondasi Sumuran Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang. Pondasi ini digunakan apabila tanah dasar terletak pada kedalaman yang relatif dalam. Jenis pondasi dalam yang dicor ditempat dengan menggunakan komponen beton dan batu belah sebagai pengisinya. Pada umumnya pondasi sumuran ini terbuat dari beton bertulang atau beton pracetak, yang umum digunakan pada pekerjaan jembatan di Indonesia adalah dari silinder beton bertulang dengan diameter 250 cm, 300 cm, 350 cm, dan 400 cm.
Gambar 5. Pondasi Sumuran
8
c. Pondasi Tiang Pancang Pondasi tiang pancang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang pancang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. Pelaksanaan pekerjaan pemancangan menggunakan diesel hammer. Sistem kerja diesel hammer adalah dengan pemukulan sehingga dapat menimbulkan suara keras dan getaran pada daerah sekitar. Itulah sebabnya cara pemancangan pondasi ini menjadi permasalahan tersendiri pada lingkungan sekitar. Permasalahan lain adalah cara membawa diesel hammer ke lokasi pemancangan harus menggunakan truk tronton yang memiliki crane. Crane berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan. Namun saat ini sudah ada alat pancang yang menggunakan sistem hidraulik hammer dengan berat 3 – 7 ton. Pekerjaan pemukulan tiang pancang dihentikan dan dianggap telah mencapai tanah keras jika pada 10 kali pukulan terakhir, tiang pancang masuk ke tanah tidak lebih dari 2 cm.
Gambar 6. Pondasi Tiang Pancang Adapun pondasi berdasarkan jenis bangunannya diantara lain sebagi berikut: 1. Pondasi untuk gedung a. Sederhana: continuous routing batu kali, dan b. Tingkat tinggi: dengan menggunakan atau tidak menggunakan basement.
9
2. Pondasi untuk menara Contohnya seperti tugu, cerobong, pemancar (gaya aksial kecil, dan horizontal besar). 3. Pondasi di bawah air Contohnya seperti jembatan dan dermaga (gaya aksial dan horizontal besar). Pondasi harus mempertimbangkan erosi, korosi, dan gaya luar.
2.3 Stratifikasi Tanah Stratifikasi tanah atau lapisan tanah adalah formasi yang dibentuk oleh berbagai lapisan dalam tanah. Kriteria konsistensi tanah berdasarkan data pemboran teknik ialah sebagai berikut.
Tabel 2. Stratifikasi Tanah berdasarkan data Pemboran Teknik menurut Handbook of Geotechnical Investigation and design tables, burt look 2007 MATERIAL
JENIS TANAH
NILAI NSPT
LEMPUNG
SANGAT LUNAK
≤2
LUNAK
2–5
SEDANG
5 – 10
KAKU
10 – 20
SANGAT KAKU
20 – 40
KERAS
> 40
SANGAT LEPAS
≤4
LEPAS
4 – 10
AGAK PADAT
10 – 30
PADAT
30 – 50
SANGAT PADAT
> 50
PASIR
Dalam menentukan stratifikasi tanah untuk data pemboran teknik, hal-hal yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Tentukan elevasi batas pelapisan tanah. 2. Tentukan jenis tanahnya. 3. Tentukan nilai N (rata-rata atau terkecil).
10
4. Untuk pelapisan yang sama, boleh dibagi lagi jika strength berbeda jauh. 5. Buatlah sketsa pelapisan tanah. Selain menggunakan data pemboran teknik, stratifikasi tanah bisa ditentukan menggunakan data sondir. Data pemboran teknik biasanya berbentuk bore hole dan data sondir biasanya ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Tabel 2. Stratifikasi Tanah berdasarkan data Sondir menurut Handbook of Geotechnical Investigation and design tables, burt look 2007 MATERIAL
DESKRIPSI
NILAI NSPT
LEMPUNG
SANGAT LUNAK
≤2
LUNAK
2–4
SEDANG
4–9
KAKU
9 – 20
SANGAT KAKU
20 – 40
KERAS
> 40
SANGAT LEPAS
≤ 25
LEPAS
25 – 50
AGAK PADAT
50 – 100
PADAT
100 – 200
SANGAT PADAT
> 200
PASIR
Cara menentukan stratifikasi tanah berdasarkan data sondir ialah sebagai berikut: 1. Gunakan tabel data qc, fs dan Fr. 2. Gunakan grafik dari Schmertmann. 3. Tentukan jenis tanah untuk setiap nilai qc dan Fr. 4. Tentukan kedalamannya. 5. Tentukan pembagian jenis tanah. 6. Tentukan nilai tahanan ujung (qc) rata-rata atau terkecil. 7. Terakhir, buat sketsa stratikasi tanah.
11
2.4 Parameter Tanah Parameter tanah adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki tanah untuk memberikan suatu karakteristik pada tanah itu sendiri. Secara umum, parameter tanah diambil berdasarkan korelasi empirik yang ada. Kemudian mengingat adanya berbagai gangguan yang ada, baik saat pengambilan sampel maupun saat pengujian, maka nilai parameter yang didapat baik dari hasil uji laboratorium maupun hasil korelasi empirik dibandingkan dengan batasan-batasan nilai tipikal yang didapat dari berbagai sumber. Berikut parameter yang digunakan dalam perancangan perencanaan pondasi dangkal: 1. Parameter Cu Parameter Cu diambil berdasarkan: a. Hasil pengujian laboratorium Parameter Cu diambil berdasarkan hasil pengujian Triaxial UU. b. Hasil Korelasi Empiris 1). Korelasi N-SPT Parameter Cu didapatkan dari hasil korelasi antara data N-SPT dengan X, X didapatkan dari korelasi N-SPT dengan Su pada grafik Terzaghi & Peck, Sowers. Setelah X didapatkan, maka nilai Cu didapat dari rumus: Cu = X . N-SPT
Gambar 7. Grafik Terzaghi dan Peck, Sowers Sumber: Terzaghi dan Peck (1967) Sowers (1979)
12
2). Korelasi qc Sondir Parameter Cu didapatkan dari data cone resistance (qc) yang diambil dari hasil pengujian sondir. Nilai Cu didapat dari rumus: 1
a). Cu = 20 𝑥 𝑞𝑐 (dalam satuan kg/cm3) b). Cu = 5 x qc (dalam satuan kN/m2) Setelah nilai korelasi Cu maupun pengujian laboratorium didapat, maka nilai Cu desain diambil dari data tersebut yang masuk ke dalam tipikalnya. 2. Parameter Angle of Internal Friction/Sudut geser dalam (ϕ) Parameter ϕ hanya untuk pasir dan diambil berdasarkan korelasi empiris, berikut korelasi N-SPT untuk mendapatkan parameter ϕ. a. Korelasi Hatanaka & Uchida Parameter ϕ didapatkan dari hasil korelasi N-SPT pada grafik Hanaka & Uchida atau menggunakan rumus: Φ = [15.4 (N)]0.5 + 20
Gambar 8. Grafik Hatanaka dan Uchida Sumber: Hatanaka dan Uchida b. Korelasi Peck Parameter ϕ didapatkan dari rumus: Φ = [0,3 (N)]0.5 + 27˚ Sumber: Peck, dkk (1953)
13
c. Korelasi Japan Road Association Parameter ϕ didapatkan dari rumus: Φ = [25 (N)]0.5 + 45 ˚ Sumber: Japan Road Association (1960) d. Korelasi Ohsaki Parameter ϕ didapatkan dari rumus: Φ = [20 (N)]0.5 + 15 ˚ Sumber: Ohsaki, dkk (1959) 3. Parameter Modulus Elastisitas (E dsn E’) Mudulus elastisitas adalah besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap tegangan nilai. 4. Parameter Compression Index (Cc) Compression Index adalah kemiringan garis penurunan dari garis konsolidasi tanah teoritis atau sama dengan garis konsolidasi tanah. 5. Parameter Initial Void Ratio (eo) Angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga dengan volume total. Nilai eo didapat berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan berdasarkan korelasi terhadap nilai Cc. rumus nilai eo berdasarkan nilai cc adalah: 𝐶𝑐
eo = ( 1,15) - 0,27 Sumber: Fundamental of Geotechnical Engineering 3rd Edition : Braja. M. Das, Hal : 198 6. Parameter Berat Isi Tanah Normal (𝛾𝑛) 𝛾𝑛 adalah berat tanah persatuan volume dalam keadaan alami atau disebut 𝛾 𝑢𝑛𝑠𝑎𝑡. 𝛿𝑛 didapat dari: 𝛾= Dimana: w v
𝑤 𝑣
: berat tanah : volume tanah atau didapat dari interpolasi
14
2.5 Pembebanan Kolom Kolom adalah suatu struktur tiang/penyangga yang berfungsi meneruskan beban yang ada di atasnya ke struktur yang ada di bawahnya hingga pada akhirnya ke pondasi suatu bangunan. Pembeban kolom dapat dihitung dengan rumus: Q=qxAxn Dimana: q : beban merata tiap kolom (t/m2) A : luas beban yang dipikul (m2) n : jumlah lantai
2.6 Daya Dukung Tanah Kemampuan tanah memikul tekanan atau tekanan maksimum yang diizinkan bekerja pada tanah pondasi. Besar nilai daya dukung adalah: 𝑞 𝑢𝑙𝑡 𝑓𝑘
= q all
Dimana: q ult : daya dukung ultimate (kN/m2) fk
: faktor keamanan
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung daya dukung tanah yaitu metode Terzaghi, metode Mayerhoff; dan metode Brinch dan Hansen. Tabel 3. Nilai Nc, Nq, dan Nx
15
1. Metode Terzaghi a. Strip Foundations q ult = (C x Nc) + (q x Nq) + (0,5 x δ x Nδ)
b. Square Foundations q ult = (1,3 x C x Nc) + (q x Nq) + (0,4 x δ x 8 Nδ)
c. Circular Foundations q ult = (1,3 x C x Nc) + (q x Nq) + (0,4 x δ x 8 Nδ)
Nc =
3𝑁 Ǿ − ) tan Ǿ 4 2 𝐻 ∅ 2−𝑐𝑜𝑠2 ( + ) 4 2
cot ∅ 𝑒 2 (
Nq =
3𝑁 Ǿ − ) tan Φ 4 2 𝐻 ∅ 2−𝑐𝑜𝑠2 ( + ) 4 2
𝑒2 (
-1
-1
Nδ = 1/2 (144/(cos^2 Ө)-1)
2. Metode Mayerhoff q ult = (C x Nc x Fcs x Fcd x Fcl) + (q x Nq) + (Fqd x Fqs x Fqi) + (0,5 x 𝛾 x N𝛾 x F𝛾s x F𝛾𝑑 𝑥 𝐹𝛾𝑖)
Keterangan: C
: kohesi tanah
q
: tekanan efektif
𝛾
: berat isi tanah
Fcs, Fqs, F𝛾𝑠 : faktor bentuk Fcd, Fqd, F𝛾d : faktor kedalaman Fci, Fqi, F𝛾i : faktor inklinasi ∅
Nq
: tan2 (45 + 2 ) 𝑒 h.tan∅
Nc
: (Nq – 1) cos ∅
N𝛾
: 2 (Nq + 1) tan
16
3. Metode Brinch dan Hansen Bearing capacity ∅
Nq
: 𝑒 h.tan∅ tan2 (452 + ∅ 2 )
Nc
: (Nq – 1) cos ∅′
N𝛾
: 1,5 (Nq + 1) tan ∅
Shape factor 𝐵
Fcs
: 1 + 𝐿 tan ∅
Fcs
: 1 + 0,4 ( )
𝐷𝑓 𝐵
Depth factor for
𝐷𝑓 𝐵
≤1
𝐷𝑓
Fcs
: 1 + 0,4 ( 𝐵 )
Fqd
: 1 + 2 tan ∅ (1 – sin ∅)2 ( 𝐵 )
F𝛾d
:1
𝐷𝑓
Depth factor for
𝐷𝑓 𝐵
>1 𝐷𝑓
Fcd
: 1 + 0,4 tan-1 ( 𝐵 ) ≤ 1
Fqd
: 1 + 2 tan ∅ (1 – sin ∅)2 tan-1 ( 𝐵 )
F𝛾d
:1
𝐷𝑓
Inclination factor Fci
: Fqi : (1 −
F𝛾𝑖
: (1 −
𝐵 2 ) 90
𝐵² 2 ) ∅
2.7 Distribusi Beban Distribusi beban titik Perencanaan untuk penyebaran beban akibat pengaruh beban titik di permukaan adalah jika faktor pengaruh untuk beban didefinisikan: 1. Beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang 2. Beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang Metode perhitungan pada distribusi tegangan menurut Principle of Foundation Engineering 7th Edition, Braja M. Das terbagi menjadi 3, antara lain:
17
1. Metode boussineq a. Beban merata lingkaran
Gambar 9. Sketsa dan rumus beban merata lingkaran
b. Beban merata persegi panjang
18
Gambar 10. Sketsa dan rumus beban merata persegi panjang
2. Metode westergaard a. Beban merata lingkaran
b. Beban merata persegi panjang
19
3. Metode 2:1
Gambar 11. Sketsa metode 2:1
Gambar 12. Rumus metode 2:1
2.8 Penurunan Pondasi Penurunan pondasi terdiri atas: 1. Penurunan seketika (Si) 2. Penurunan konsolidasi (Sc), dan 3. Penurunan sekunder (Ss) Sehingga penurunan total yaitu:
St = Si + Sc + Ss
Dimana: Si = A1 x A2 x
𝑞𝐵 𝐸𝑠
20
𝛥𝑒
Sc = 1+𝑒 =
𝐶𝑐 𝑥 𝐻𝑐 1+𝑒
log (
Beda penurunan 𝐿
ΔS ≤ 300 𝛥𝑆 𝐿
1
≤ 300
𝜎𝑒 ′ + 𝛥𝜎 𝜎𝑜 ′
)