Bab Ii.docx

  • Uploaded by: bikeindo20
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,056
  • Pages: 68
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Konsep Lansia Lansia (lanjut usia) adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang dan merupakan tahapan akhir dari fase kehidupan (Nauli, 2014). Batasan umur lansia menurut World Health Organization (WHO) meliputi : usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 – 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 – 70 tahun, usia lanjut tua (old) antara 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut undang-undang RI No 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan lansia bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada lansia akan terjadi suatu proses yang disebut proses menua (aging process). Proses menua yaitu menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Bandiyah, 2009). Proses menua ini ditandai dengan perubahan pada fisik, psikososial, kognitif, mental, ingatan (memory) maupun spiritual lansia (Mujahidullah,2012). a. Perubahan – perubahan fisik yang terjadi pada lansia antara lain : 1) Sel

Jumlah sel menurun menjadi lebih sedikit , sel ukuran lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, ginjal, otot, darah, dan hati menurun , jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5 – 10 %. 2) Sistem Persyarafan Terjadi perubahan struktur dan fungsi sistem saraf. Massa otak berkurang secara progresif akibat dari berkurangnya sel saraf yang rusak dan tidak dapat diganti. Lambat dalam respons dan waktu untuk bereaksi, mengecilnya saraf panca indra, kurang sensitif terhadap sentuhan, dan hubungan persarafan menurun. 3) Sistem Pendengaran Presbiakusis / gangguan pendengaran, hilang kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada tinggi dan tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras. 4) Sistem Penglihatan Spingter pupil timbul sclerosis, hilang respons terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa, hilangnya daya akomodasi, menurunnya daya membedakan warna biru dan hijau pada skala, dan menurunnya lapangan pandang. 5) Sistem Kardiovaskuler Perubahan struktur jantung dan sistem vaskuler mengakibatkan penurunan kemampuan untuk berfungsi secara efisen. Katup

jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya elastisitas dinding aorta, kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer. 6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh Temperatur tubuh menurun secara fisiologis, keterbatasan reflek mengigit dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot. 7) Sistem Respirasi Menurunnya kekuatan otot pernafasan dan aktivitas dari siliasilia paru – paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar, menurunnya O2 pada arteri menjadi 75 mmHg dan kemampuan untuk batuk berkurang. 8) Sistem Gastrointestinal Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap menurun, terjadi penurunan selera makan (sensitifitas lapar menurun), esofagus melebar, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, dan fungsi absorpsi melemah atau daya absorpsi terganggu. 9) Sistem Genitourinaria

Sistem genitourinaria tetap berfungsi secara adekuat pada individu lansia, meskipun terjadi penurunan masa ginjal akibat kehilangan beberapa nefron. Perubahan fungsi ginjal meliputi penurunan laju filtrasi, penurunan fungsi tubuler dengan penurunan efisiensi dalam resorbsi dan pemekatan urin, kandung kemih dan uretra kehilangan tonus ototnya, kapasitas kandung kemih menurun sehingga lansia tidak mampu mengosongkan kandung kemihnya secara sempurna. Retensi urin yang terjadi akan meningkatkan resiko infeksi. Wanita lansia biasanya mengalami penurunan tonus otot perineal yang mengakibatkan stress inkontinensia dan urgensi inkontinensia. Pada lansia laki-laki sering ditemukan pembesaran kelenjar prostat yang dapat menyebabkan retensi urin kronis, sering berkemih dan inkontenensia. 10) Sistem Reproduksi Pada lansia wanita : saat fase menopause produksi estrogen dan progesteron menurun, terjadi penipisan dinding vagina dengan ukuran yang mengecil dan hilangnya elastisitas, penurunan sekresi vagina

mengakibatkan

kekeringan,

gatal

dan

menurunnya

keasaaman vagina, uterus dan ovarium mengalami atrofi, tonus otot pubokoksigeus menurun sehingga vagina dan perineum melemas. Pada lansia laki-laki : ukuran penis dan testis mengecil serta terjadi penurunan kadar androgen. 11) Sistem Endokrin

Produksi hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya aldesteron, dan menurunnya sekresi hormon kelamin.

12) Sistem Integumen Bertambahnya usia mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit dimana epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat elastis berkurang dan kolagen menjadi kaku, pigmentasi rambut menurun dan rambut menjadi beruban, distribusi pigmen kulit tidak rata dan tidak beraturan terutama pada bagian yang selalu terpajan sinar matahari. Kulit menjadi lebih kering dan rentan terhadap iritasi karena penurunan aktivitas kelenjar sebasea dan kelenjar keringat sehingga menyebabkan kulit lebih rentan terhadap gatalgatal. 13) Sistem Muskuloskeletal Pada wanita pasca menopause mengalami kehilangan densitas tulang yang massif akan mengakibatkan osteoporosis dan berhubungan dengan kurang aktivitas, masukan kalsium yang tidak adekuat dan kehilangan estrogen. Pengurangan dan penyusutan tinggi tubuh akibat dari perubahan osteoporosis pada tulang panggul, kifosis dan fleksi pinggul serta lutut. Perubahan ini menyebabkan penurunan mobilitas, keseimbangan dan fungsi organ internal. Organ otot berkurang dan otot kehilangan kekuatan, fleksibilitas dan ketahanannya sebagai akibat penurunan aktivitas

dan penuaan. Kartilago sendi memburuk secara progresif mulai usia pertengahan. b. Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami

pensiun

(purnatugas),

seseorang

akan

mengalami

kehilangan, antara lain : kehilangan finansial (pendapatan berkurang), kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas), kehilangan teman/kenalan atau relasi, dan kehilangan pekerjaan/kegiatan. c. Perubahan Fungsi Kognitif Perubahan tidak hanya terjadi pada fisik dan psikososial, tetapi juga pada kognitif karena fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya perubahan pada struktur dan fungsi otak, penurunan fungsi sistem musuloskeletal, dan sistem reproduksi. Atropi yang terjadi pada otak akibat penuaan menyebabkan penurunan hubungan antar saraf, mengecilnya saraf panca indra sehingga waktu respon dan waktu bereaksi

melambat,

defisit

memory,

gangguan

pendengaran,

penglihatan, penciuman dan perabaan. Fungsi kognitif juga berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik erat kaitannya dengan sistem muskuloskeletal. Pada dasarnya, setiap gerakan fisik yang dilakukan memberikan rangsangan kepada otak, dengan menurunnya aktivitas maka rangsangan kepada otak juga berkurang. Otak memiliki sifat plastisitas dimana bila terus

diberikan rangsangan, fungsinya akan tetap terjaga dan sebaliknya bila rangsangan tersebut kurang atau tidak ada, proses plastisitas tidak terjadi dan otak akan mengalam penurunan struktur dan fungsinya. Perubahan lainnya yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif adalah penurunan pada sistem reproduksi. Hal ini terjadi pada lansia perempuan yang mengalami menopause dimana terjadi penurunan struktur dan fungsi organ reproduksi, atrofi pada uterus, dan penurunan produksi hormon estrogen. Penurunan estrogen erat kaitannya dengan penurunan fungsi kognitif. Estrogen berperan dalam meningkatkan pertumbuhan hipotalamus, hipokampus, otak tengah dan korteks yang dapat mempengaruhi suasana hati, status mental dan belajar serta ingatan. Lansia perempuan lebih rentan menderita penyakit neurodegeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Sedangkan pada pria tidak terjadi perubahan yang begitu nampak karena tidak terjadi penurunan produksi hormon seks secara drastis selama proses penuaan (Nugroho, 2014 didalam Kusuma 2015). d. Perubahan mental pada lansia Dibidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit, atau tamak bila memiliki sesuatu. Yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada setiap lanjut usia, yakni keinginan untuk berumur

panjang,

tenaganya

sedapat

mungkin

Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat.

dihemat.

e. Perubahan Spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow,1997), lansia makin matur dalam kehidupan keagamannya hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970), perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan.

2. Konsep Fungsi Kognitif a. Pengertian Kognitif Kognitif berasal dari bahasa latin, yaitu cognitio yang artinya adalah berpikir. Hal ini merujuk kepada kemampuan seseorang dan mengerti dunianya, yang dicapai dari sejumlah fungsi yang kompleks termasuk orientasi terhadap waktu, tempat, dan individu, kemampuan aritmatika, berfikir abstrak, kemampuan fokus untuk berpikir logis (Pincus dkk, 2003 dalam Nur Nafidah 2014). Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapat dari proses berpikir. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan manipulasi pengetahuan melalui aktivitas

mengingat,

menganalisis,

memahami,

menilai,

membayangkan, dan berbahasa (Ramdhani,2008). Pengertian lain dari kognitif adalah Kognitif adalah kegiatan kegiatan mental yang dibutuhkan dalam memperoleh, menyimpan,

mendapat kembali, dan menggunakan pengetahuan suatu hal. Kognitif meliputi proses-proses mental, seperti mempersepsikan, belajar, mengingat, menggunakan bahasa, dan berpikir (Ningrat, 2015). b. Struktur dan Fungsi Otak Lanjut Usia Otak adalah aset manusia yang sangat berharga dan salah satu organ tubuh yang sering dipakai. Otak manusia terdiri dari 100 miliar saraf yang masing-masing terkait dengan 10 ribu saraf lain. Ketika usia makin bertambah, maka otak juga mulai menua. Proses menua adalah proses alamiah yang akan dialami semua makhluk hidup. Fenomena menua juga terjadi pada sel-sel otak. Pada usia 70 tahun, bagian otak yang rusak bisa mencapai 5-10 % pertahun (Anggriyana & Atikah, 2010). Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologis juga terjadi kemunduran fungsi kognitif seperti kemunduran daya ingat (memory) terutama memory kerja yang amat berperan dalam aktivitas seharihari, selain itu fungsi belahan otak sisi kanan sebagai pusat intelegensi dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak sisi kiri sebagai pusat intelegensi kristal yang memantau pengetahuan. Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian. Kedua belah hemisfer berbeda fungsi, namun setiap individu mempunyai kecenderungan untu lebih banyak menggunakan salah satu belah hemisfer dalam menyelesaikan masalah hidup dan pekerjaan. Perkembangan otak menjadi

tua

sehingga terjadi

kemunduran fungsi hemisfer kanan lebih cepat daripada hemisfer kiri maka mereka akan mengalami hambatan kemampuan fungsional (Katzman, 1992 didalam Nur Nafidah 2014). Diantara fungsi otak yang menurun secara linier seiring dengan bertambahnya usia adalah fungsi memori berupa kemunduran dalam kemampuan penamaan dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori. Penurunan ini terjadi pada kemampuan kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang normal (Strub & Black, 1992 didalam Nur Nafidah 2014). c. Aspek – Aspek Fungsi Kognitif 1) Orientasi Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu. Orientasi terhadap personal merupakan kemampuan seseorang dalam menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya. Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung, dan lokasi dalam gedung. Sedangan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks paling sensitif untuk disorientasi (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014). 2) Atensi Atensi

merupakan

kemampuan

untuk

bereaksi

atau

memperhatikan suatu stimulus tertentu (spesifik) dengan mampu mengabaikan stimulus lain baik internal maupun eksternal yang

tidak perlu atau tidak dibutuhkan. Atensi dan konsentrasi sangat penting dalam mempertahankan fungsi kognitif, terutama dalam proses belajar (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014). Didalam atensi terbagi menjadi aspek mengingat segera dan aspek konsentrasi. Mengingat segera merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah kecil informasi selama ≤ 30 detik dan mampu untuk mengeluarkannya kembali. Sedangkan konsentrasi merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014). 3) Bahasa Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi empat parameter,

yaitu kelancaran merupakan kemampuan untuk

menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara spontan. Pemahaman merupakan kemampuan untu memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk melakukan perintah tersebut. Pengulangan adalah kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seeorang.

Penamaan merupakan kemampuan seseorang untuk menamai atau objek beserta bagian – bagiannya (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014). 4) Memori Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar, yaitu : a) Immediate memory, merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik. b) Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang dimakan saat sarapan atau kejadian-kejadian baru) dan mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam rentang waktu menit, jam, hari, bulan dan tahun. c) Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengingat kembali kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (tanggal lahir, sejarah, nama teman dan lain-lain). 5) Visuospasial Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar (lingkaran, kubus dan lain-lain) dan menyusun balokbalok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini

tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan mempunyai peran yang paling dominan. 6) Fungsi Eksekutif Fungsi

eksekutif

adalah

kemampuan

seseorang

dalam

pemecahan masalah. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus frontal, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa semua sirkuit yang terkait dengan lobus frontal juga menyebabkan sindroma lobus frontal, diperlukan atensi, bahasa, memori dan visuospasial sebagai dasar untuk menyusun kemampuan kognitif. Istilah

penurunan

kognitif

sebenarnya

menggambarkan

perubahan kognitif yang berkelanjutan, beberapa dianggap masih dalam spektrum penuaan normal, sementara yang lainnya dimasukkan dalam kategori gangguan ringan. Untuk menentukan gangguan fungsi kognitif, biasanya dilakukan penilaian terhadap satu domain atau lebih seperti memori, orientasi, bahasa dan fungsi eksekutif.

Temuan

dari

berbagai

penelitian

klinis

dan

epidemiologis menunjukkan bahwa faktor biologis, perilaku, sosial dan lingkungan dapat berkontribusi terhadap risiko penurunan fungsi kognitif (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014). 7) Kalkulasi Kemampuan seseorang untuk menghitung angka (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif 1) Status Kesehatan Salah satu faktor penyakit yang mempengaruhi penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi reduksi substansia alba dan grisea di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia alba di lobus frontalis. Angina pektoris, infarkmiocard, penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif (Myres,2008 didalam Nur Nafidah 2014). 2) Usia Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif. Usia yang semakin tua menyebabkan perubahan pada struktur otak, diantaranya otak menjadi atrofi dan beratnya menurun 10–20 %, perubahan biokimia pada susunan saraf pusat, sehingga terjadi gangguan pada hubungan sinaps dan daya hantar impuls antar sel saraf (Nugroho,2014 didalam Kusuma 2015). Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukkan skor dibawah cut off skrining adalah sebesar 16% pada kelompok usia 65 – 69 tahun, 21% kelompok usia 70 – 74 tahun, 30% pada kelompok usia 75 – 79 tahun dan 44% pada usia diatas 80 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif (Scanlan et al, 2007 didalam Nur Nafidah 2014).

3) Status Pendidikan Fungsi kognitif pada kelompok dengan status pendidikan rendah

cenderung

memiliki

fungsi

kognitif

lebih

buruk

dibandingkan kelompok dengan status pendidikan yang tinggi. Pengaruh pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lansia dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif seseorang termasuk pelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi anatomis

menyatakan

bahwa

stimulus

eksternal

yang

berkesinambungan akan mempermudah reorganisasi internal dari otak. Tingat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif (Sidiarto,2003 didalam Nur Nafidah 2014). 4) Jenis Kelamin Wanita lebih berisiko mengalami penurunan kogntif. Hal ini disebabkan adanya penurunan hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal. Ekstradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stres oksidatif serta terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Myers,2008 didalam Nur Nafidah 2014).

5) Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dapat mempertahankan aliran darah otak dan mungkin juga meningkatkan persediaan nutrisi otak (Yaffe dkk.,2001 didalam Nur Nafidah 2014). Pada latihan atau aktivitas fisik beberapa sistem molekul yang dapat berperan dalam hal yang bermanfaat pada otak. Faktor-faktor neurotrofik kebanyakan yang berperan dalam efek yang bermanfaat tersebut. Faktor neurotrofik itu terutama Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF), karena dapat meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan beberapa tipe dari neuron, meliputi neuron glutamanergik. BDNF berperan sebagai mediator utama dari efikasi sinaptik, penghubung sel saraf dan plastisitas sel saraf (Cotman dkk.,2002 didalam Nur Nafidah 2014). Aktivitas fisik memungkinkan mempertahankan kesehatan vaskular otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan profil lipoprotein, mendukung produksi endotel nitrat oksidasi dan memastikan perfusi otak cukup. Demikian pula, muncul bukti hubungan antara insulin dan amimoid menunjukkan bahwa manfaat senam aerobik pada resistensi insulin dan glukosa intolerence, mungkin ini merupakan mekanisme yang lain dimana aktivitas fisik dapat mencegah atau menunda penurunan fungsi kognitif (Weuve dkk.,2004 didalam Nur Nafidah 2014). Power, 2006 didalam Nur Nafidah 2014 terdapat 3 mekanisme yang dapat menjelaskan manfaat pendidikan, latihan atau aktivitas fisik dan lingkungan yaitu angiogenesis pada otak, perubahan

synaptic reverse dan menghilangkan penumpukan amiloid. Suatu studi menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi latihan atau aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif. Latihan atau aktivitas fisik menyebabkan hipertrofi hipokampus yang nantinya akan memiliki fungsi preventif terhadap degenerasi neuronal. Latihan atau aktivitas fisik juga dapat menyebabkan produksi faktor pertumbuhan seperti BDNF yang telah diketahui untuk memperbesar neurogenesis dan efek positif terhadap kognitif. Latihan atau aktivitas fisik dapat menyebabkan respon terhadap BDNF, neurogenesis dan fungsi kognitif melalui Insuline Like Growth Factor-1 (IGF-1). Latihan atau aktivitas fisik tersebut juga berhubungan dengan inflamasi dimana kontraksi otak memproduksi Interleukin-6 (IL6), Interleukin-8 (IL8), Interleukin-15 (IL15) dan Tumor Necrosis Factor Alpha (TNFA-α) yang selanjutnya mempengaruhi fungsi kognitif. Klotho protein atau gen dapat dipengaruhi aktivitas fisik melalui faktor pertumbuhan seperti IGF-1 dimana efek klotho pada otak tampak seperti neuroprotektif dan mencegah kehilangan neuro dopaminergik dalam substansia nigra. Terakhir, aktivitas fisik yang diperantai oleh produksi IGF-1 meregulasi kadar ß amiloid melalui peningkatan clearance plexus cloroideus (Foster dkk., 2011 didalam Nur Nafidah 2014). Seseorang yang melakukan olahraga dan aktivitas fisik dapat meningkatkan jumlah endorphin dalam tubuh. Endorphin sebagai

neurotransmitter yang dibutuhkan untuk menghindari stress dan mental yang lebih baik. Selain meningkatkan jumlah endorphin, juga dapat meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonine, dimana mekanisme ini berguna untuk meningkatkan suasana hati atau mood. Hal ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya, lansia yang melakukan aktivitas fisik termasuk berjalan kaki secara teratur dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan mengurangi penurunan gangguan kognitif (Arisman, 2004 didalam Nur Nafidah 2014). e. Perubahan Kognitif Pada Lansia 1) Penurunan fungsi kognitif Terjadi perubahan ketika seseorang masuk usia lanjut. Kesulitan dengan fungsi ingatan atau dalam mengekspresikan secara verbal

maupun

berbicara merupakan

bentuk-bentuk

penurunan fungsi kognitif. Penurunan dalam kecepatan memproses, mempengaruhi banyak aspek kognisi di usia lanjut. Penurunan efisiensi dalam berpikir, dalam hal perhatian, jumlah informasi yang dapat dilakukan oleh kerja ingatan (memori), penggunaan strategi memori, dan pengungkapan kembali memori jangka panjang (Suardiman,2011). Departemen Kesehatan RI 1998 dalam Suardiman,2011 menyatakan bahwa menjadi tua ditandai oleh kemundurankemunduran kognitif antara lain sebagai berikut : a) Mudah lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik.

b) Ingatan pada hal-hal masa muda lebih baik daripada kepada hal-hal yang baru terjadi, yang pertama terlupakan adalah nama-nama. c) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat mundur, karena daya ingat sudah mundur dan juga karena penglihatan biasanya sudah mundur. d) Meskipun banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam tes inteligensi menjadi lebih rendah. e) Tidak mudah menerima hal-hal baru atau ide-de baru. 2) Kondisi kecerdasan pada usia lanjut Dalam perkembangannya terbukti bahwa kecerdasan dapat berubah bahkan kadang-kadang secara dramatis oleh peran lingkungan yang muncul, dan kenyataan ini kemudian merubah konsep kecerdasan luas. Komponen keturunan atau bawaan adalah suatu yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat dirubah. Sebaliknya komponen lingkungan yang dapat diubah. Oleh karena itu kecerdasan usia lanjut ditentukan oleh bagaimana pembawaannya serta lingkungan berinteraksi selama hidupnya. 3) Fungsi memori (ingatan) dan gejala lupa Usia diatas 60 tahun sering terdengar keluhan daya ingat, juga pengalaman menunjukkan bahwa meningkatnya usia berhubungan dengan kemampuan mengingat (Sudiarman,2011). Dalam memproses informasi, usia lanjut lebih lamban dan sulit sehingga cenderung mudah lupa. Kemampuan untuk mengingat

kembali (recall) merupakan tugas yang lebih berat daripada tugas mengenal kembali. Kondisi mudah lupa ini bisa saja terjadi pada lupa terhadap sesuatu yang berhubungan dengan kata, nama, benda, angka atau jangka waktu, tempat dan sebagainya. Lupa merupakan gejala penurunan kemampuan memori yang terjadi sehari-hari pada semua tingkat usia. Namun, usia lanjut memiliki kecenderungan lupa yang lebih tinggi daripada yang muda. Usia tua akan mempengaruhi kemampuannya untuk mempengaruhi atau mengolah informasi. 4) Gejala pikun (demensia) pada lanjut usia Pikun atau demensia adalah kemunduran menyeluruh fungsi intelektual, emosional, dan kemampuan kognitif individu dalam kondisi kesadaran yang tidak terganggu. Sebagian besar demensia disebabkan oleh penyakit yang disebut Alzheimer. Menurunnya kemampuan kognitif yang berangsur-angsur akan mempengaruhi aktivitas fisik dalam hidup sehari-har (Suardiman,2011). f. Penatalaksanaan gangguan fungsi kognitif Penuaan dan penyakit degeneratif pada dasarnya tidak dapat dihentikan karena merupakan proses alamiah dari siklus kehidupan manusia. Namun berbagai studi berbasis ilmiah telah menunjukkan berbagai fakta bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat proses penuaan yang terjadi pada otak. Fakta-fakta tersebut dijadikan landasan untuk membuat program kegiatan lansia di komunitas, sehingga kegiatan lansia yang dilakukan rutin tersebut

dapat bermanfaat untuk menstimulasi otak dan memperlambat kemunduran fungsi otak (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015). Kegiatan yang dapat memberikan stimulasi otak dibagi menjadi tiga kegiatan utama, seperti aktivitas fisik, stimulasi mental, dan aktivitas sosial. 1. Aktivitas fisik Melakukan aktivitas fisik dapat memberikan stimulasi pada otak, dan dengan melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan protein di otak yang disebut Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Protein BDNF ini berperan penting menjaga

sel

saraf

tetap

bugar

dan

sehat,

sehingga bila kadar BDNF rendah dapat menyebabkan penyakit kepikunan. Fakta inilah yang yang menjelaskan bahwa lansia yang melakukan banyak aktivitas fisik yang menyenangkan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan lansia yang cenderung diam dan kurang aktivitas (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015). Santoso dan Rohmah, 2011 didalam Ningrat 2015 melaporkan bahwa gangguan gerak secara bermakna mempengaruhi fungsi kognitif

seseorang.

Salah

satu

kegiatan

yang dapat memberikan stimulasi otak adalah dengan melakukan brain gym atau senam otak. Brain gym adalah suatu latihan gerak yang digunakan untuk memudahkan dan membantu kegiatan belajar, serta penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari.

2. Stimulasi mental Memberikan stimulasi mental secara terus-menerus dengan berbagai aktivitas otak dapat memperbaiki dan menjaga hubungan antar sel-sel otak, sehingga terdapat cadangan fungsi kognitif untuk lansia. Aktivitas yang dapat menstimulasi mental seperti permainan puzzle, membuat kerajinan tangan, mengisi teka teki silang, diskusi, dan bernyanyi (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015). 3. Aktivitas Sosial Lansia yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan interaksi dengan orang lain, diketahui memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan lansia yang tidak aktif dalam aktivitas sosial. Hal ini sesuai dengan teori aktivitas, dimana melalui berbagai aktivitas dalam kegiatan sosial dapat membantu menstimulasi

fungsi

kognitif.

Dengan

melakukan

aktivitas sosial maka akan timbul adanya keterikatan sosial. Keterikatan sosial (meliputi pemeliharaan dan pembinaan berbagai hubungan sosial, serta partisipasi aktif dalam kegiatan sosial) dapat mencegah penurunan fungsi kognitif pada lansia (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015).

3. Konsep Senam Otak 1. Pengertian Senam Otak Brain gym adalah latihan gerak yang terdiri dari gerakan-gerakan yang sederhana dan menyenangkan yang digunakan oleh siswa di Pendidikan Kinesiology (Edu-K) untuk meningkatkan kemampuan belajar dengan menggunakan seluruh fungsi otak melalui pembaruan gerakan tertentu yang membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat. Hasil kegiatan tersebut membuat proses belajar menjadi lebih mudah tetapi lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan akademik (Dennison, 2002). Senam otak merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak, dapat menarik keluar tingkat konsentrasi, dan juga sebagai jalan keluar bagi bagian-bagian otak yang terhambat agar dapat berfungsi maksimal (Anggriyana & Atikah, 2010). Senam otak adalah gerakan – gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki, dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus stimulus itulah yang dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif dan menunda penuaan dini dalam arti menunda pikun atau perasaan kesepian yang biasanya menghantui para lansia (Yuliati, 2017). 2. Manfaat Senam Otak Olahraga senam ternyata tidak hanya dapat dilakukan dan bermanfaat bagi kebugaran tubuh, tetapi senam juga dapat dilakukan

oleh otak kita agar otak kita dapat berfungsi dengan lebih baik. Senam otak ternyata banyak sekali manfaatnya bagi setiap orang, senam ini dapat dilakukan oleh siapa saja baik anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia (Zulaini, 2016). Manfaat dari senam otak antara lain meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori,

pemecahan

kemampuan

masalah

dan

kreativitas),

menyelaraskan

beraktivitas dan berpikir pada saat yang bersamaan,

meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh, juga dapat meningkatkan daya ingat dan pengulangan terhadap huruf atau angka (dalam waktu 10 minggu), mengurangi kesalahan membaca, memori, hingga mampu meningkatkan respons terhadap rangsangan visual (Anggriyana & Atikah, 2010). 3. Mekanisme Senam Otak Mekanisme kerja senam otak berdasarkan tiga dimensi otak, yaitu dimensi lateralis, dimensi pemfokusan, dan dimensi pemusatan. Masing-masing dimensi memiliki tugas yang berbeda, sehingga gerakannya

bervariasi

untuk

tiap

dimensi

(Dennison,

2008;

Muhammad, 2013, didalam Ningrat 2015). a) Dimensi Lateralis Dimensi lateralis tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan kanan. Sifat lateralis memungkinkan dominansi salah satu sisi

otak, misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri. Integrasi kedua sisi tubuh dapat dilatih sehingga dapat menyeberang garis tengah tubuh untuk bekerja di bidang tengah. Apabila kemampuan ini dapat dikuasai, kemampuan belajar akan maksimal, seseorang akan mampu memproses kode linier, simbol tertulis dengan dua belahan otak dari kedua jurusan. Latihan untuk menyeberang garis tengah menyangkut sikap positif, seperti mendengar, melihat, dan bergerak. Otak bagian kiri aktif apabila tubuh sisi kanan digerakkan, dan sebaliknya. Bila kerjasama otak kanan dan kiri kurang baik, maka seseorang akan mengalami kesulitan untuk membedakan antara kanan dan kiri, pergerakan kaku, tulisan tangan yang jelek, atau cenderung menulis huruf terbalik, sulit membaca dan menulis, kesulitan mengikuti

pergerakan

sesuatu

dengan

mata,

serta

sulit menggerakkan mata tanpa mengikutinya dengan kepala, tangan miring ke dalam ketika menulis, cenderung melihat ke bawah sambil berpikir, keliru dengan huruf (misalnya d dan b, p dan q), maupun menyebut kata sambil menulis. Beberapa gerakan dalam senam otak yang merangsang dimensi lateralis adalah 8 tidur dan gajah. b) Dimensi Pemfokusan Dimensi pemfokusan adalah kemampuan menyeberangi garis tengah partisipasi yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh atau bagian belakang (occipital) dan depan otak

(frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal di tengah tubuh (dilihat dari samping) yang tergantung pada partisipasi batin pada suatu kegiatan apakah seseorang berada di depan atau belakang garis tersebut. Adanya gangguan pada imensi ini menyebabkan seseorang kesulitan mengekspresikan diri, kurang fokus. Hubungannya dengan otak, informasi akan diterima oleh otak bagian belakang yang merekam semua pengalaman, lalu informasi diproses dan diteruskan ke otak bagian depan untuk mengekspresikan sesuai keinginan atau tuntutan. Bila seseorang gugup, takut, tidak percaya diri, stress saat belajar, maka secara refleks energi ditarik ke otak bagian belakang sehingga otak bagian depan kekurangan energi. Akibatnya, jawaban yang tadinya sudah siap, tiba-tiba lupa atau tidak dapat dijawab sempurna. Ada beberapa ciri khas bila otak bagian depan dan belakang kurang bekerja sama, antara lain otot tengkuk dan bahu yang tegang, kurang semangat untuk belajar, serta memiliki reaksi yang lambat. Hambatan pada otak bagian depan dapat berupa sikap pasif, melamun, bingung bila stress, hipoaktif, perhatian yang kurang, namum perasaan dan suasana (merekam dengan jelas). Sedangkan hambatan pada otak bagian belakang berupa sikap hiperaktif, memiliki rentang konsentrasi dan analisis yang terlalu pendek, terinci, dan kurang fleksibel. Terkadang menjadi agresif,

kurang rileks untuk memikirkan sesuatu yang lebih luas. Gerakan senam otak pada dimensi ini adalah burung hantu. c) Dimensi Pemusatan Dimensi pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh, yaitu bagian tengah sistem limbik (midbrain) yang berhubungan dengan emosional dan otak besar (cerebrum) untuk berpikir yang abstrak. Mempelajari

sesuatu,

seseorang

harus

benar-benar

dapat

menghubungkannya dengan perasaan dan memberikan suatu arti. Gangguan pada dimensi pemusatan ditandai dengan adanya ketakutan yang tak beralasan, cenderung bereaksi berjuang atau melarikan diri dan ketidakmampuan untuk merasakan maupun menyatakan emosi. Dalam kondisi stres, tegangan listrik di otak besar akan berkurang sehingga fungsinya terganggu. Tubuh manusia adalah satu sistem listrik yang sangat kompleks. Dengan gerakan untuk meningkatkan energi dan minum air, aliran energi elektromagnetik manjadi lancar sehingga komunikasi antar bagian otak optimal. Ciri khas bila bagian otak atas terhambat, antara lain bicara dan tindakan pelan, kurang fleksibel, kurang konsentrasi, penakut, kurang percaya diri, ragu-ragu, memiliki hambatan dalam hubungan sosial. Bila bagian bawah yang terhambat, maka akan menyebabkan tidak mampu mempertahankan keseimbangan, penilaian yang negatif, bicara dan tindakan yang terlalu cepat.

Beberapa gerakan senam otak untuk dimensi pemusatan, antara lain tombol bumi, tombol keseimbangan, tombol angkasa, pasang telinga, titik positif, dan lain sebagainya. 4. Prosedur Latihan Senam Otak Elizabeth dan Kim 2013 didalam Ningrat, 2015 mengatakan bahwa untuk lanjut usia, durasi senam yang dapat dilakukan adalah 3-5 kali seminggu selama 10-30 menit. Menurut Festi 2010 didalam Ningrat, 2015 senam otak baik dilakukan setiap hari untuk mendapatkan hasil yang optimal. Senam atau latihan gerak baik dilakukan pada pagi hari karena olahraga di pagi hari akan membantu menjaga ritme istirahat di malam hari, membuat pikiran lebih tajam, meningkatkan kualitas tidur, meningkatkan mood, membakar kalori dan meningkatkan nafsu makan (Huteri 2013 didalam Ningrat,2015). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Verany,dkk., 2012 didalam Ningrat 2015, senam otak dilakukan dengan frekuensi empat kali seminggu selama dua minggu dengan durasi 30 menit dan ternyata memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan fungsi kognitif. a. Hal yang perlu diperhatikan Perhatian khusus yang perlu diperhatikan bagi lansia yang ingin melakukan senam (Elizabeth dan Kim 2013 didalam Ningrat 2015) : 1) Jika lansia menderita hipertensi dan tidak terkontrol, maka sebaiknya untuk konsultasi dengan dokter di pelayanan kesehatan untuk mendapatkan terapi. Batas tekanan darah yang

direkomendasikan untuk dapat melakukan latihan fisik adalah ≤220 mmHg sistolik, ≤105 mmHg diatolik. Oleh karena itu, akan dilakukan pemeriksaan tekanan darah baik sebelum maupun sesudah dilakukan senam otak. 2) Lansia yang mendapat terapi Beta Blokers dan diuretik, fungsi termoregulasi dapat terganggu dan menyebabkan hipoglikemi. Dalam kondisi ini, informasikan kepada lansia tentang tanda dan gejala intoleransi jantung dan hipoglikemi. Jika ada tanda gejala tersebut, anjurkan lansia untuk tidak melakukan latihan fisik. 3) Bila terdapat perubahan napas pendek, pusing, tidak nyaman pada dada, palpitasi (dada berdebar) ketika melakukan latihan fisik (senam) agar segera menghentikan aktivitas dan segera mencari pelayanan kesehatan. Lansia juga dapat berisitrahat sejenak di kursi yang telah disiapkan di pinggir lapangan. b. Gerakan pemanasan Berikut

adalah

urutan

gerakan

pemanasan

sebelum

melakukan senam otak (Muhammad 2013 didalam Ningrat, 2015) : 1) Minum air putih secukupnya 10 menit sebelum latihan dimulai. 2) Lakukan pernapasan perut sebanyak 4-8 kali. Pernapasan perut dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas perut dan bernapas seperti biasa, yaitu perut yang mengambang dan mengempis tanpa menggunakan pergerakan otot dada.

3) Melihat ke kanan dan ke kiri selama 4-8 kali dengan melakukan pernapasan perut. 4) Rentangkan kedua tangan seluas dan senyaman mungkin. c. Gerakan- Gerakan Senam Otak 1) Gerakan Menyeberangi Garis Tengah a) Gerakan Silang Gerakan ini menyilang antara gerakan tangan kanan bersamaan dengan kaki kiri dan tangan kiri bersamaan dengan kaki kanan. Bergerak ke depan, ke samping, ke belakang, atau jalan di tempat. Untuk ”menyeberangi garis tengah” sebaiknya tangan menyentuh lutut yang berlawanan. Fungsi : Gerakan menyeberangi ini membantu menggunakan kedua belahan otak secara bersamaan dan harmonis. b) Angka 8 Tidur Gerakan ini membuat

angka 8 tidur sebanyak 3

kali tiap tangan, kemudian 3 kali dengan kedua tangan. Fungsi : Bagi yang pelupa ( seperti lupa dengan apa yang hendak dikatakan atau membaca sampai halaman berapa ). c) Coretan Ganda Gerakan

menggambar

dengan

kedua

tangan

pada

saat yang sama, ke dalam, ke luar, ke atas, ke

bawah. Fungsi : menumbuhkan bakat seni, merelakskan mata dan tangan, mempermudah menulis. d) Abjad 8 Gerakan ini menulis huruf ABJAD 8, huruf yang ditulis mulai dari kurva ke atas, bergerak ke arah kiri. Huruf lain ditulis dari mulai garis tengah ke atas, bergerak ke kanan. Fungsi : menulis indah, kemampuan mengarang,

mempermudah

mengungkapkan

pikiran,

menolong membedakan huruf b, p, d, q. e) Gajah (The Elephant) Gerakan membuat belalai dengan menekuk lutut sedikit, letakan telinga di atas bahu dan rentangkan tangan lurus ke depan. Membayangkan tangan menjadi belalai gajah yang menyatu dengan kepala. Fungsi : membuat mata dan leher menjadi relaks, menjadi pendengar yang baik. f) Putaran Leher (Neck Rolls) Gerakan dengan menundukkan kepala ke depan, pelan pelan putar leher dari satu sisi ke sisi yang lain, nafaskan keluarkan ketegangan. Ulangi dengan bahu diturunkan. Bayangkan menggambar garis lengkung di sepanjang dada. Fungsi : relaks, melindungi dari kemungkinan pengaruh negatif peralatan eletronik. g) Olengan Pinggul (The Rocker)

Gerakan dengan duduk di lantai, tangan di belakang, siku ditekuk, kedua kaki diangkat sedikit, dan olengkan pinggul ke kiri dan kanan kemudian putar beberapa kali sampai relaks. Fungsi : membuat pinggul relaks setelah duduk lama dan menulis, koordinasi seluruh tubuh untuk olahraga dan bermain, berfikir kreatif, kemampuan menghayati pelajaran dan memasukkan ke dalam pikiran sendiri ataupun tindakan. h) Pernapasan Perut (Belly Breathing) Gerakan dengan meletakkan tangan di perut. Embuskan nafas pendek, lalu ambil nafas dalam dan hembuskan pelan-pelan seperti balon yang ditiup. Tangan mengikuti gerakan perut, naik waktu mengambil dan turun waktu membuang nafas. Bila punggung ditegakkan setelah mengambil nafas, udara akan bisa masuk lebih dalam lagi. Fungsi : makanan lebih dicerna dengan baik,membaca lebih ekspresif dan interpretasi. i) Gerakan Silang Berbaring (Cross Crawl Sit-Up) Gerakan ini membayangkan sedang naik sepeda dengan posisi tidur, menyentuhkan lutut dengan siu

yang

berlawanan. Fungsi : pemanasan sebelum olahraga, pikiran terasa jernih. j) Mengisi Energi

Gerakan ini dengan duduk di kursi dengan santai dan letakkan dahi diantara kedua tangan di atas meja. Tarik nafas sambil rasakan udara naik di garis tengah badan ke atas seperti air mancur sambil menegakkan kepala, tengkuk dan punggung bagian atas. Sambil mengembuskan nafas, air mancur hilang dan kepala bersentuhan dengan meja. Fungsi : relaks dan memberi energi untuk malam hari, refleks dasar otak badan untuk pengambilan keputusan ketika sedang bergerak. k) Membayangkan X X berarti excellent, membayangkan bahwa sebelum melakukan sesuatu berfikir X, biar bisa lebih bergerak dan berfikir lebih mudah dan tim lawan kelihatan tidak menakutkan lagi. 2) Gerakan Meregangkan Otot (Lengthening Activities) Gerakan meregangkan otot menunjang kesiapan untuk menerima hal baru dan mengekspresikan apa yang sudah diketahui. Setelah itu otot akan relaks dan lebih semangat serta aktif dalam kegiatan. a) Burung Hantu (The Owl) Gerakan ini menghilangkan kekakuan yang ada pada kita karena terlalu banyak duduk atau membaca. Urutlah otot bahu kiri dan kanan. Tarik nafas saat kepala berada di posisi tengah, kemudian hembuskan

nafas ke samping atau ke otot yang tegang sambil relaks. Ulangi dengan tangan kiri. b) Mengaktifkan Tangan (Arm Activation) Gerakan dengan meluruskan satu tangan ke atas, ke samping kuping. Buang nafas pelan, sementara otot-otot diaktifkan dengan mendorong tangan ke empat jurusan ( kedepan, belakang, dalam, luar ) sementara tangan yang satu menahan dorongan tersebut. Fungsi : mengaktifkan tangan membantu menulis, mengeja dan juga menulis kreatif. c) Lambaian Kaki (Footflex) Gerakan ini mencengkeram tempat-tempat yang terasa sakit di pergelangan kaki, betis dan belakang lutut satu per satu, sambil pelan-pelan kaki dilambaikan / digerakkan ke atas dan ke bawah. Fungsi : bermanfaat membuka otak bahasa, membaca dengan konsentrasi, kemampuan mengingat kembali berbagai pengalaman dan mengungkapkannya dengan kata-kata sendiri. d) Pompa Betis (Calf Pump) Gerakan dengan memajukan badan ke depan dan buang nafas, pelan-pelan telapak kaki belakang ke lantai, kemudian angkat tumit ke atas sambil ambil nafas dalam. Ulangi 3x tiap kaki. Semakin maju, menekuk lutut depan, peregangan otot di betis

belakang lebih terasa. Fungsi : membantu lebih semangat dalam belajar dan bergerak, kemampuan bekerja dalam media yang multi dimensi dan multi arah. e) Luncuran Gravitasi (Gravity Glider) Gerakan duduk di kursi dan silangkan kaki. Tundukkan badan dengan tangan ke depan bawah, buang nafas waktu turun dan ambil nafas waktu naik. Ulangi 3x, kemudian ganti kaki. Fungsi : relaks sebelum permainan, pemahaman membaca dengan konsentrasi, antisipasi dan pendalaman bahasa. f) Pasang Kuda-Kuda (The Grounder) Gerakan mulai dengan kaki terbuka. Arahkan kaki ke kanan dan kaki kiri tetap lurus ke depan. Tekuk lutut kanan sambil buang nafas, lalu ambil nafas waktu lutut kanan diluruskan kembali. Pinggul ditarik ke atas. Gerakan ini ulangi 3x, kemudian ganti dengan kaki kiri. Fungsi : membantu konsentrasi pada apa yang sedang dikerjakannya, juga mengingat kembali apa yang dipelajari. 3) Gerakan Meningkatkan Energi (Energy Exercises) Di pelajaran Biologi, kita mempelajari bahwa otak mempunyai milyaran sel kecil yang disebut nueron. Mereka dihubungkan dengan jalur-jalur sel seperti telepon yang dihubungkan oleh

kabel-kabel. Dengan melakukan gerakan-gerakan energi ini, terasa

menyambung

hubungan

syaraf

sehingga

sistem

komunikasi dalam badan akan bekerja lebih baik. a) Air Air sangat diperlukan untuk mempercepat fungsi energi listrik dan kimiawi yang membawa informasi dari badaan ke otak dan sebaliknya. b) Sakelar Otak (Brain Button) Gerakan menyentuh pusar, memijat sisi kiri dan kanan tulang tengah, tepat di dua (sternum) lekukan selangka (clavicula). Sambil membayangkan ada kuas di hidung dan menggambar ”kupu-kupu 8” di langit-langit atau menyusuri garis temu antara langit-langit dan tembok. c) Tombol Bumi (Earth Button) Gerakan meletakkan dua jari kaki di bawah bibir dan tangan yang lain di pusar dengan jari menunjuk ke bawah. Ikutilah dengan mata satu garis dari lantai ke loteng dan kembali sambil bernafas dalam-dalam. Nafaskan energi ke atas, ke tengah-tengah badan. Fungsi : meningkatkan energi, menghitung lebih cepat dan tepat. d) Tombol Imbang (Balance Button) Gerakan menyentuhkan 2 jari ke belakang kuping, dilekukan dibawah tulang belakang dan letakan tangan satunya di pusar. Kepala lurus melihat ke depan, sambil

nafas dengan baik selama 1 menit. Kemudian sentuh belakang kuping yang lain. Fungsi : menjaga badan tetap relaks dan pikiran terang. e) Tombol Angkasa (Space Button) Gerakan meletakkan 2 jari di atas bibir dan tangan lain pada tulang ekor selama 1 menit, nafaskan energi ke arah atas tulang punggung. Gerakan ini bisa disilang dengan Tombol Bumi. Fungsi : membuat pikiran lebih terang untuk membuat keputusan cepat yang diperlukan di pekerjaannya. f) Menguap Berenergi (Energy Yawn) Gerakan memijat otot-otot di sekitar persendian rahang sambil membuka mulut seperti hendak menguap. Atap impuls spontan menguaplah dengan bersuara untuk melemaskan otot-otot tersebut. Fungsi : agar suara relaks, membantu menciptakan musik. g) Pasang Telinga (Thinking Cup) Gerakan ini memijit pelan-pelan daun telinga, 3x dari atas ke bawah. Fungsi : membantu konsentrasi, mendengar suara sendiri waktu berbicara atau menyanyi. 4) Penguatan Sikap (Deepening Attitudes) a) Kait Relaks (Hook-Ups) Ada 2 tahap : Pertama, letakkan kaki kiri di atas kaki kanan dan tangan kiri diatas tangan kanan dengan posisi jempol ke bawah, jari-jari kedua tangan salang

menggenggam, kemudian tarik kedua tangan kea rah pusat dan terus ke depan dada. Tutuplah mata dan pada saat menarik nafas lidah ditempelkan di langitlangit mulut

dan

dilepaskan

lagi

pada

saat

mengembuskan nafas. Tahap kedua, buka silangan kaki dan ujung-ujung jari kedua tangan saling bersentuhan secara halus, di dada atau di pangkuan, saling bernafas dalam 1 menit lagi. b) Titik Positif (Positive Points) Gerakan menyentuh Titik Positif yang berupa dua tonjolan di tengah dahi. Fungsi : merasa lebih tenang dan dapat berbuat sesuatu untuk menuju tujuan, mengurangi rasa tegang, takut dan kuatir. (Eliasi, 2007 ) d. Hubungan Senam Otak dan Fungsi Kognitif Fungsi kognitif dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah usia. Usia yang bertambah memberikan pengaruh pada berbagai perubahan pada dirinya, baik yang bersifat fisik maupun secara mental. Menurut penelitian yang dilakukan Mongisidi, 2013 didalam Ningrat 2015 individu dengan kategori usia tua atau old age (>60 tahun) rata-rata memiliki presentasi fungsi kognitif tidak normal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan secara tidak langsung bahwa, dengan bertambahnya usia, dapat terjadi penurunan fungsi kognitif.

Bertambahnya usia pada lansia, menyebabkan kondisi fisik menurun, antara lain massa tulang yang berkurang akibat adanya atrofi serabut otot, sehingga gerakannya menjadi lamban dan lemah, elastisitas pergerakan sendi menurun bahkan dapat terjadi gangguan sendi, kekakuan jaringan penghubung, tendon mengerut dan mengalami sklerosis serta di tambah dengan menurunya curah jantung, kehilangan elastisitas pembuluh darah menyebabkan suplai darah ke otot dan organ lainnya terganggu (Nugroho, 2014 didalam Ningrat 2015). Kondisi tersebut menyebabkan lansia mudah lelah dan secara umum menjadi lebih pasif. Hal tersebut juga menambah risiko untuk tejadinya gangguan gerak yang lebih buruk. Kurang gerak menyebabkan badan menjadi tidak bugar, pompa otot terhadap aliran darah balik menjadi tidak efektif, dan akhirnya suplai darah ke seluruh tubuh tidak baik. Suplai darah yang tidak baik dapat mengganggu kerja fungsi organ dan salah satu adalah otak yang merupakan organ yang sensitif terhadap adanya gangguan suplai darah (Stanley dan Beare, 2012 didalam Ningrat 2015). Hal tersebut sesuai denga hasil penelitian yang dilakukan Santoso dan Rohmah, 2011 didalam Ningrat 2015 dimana dikatakan bahwa gangguan gerak memberikan pengaruh sebesar 68,5% terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia. Faktor internal yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif adalah perubahan struktur pada otak itu sendiri. Perubahan ukuran otak akibat atrofi

girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Korteks serebral merupakan bagian otak yang sering disebut sebagai kubah intelegensia dan merupakan pusat fungsi kognitif pada otak. Bila hal tersebut terjadi, maka dapat terjadi gangguan atau penurunan fungsi kognitif. Tidak ada bedanya dengan otot, dimana otot dapat dilatih untuk meningkatkan ketahanan, kekuatan, dan meningkatkan massa otot. Otak juga dapat diolahragakan untuk

mempertahankan

fungsinya

melalui

latihan

yang

memberikan stimulus pada otak karena otak memiliki sifat plastisitas, yaitu kemampuan struktur dan fungsi otak untuk melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf dengan adanya stimulasi (Sanley and Beare, 2012; Muhammad, 2013 didalam Ningrat 2015).

B. Landasan Teori 1. Lansia Lansia (lanjut usia) adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang dan merupakan tahapan akhir dari fase kehidupan (Nauli, 2014). Batasan umur lansia menurut World Health Organization (WHO) meliputi : usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 – 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 – 70 tahun, usia lanjut tua (old) antara 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut undang-undang RI No 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan lansia bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada lansia akan terjadi suatu proses yang disebut proses menua (aging process). Proses menua yaitu menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Bandiyah, 2009). Proses menua ini ditandai dengan perubahan pada fisik, psikososial, kognitif,

mental,

ingatan

(memory)

maupun

spiritual

lansia

(Mujahidullah,2012). 2. Perubahan Fungsi Kognitif Perubahan fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya perubahan pada struktur dan fungsi otak, penurunan fungsi sistem musuloskeletal, dan sistem reproduksi. Atropi yang terjadi pada otak akibat penuaan menyebabkan penurunan hubungan antar saraf, mengecilnya saraf panca

indra sehingga waktu respon dan waktu bereaksi melambat, defisit memory, gangguan pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan. Fungsi kognitif juga berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik erat kaitannya dengan sistem muskuloskeletal. Pada dasarnya, setiap gerakan fisik yang dilakukan memberikan rangsangan kepada otak, dengan menurunnya aktivitas maka rangsangan kepada otak juga berkurang. Otak memiliki sifat plastisitas dimana bila terus diberikan rangsangan, fungsinya akan tetap terjaga dan sebaliknya bila rangsangan tersebut kurang atau tidak ada, proses plastisitas tidak terjadi dan otak akan mengalam penurunan struktur dan fungsinya. Perubahan lainnya yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif adalah penurunan pada sistem reproduksi. Hal ini terjadi pada lansia perempuan yang mengalami menopause dimana terjadi penurunan struktur dan fungsi organ reproduksi, atrofi pada uterus, dan penurunan produksi hormon estrogen. Penurunan estrogen erat kaitannya dengan penurunan fungsi kognitif. Estrogen berperan dalam meningkatkan pertumbuhan hipotalamus, hipokampus, otak tengah dan korteks

yang dapat

mempengaruhi suasana hati, status mental dan belajar serta ingatan. Lansia perempuan lebih rentan menderita penyakit neurodegeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Sedangkan pada pria tidak terjadi perubahan yang begitu nampak karena tidak terjadi penurunan produksi hormon seks secara drastis selama proses penuaan (Nugroho, 2014 didalam Kusuma 2015).

3. Fungsi Kognitif a. Pengertian Kognitif Kognitif berasal dari bahasa latin, yaitu cognitio yang artinya adalah berpikir. Hal ini merujuk kepada kemampuan seseorang dan mengerti dunianya, yang dicapai dari sejumlah fungsi yang kompleks termasuk orientasi terhadap waktu, tempat, dan individu, kemampuan aritmatika, berfikir abstrak, kemampuan fokus untuk berpikir logis (Pincus dkk, 2003 dalam Nur Nafidah 2014). Kognitif adalah kegiatan kegiatan mental yang dibutuhkan dalam memperoleh, menyimpan, mendapat kembali, dan menggunakan pengetahuan suatu hal. Kognitif meliputi proses-proses mental, seperti mempersepsikan, belajar, mengingat, menggunakan bahasa, dan berpikir (Ningrat, 2015). b. Struktur dan Fungsi Otak Lanjut Usia Ketika usia makin bertambah, maka otak juga mulai menua. Proses menua adalah proses alamiah yang akan dialami semua makhluk hidup. Fenomena menua juga terjadi pada sel-sel otak. Pada usia 70 tahun, bagian otak yang rusak bisa mencapai 5-10 % pertahun (Anggriyana & Atikah, 2010). Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologis juga terjadi kemunduran fungsi kognitif seperti kemunduran daya ingat (memory) terutama memory kerja yang amat berperan dalam aktivitas sehari-hari, selain itu fungsi belahan otak sisi kanan sebagai pusat intelegensi dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak sisi

kiri sebagai pusat intelegensi kristal yang memantau pengetahuan. Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian. Kedua belah hemisfer berbeda fungsi, namun setiap individu mempunyai kecenderungan untu lebih banyak menggunakan salah satu belah hemisfer dalam menyelesaikan masalah hidup dan pekerjaan. Perkembangan otak menjadi tua sehingga terjadi kemunduran fungsi hemisfer kanan lebih cepat daripada hemisfer kiri maka mereka akan mengalami hambatan kemampuan fungsional (Katzman, 1992 didalam Nur Nafidah 2014). Diantara fungsi otak yang menurun secara linier seiring dengan bertambahnya usia adalah fungsi memori berupa kemunduran dalam kemampuan penamaan dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori. Penurunan ini terjadi pada kemampuan kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang normal (Strub & Black, 1992 didalam Nur Nafidah 2014). c. Aspek- aspek fungsi kognitif 1) Orientasi Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu. Orientasi terhadap personal merupakan kemampuan seseorang dalam menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya. Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung, dan lokasi dalam gedung. Sedangan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena

perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks paling sensitif untuk disorientasi (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014). 2) Atensi Atensi

merupakan

kemampuan

untuk

bereaksi

atau

memperhatikan suatu stimulus tertentu (spesifik) dengan mampu mengabaikan stimulus lain baik internal maupun eksternal yang tidak perlu atau tidak dibutuhkan. Atensi dan konsentrasi sangat penting dalam mempertahankan fungsi kognitif, terutama dalam proses belajar (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014). Didalam atensi terbagi menjadi aspek mengingat segera dan aspek konsentrasi. Mengingat segera merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah kecil informasi selama ≤ 30 detik dan mampu untuk mengeluarkannya kembali. Sedangkan konsentrasi merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014). 3) Bahasa Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi empat parameter, yaitu : a) Kelancaran merupakan kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara spontan.

b) Pemahaman merupakan kemampuan untu memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk melakukan perintah tersebut. c) Pengulangan adalah kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seeorang. d) Penamaan merupakan kemampuan seseorang untuk menamai atau objek beserta bagian – bagiannya (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014). 4) Memori Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar, yaitu : a) Immediate memory, merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik. b) Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang dimakan saat sarapan atau kejadian-kejadian baru) dan mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam rentang waktu menit, jam, hari, bulan dan tahun. c) Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengingat kembali kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (tanggal lahir, sejarah, nama teman dan lain-lain). 5) Visuospasial

Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar (lingkaran, kubus dan lain-lain) dan menyusun balokbalok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan mempunyai peran yang paling dominan. 6) Fungsi Eksekutif Fungsi

eksekutif

adalah

kemampuan

seseorang

dalam

pemecahan masalah. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus frontal, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa semua sirkuit yang terkait dengan lobus frontal juga menyebabkan sindroma lobus frontal, diperlukan atensi, bahasa, memori dan visuospasial sebagai dasar untuk menyusun kemampuan kognitif. Istilah

penurunan

kognitif

sebenarnya

menggambarkan

perubahan kognitif yang berkelanjutan, beberapa dianggap masih dalam spektrum penuaan normal, sementara yang lainnya dimasukkan dalam kategori gangguan ringan. Untuk menentukan gangguan fungsi kognitif, biasanya dilakukan penilaian terhadap satu domain atau lebih seperti memori, orientasi, bahasa dan fungsi eksekutif.

Temuan

dari

berbagai

penelitian

klinis

dan

epidemiologis menunjukkan bahwa faktor biologis, perilaku, sosial dan lingkungan dapat berkontribusi terhadap risiko penurunan fungsi kognitif (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014). 7) Kalkulasi

Kemampuan seseorang untuk menghitung angka (Goldman, 2000 didalam Nur Nafidah 2014). d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif 1) Status Kesehatan Salah satu faktor penyakit yang mempengaruhi penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi reduksi substansia alba dan grisea di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia alba di lobus frontalis. Angina pektoris, infarkmiocard, penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif (Myres,2008 didalam Nur Nafidah 2014). 2) Usia Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif. Usia yang semakin tua menyebabkan perubahan pada struktur otak, diantaranya otak menjadi atrofi dan beratnya menurun 10–20 %, perubahan biokimia pada susunan saraf pusat, sehingga terjadi gangguan pada hubungan sinaps dan daya hantar impuls antar sel saraf (Nugroho,2014 didalam Kusuma 2015). Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukkan skor dibawah cut off skrining adalah sebesar 16% pada kelompok usia 65 – 69 tahun, 21% kelompok usia 70 – 74 tahun, 30% pada kelompok usia 75 – 79 tahun dan 44% pada usia diatas 80 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya

hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif (Scanlan et al, 2007 didalam Nur Nafidah 2014). 3) Status Pendidikan Fungsi kognitif pada kelompok dengan status pendidikan rendah

cenderung

memiliki

fungsi

kognitif

lebih

buruk

dibandingkan kelompok dengan status pendidikan yang tinggi. Pengaruh pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lansia dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif seseorang termasuk pelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi anatomis

menyatakan

bahwa

stimulus

eksternal

yang

berkesinambungan akan mempermudah reorganisasi internal dari otak. Tingat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif (Sidiarto,2003 didalam Nur Nafidah 2014). 4) Jenis Kelamin Wanita lebih berisiko mengalami penurunan kogntif. Hal ini disebabkan adanya penurunan hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal. Ekstradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stres oksidatif serta terlihat sebagai

protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Myers,2008 didalam Nur Nafidah 2014). 5) Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dapat mempertahankan aliran darah otak dan mungkin juga meningkatkan persediaan nutrisi otak (Yaffe dkk.,2001 didalam Nur Nafidah 2014). Pada latihan atau aktivitas fisik beberapa sistem molekul yang dapat berperan dalam hal yang bermanfaat pada otak. Faktor-faktor neurotrofik kebanyakan yang berperan dalam efek yang bermanfaat tersebut. Faktor neurotrofik itu terutama Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF), karena dapat meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan beberapa tipe dari neuron, meliputi neuron glutamanergik. BDNF berperan sebagai mediator utama dari efikasi sinaptik, penghubung sel saraf dan plastisitas sel saraf (Cotman dkk.,2002 didalam Nur Nafidah 2014). Aktivitas fisik memungkinkan mempertahankan kesehatan vaskular otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan profil lipoprotein, mendukung produksi endotel nitrat oksidasi dan memastikan perfusi otak cukup. Demikian pula, muncul bukti hubungan antara insulin dan amimoid menunjukkan bahwa manfaat senam aerobik pada resistensi insulin dan glukosa intolerence, mungkin ini merupakan mekanisme yang lain dimana aktivitas fisik dapat mencegah atau menunda penurunan fungsi kognitif (Weuve dkk.,2004 didalam Nur Nafidah 2014).

Power, 2006 didalam Nur Nafidah 2014 terdapat 3 mekanisme yang dapat menjelaskan manfaat pendidikan, latihan atau aktivitas fisik dan lingkungan yaitu angiogenesis pada otak, perubahan synaptic reverse dan menghilangkan penumpukan amiloid. Suatu studi menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi latihan atau aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif. Latihan atau aktivitas fisik menyebabkan hipertrofi hipokampus yang nantinya akan memiliki fungsi preventif terhadap degenerasi neuronal. Latihan atau aktivitas fisik juga dapat menyebabkan produksi faktor pertumbuhan seperti BDNF yang telah diketahui untuk memperbesar neurogenesis dan efek positif terhadap kognitif. Latihan atau aktivitas fisik dapat menyebabkan respon terhadap BDNF, neurogenesis dan fungsi kognitif melalui Insuline Like Growth Factor-1 (IGF-1). Latihan atau aktivitas fisik tersebut juga berhubungan dengan inflamasi dimana kontraksi otak memproduksi Interleukin-6 (IL6), Interleukin-8 (IL8), Interleukin-15 (IL15) dan Tumor Necrosis Factor Alpha (TNFA-α) yang selanjutnya mempengaruhi fungsi kognitif. Klotho protein atau gen dapat dipengaruhi aktivitas fisik melalui faktor pertumbuhan seperti IGF-1 dimana efek klotho pada otak tampak seperti neuroprotektif dan mencegah kehilangan neuro dopaminergik dalam substansia nigra. Terakhir, aktivitas fisik yang diperantai oleh produksi IGF-1 meregulasi kadar ß amiloid melalui

peningkatan clearance plexus cloroideus (Foster dkk., 2011 didalam Nur Nafidah 2014). Seseorang yang melakukan olahraga dan aktivitas fisik dapat meningkatkan jumlah endorphin dalam tubuh. Endorphin sebagai neurotransmitter yang dibutuhkan untuk menghindari stress dan mental yang lebih baik. Selain meningkatkan jumlah endorphin, juga dapat meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonine, dimana mekanisme ini berguna untuk meningkatkan suasana hati atau mood. Hal ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya, lansia yang melakukan aktivitas fisik termasuk berjalan kaki secara teratur dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan mengurangi penurunan gangguan kognitif (Arisman, 2004 didalam Nur Nafidah 2014). e. Perubahan Kognitif Pada Lansia Penurunan fungsi kognitif terjadi ketika seseorang masuk usia lanjut. Kesulitan dengan fungsi ingatan atau dalam mengekspresikan secara verbal maupun berbicara merupakan bentuk-bentuk penurunan fungsi kognitif. Penurunan dalam kecepatan memproses, mempengaruhi banyak aspek kognisi di usia lanjut. Penurunan efisiensi dalam berpikir, dalam hal perhatian, jumlah informasi yang dapat dilakukan oleh kerja ingatan (memori), penggunaan strategi memori, dan pengungkapan kembali memori jangka panjang (Suardiman,2011).

Departemen Kesehatan RI 1998 dalam Suardiman,2011 menyatakan bahwa menjadi tua ditandai oleh kemundurankemunduran kognitif antara lain sebagai berikut : 1) Mudah lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik. 2) Ingatan pada hal-hal masa muda lebih baik daripada kepada hal-hal yang baru terjadi, yang pertama terlupakan adalah nama-nama. 3) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat mundur, karena daya ingat sudah mundur dan juga karena penglihatan biasanya sudah mundur. 4) Meskipun banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam tes inteligensi menjadi lebih rendah. 5) Tidak mudah menerima hal-hal baru atau ide-de baru. f. Penatalaksanaan gangguan fungsi kognitif Penuaan dan penyakit degeneratif pada dasarnya tidak dapat dihentikan karena merupakan proses alamiah dari siklus kehidupan manusia. Namun berbagai studi berbasis ilmiah telah menunjukkan berbagai fakta bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat proses penuaan yang terjadi pada otak. Fakta-fakta tersebut dijadikan landasan untuk membuat program kegiatan lansia di komunitas, sehingga kegiatan lansia yang dilakukan rutin tersebut dapat bermanfaat untuk menstimulasi otak dan memperlambat kemunduran fungsi otak (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015).

Kegiatan yang dapat memberikan stimulasi otak dibagi menjadi tiga kegiatan utama, seperti aktivitas fisik, stimulasi mental, dan aktivitas sosial. Aktivitas fisik dapat memberikan stimulasi pada otak, dan dengan melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan protein di otak yang disebut Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Protein BDNF ini berperan penting menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat, sehingga bila kadar BDNF rendah dapat menyebabkan penyakit kepikunan. Fakta inilah yang yang menjelaskan bahwa lansia yang melakukan banyak aktivitas fisik yang menyenangkan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan lansia yang cenderung diam dan kurang aktivitas (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015). Santoso dan Rohmah, 2011 didalam Ningrat 2015 melaporkan bahwa gangguan gerak secara bermakna mempengaruhi fungsi kognitif seseorang. Salah satu kegiatan yang dapat memberikan stimulasi otak adalah dengan melakukan brain gym atau senam otak. 4. Senam Otak a. Pengertian Senam Otak Senam otak adalah gerakan – gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki, dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus stimulus itulah yang dapat membantu menunda meningkatkan fungsi kognitif dan menunda penuaan dini dalam arti pikun atau perasaan kesepian yang biasanya menghantui para lansia (Yuliati, 2017).

b. Manfaat Senam Otak Manfaat dari senam otak antara lain meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori,

pemecahan

kemampuan

masalah

dan

kreativitas),

menyelaraskan

beraktivitas dan berpikir pada saat yang bersamaan,

meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh, juga dapat meningkatkan daya ingat dan pengulangan terhadap huruf atau angka (dalam waktu 10 minggu), mengurangi kesalahan membaca, memori, hingga mampu meningkatkan respons terhadap rangsangan visual (Anggriyana & Atikah, 2010). c. Mekanisme Senam Otak Mekanisme kerja senam otak berdasarkan tiga dimensi otak, yaitu dimensi lateralis, dimensi pemfokusan, dan dimensi pemusatan. Masing-masing dimensi memiliki tugas yang berbeda, sehingga gerakannya

bervariasi

untuk

tiap

dimensi

(Dennison,

2008;

Muhammad, 2013, didalam Ningrat 2015). 1) Dimensi Lateralis Dimensi lateralis tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan kanan. Sifat lateralis memungkinkan dominansi salah satu sisi otak, misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri. Integrasi kedua sisi tubuh dapat dilatih sehingga dapat menyeberang garis tengah tubuh untuk bekerja di bidang tengah. Apabila

kemampuan ini dapat dikuasai, kemampuan belajar akan maksimal, seseorang akan mampu memproses kode linier, simbol tertulis dengan dua belahan otak dari kedua jurusan. Latihan untuk menyeberang garis tengah menyangkut sikap positif, seperti mendengar, melihat, dan bergerak. Otak bagian kiri aktif apabila tubuh sisi kanan digerakkan, dan sebaliknya. Bila kerjasama otak kanan dan kiri kurang baik, maka seseorang akan mengalami kesulitan untuk membedakan antara kanan dan kiri, pergerakan kaku, tulisan tangan yang jelek, atau cenderung menulis huruf terbalik, sulit membaca dan menulis, kesulitan mengikuti

pergerakan

sesuatu

dengan

mata,

serta

sulit menggerakkan mata tanpa mengikutinya dengan kepala, tangan miring ke dalam ketika menulis, cenderung melihat ke bawah sambil berpikir, keliru dengan huruf (misalnya d dan b, p dan q), maupun menyebut kata sambil menulis. Beberapa gerakan dalam senam otak yang merangsang dimensi lateralis adalah 8 tidur dan gajah. 2) Dimensi Pemfokusan Dimensi pemfokusan adalah kemampuan menyeberangi garis tengah partisipasi yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh atau bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal di tengah tubuh (dilihat dari samping) yang tergantung

pada partisipasi batin pada suatu kegiatan apakah seseorang berada di depan atau belakang garis tersebut. Adanya gangguan pada seseorang

kesulitan

dimensi ini menyebabkan

mengekspresikan

diri,

kurang

fokus.

Hubungannya dengan otak, informasi akan diterima oleh otak bagian belakang yang merekam semua pengalaman, lalu informasi diproses dan diteruskan ke otak bagian depan untuk mengekspresikan sesuai keinginan atau tuntutan. Bila seseorang gugup, takut, tidak percaya diri, stress saat belajar, maka secara refleks energi ditarik ke otak bagian belakang sehingga otak bagian depan kekurangan energi. Akibatnya, jawaban yang tadinya sudah siap, tiba-tiba lupa atau tidak dapat dijawab sempurna. Ada beberapa ciri khas bila otak bagian depan dan belakang kurang bekerja sama, antara lain otot tengkuk dan bahu yang tegang, kurang semangat untuk belajar, serta memiliki reaksi yang lambat. Hambatan pada otak bagian depan dapat berupa sikap pasif, melamun, bingung bila stress, hipoaktif, perhatian yang kurang, namum perasaan dan suasana (merekam dengan jelas). Sedangkan hambatan pada otak bagian belakang berupa sikap hiperaktif, memiliki rentang konsentrasi dan analisis yang terlalu pendek, terinci, dan kurang fleksibel. Terkadang menjadi agresif, kurang rileks untuk memikirkan sesuatu yang lebih luas. Gerakan senam otak pada dimensi ini adalah burung hantu.

3) Dimensi Pemusatan Dimensi pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh, yaitu bagian tengah sistem limbik (midbrain) yang berhubungan dengan emosional dan otak besar (cerebrum) untuk berpikir yang abstrak. Mempelajari

sesuatu,

seseorang

harus

benar-benar

dapat

menghubungkannya dengan perasaan dan memberikan suatu arti. Gangguan pada dimensi pemusatan ditandai dengan adanya ketakutan yang tak beralasan, cenderung bereaksi berjuang atau melarikan diri dan ketidakmampuan untuk merasakan maupun menyatakan emosi. Dalam kondisi stres, tegangan listrik di otak besar akan berkurang sehingga fungsinya terganggu. Tubuh manusia adalah satu sistem listrik yang sangat kompleks. Dengan gerakan untuk meningkatkan energi dan minum air, aliran energi elektromagnetik manjadi lancar sehingga komunikasi antar bagian otak optimal. Ciri khas bila bagian otak atas terhambat, antara lain bicara dan tindakan pelan, kurang fleksibel, kurang konsentrasi, penakut, kurang percaya diri, ragu-ragu, memiliki hambatan dalam hubungan sosial. Bila bagian bawah yang terhambat, maka akan menyebabkan tidak mampu mempertahankan keseimbangan, penilaian yang negatif, bicara dan tindakan yang terlalu cepat. Beberapa gerakan senam otak untuk dimensi pemusatan, antara

lain tombol bumi, tombol keseimbangan, tombol angkasa, pasang telinga, titik positif, dan lain sebagainya. d. Prosedur Latihan Senam Otak Elizabeth dan Kim 2013 didalam Ningrat, 2015 mengatakan bahwa untuk lanjut usia, durasi aerobik yang dapat dilakukan adalah 3-5 kali seminggu selama 10-30 menit. Menurut Festi 2010 didalam Ningrat, 2015 senam otak baik dilakukan setiap hari untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Verany,dkk., 2012 didalam Ningrat 2015, senam otak dilakukan dengan frekuensi empat kali seminggu selama dua minggu dengan durasi 30 menit dan ternyata memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan fungsi kognitif. 1) Gerakan Pemanasan Urutan gerakan pemanasan sebelum melakukan senam otak (Muhammad 2013 didalam Ningrat, 2015) : a) Minum air putih secukupnya 10 menit sebelum latihan dimulai. b) Lakukan pernapasan perut sebanyak 4-8 kali. Pernapasan perut dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas perut dan bernapas seperti biasa, yaitu perut yang mengambang

dan

pergerakan otot dada.

mengempis

tanpa

menggunakan

c) Melihat ke kanan dan ke kiri selama 4-8 kali dengan melakukan pernapasan perut. d) Rentangkan kedua tangan seluas dan senyaman mungkin. 2) Gerakan-Gerakan Senam Otak : a) Gerakan Silang Gerakan ini menyilang antara gerakan tangan kanan bersamaan dengan kaki kiri dan tangan kiri bersamaan dengan kaki kanan. Bergerak ke depan, ke samping, ke belakang, atau jalan di tempat. Untuk ”menyeberangi garis tengah” sebaiknya tangan menyentuh lutut yang berlawanan. Fungsi : Gerakan menyeberangi ini membantu menggunakan kedua belahan otak secara bersamaan dan harmonis. b) Angka 8 Tidur Gerakan ini membuat

angka 8 tidur sebanyak 3

kali tiap tangan, kemudian 3 kali dengan kedua tangan. Fungsi : Bagi yang pelupa (seperti lupa dengan apa yang hendak dikatakan atau membaca sampai halaman berapa). c) Putaran Leher (Neck Rolls) Gerakan dengan menundukkan kepala ke depan, pelan pelan putar leher dari satu sisi ke sisi yang lain, nafaskan keluarkan ketegangan. Ulangi dengan bahu diturunkan. Bayangkan menggambar garis lengkung di sepanjang dada.

Fungsi : relaks, melindungi dari kemungkinan pengaruh negatif peralatan eletronik. d) Burung Hantu (The Owl) Gerakan ini menghilangkan kekakuan yang ada pada kita karena terlalu banyak duduk atau membaca. Urutlah otot bahu kiri dan kanan. Tarik nafas saat kepala berada di posisi tengah, kemudian hembuskan nafas ke samping atau ke

otot

yang

tegang

sambil

relaks. Ulangi dengan tangan kiri. e) Mengaktifkan Tangan (Arm Activation) Gerakan dengan meluruskan satu tangan ke atas, ke samping kuping. Buang nafas pelan, sementara otot-otot diaktifkan dengan mendorong tangan ke empat jurusan ( kedepan, belakang, dalam, luar ) sementara tangan yang satu menahan dorongan tersebut. Fungsi : mengaktifkan tangan membantu menulis, mengeja dan juga menulis kreatif. f) Sakelar Otak (Brain Button) Gerakan menyentuh pusar, memijat sisi kiri dan kanan tulang tengah, tepat di dua (sternum) lekukan selangka (clavicula). Sambil membayangkan ada kuas di hidung dan menggambar ”kupu-kupu 8” di langit-langit atau menyusuri garis temu antara langit-langit dan tembok. g) Tombol Bumi (Earth Button)

Gerakan meletakkan dua jari kaki di bawah bibir dan tangan yang lain di pusar dengan jari menunjuk ke bawah. Ikutilah dengan mata satu garis dari lantai ke loteng dan kembali sambil bernafas dalam-dalam. Nafaskan energi ke atas, ke tengah-tengah badan. Fungsi : meningkatkan energi, menghitung lebih cepat dan tepat. h) Tombol Imbang (Balance Button) Gerakan menyentuhkan 2 jari ke belakang kuping, dilekukan dibawah tulang belakang dan letakan tangan satunya di pusar. Kepala lurus melihat ke depan, sambil nafas dengan baik selama 1 menit. Kemudian sentuh belakang kuping yang lain. Fungsi : menjaga badan tetap relaks dan pikiran terang. i) Tombol Angkasa (Space Button) Gerakan meletakkan 2 jari di atas bibir dan tangan lain pada tulang ekor selama 1 menit, nafaskan energi ke arah atas tulang punggung. Gerakan ini bisa disilang dengan Tombol Bumi. Fungsi : membuat pikiran lebih terang untuk membuat keputusan cepat yang diperlukan di pekerjaannya. j) Pasang Telinga (Thinking Cup) Gerakan ini memijit pelan-pelan daun telinga, 3x dari atas ke bawah. Fungsi : membantu konsentrasi, mendengar suara sendiri waktu berbicara atau menyanyi. c) Titik Positif (Positive Points)

Gerakan menyentuh Titik Positif yang berupa dua tonjolan di tengah dahi. Fungsi : merasa lebih tenang dan dapat berbuat sesuatu untuk menuju tujuan, mengurangi rasa tegang, takut dan kuatir. (Eliasi, 2007 ) e. Hubungan Senam Otak dengan Fungsi Otak Fungsi kognitif dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah usia. Usia yang bertambah memberikan pengaruh pada berbagai perubahan pada dirinya, baik yang bersifat fisik maupun secara mental. Menurut penelitian yang dilakukan Mongisidi, 2013 didalam Ningrat 2015 individu dengan kategori usia tua atau old age (>60 tahun) rata-rata memiliki presentasi fungsi kognitif tidak normal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan secara tidak langsung bahwa, dengan bertambahnya usia, dapat terjadi penurunan fungsi kognitif. Bertambahnya usia pada lansia, menyebabkan kondisi fisik menurun, antara lain massa tulang yang berkurang akibat adanya atrofi serabut otot, sehingga gerakannya menjadi lamban dan lemah, elastisitas pergerakan sendi menurun bahkan dapat terjadi gangguan sendi, kekakuan jaringan penghubung, tendon mengerut dan mengalami sklerosis serta di tambah dengan menurunya curah jantung, kehilangan elastisitas pembuluh darah menyebabkan suplai darah ke otot dan organ lainnya terganggu (Nugroho, 2014 didalam Ningrat 2015).

Kondisi tersebut menyebabkan lansia mudah lelah dan secara umum menjadi lebih pasif. Hal tersebut juga menambah risiko untuk tejadinya gangguan gerak yang lebih buruk. Kurang gerak menyebabkan badan menjadi tidak bugar, pompa otot terhadap aliran darah balik menjadi tidak efektif, dan akhirnya suplai darah ke seluruh tubuh tidak baik. Suplai darah yang tidak baik dapat mengganggu kerja fungsi organ dan salah satu adalah otak yang merupakan organ yang sensitif terhadap adanya gangguan suplai darah (Stanley dan Beare, 2012 didalam Ningrat 2015). Hal tersebut sesuai denga hasil penelitian yang dilakukan Santoso dan Rohmah, 2011 didalam Ningrat 2015 dimana dikatakan bahwa gangguan gerak memberikan pengaruh sebesar 68,5% terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia. Faktor internal yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif adalah perubahan struktur pada otak itu sendiri. Perubahan ukuran otak akibat atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Korteks serebral merupakan bagian otak yang sering disebut sebagai kubah intelegensia dan merupakan pusat fungsi kognitif pada otak. Bila hal tersebut terjadi, maka dapat terjadi gangguan atau penurunan fungsi kognitif. Tidak ada bedanya dengan otot, dimana otot dapat dilatih untuk meningkatkan ketahanan, kekuatan,

dan

meningkatkan

massa

otot.

Otak

juga

dapat

diolahragakan untuk mempertahankan fungsinya melalui latihan yang memberikan stimulus pada otak karena otak memiliki sifat plastisitas,

yaitu kemampuan struktur dan fungsi otak untuk melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf dengan adanya stimulasi (Sanley and Beare, 2012; Muhammad, 2013 didalam Ningrat 2015).

C. Kerangka Teori

Lansia Farmakologi Perubahan pada lansia : -

Perubahan Fisik Perubahan Psikososial

-

Perubahan Fungsi Kognitif

--

Perubahan Mental Perubahan Spiritual

Penanganan penurunan fungsi kognitif : Non Farmakologi : Penurunan Fungsi Kognitif

-

Stimulasi Mental Aktivitas Sosial

-

Aktivitas Fisik

Senam Otak Gambar 1.1

: Diteliti : Tidak diteliti

Kerangka Konsep Penelitian Sumber : (Bandiyah, 2009), ( Fatimah, 2010), (Maryam dkk, 2011), (Nugroho, 2008)

D. Kerangka Konsep Setelah diketahui kerangka teori yang diteliti, maka dijadikan bentuk kerangka konsep, yaitu :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Penurunan fungsi kognitif Senam Otak

pada lansia

E. Hipotesis Hipotesis yang dikemukakan untuk mejawab pertanyaan penelitian, yaitu : Ha : Terdapat Efektivitas Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Ho : Tidak Terdapat Efektivitas Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"