Bab Ii.docx

  • Uploaded by: Jin Yoongi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,234
  • Pages: 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Resiko Jatuh 1. Pengertian Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi. Banyak penyebabnya baik faktor instrinsik ataupun ekstrinsik misalnya gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, lantai licin dan tidak rata (Nugroho W, 2008). Sedangkan menurut Reuben (2006), jatuh merupakan suatu kejadian fisik yang sering dialami lansia pada proses penuaan. Jatuh pada usia lanjut dapat meningkatkan angka morbiditas, mortalitas, kecacatan, gangguan fungsi sosial, dan penurunan kualitas hidup. Menurut

Wilkinson

(2016),

resiko

jatuh

merupakan

meningkatnya kerentangan peristiwa jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik. Sedangkan menurut Miller (2012) yaitu, selain perubahan fisik karena menua dan masalah kesehatan yang umum terjadi pada lansia, kesehatan psikologis juga berpengaruh terhadap penyebab resiko jatuh pada lansia. Berdasarkan survey masyarakat di Indonesia di dapatkan sekitar 30% lansia yang berumur lebih dari 65 tahun, setiap tahunnya mengalami jatuh. Sebagian besar dari angka tersebut mengalami jatuh

7

8

berulang. Kejadian jatuh pada lansia baik di Institusi dan di rumah angka kejadiannya mencapai 50% yang terjadi di setiap tahun. dan 40% di antaranya mengalami jatuh berulang prevalensi jatuh tampaknya meningkat umur lansia. Kejadian jatuh pada lansia di pengaruhi oleh faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik (Nugroho, 2012). 2. Etiologi Menurut Stanley (2006), Resiko jatuh di pengaruhi oleh faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri orang tersebut misalnya dari lingkungan sekitar. Etiologi menurut Herti Widuri (2010), etiologi resiko jatuh adalah: a. Faktor Instrinsik, misalnya: 1) Nyeri kepala atau vertigo 2) Hipotensi orthostatik: a) Hipovolemik/curah jantung rendah b) Disfungsi otonom c) Terlalu lama berbaring d) Pengaruh obat hipotensi e) Hipotensi sesudah makan f) Penurunan kembalinya darah vena ke jantung 3) Proses penyakit yang spesifik Penyakit-penyakit akut seperti: a) Kardiovaskuler

: 1) Aritmia

9

2) Stenosis Aorta 3) Sinkope Sinus Karotis b) Neurologi

: 1) Transient Ischaemic Attack (TIA) 2) Stroke 3) Serangan Kejang 4) Parkinson 5) Kompresi Saraf Spinal Karena Spondilosis 6) Penyalit Serebelum

b. Faktor Ekstrinsik, misanya: 1) Kecelakaan (penyebab utama yang paling besar yaitu 30-50% dari resiko jatuh yang dialami lansia) a) Murni kecelakaan (misalnya terpeleset, atau tersandung) b) Lingkungan yang jelek (misalnya, lantai yang licin) c) Akibat proses menua (misalnya, mata kurang jelas melihat) 2) Obat – obatan a) Diuretik atau Anti Hipertensi b) Sedativa c) Anti Psikotik d) Alkohol e) Anti Depresen Trisiklik f) Obat-obat hipoglikemik 3) Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba), misalnya

10

a) Drop Attack (serangan roboh) b) Penurunan aliran darah ke otak secara tiba-tiba c) Paparan sinas matahari terlalu lama / terbakar matahari 4) Idiopatik (tidak jelas penyebabnya atau sebabnya) 3. Patofisiologi Beberapa peneliti

mengemukakan faktor

muskuloskeletal

merupakan faktor yang benar-benar murni milik lansia yang berperan besar

terhadap

terjadinya

jatuh.

Gangguan

muskuloskeletal

menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain di sebabkan oleh: a. Kekakuan jaringan penghubung b. Berkurangnya massa otot c. Perlambatan konduksi saraf d. Penurunan visus/lapang e. Kerusakan proprioseptif Yang kesemuanya menyebabkan: a. Penurunan range of motion (ROM) sendi. b. Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah. c. Perpanjang waktu reaksi. d. Kerusakan persepsi dalam

11

4. Tanda Dan Gejala a. Penglihatan kurang karena cahaya kurang b. Kelemahan otot ekstremitas bawah c. Lantai licin dan tidak rata d. Gangguan gaya berjalan e. Tersandung f. Lemas g. Vertigo 5. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi ekstremitas, dan mengembalikan kepercayaan diri penderita. The Panel Of Fall Prevention telah merekomendasikan penanganan jatuh pada masyarakat, sesudah melakukan assessment secara menyeluruh, mengidentifikasi abnormalitas dari komponen kontrol postural dan performen fisik secara menyeluruh dari keseimbangan dan cara berjalan, juga masalah, status fungsional, dan cara mendapatkan bantuan (Nodim JO, Alexander NB, 2005). Penatalaksanaan

penderita

jatuh

dengan

mengatasi

atau

mengeliminasi faktor resiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dan lain-lain) social walker dan keluarga penderita.

12

Penatalaksanaan bersifat individualis, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bersama-sama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih muda, sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak. 6. Komplikasi Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah fraktur collum femur. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis yang terjadi antara lain syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh meskipun kejadian jatuh yang dialami tidak menimbulkan cedera fisik (Stanley & Beare, 2006). Selain dampak diatas, kejadian jatuh pada lansia juga bisa menyebabkan komplikasi antara lain:

13

a. Perlukaan (Injury) Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, dan tungkai atas. b. Disabilitas Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak. c. Perawatan Rumah Sakit 1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (immobilisasi) 2) Resiko penyakit-penyakit iatrogenik d. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan (Nursing Home) e. Mati. 7. Pemeriksaan Diagnostik Menurut Andayani R, (2015) setiap penderita lansia jatuh, harus di lakukan assessment seperti tersebut di bawah ini: a. Riwayat Penyakit Jatuh Anamnesis di lakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh keluarganya. Anamnesis ini meliputi: 1) Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau

14

berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-tiba atau aktivitas lain. 2) Gejala yang menyertai: nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala

tiba-tiba,

vertigo,

pingsan,

lemas,

konfusio,

inkontinensia, sesak nafas. 3) Kondisi komorbid yang relevan: pernah stroke, Parkinsonisme, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik. 4) Review obat-obatan yang di minum: antihi pertensi, diuretik, autonomik bloker, anti depresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik. 5) Review keadaan lingungan: tempat jatuh, rumah maupun tempat-tempat kegiatanya. b. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan, (panas/hipotermi) 2) Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising. 3) Jantung

: aritma, kelainan katup.

4) Neurologi

: perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan otot,

15

instabilitas, kekakuan, tremor. 5) Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, problem kaki (podiatrik), deformitas. c. Assessment Fungsional Di lakukan observasi atau pencarian terhadap: 1) Fungsi gait dan keseimbangan: observasi pasien ketika bangkit dari duduk di kursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan, ketika mau duduk dibawah 2) Mobilitas: dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat bantu, memakai kursi roda atau dibantu. 3) Aktivitas kehidupan sehari-hari: mandi, berpakaian, bepergian, kontines. B. Konsep Keperawatan Gerontik 1. Latar belakang keperawatan gerontik Gerontologi berasal dari bahasa Yunani Geros (tua) dan Logos (ilmu). Gerontologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang proses penuaan dan permasalahan yang dialami oleh lansia serta konsekuensi akibat proses menua terhadap untuk kehidupan lansia sendiri maupun kelompok masyarakat. (Sofia, 2014) Geriatri berasal dari kata Geros (tua) dan Eatried (kesehatan). Geriatri merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit dan permasalahan yang terjadi pada lansia. Geriatri berfokus pada kondisi abnormal lansia dan proses untuk perawatan pada lansia.

16

Tujuan mempelajari geriatri adalah sebagai berikut: (Sofia, 2014) a. Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan. b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung. c. Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai. d. Melakukan pengobatan yang tepat. e. Memelihara kemandirian secara maksimal. f. Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar kematiannya berlangsung dengan tenang. Prinsip-prinsip pelayanan geriatri adalah sebagai berikut: a. Pendekatan yang menyeluruh (bio-psiko-sosio-spiritual). b. Berorientasi pada kebutuhan klien c. Diagnosis secara terpadu. d. Koordinasi e. Melibatkan keluarga dalam pelaksanaannya. Keperawatan

gerontik

adalah

suatu

bentuk

pelayanan

keperawatan yang profesional dengan menggunakan ilmu dan keperawatan gerontik mencangkup bio-psiko-sosio-spiritual, dimana klien adalah orang yang berusia lebih dari 60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit (Maryam, 2008). Cakupan dari ilmu keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhnya kebutuhan dasar lansia sebagai akibat dari proses

17

penuaan. Sedangkan lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan

ketidakmampuan

sebagai

akibat

proses

penuaan,

perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lansia. Sifat

asuhan

keperawatan

gerontik

adalah

independen,

interpenden, humanistik dan holistik. Peran dan fungsi perawat gerontik adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan secara langsung, sebagai pendidik bagi lansia, keluarga dan masyarakat. Perawat juga dapat menjadi motivator dan inovator dalam memberikan advokasi pada klien serta sebagai konselor (Sofia, 2014). 2. Demografi Lansia Di Indonesia Keberhasilan pembangunan yang dicapai suatu bangsa terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup (UHH). Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk di Indonesia meningkatkan umur harapan hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan badan pusat statistik (BPS) pada tahun 2000 umur harapan hidup (UHH) di Indonesia mencapai 64,5 tahun (dengan presentase populasi lansia pada tahun 2000 mencapai 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (persentase penduduk lansia mencapai 7,56%) dan pada tahun 2011 umur harapan hidup (UHH) di Indonesia meningkat menjadi 69,95 tahun (dengan persentase penduduk lansia mencapai 7,58%). Laporan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) memprediksikan umur harapan hidup (UHH) di

18

Indonesia pada tahun 2045-2050 mencapai 77,6 tahun (dengan persentase lansia di Indonesia mencapai 28,68%). Hasil Susenas tahun 2012 juga menyebutkan rendahnya tingkat pendidikan lansia di Indonesia. Persentase lansia yang belum atau tidak pernah bersekolah mencapai 26,84% dan lansia yang tidak tamat sekolah dasar (SD) mencapai 32,32%. Rendahnya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi aksesibilitas lansia ke fasilitas kesehatan. (Sofia, 2014). 3. Definisi Lansia Dan Tipe Perkembangan Lansia a. Definisi Lansia Lansia di katakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Menurut UU No.13/Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia di sebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. b. Klasifikasi Lansia Depkes RI (2009) mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut: 1) Pra Lansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatannya.

19

4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. 5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Menurut padila (2013), usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut: 1) Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu: a) usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun d) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun 2) Menurut Hurlock (1979): a) Early old age (usia 60-70 tahun) b) Advanced old age (usia > 70 tahun) 3) Menurut Burnsie (1979): a) Young old (Usia 60-69 tahun) b) Middle age old (usia 70-79 tahun) c) Old-old (usia 80-89 tahun) d) Very Old-old (usia > 90 tahun)

20

4) Menurut Bee (1996) a) Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun) b) Masa dewasa awal (usia 25-40 tahun) c) Masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun) d) Masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun) e) Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun) 5) Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro: a) Usia dewasa muda (Elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun b) Usia dewasa penuh (Middle years) atau maturitasi usia 2560/65 tahun c) Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas: -

Young old (usia 70-75 tahun)

-

Old (usia 70-75 tahun)

-

Very old (usia > 80 tahun)

6) Sumber Lain: a) Elderly (usia 60-65 tahun) b) Junior old age (usia > 65-75 tahun) c) Formal old age (usia > 75-90 tahun) d) Longevity old age (Usia > 90-120 tahun) c. Karakteristik Lansia Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut: 1) Berusia lebih dari 60 tahun 2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat

21

sampai sakit, dari kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual , serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif. 3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. d. Tipe Lansia Dalam Nugroho (2008), Banyak ditemukan bermacammacam tipe lansia. Beberapa yang menonjol diantaranya: 1) Tipe Arif Bijaksana Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan. 2) Tipe Mandiri Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan. 3) Tipe Tidak Puas Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan,

kehilangan

daya

tarik

jasmani,

kehilangan

kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.

22

4) Tipe Pasrah Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, melakukan berbagai jenis kegiatan. 5) Tipe Bingung Lansia

yang

sering

kaget,

kehilangan

kepribadian,

mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh. 4. Proses Menua a. Pengertian Menua Menurut sofia (2014), menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di mulai pada satu waktu tertentu, tetapi sejak permulaan kehidupan. Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam strutur dan fungsi tubuh selama masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel atau organ tubuh. Termasuk di dalamnya adalah pengaruh agen patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks sistemik, dapat mempengaruhi/memberi dampak

23

terhadap organ/sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis. (Yuli, 2014) Teori-teori proses menua menurut Yuli (2014), yaitu: 1) Teori Biologi a) Teori Genetik Clock Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik di dalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jam ini sudah

habis

putarannya

maka

akan

menyebabkan

berhentinya proses mitosis. Hal ini di tunjukkan oleh hasil penelitian Yuli (2014), dari teori itu di nyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan

umur

spesiase

mutasi

geneti

(Theory

Errorrcatastrophe). Hal penting lainnya yang perlu di perhatikan dalam menganalisis faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur menurut teori ini terjadi mutasi uprogresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut. b) Teori Error Menurut teori ini proses menua di akibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang

24

kehidupan berakibat

manusia

akibat

kesalahan

kesalahan

metabolisme

tersebut

akan

yang

dapat

mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. Sejalan dengan perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan alami pada sel DNA dan RNA, yang merupakan substansi pembangunan/pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah substansi DNA. c) Teori Autoimun Pada teori ini, penuaan di anggap disebabkan oleh adanya penurunan fungsi sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada Limposit-T, di samping perubahan juga terjadi pada Limposit-B. Perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem imun humoral, yang dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk: -

Menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan perkembangan kanker

-

Menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap patogen.

25

-

Meningkatkan produksi auto antigen, yang berdampak pada semakan meningkatnya resiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan autoimun.

d) Teori Free Radical Teori radikal bebas mengansumsikan bahwa proses menua terjadi akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu di pengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. Yang disebut bebas disini adalah molekul yang memiliki tingkat anfinitas yang tinggi, merupakan molekul, fragmen molekul atau atom dengan elektron yang bebas tidak berpasangan.

Radikal bebas merupakan zat

yang terbentuk dalam tubuh manusia sebagai salah satu hasil kerja metabolisme tubuh, tetapi ia dapat terbentuk akibat: -

Proses

oksigenisasi

lingkungan

seperti

pengaruh

polutan, ozon dan pestisida. -

Reaksi akibat paparan dengan radiasi

-

Sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya. Radikal bebas yang reaktif dapat merusak sel, termasuk

mitokondria, yang akhirnya mampu menyebabkan cepatnya kematian (apoptosis) sel, menghambat proses reproduksi sel. Hal lain yang mengganggu fungsi sel tubuh akibat radikal bebas adalah bahwa radikal bebas yang ada di

26

dalam tubuh dapat menyebabkan mutasi pada transkrip DNA–RNA pada genetik walaupun ia tidak mengandung DNA. Dalam sistem saraf dan jaringan otot, di mana radikal bebas memiliki tingkat afinitas yang relatif tinggi di banding lainnya, terdapat atau di temukan substasi yang di sebut juga dengan Lipofusin, yang dapat digunakan juga untuk mengukur usia kronologis seseorang. e) Wear Teori Biologi Peningkatan menyebabkan

jumlah

kecepatan

kolagen kerusakan

dalam

jaringan

jaringan

dan

melambatnya perbaikan sel jaringan. 2) Teori Psikososial a) Activity Theory (Teori Aktivitas) Teori ini menyatakan bahwa seorang individu harus mampu eksis dan aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan di hari tua. Aktivitas dalam teori ini di pandang sebagai sesuatu yang vital untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan konsep diri yang positif. Teori ini berdasarkan pada asumsi bahwa: -

Aktif lebih baik dari pada pasif

-

Gembira lebih baik dari pada tidak gembira

-

Orang tua merupakan adalah orang yang baik untuk

27

mencapai sukses dan akan memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira. b) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas) Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut usia. c) Disanggement Theory Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat, hubugan dengan individu lain. d) Teori Stratisfikasi Usia Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan. e) Teori Kebutuhan Manusia Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang mencapai kebutuhan yang sempurna. f) Jung Theory Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan. g) Course Of Human Life Theory Seseorang dalam hubugan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.

28

h) Development Task Theory Tiap

tingkat

kehidupan

mempunyai

tugas

perkembangan sesuai dengan usianya. 3) Environmental Theory (Teori Lingkungan) a) Radiation Theory (Teori Radiasi) Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik karena sinar ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-gelombang mikro yang telah menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan perubahan susunan DNA dalam sel hidup atau bahkan rusak dan mati. b) Stress Theory (Teori Stres) Stres fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan pengeluaran

neurotransmiter

tertentu

yang

dapat

mengakibatkan perfusi jaringan menurun sehingga jaringan mengalami kekurangan oksigen dan mengalami gangguan metabolism sel sehingga terjadi penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan eksisitas membrane sel. c) Pollution Theory (Teori Polusi) Tercemarnya tubuh

mengalami

lingkungan

dapat

gangguan

mengakibatkan pada

psioneuroimunologi yang seterusnya mempercepat

system

29

terjadinya proses menua dengan perjalanan proses menua dengan perjalanan yang masih rumit untuk di pelajari. d) Exposure Theory (Teori Pemaparan) Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip dengan sinar ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan DNA sehingga proses penuaan kematian sel bisa terjadi. 5. Aspek Legal Etik Dalam Keperawatan Gerontik a. Introduksi Aspek etik dalam keperawatan geriatrik, seperti halnya dalam bidang keperawatan lain, meliputi nilai kasih sayang, kesetaraan, keadilan, bermartabat, dan kerahasiaan atas hak dan wewenang seseorang sesuai kemampuan dan kapasitas mentalnya (Mauk, 2006). b. Etik Etik merupakan sekumpulan nilai dan aksi moral. Nilai didasarkan pada prinsip yang di miliki oleh perorangan atau kelompok. Aspek etik berhubungan dengan prinsip dan konsep moral yang mengatur mana yang baik dan mana yang buruk. Permasalahan yang muncul pada konsep ini adalah siapakah yang berhak memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk.

30

c. Hukum Aspek legal di dasarkan pada peraturan dan regulasi yang ada pada masyarakat dan bersifat mengikat pada setiap anggotanya. Hukum pada suatu negara adalah sesuatu yang dapat dirubah oleh badan legislatif. Hukum memberikan dasar bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan. Hukum memberikan dasar bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan. Hukum yang ada bisa saja sesuai atau bertentangan dengan nilai etik yang dipegang oleh seseorang. Tabel. Perbandingan Legal dan Etik Etik

Hukum

1. Mengkaji aksi moral dan nilai

1. Peraturan dan regulasi yang

2. Prinsip yang di bentuk dari nilai

perseorang

atau

kelompok, sesuai dengan nilai personal individu.

2. Memberikan dasar peraturan

profesi

dalam

melakukan

personal

kewajibannya, kadang tidak

masing-masing supaya dapat

sesuai dengan nilai personal

memberikan

individu.

keperawatan

nilai

dan bersifat mengingkat.

yang mengikat bagi suatu

3. Penting untuk mengkaji dan memahami

di jadikan penduan formal

ashuan

3. Harus di pahami dan di aplikasikan

dalam

setiap

situasi ketika memberikan

31

ashuan. Catatan: Tingkatan asuhan keperawatan tertinggi, keperawatan holistik, hanya dapat di berikan jika perawat memperhatikan aspek legal dan etik dalam memberikan ashuan keperawatan.

6. Trend Issue Keperawatan Gerontik Trend issue pelayanan keperawatan pada lansia: a. Pengontrolan biaya dalam pelayanan kesehatan 1) Di upayakan sesingkat mungkin di pelayanan kesehatan karena pergeseran pelayanan dari rumah sakit ke rumah (Home Care) 2) Diperlukan perawatan yang kompeten secara teknologi dan transkultural 3) Pemanfaatan caregiver atau pemberdayaan klien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya. b. Peningkatan penggunaan terapi alternatif (terapi modalitas dan terapi komplementer 1) Banyak masyarakat yang memanfaatkan terapi alternatif tetapi tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan 2) Dalam melaksanakan pendidikan kesehatan, perawat sebaiknya mengintegrasikan terapi alternatif kedalam metode praktik pendidikan kesehatan tersebut. 3) Perawat harus memahami terapi alternatif sehingga mampu memberikan pelayanan atau informasi yang bermanfaat agar

32

pelayanan lebih baik. c. Perubahan Demografi 1) Pengembangan model pelayanan keperawatan menjadi holistik model, yang memandang manusia secara menyeluruh. 2) Perawat mempertimbangkan untuk melakukan praktik mandiri 3) Perawat harus kompeten dalam praktik “home care” 4) Perawat memiliki pemahaman keperawatan transkultural (berbasis

budaya)

sehingga

efektif

dalam

memberikan

pelayanan tipe self care. d. Community-based Nursing Care 1) Mampu berkolaborasi dalam tim untuk melakukan pelayanan pada lansia 2) Mampu menggunakan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan komunikasi interdisiplin dengan perawat dan klien 3) Mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan sesuai dengan kode etik keperawatan. C. Asuhan Keperawatan Lansia 1. Pengkajian Keperawatan Gerontik Menurut padila (2013), pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

33

a. Data Demografi Meliputi nama, tanggal lahir, pendidikan terakhir, golongan darah, agama, status perkawinan, alamat, nomor telepon, jenis kelamin, orang dekat yang dapat di hubungi, hubungan dengan lansia, serta alamat dan jenis kelamin orang atau keluarga tersebut. b. Riwayat Keluarga 1) Pasangan: nama, masih hidup atau sudah meninggal, umur, alamat, status kesehatan, pekerjaan, penyebab kematian, jika sudah meninggal, dan tahun meninggal. 2) Anak: nama, masih hidup atau sudah meninggal, alamat, penyebab

kematian

jika

sudah

meninggal,

dan

tahun

meninggal. c. Riwayat Pekerjaan Status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, sumbersumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan, alamat pekerjaan, jarak tempat kerja dari rumah, dan alat transportasi yang digunakan. d. Riwayat Lingkungan Hidup Tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah tingkat, jumlah orang yang tinggal dirumah, derajat privasi, tetangga terdekat, alamat dan nomor telepon, kondisi tempat tinggal.

34

e. Riwayat Rekreasi Hobi atau minat yang disukai, keanggotaan organisasi, liburan perjalanan, dan kegiatan di tempat tinggal. f. Sumber atau sistem pendukung yang digunakan Dokter/perawat/bidan/fisioterapi, rumah sakit, klinik, jarak dari tepat tinggal, pelayanan kesehatan dirumah, makanan yang diantarkan, dan perawatan sehari-hari. g. Kebiasaan Ritual Agama yang dianut, pola istrirahat dan tidur, kebiasaan ibadah, kepercayaan, serta kebiasaan makan. h. Status Kesehatan Saat ini Status kesehatan setahun terakhir, keluhan kesehatan utama, pengetahuan/pemahaman, penatalaksanaan masalah kesehatan, derajat keseluruhan fungsi relatif terhadap maslah kesehatan, dan diagnosis medis, pengkajian riwayat status kesehatan klien antara lain sebagai berikut: 1) Obat-obatan: nama dan dosis obat, waktu dan cara penggunaan, dokter yang member, tanggal resep, serta masalah karena obatobatan. 2) Status imunisasi: tanggal terbaru imunisasi tetanus, difteri, influenza, dan lain-lain. 3) Alergi (allergen dan status spesifik), obat, makanan, kontak dengan substansi, serta faktor lingkungan.

35

4) Penyakit yang diderita. 5) Nutrisi: diet 24 jam, riwayat peningkatan dan penurunan berat badan, masalah dalam pemenuhan nutrisi, serta kebiasaan makan. i. Status Kesehatan Masa Lalu Penyakit masa kanak-kanan: penyakit serius atau kronis, trauma prawatan dirumah sakit (alasan, tanggal, tempat, durasi, dokter, perawat) operasi (jenis, tanggal, tempat, alasan, dokter, hasil, perawat) dan riwayat obstetrik. j. Tinjauan Sistem Tubuh Keadaan umum: kelelahan, perubahan nafsu makan, penurunan berat badan, kesulitan tidur, mudah terserang infeksi bakteri,

penilaian

diri

terhadap

seluruh

status

kesehatan,

kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, tingkat kesadaran secara kualitatif, serta pantau tanda-tanda vital (TTV). 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang di observasi di lapangan (Wilkinson, 2016). Resiko jatuh merupakan meningkatnya kerentangan peristiwa jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik. (Wilkinson, 2016). Menurut Wilkinson (2016), diagnosa keperawatan dari Resiko Jatuh adalah:

36

a. Resiko jauh b. Resiko cedera c. Resiko trauma 3. Perencanaan Keperawatan Perencanaan keperawatan merupakan hal yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien (Padila, 2013). Adapun perencanaan keperawatan untuk diagnosa resiko jatuh dapat dilihat pada lampiran 3 4. Implementasi Menurut Padila (2013), implementasi yaitu, melaksanakan apa yang telah di rencanakan, isinya berupa intervensi-intervensi keperawatan yang telah ditetapkan. a. Buat jadwal yang telah memperlihatkan peristiwa kunci yang di rencanakan akan di laksanakan pada waktu tertentu. b. Buat jadwal deadline yang di penuhi orang yang terlibat dan dapat berguna dalam merumuskan. c. Tindakan mandiri (Independent). d. Tindakan kolaborasi (Interpendent). 5. Evaluasi Proses menilai apa yang telah di capai dan bagaimana telah di capai. Evaluasi merupakan indentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan atau tidak. (Padila, 2013)

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"