BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
2.1 Tujuan 1. Mengetahui dan memahami mekanisme pengaruh larutan terhadap laju korosi. 2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi larutan terhadap laju korosi. 3. Mengetahui dan memahami pengaruh persiapan awal spesimen terhadap laju korosi. 4. Mengetahui dan memahami jenis korosi yang terjadi terhadap jenis larutan yang digunakan. 5. Mengetahui dan memahami produk korosi yang dihasilkan terhadap spesimen yang digunakan. 6. Mengetahui dan memahami mekanisme dari diagram pourbaix.
2.2 Teori Dasar a. Baja Besi murni (ferit) tentulah tidak mengandung karbon. Besi ini relatif lunak dan liat serta mampu tempa, tetapi tidak kuat. Hampir semua besi murni mempunyai suatu kekuatan tarik batas sekitar 40.000 psi. Penambahan karbon ke dalam besi murni dalam jumlah yang berkisar dari 0,05 sampai 1,7 persen, menghasilkan apa yang dikenal sebagai baja. Bila satu atau lebih logam ditambahkan kedalam baja karbon dalam jumlah yang cukup maka akan diperoleh sifatsifat baja yang baru, hasil ini dikenal dengan baja paduan. Logam paduan yang umum digunakan adalah nikel, mangan, krom, vanad, dan molibden. Baja karbon biasanya diklasifikasikan seperti ditunjukkan di bawah ini [12] : 1.
Baja karbon rendah Mengandung karbon antara 0,05 hingga 0,30 wt% C. Memiliki kekuatan luluh (yield strength) 275 MPa (40.000 psi), kekuatan tarik (tensile strength) antara 415 dan 550 MPa (60.000 dan 7
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
80.000 psi), dan keuletan (ductility) dari 25% EL. Relatif lunak dan lemah tetapi memiliki ketangguhan dan keuletan yang luar biasa. Di samping itu, baja karbon rendah memiliki sifat mudah ditempa, mudah di mesin, dan mudah di las. [12] 2.
Baja karbon menengah Memiliki konsentrasi karbon berkisar antara 0,30 hingga 0,60 wt% C. Memiliki tingkat kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja karbon rendah. Mempunyai sifat yang sulit dibengkokkan, di las, dan dipotong. [12]
3.
Baja karbon tinggi Biasanya mengandung karbon sebesar 0,60 hingga 1,4 wt% C. Merupakan baja karbon yang paling sulit untuk dibentuk, ditempa, di las, dan dipotong tetapi memiliki tingkat keuletan paling tinggi. Memiliki sifat yang sangat keras dan tahan aus. Baja karbon tinggi ini biasa digunakan untuk mesin pemotong, pisau, pisau gergaji besi, per (spring), dan kawat baja berkekuatan tinggi. [12]
b. Pengertian Korosi Korosi didefinisikan sebagai penghancuran paksa zat seperti logam dan bahan bangunan mineral media sekitarnya, yang biasanya cair (agen korosif). Ini biasanya dimulai pada permukaan dan disebabkan oleh kimia dan dalam kasus logam, reaksi elektrokimia. Kehancuran kemudian dapat menyebar ke bagian dalam materi. Organisme juga dapat berkontribusi pada korosi bahan bangunan [2] . Selain itu korosi juga dapat diartikan sebagai penurunan mutu logam yang disebabkan oleh reaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungan sekitarnya [3]. [12] Korosi dapat terjadi apabila terdapat empat elemen di bawah ini : 1. Anoda Terjadi reaksi oksidasi, maka daerah tersebut akan timbul korosi M
M+ + e
2. Katoda Terjadi reaksi reduksi, daerah tersebut mengkonsumsi elektron. 3. Ada hubungan (Metallic Pathaway) Tempat arus mengalir dari katoda ke anoda. Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
8
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
4. Larutan (electrolyte) Larutan korosif yang dapat mengalirkan arus listrik, mengandung ion-ion. Agar korosi dapat terjadi, keempat elemen tersebut harus ada. Jika salah satu dari keempat elemen itu tidak ada, maka korosi tidak akan terjadi. Reaksi korosi yang akan terjadi adalah : Anoda : 4 Fe
4Fe2+ + 8e (oksidasi)
Katoda: 4H2O + 2O2 + 8e
8 OH (reduksi)
4Fe2+ + 8OH
4Fe(OH)2
4Fe(OH)2 + O2
2Fe2O3 . 2H2O (karat)
2H+ + 2e
H2 gas (suasana asam).
c. Jenis-jenis korosi 1. Korosi Merata Korosi merata adalah bentuk korosi yang pada umumnya sering terjadi. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya reaksi kimia atau elektrokimia yang terjadi pada permukaan yang bereaksi. Logam menjadi tipis dan akhirnya terjadi kegagalan pada logam tersebut. Sebagai contoh, potongan baja atau seng dicelupkan pada asam sulfat encer, biasanya akan terlarut secara seragam pada seluruh permukaannya. Contoh lain dari korosi merata adalah pada pelat baja atau profil, permukaannya bersih dan logamnya homogen, bila dibiarkan di udara biasa beberapa bulan maka akan terbentuk korosi merata pada seluruh permukaanya. Korosi merata merupakan keadaan kerusakan yang sangat besar terhadap material, namun demikian korosi ini kurang diperhatikan karena umur dari peralatan dapat diperkirakan secara akurat dengan pengujian lain yang lebih sederhana. Korosi merata dapat dilakukan pencegahan dengan cara pelapisan, inhibitor dan proteksi katodik. [13] 2. Korosi Atmosfer Korosi ini terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda padat khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara terbuka. [13] Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
9
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
3. Korosi Galvanis Korosi galvanis adalah jenis korosi yang terjadi ketika dua macam logam yang berbeda berkontak secara langsung dalam media korosif. Logam yang memiliki potensial korosi lebih tinggi akan terkorosi lebih hebat dari pada kalau ia sendirian dan tidak dihubungkan langsung dengan logam yang memiliki potensial korosi yang lebih rendah. Logam yang memiliki potensial korosi yang lebih rendah akan kurang terkorosi dari pada kalau ia sendirian dan tidak dihubungkan langsung dengan logam yang memiliki potensial korosi yang lebih tinggi. Pada kasus ini terbentuk sebuah sel galvanik, dengan logam yang berpotensial korosi lebih tinggi sebagai anoda dan logam yang berpotensial korosi lebih rendah sebagai katoda. [13] 4. Korosi Regangan Korosi ini terjadi karena pemberian tarikan atau kompresi yang melebihi batas ketentuannya. Kegagalan ini sering disebut retak karat regangan (RKR). Sifat retak jenis ini sangat spontan (tiba-tiba terjadinya), regangan biasanya bersifat internal atau merupakan sisa hasil pengerjaan (residual) seperti pengeringan, pengepresan dan lainlain. [13] 5. Korosi Celah Korosi celah ialah sel korosi yang diakibatkan oleh perbedaan konsentrasi zat asam. Karat ini terjadi, karena celah sempit terisi dengan elektrolit (air yang pHnya rendah) maka terjadilah suatu sel korosi dengan katodanya permukaan sebelah luar celah yang basa dengan air yang lebih banyak mengadung zat asam dari pada bagian sebelah dalam celah yang sedikit mengandung zat asam sehingga bersifat anodik. Korosi celah termasuk jenis korosi lokal. Jenis korosi ini terjadi pada celah-celah konstruksi, seperti kaki-kaki konstruksi, drum maupun tabung gas. Korosi jenis ini juga dapat dilihat pada celah antara tube Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
10
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
dari Heat Exchanger dengan tubesheet-nya. Adanya korosi bisa ditandai dengan warna coklat di sekitar celah. Tipe korosi ini terjadi akibat terjebaknya elektrolit sebagai lingkungan korosif di celah-celah yang terbentuk diantara peralatan konstruksi. [13] 6. Korosi Sumuran Korosi sumuran juga termasuk korosi lokal. Jenis korosi ini mempunyai bentuk khas yaitu seperti sumur, sehingga disebut korosi sumuran. Arah perkembangan korosi tidak menyebar ke seluruh permukaaan logam melainkan menusuk ke arah ketebalan logam dan mengakibatkan konstruksi mengalami kebocoran. Walaupun tidak sampai habis terkorosi, konstruksi tidak dapat beroperasi optimal, bahkan mungkin tidak dapat dipergunakan lagi karena kebocoran yang timbul. Korosi sumuran sering terjadi pada stainless-steel, terutama pada lingkungan yang tidak bergerak (stasioner) dan non-oksidator (tidak mengandung oksigen). [13] 7. Korosi Erosi Korosi erosi adalah proses korosi yang bersamaan dengan erosi/abrasi. Korosi jenis ini biasanya menyerang peralatan yang lingkungannya adalah fluida yang bergerak, seperti aliran dalam pipa ataupun hantaman dan gerusan ombak ke kaki-kaki jetty. Keganasan fluida korosif yang bergerak diperhebat oleh adanya dua fase atau lebih dalam fluida tersebut, misalnya adanya fase liquid dan gas secara bersamaan, adanya fase liquid dan solid secara bersamaan ataupun adanya fase liquid, gas dan solid secara bersamaan. Kavitasi adalah contoh erosion corrosion pada peralatan yang berputar di lingkungan fluida yang bergerak, seperti impeller pompa dan sudu-sudu turbin. Erosion / abrassion corrosion juga terjadi di saluran gas-gas hasil pembakaran. [13] 8. Korosi Arus Liar Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
11
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
Prinsip serangan karat arus liar ini adalah merasuknya arus searah secara liar tidak sengaja pada suatu kosntruksi baja, kemudian meninggalkannya kembali menuju sumber arus. [13] 9. Korosi Pelarutan Selektif Korosi pelarutan selektif ini meyangkut larutnya suatu komponen dari zat paduan yang biasa disebut pelarutan selektif. Zat komponen yang larut selalu bersifat anodik terhadap komponen yang lain. Walaupun secara visual tampak perubahan warna pada permukaan paduan namun tidak tampak adanya kehilangan materi berupa takik, Perubahan dimensi, retak atau alur. [13] 10. Hydrogen Attack Hydrogen attack mengakibatkan logam menjadi rapuh akibat penetrasi hidrogen ke kedalaman logam. Peristiwa perapuhan ini biasa disebut dengan “Hydrogen Embrittlement”. Logam juga bisa retak oleh invasi hidrogen. Belum diketahui bagaimana hidrogen bisa merusak logam secara kimiawi ataupun secara elektrokimia. [13] 11. Korosi Mikrobiologis Korosi
ini
disebabkan
oleh
mikroorganisme
yang melakukan
metabolisme secara langsung dengan logam sehingga hasil akhir akan menimbulkan korosi, atau dapat pula hasil reaksinya membuat lingkungan yang korosif. Contohnya mikroba sulfat an-aerobic atau Desulfofibrio desulfuricans. [13] 12. Korosi Titik Embun Karat titik embun ini disebabkan oleh faktor kelembaban yang menyebabkan titik embun atau kondensasi, tanpa adanya unsur kelembaban relatif, segala macam kontaminan (zat pencemar) tidak akan atau sedikit sekali menyebabkan karat. Titik embun ini sangat korosif sekali terutama di daerah dekat pantai dimana banyak partikel
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
12
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
air asin yang berhembus dan mengenai permukaan metal atau di daerah kawasan industri yang kaya akan pencemaran udara. [13] 13. Korosi Antar Batas Butir Di daerah batas butir memilki sifat yang lebih reaktif. Banyaksedikitnya batas butir akan sangat mempengaruhi kegunaan logam tersebut. Jika semakin sedikit batas butir pada suatu material maka akan menurunkan kekuatan material tersebut. Jika logam terkena karat, maka di daerah batas butir akan terkena serangan terlebih dahulu dibandingkan daerah yang jauh dari batas butir. Serangan yang terjadi pada daerah batas butir dan daerah yang berdekatan dengan batas butir hal ini biasa disebut intergranular corrosion. Intergranular corrosion dapat terjadi karena adanya kotoran pada batas butir, penambahan pada salah satu unsur paduan, atau penurunan salah satu unsur di daerah batas butir. Sebagai contoh paduan besi dan alumunium, dimana kelarutan besi lambat maka akan terjadi serangan pada batas butir. Beberapa kegagalan pada baja karbon telah terjadi karena intergranular corrosion. Ini terjadi dalam lingkungan dimana paduan harus memiliki ketahanan korosi yang sangat baik. Ketika baja dipanaskan pada suhu kira-kira antara 950 ͦF sampai 1450 ͦF, baja tersebut akan peka atau rentan terhadap intergranular corrosion. Sebagai contoh untuk menghindari terjadinya intergranular corrosion, maka prosedur kepekaan di panaskan pada suhu 1200 ͦF selama satu jam. Kebanyakan teori tentang terjadinya intergranular corrosion didasarkan pada kehilangan atau penipisan kromium di daerah batas butir. Penambahan kromium pada baja akan meningkatkan ketahanan korosi diberbagai kondisi lingkungan. Umumnya penambahan tersebut berkisar 10% kromium untuk pembuatan baja karbon tahan karat. Jika kromium secara efektif diturunkan ketahanan terhadap korosi akan berkurang. [13] Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
13
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Korosi
Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi secara umum antara lain, yaitu : 1. Suhu Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik dari partikel-partikel yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi) juga akan makin cepat, begitu juga sebaliknya. [2] 2. Kecepatan Alir Fluida Atau Kecepatan Pengadukan Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran fluida bertambah besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan semakin besar sehingga ion-ion logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam akan mengalami kerapuhan (korosi). [2] 3. Konsentrasi Bahan Korosif Hal ini berhubungan dengan pH atau keasaman dan kebasaan suatu larutan. Larutan yang bersifat asam sangat korosif terhadap logam dimana logam yang berada didalam media larutan asam akan lebih cepat terkorosi karena karena merupakan reaksi anoda. Sedangkan larutan yang bersifat basa dapat menyebabkan korosi pada reaksi katodanya karena reaksi katoda selalu serentak dengan reaksi anoda. [2] 4. Oksigen Adanya oksigen yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan dengan permukaan logam yang lembab. Sehingga kemungkinan menjadi korosi lebih besar. Di dalam air (lingkungan terbuka), adanya oksigen menyebabkan korosi. [2] 5. Waktu Kontak Aksi inhibitor diharapkan dapat membuat ketahanan logam terhadap korosi lebih besar. Dengan adanya penambahan inhibitor kedalam Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
14
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
larutan, maka akan menyebabkan laju reaksi menjadi lebih rendah, sehingga waktu kerja inhibitor untuk melindungi logam menjadi lebih lama. Kemampuan inhibitor untuk melindungi logam dari korosi akan hilang atau habis pada waktu tertentu, hal itu dikarenakan semakin lama waktunya maka inhibitor akan semakin habis terserang oleh larutan. [2] e. Mekanisme terbentuknya sel korosi Secara umum mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan berawal dari logam yang teroksidasi di dalam larutan, dan melepaskan elektron untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif. Larutan akan bertindak sebagai katoda dengan reaksi yang umum terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi O2, akibat ion H+ dan H2O yang tereduksi. Reaksi ini terjadi dipermukaan logam yang akan menyebabkan pengelupasan akibat pelarutan logam ke dalam larutan secara berulangulang. [2]
Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya sel korosi
Mekanisme korosi yang terjadi pada logam besi (Fe) dituliskan sebagai berikut : Fe(s) + H2O(l) + ½ O2(g) → Fe(OH)2 (s) Fero hidroksida [Fe(OH)2] yang terjadi merupakan hasil sementara yang dapat teroksidasi secara alami oleh air dan udara menjadi ferri hidroksida [Fe(OH)3], sehingga mekanisme reaksi selanjutnya adalah : 4 Fe(OH)2(s) + O2(g) + 2H2O(l) → 4Fe(OH)3 (s)
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
15
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
Ferri hidroksida yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3 yang berwarna merah kecoklatan yang biasa kita sebut karat. Reaksinya adalah: 2Fe(OH)3 → Fe2O3 + 3H2O f. Pengaruh Ion Klorida Terhadap Korosi Aqueous Baja Korosi pada baja karbon antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi ion agresif seperti ion klorida (Cl-). Konsentrasi ion klorida yang makin tinggi akan semakin meningkatkan kecenderungan terjadinya korosi. [2] Ion klorida kebanyakan bertindak sebagai ion triger atau ion agresif karena
kemampuannya
yaitu
menghancurkan
lapisan
pasif
pada
permukaan baja karbon dan mempercepat laju korosinya. Ion klorida bukan merupakan unsur ilmiah yang terdapat dalam air, namun biasanya ditambahkan untuk mengontrol perkembangan organisme air. Ketika terlarut di dalam air, maka ion klorida akan berubah menjadi asam hipoklorit (HClO) dan asam klorida (HCl), yang mana akan menurunkan nilai pH. [2] Ion klorida dikenal memiliki efek perusak terhadap baja karbon. Kebanyakan ion tersebut memiliki kemampuan untuk terserap di permukaan logam dan berinterferensi membentuk lapisan pasif. Pitting merupakan jenis serangan utama yang terjadi akibat ion klorida. Area kecil dimana ion Cl- terserap di permukaan logam merupakan daerah anodik menuju lapisan oksida pasif katodik yang luas. Ketika proses mulai, reaksi hidrolisis ion logam dari reaksi anodik menyebabkan penurunan pH, yang mana menghambat perbaikan lapisan film dan mempercepat serangan. Baja karbon akan terkorosi di dalam air yang mengandung klorida terutama dalam bentuk korosi uniform dibandingkan dalam bentuk localized attack. [2] Pengaruh ion klorida terhadap laju korosi tergantung kation larutan konsentrasi garam. Adanya perbedaan laju korosi pada larutan garam Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
16
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
seperti Lithium chloride (LiCl), Sodium chloride (NaCl), dan Potassium chloride (KCl) dikarenakan perbedaan kelarutan oksigen pada masingmasing larutan garam. Jadi, pengaruh konsentrasi satu komponen dapat di pengaruhi oleh variabel lingkungan lainnya pada korosi aqueous. [2] g. Pengaruh pH Terhadap Korosi Aqueous Baja Nilai pH pada air (elektrolit) dapat berbeda dengan pH aktual di permukaan logam tergantung dari reaksi yang terjadi di permukaan. Reduksi oksigen akan menghasilkan ion OH- yang dapat meningkatkan nilai pH, namun di bawah deposit produk korosi nilai pH dapat ditekan. Ketika pH air (elektrolit) moderate (pH = 5), korosi uniform merupakan serangan dominan yang akan semakin meningkat dengan penurunan pH. Pada pH 4 atau < 4 maka lapisan oksida proteksi terlarut dan terekspose di permukaan metal. Korosi akan semakin cepat terjadi karena kadar oksigen terlarut berkurang pada permukaan logam di pH rendah. Kedua reaksi yaitu evolusi hidrogen dan reduksi oksigen menjadi reaksi katodik. Pada peningkatan pH di atas 4, besi oksida terpresipitasi dari larutan ke bentuk deposit. Korosi uniform secara tiba-tiba menurun, namun di bawah deposit mulai terbentuk Fe2O3 di permukaan metal. Reaksi anodiknya adalah sebagai berikut : Fe + 3H2O
Fe(OH)3 + 3H+ + 3e-
Fe + 2H2O
FeO(OH) + 3H+ + 3e-
Fe + 3/2H2O
Fe2O3 + 3H+ + 3e-
Deposit tersebut bersifat sebagai penahan difusi oksigen ke permukaan logam. Pada peningkatan pH, deposit oksida besi berubah dari sedikit bersifat adherent di pH 6 menjadi keras dan kuat pada pH > 8. Mekanisme korosi baja pada HCl yaitu laju korosi tinggi pada semua konsentrasi asam di pH < 3. Adanya ion klorida berfungsi mempercepat laju korosi. Laju korosi meningkat dengan adanya konsentrasi ion hidrogen (penurunan pH). [2] Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
17
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
Mekanisme proses korosi berdasarkan variabel pH untuk baja yang laju korosi meningkat pada pH yang sangat rendah, laju korosi tidak tergantung pH pada range pH netral, laju korosi menurun dengan peningkatan pH, dan akhirnya laju korosi meningkat kembali pada pH yang sama tinggi. Reaksi anodik baja karbon yaitu : Fe
Fe2+ + 2e-
Hal penting bahwa pH berpengaruh terhadap korosi baja karbon pada pH rendah bukan hal sederhana. Hal tersebut dikarenakan persamaan kinetik berhubungan dengan laju korosi. Selain itu, misalnya adanya ion tambahan seperti ion Cl- kemungkinan meningkatkan timbulnya localized attack contohnya pitting, crevice corrosion, and Stress Corrosion Cracking (SCC). [2] h. Pengaruh Oksigen Terlarut Terhadap Korosi Aqueous Baja Proses korosi pada besi baja pada temperatur kamar membutuhkan oksigen terlarut netral dan alkali akan stabil tanpa kehadiran oksigen. Adanya proses agitasi ataupun stirring dapat meningkatkan transport pelarutan oksigen dan meningkatkan laju korosi. Peningkatan temperatur awalnya meningkatkan laju korosi mencapai dua kali lipat dengan kenaikan temperatur setiap 30℃, namun pada temperatur >80℃ solubility pelarutan oksigen dapat menurunkan laju korosi. [2] Perbedaan transport oksigen terlarut menghasilkan perbedaan sel differensial aerasi, yang akan menghasilkan korosi terlokalisasi pada permukaan besi atau baja pada temperatur kamar. Oksigen terlalu sering mempunyai variabel access untuk tujuan berbeda pada permukaan yang lebih besar. pH yang lebih rendah terdapat di daerah anoda (di bawah deposit karat oksida) sedangkan di sekelilingnya merupakan daerah katoda (ber-pH tinggi) yang dihasilkan dari reaksi reduksi oksigen terlarut. [2] Apabila dibandingkan dengan logam non-ferrous, seperti copper dan zinc, maka perilaku korosi pada baja karbon sedikit sensitif terhadap Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
18
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
kualitas air. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa produk dari reaksi anodik pada baja karbon bersifat tidak protektif. Laju korosi pada baja dikontrol oleh katodik, yaitu suplai oksigen terlarut. [2] i.
Laju Korosi Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Dalam perhitungan laju korosi, satuan yang biasa digunakan adalah mm/th (standar internasional) atau mill/year (mpy, standar British). Tingkat ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki niai laju korosi antara 1 – 200 mpy. Gambar 2.3 di bawah ini adalah penggolongan tingkat ketahanan material berdasarkan laju korosinya
Gambar 2.3 Penggolongan ketahanan material terhadap laju korosi.
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang. Kelebihan metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama. Pengujian laju korosi dengan metode elektrokimia dengan polarisasi dari potensial korosi bebasnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday seperti di bawah ini : Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
19
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
Dimana : K = Konstanta ( 0,129 untuk mpy, 0,00327 untuk mmpy ) a = Berat atom logam terkorosi (gram) i = Kerapatan arus ( µA/cm2 ) n = Jumlah elektron valensi logam terkoros D = Densitas logam terkorosi (gram/cm3 )
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
20
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
2.3 Metodologi Praktikum 2.3.1 Skema Proses
Gambar 2.4 Skema proses pengaruh berbagai larutan terhadap korosi
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
21
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
2.3.2 Penjelasan Skema Proses 1. Alat dan bahan yang dibutuhkan selama kegiatan praktikum disiapkan. 2. Spesimen dilakukan persiapan awal permukaan secara mekanik, yaitu dengan mengamplas spesimen dari amplas yang kasar hingga halus yaitu, 80 mesh, 200 mesh, 400 mesh, 600 mesh, 800 mesh, 3. Spesimen diukur dimensi awal nya menggunakan jangka sorong, dan berat awal spesimen ditimbang dengan menggunakan neraca. 4. Spesimen
dilakukan
persiapan
awal
secara
kimiawi,
yaitu
mencelupkan spesimen kedalam larutan aqua dm (rinsing), NaOH (degreasing), aqua dm (rinsing), HCl (Pickling), aqua dm (rinsing), lalu disemprotkan dengan alkohol diseluruh bagian permukaan spesimen. 5. Jenis larutan yang akan di uji pengaruh korosinya dibuat dengan konsentrasi tertentu pada gelas kimia, HCl 0,3 M, NaOH 0,3 M, aqua dm, NaCl 0,3 M, K2CrO4 0,3 M. 6. Kawat tembaga disiapkan, dan dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu, dicat dengan menggunakan kutex pada sebagian permukaan kawat tembaga. 7. Kawat tembaga dililitkan pada spesimen, dan beri kutex lagi pada kawat tembaga yang dirasa telah menipis permukaan kutex nya. 8. Setiap spesimen dicelupkan kedalam gelas kimia yang telah berisi larutan yang telah dibuat sebelumnya. 9. Potensial dan pH meter di catat dan dihitung selama 1 × 24 jam selama 7 hari, dan dihitung serta di plot kan pada diagram pourbaix. 10. Spesimen dikeringkan, berat akhir spesimen ditimbang dengan menggunakan neraca analitik, dan dimensi akhir spesimen diukur dengan jangka sorong.
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
22
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
11. Analisa perubahan yang terjadi setiap hari terhadap kondisi larutan, hingga kondisi spesimen. 12. Buat kesimpulan berdasarkan kegiatan percobaan yang telah dibuat.
2.3.3 Gambar Proses No. Gambar Proses
Keterangan
1.
Persiapan awal spesimen secara mekanik dengan menggunakan amplas kasar hingga halus.
2.
Spesimen ditimbang dengan neraca dan diukur dengan jangka sorong.
3.
Persiapan awal spesimen secara kimiawi rinsing, degreasing, rinsing, pickling, rinsing, alkohol.
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
23
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
4.
Grup 5
Larutan yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi dan volume tertentu. NaOH 0,3 M 250 ml
NaCl 0,3 M
Aqua dm
250 ml
HCl 0,3 M
K2CrO4 0,3M
250 ml
250 ml
5.
Lapisi kawat tembaga dengan kutex secukupnya.
Kawat tembaga kutex 6.
Kawat tembaga yang telah di beri kutex di lilitkan pada spesimen.
7. Spesimen dimasukkan ke dalam 5 larutan yang berbeda.
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
24
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
8.
Grup 5
Cek potensial dan pH larutan setiap 1×24 jam selama 7 hari lalu plotkan pada diagram pourbaix
9.
Ukur dimensi dan timbang berat akhir spesimen
10.
Analisa perubahan yang terjadi pasa spesimen, catat dan buat kesimpulan
Gambar 2.5 Proses pengaruh berbagai larutan terhadap korosi
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
25
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
2.4 Alat dan Bahan 2.4.1 Alat 1.
Gelas kimia 250 ml
: 5 buah
2.
Neraca analitik
: 1 buah
3.
Neraca digital
: 1 buah
4.
Spatula
: 1 buah
5.
Kaca arloji
: 1 buah
6.
Batang pengaduk
: 1 buah
7.
Potensiometer
: 1 buah
8.
pH meter
: 1 buah
9.
Jangka sorong
: 1 buah
10. Reference electrode
: 1 buah
11. Gelas ukur
: 1 buah
12. Pipet tetes
: 1 buah
13. Botol semprot
: 1 buah
2.4.2 Bahan 1.
Larutan HCl 0,3 M
: 250 ml
2.
Larutan NaCl 0,3 M
: 250 ml
3.
Larutan NaOH 0,3 M
: 250 ml
4.
Larutan K2CrO4
: 250 ml
5.
Amplas 80 mesh
: secukupnya
6.
Amplas 200 mesh
: secukupnya
7.
Amplas 400 mesh
: secukupnya
8.
Amplas 600 mesh
: secukupnya
9.
Amplas 800 mesh
: secukupnya
10. Kawat tembaga
: secukupnya
11. Kutex
: secukupnya
12. Aqua dm
: secukupnya
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
26
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
13. Spesimen Baja ST 37
Grup 5
: 5 buah
2.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data 2.5.1 Pengumpulan Data 1.
Data Awal Pengamatan Tabel 2.1 Data awal pengamatan
No. Larutan Panjang (mm) P0 1.
NaOH
61,1
0,3 M 2.
HCl
60,3
0,3 M 3.
NaCl
59,9
0,3 M 4.
P1 60,3
60,9
60,5
Lebar
Tebal
(mm)
(mm)
L0 41,1
41,1
40,2
K2CrO4 61,6 60,4 40
L1 41,3
41,0
40,2
Luas (mm2)
T0 T1
A1
1
1
5226,82
1
1
5159,46
1
1
5016,16
40,5 1
1,1 5131,2
A2 5159,46
5197,2
5065,6
Berat (mg)
W0 22187,7
22290,3
21932,9
W1 22120
W 67,7
20520 1778,3
21900
32,9
5915,38 21985,3 21983
-23,9
4967,44 21426
-23,9
0,3 M 5.
H2O
60
59,9 40,6 39,8 1
1
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
5073,2
21450
27
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
1.
Grup 5
Data Pengamatan Visual, Potensial, dan pH NaOH 0,3M Tabel 2.2 Data pengamatan visual, potensial, dan pH NaOH
No
Tanggal
Gambar Intensitas Korosi dalam
Potensial
Larutan
(v)
. Depan 1
pH
Pengamatan Visual
Belakang
2/12/2018
-0,549
10,20
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Belum terkorosi 4. Warna larutan bening 5. Warna spesimen abu
2
3/12/2018
0,3828
10,69
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Permukaan berminyak 4. Bening 5. Abu-abu
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
28
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
3
4/12/2018
0,3676
Grup 5
10,52
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Terkorosi hampir menyeluruh 4. Bening 5. Abu-abu
4
5/12/2018
-0,3522
10,49
1. Tidak ada gelembung 2. Sedikit endapan 3. Korosi secara keseluruhan 4. Putih keruh 5. Abu keorenan
5
6/12/2018
-0,3144
10,55
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Korosi secara keseluruhan 4. Bening 5. Abu gelap kekuningan
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
29
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
6
7/12/2018
-0,3325
Grup 5
10,49
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Terkorosi keseluruhan 4. bening 5. Abu gelap kekuningan
7
8/12/2018
-0,3559
10,38
1. Tidak ada gelembung 2. Sedikit endapan 3. Terkorosi keseluruhan 4. Bening 5. Abu gelap kekuningan
2.
Data Pengamatan Visual, Potensial, dan pH HCl 0,3M Tabel 2.3 Data pengamatan visual, potensial, dan pH HCl
No
Tangga
.
l
1
2/12/20
Ganbar Intensitan Korosi dalam Larutan Depan
Belakang
18
Potensial
pH
Pengamatan Visual
6,73
1. Ada gelembung
(v) -0,807
2. Tidak ada endapan 3. Belum terkorosi 4. Warna larutan
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
30
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
bening 5. Warna spesimen abu 2
3/12/20
-0,6172
4,39
18
1. Ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Korosi terjadi dibagian tertentu saja 4. Bening 5. Abu-abu
3
4/12/20
-0,4064
4,46
18
1. Sedikit gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Terkorosi sebagian 4. Bening 5. Abu-abu
4
5/12/20 18
-0,5817
4,63
1. Terdapat gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Tidak terkorosi 4. Bening 5. Hitam
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
31
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
5
6/12/20
-0,5336
4,42
18
Grup 5
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Spesimen menghitam 4. bening 5. Hitam
6
7/12/20
-0,6053
4,74
18
1. Sedikit gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Spesimen menghitam 4. Larutan bening 5. Hitam
7
8/12/20 18
0,7345
5,08
1. Sedikit gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Spesimen menghitam 4. Larutan oren 5. Hitam
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
32
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
3.
Grup 5
Data Pengamatan Visual, Potensial, dan pH NaCl 0,3M Tabel 2.4 Data pengamatan visual, potensial, dan pH NaCL 0,3 M
No
Tanggal
Ganbar Intensitan Korosi dalam
Potensial
Larutan
(v)
. Depan 1
pH
Pengamatan Visual
6,02
1. Tidak ada
Belakang
2/12/2018
-0,6773
gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Belum terkorosi 4. Warna larutan bening 5. Warna spesimen abu
2
3/12/2018
-0,7777
7,20
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Terkorosi bintik-bintik hampir seluruh permukaan 4. Putih keruh keorenan 5. Abu bintik oren
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
33
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
3
4/12/2018
0,6161
7,35
Grup 5
1. Tidak ada gelembung 2. Sedikit endapan 3. Korosi bintik terdistribusi 4. Keruh kekuningan 5. Abu bintik oren
4
5/12/ 2018
0,3389
7,44
1. Tidak ada gelembung 2. Sedikit endapan 3. Korosi bintik terdistribusi 4. Keruh kekuningan 5. Abu bintik oren
5
6/12/2018
0,5831
8,3
1. Tidak ada gelembung 2. Sedikit endapan 3. Terkorosi bulat jingga 4. Keruh kekuningan 5. Abu gelap bintik jingga
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
34
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
6
7/12/2018
-0,6479
7,84
Grup 5
1. Tidak ada gelembung 2. Sedikit endapan 3. Permukaan terkorosi banyak 4. Keruh kekuningan 5. Abu bintik oren
7
8/12/ 2018
0,7454
7,46
1. Tidak ada gelembung 2. Sedikit endapan 3. Permukaan terkorosi banyak 4. Putih keruh keorenan 5. Abu oren
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
35
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
4. Data pengamatan visual potensial dan pH larutan Aqua dm Tabel 2.2 Data pengamatan visual potensial dan pH larutan aqua dm
No.
Tanggal
Ganbar Intensitas Korosi
Potensial
dalam Larutan
(v)
Depan 1
pH
Pengamatan Visual
6,02
1. Tidak ada
Belakang
2/12/ 2018
-0,6773
gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Belum terkorosi 4. Warna larutan bening 5. Warna spesimen abu 2
3/12/2018
0,7777
7,20
1. Tidak ada gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Terkorosi bintikbintik hampir seluruh permukaan 4. Putih keruh keorenan 5. Abu bintik oren
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
36
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
3
4/12/2018
0,6161
7,35 1.
Grup 5
Tidak ada gelembung
2.
Sedikit endapan
3.
Korosi bintik terdistribusi
4
5/12/2018
0,3389
4.
Keruh kekuningan
5.
Abu bintik oren
7,44 1.
Tidak ada gelembung
2.
Sedikit endapan
3.
Korosi bintik terdistribusi
5
6/12/2018
0,5831
8,3
4.
Keruh kekuningan
5.
Abu bintik oren
1.
Tidak ada gelembung
2.
Sedikit endapan
3.
Terkorosi bulat jingga
4.
Keruh kekuningan
5.
Abu gelap bintik jingga
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
37
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
6
7/12/2018
-0,6479
7,84
1.
Grup 5
Tidak ada gelembung
2.
Sedikit endapan
3.
Permukaan terkorosi banyak
7
8/12/2018
0,7454
7,46
4.
Keruh kekuningan
5.
Abu bintik oren
1.
Tidak ada gelembung
2.
Sedikit endapan
3.
Permukaan terkorosi banyak
4.
Putih keruh keorenan
5.
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
Abu oren
38
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
5. Data Pengamatan visual potensial dan pH larutan K2CrO4 0,3 M Tabel 2. 3 Data pengamatan visual, potensial, dan pH larutan K 2Cr O4
No.
Tanggal
Ganbar Intensitan Korosi dalam
Poten
Larutan
sial
Depan 1
2/12/
pH
Pengamatan Visual
(v)
Belakang
-0,128
7,84
1. Tidak ada
2018
gelembung 2. Tidak ada endapan 3. Belum terkorosi 4. Oren muda 5. Abu
2
3/12/201
-
8
0,159 7
7,99
1. Tidak ada gelembung 2.
ada endapan
3. Terkorosi dibagian terentu 4. Oren muda 5. kekuningan
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
39
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
3
7,97
Grup 5
4/12/201
-
1. Tidak ada
8
0,177
gelembung
8
2. Ada endapan 3. Kekuningan seluruhnya 4. Oren muda 5. Kekuningan
4
5/12/201
-
8
0,176
7,44
1. Tidak ada gelembung
4
2. Ada endapan 3. Terkorosi hampir seluruh permukaan 4. Oren pekat 5. Abu oren
5
6/12/201
-
8
0,144 3
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
8,3
1.
Tidak ada gelembung
2.
Ada endapan
3.
kekuningan
4.
larutan kuning
5.
Abu kekuningan
40
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
6
7/12/201
-
8
0,124
7,96
Grup 5
1. Tidak ada gelembung
4
2. Banyak endapan 3. Korosi kekuningan di permukaan 4. Oren tua 5. Abu kekuningan
7
8/12/201
-
7,98
1. Tidak ada
8
0,119
gelembung
2
2. terdapat banyak endapan 3. Korosi di seluruh permukaan 4. Oren tua 5. Abu kekuningan
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
41
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
2.5.2
Grup 5
Pengolahan Data 1. Pembuatan Larutan a. Larutan NaOH 0,3M g 1000 × Mr NaOH 250 g 1000 0,3 = × 40 250 0,3×40×250 g= = 3 gram 1000 M=
b. Larutan HCl 0,3M g 1000 × Mr HCl 250 g 1000 0,3 = × 36,5 250 M=
g=
0,3×36,5×250 = 2,7375 gram 1000
c. Larutan NaCl 0,3M g 1000 × Mr NaCl 250 g 1000 0,3 = × 58,5 250 M=
g=
0,3×58,5×250 = 4,3875 gram 1000
d. Larutan K2CrO4 M =
g 1000 × Mr K2 CrO4 250
g 1000 × 194 250 0,3×194×250 g = =14,55 1000 0,3 =
2. Luas permukaan spesimen a. Luas permukaan spesimen larutan NaOH A0 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
42
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
A0 = 2(61,1×41,1) + 2(61,1×1) + 2(41,1×1) A0 = 2(2511,21) + 2(61,1) + 2(41,1) A0 = 5022,42+122,2+82,2 A0 = 5226,82 mm2 A1 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A1 = 2(60,3×41,1)+2(60,3×1)+2(41,1×1) A1 = 2(2478,33)+2(60,3)+2(41,1) A1 = 4956,66+120,6+82,2 A1 = 5159,46 mm2 b. Luas permukaan spesimen larutan HCl 0,3M A0 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A0 = 2(60,3×41,1)+2(60,3×1)+2(41,1×1) A0 = 2(2478,33)+2(60,3)+2(41,1) A0 = 4956,66+120,6+82,2 A0 = 5159,46 mm2 A1 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A1 = 2(60,9×41,0) + 2(60,9×1) + 2(41,1×1) A1 = 2(2496,9) + 2(60,9) + 2(41,1) A1 = 4993,2 + 121,8 + 82,2 A1 = 5197,2 mm2 c. Luas permukaan spesimen larutan NaCl 0,3M A0 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A0 = 2(59,9×40,2) + 2(59,9×1) + 2(40,2×1) A0 = 2(2407,98) + 2(59,9) + 2(40,2) A0 = 4815,96 + 119,8 + 80,4 A0 = 5016,16 mm2 A1 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A1 = 2(60,5×40,2) + 2(60,5×1) + 2(40,2×1) Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
43
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
A1 = 2(2432,1) + 2(60,5) + 2(40,2) A1 = 4864,2 + 121 + 80,4 A1 =5065,6 mm2 d. Luas permukaan spesimen larutan H2O A0 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A0 = 2(60×40,6) + 2(60×1) + 2(40,6×1) A0 = 2(2436) + 2(60) + 2(40,6) A0 = 4872 + 120 + 81,2 A0 = 5073,2 mm2 A1 = 2(p×l)+2(p×t)+2(l×t) A1 = 2(59,9×39,8)+2(59,9×1)+2(39,8×1) A1 = 2(2384,02)+2(59,9)+2(39,8) A0 = 4768,04 + 119,8 + 79,6 A0 = 4967, 44 mm2 e. Luas permukaan spesimen larutan K2CrO4 A0 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A0 = 2(61,6×40) + 2(61,6×1) + 2(40×1) A0 = 2(2464) + 2(61,6) + 2(40) A0 = 5131,2 mm2 A1 = 2(p×l) + 2(p×t) + 2(l×t) A1 = 2(60,4×40,5) + 2(60,4×1,1) + 2(40,5×1,1) A1 = 2(2446,2) + 2(66,44) + 2(445,15) A1 = 4892,2+132,88+890,3 A1 = 5915,38 mm2 3. Laju Korosi a. Laju Korosi NaOH CR =
534 × W ρ×A×t
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
44
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
CR=
Grup 5
534 ×67,7 2,13 × 7,9971 × 168
CR = 12,6330 mpy b. Laju Korosi HCl CR =
534 × 1778,3 ρ ×A×t
CR =
534×1778,3 1,15 × 8,0556 × 168
CR = 610,126 mpy c. Laju Korosi NaCl CR =
534 × W ρ×A×t
CR =
534 × 32,9 2,16 × 7,8516 × 168
CR = 6,166 mpy d. Laju Korosi K2CrO4 CR =
534 × W ρ×A×t
CR =
534 × 2,3 2,73 × 232,8889 × 168
CR = 0,011 mpy e. Laju Korosi H2O CR =
534 × 2,3 ρ×A×t
CR =
534 × 23,9 1 × 4967,44 × 168
CR = 0,015 mpy 4. Konversi Ag-AgCl RE a. Larutan NaOH Hari Ke-1 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 352,8 mV Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
45
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
V=
Grup 5
- 352,8 = −0,3528 1000
V = -0,3528 - 0,197 = -549 V Hari ke-2 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 185,8 mV V=
- 185,8 = −0,1858 1000
V = -0,1858 - 0,197 = -0,3828 V Hari ke-3 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 170,6 mV V=
- 170,6 1000
= −0,1706
V = -0,170,6 - 0,197 = -0,3676 V Hari ke-4 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 155,2 mV V=
- 155,2 = −0,1552 1000
V = -0,1552 - 0,197 = -0,3522 V Hari ke-5 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 117,9 mV V=
- 117,9 = -0,1179 1000
V = -0,1179 - 0,197 = -0,3119 V Hari ke-6 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 135,5 mV V=
- 135,5 = -0,1355 1000
V = -0,1355 - 0,197 = -0,3225 V Hari ke-7 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 158,9 mV V=
- 158,9 = -0,1589 1000
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
46
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
V = -0,1589- 0,197 = -0,3559 V b. Larutan HCl Hari Ke-1 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 610,0 mV V=
- 610,0 = −0,6100 1000
V = -0,6100 - 0,197 = -0,8070 V Hari ke-2 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 420,2 mV V=
- 420,2 = −0,4202 1000
V = -0,4202 - 0,197 = -0,6172 V Hari ke-3 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 209,4 mV V=
- 209,4 = −0,2094 1000
V = -0,2094 - 0,197 = -0,4064 V Hari ke-4 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 384,7 mV V=
- 384,7 = −0,3847 1000
V = -0,3847 - 0,197 = -0,5817 V Hari ke-5 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 336,6 mV V=
- 336,6 = -0,3366 1000
V = -0,3366 - 0,197 = -0,5336 V Hari ke-6 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 408,3 mV V=
- 408,3 = -0,4083 1000
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
47
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
V = -0,4083 - 0,197 = -0,6053V Hari ke-7 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 542,5 mV V=
- 542,5 = -0,5425 1000
V = -0,5425 - 0,197 = -0,7325 V c. Larutan NaCl Hari Ke-1 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 610,6 mV V=
- 610,6 = −0,6106 1000
V = -0,6106 - 0,197 = -0,8076 V Hari ke-2 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 522,9 mV V=
- 522,9 = −0,5229 1000
V = -0,5229 - 0,197 = -0,7199 V Hari ke-3 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 616,3 mV V=
- 616,3 = −0,6163 1000
V = -0,6163 - 0,197 = -0,8133 V Hari ke-4 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 279,9 mV V=
- 279,9 = −0,2799 1000
V = -0,2799 - 0,197 = -0,4719 V Hari ke-5 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 440,7 mV V=
- 440,7 = -0,4407 1000
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
48
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
V = -0,4407 - 0,197 = -0,5831V Hari ke-6 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 509,2 mV V=
- 509,2 = -0,5092 V 1000
V = -0,5092 - 0,197 = -0,7062 V Hari ke-7 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 576,3 mV V=
- 576,3 = -0,5763 1000
V = -0,5763 - 0,197 = -0,7733 V d. Larutan H2O Hari Ke-1 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 480,3 mV V=
- 480,3 = −0,4803 1000
V = -0,4083 - 0,197 = -0,6773 V Hari ke-2 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 580,7 mV V=
- 580,7 = −0,5807 1000
V = -0,5807 - 0,197 = -0,7777 V Hari ke-3 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 419,1 mV V=
- 419,1 1000
= −0,4191
V = -0,4191 - 0,197 = -0,6161 V Hari ke-4 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 141,9 mV V=
- 141,9 = −0,141,9 1000
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
49
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
V = -0,141,9 - 0,197 = -0,3389 V Hari ke-5 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 386,1 mV V=
- 386,1 = -0,3861 1000
V = -0,3861 - 0,197 = -0,5831V Hari ke-6 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 450,9 mV V=
- 450,9 = -0,4509 1000
V = -0,4509 - 0,197 = -0,6479V Hari ke-7 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = - 548,4 mV V=
- 548,4 = -0,5484 1000
V = -0,548,4 - 0,197 = -0,7454V e. Larutan K2CrO4 Hari ke-1 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = -64 mV V=
- 64 = -0,064 1000
V = -0,064 - 0,197 = -0,261 V Hari ke-2 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = 37,3 mV V=
37,3 = 0,0373 1000
V = 0,0373 −0,197 = -0,1597 V Hari ke-3 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = 19,2 mV V=
19,2 = 0,0192 1000
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
50
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
V = 0,0192 - 0,197 = -01778 V Hari ke-4 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = 20,6 mV V=
20,6 = 0,0206 1000
V = 0,0206 - 0,197= -0,1764 V Hari ke-5 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = 51,7 mV V=
51,7 = 0,0517 1000
V = 0,0517 - 0,197 = -0,1443 V Hari ke-6 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = 72,6 mV V=
72,6 = 0,0726 1000
V = 0,0726 - 0,197 = -0,1244 V Hari ke-7 V ( Ag-AgCl ) Pengukuran = 77,8 mV V=
77,8 = 0,0778 1000
V = 0,0778-0,197= -0,1192 V 5. Persamaan Reaksi a. Pembuatan larutan NaCl(s) + H2O(l)
NaCl(aq) + H2O(aq)
HCl(l) + H2O(l)
HCl(aq) + H2O(aq)
NaOH(s) + H2O(l)
NaOH(aq) + H2O(aq)
K2CrO4(s) + H2O(l)
K2CrO4(aq) + H2O(aq)
b. Reaksi korosi yang terjadi 2 Fe(s) + 4 H2O(l)
2Fe2+ + 2H2(g) + 4OH-(aq)
4 Fe(s) + 12 H2O(l)
4Fe2+ + 6H2(g) + 12OH-(aq)
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
51
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
6. Diagram pourbaix a. Larutan NaOH 0,3 M
Gambar 2. 6 Diagram pourbaix NaOH 0,3 M
Keterangan : Warna merah
: hari ke-1
Warna oren
: hari ke-2
Warna kuning
: hari ke-3
Warna hijau
: hari ke-4
Warna ungu
: hari ke-5
Warna merah muda
: hari ke-6
Warna biru muda
: hari ke-7
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
52
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
b. Larutan NaOH 0,3 M
Gambar 2.7 Diagram pourbaix larutan NaOH 0,3 M
Keterangan : Warna merah
: hari ke-1
Warna oren
: hari ke-2
Warna kuning
: hari ke-3
Warna hijau
: hari ke-4
Warna ungu
: hari ke-5
Warna merah muda
: hari ke-6
Warna biru muda
: hari ke-7
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
53
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
c. Larutan NaCl 0,3 M
Gambar 2. 8 Diagram pourbaix larutan NaCl 0,3 M
Keterangan : Warna merah
: hari ke-1
Warna oren
: hari ke-2
Warna kuning
: hari ke-3
Warna hijau
: hari ke-4
Warna ungu
: hari ke-5
Warna merah muda
: hari ke-6
Warna biru muda
: hari ke-7
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
54
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
d. Larutan K2CrO4
Gambar 2. 9 Diagram pourbaix larutan K2CrO4 0,3 M
Keterangan : Warna merah
: hari ke-1
Warna oren
: hari ke-2
Warna kuning
: hari ke-3
Warna hijau
: hari ke-4
Warna ungu
: hari ke-5
Warna merah muda
: hari ke-6
Warna biru muda
: hari ke-7
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
55
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
e. Larutan H2O
Gambar 2.10 Diagram pourbaix larutan aqua dm
Keterangan : Warna merah
: hari ke-1
Warna oren
: hari ke-2
Warna kuning
: hari ke-3
Warna hijau
: hari ke-4
Warna ungu
: hari ke-5
Warna merah muda
: hari ke-6
Warna biru muda
: hari ke-7
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
56
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
2.6
Grup 5
Analisa dan Pembahasan Pada praktikum kali ini membahas mengenai pengaruh berbagai jenis
larutan terhadap laju korosi yang terjadi pada spesimen ST 37, adapun jenis larutan yang digunakan pada kali ini yaitu NaOH 0,3 M, NaCl 0,3 M, HCl 0,3 M, aqua dm, K2CrO4 0,3 M. Pembersihan spesimen secara mekanik menggunakan amplas bertujuan untuk membersihkan pengotor oksida dan organik yang masih menempel pada permukaan spesimen, amplas yang digunakan yaitu amplas kasar hingga halus dengan ukuran mesh tertentu, yang bertujuan untuk membersihkan pengotor hingaa meratakan permukaan spesimen menggunakan amplas halus. Spesimen harus diamplas searah untuk meratakan goresan pada spesimen akibat gesekan antara amplas dan spesimen, dan arah pengamplasan diubah menjadi 90℃ apabila mesh amplas yang digunakan lebih halus, yang bertujuan untuk meratakan lagi spesimen setelah dilakukan pengamplasan. Setelah di bersihkan secara mekanik, spesimen ditimbang dan diukur dimensi awalnya untuk dimasukkan kedalam data pengamatan awal, data ini akan menjadi perbandingan setelah dilakukannya proses pengkorosian. Setelah diukur dan ditimbang, spesimen dilakukan pembersihan secara kimiawi dengan menggunakan larutan kimia, yaitu menggunakan aqua dm (rinsing) yang bertujuan untuk membilas spesimen dan membersihkan spesimen dari sisa amplas dan sisa larutan kimia lain setelah melalui pencelupan, NaOH (degreasing) yang bertujuan untuk membersihkan pengotor organik seperti debu dan minyak yang masih menempel pada spesimen, HCl (pickling) yang berfungsi untuk menghilangkan pengotor oksida yang masih menempel pada spesimen, dan terakhir disemprot alkohol untuk membersihkan lagi spesimen dari pengotor oksida karena prinsipnya memiliki gugus fungsi OH- setelah itu baru siap dimasukkan kedalam larutan uji. Ada 5 jenis larutan yang digunakan pada praktikum ini, yang pertama yaitu larutan NaOH 0,3 M. larutan NaOH yang merupakan jenis basa kuat dengan Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
57
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
range pH yang dimiliki berkisar antara 8-14. Dalam kondisi basa proses laju korosi terjadi tidak secepat dalam kondisi asam, sebab OH- tidak terlalu reaktif bereaksi dengan Fe, akan tetapi semakin meningkat pH juga berpengaruh sebab keelektronegatifan dan ionisasi larutan semakin tinggi, dan membuat larutan mudah untuk tereduksi dan membentuk produk korosi. Larutan kedua yang diuji yaitu larutan HCl 0,3 M. larutan ini bersifat asam dengan range pH 0-6,8. Ion klorida yang dimiliki oleh larutan ini sangat korosif sekali terhadap Fe, dan membentuk FeCl3. FeCl3 merupakan salah satu produk korosi yang disebabkan oleh faktor pH larutan. Ion Cl- sangat agresif menyerang lapisan luar dari permukaan logam hingga menuju struktur dalam material. Proses terjadinya korosi semakin cepat apabila konsentrasi Cl- semakin tinggi sehingga ionisasi Cl- dalam larutan semakin tinggi dan menyerang Fe serta merusak lapisan pasivasi logam Fe, bentuk serangan yang terjadi pada ion Cl- biasanya uniform corrosion atau pitting corrosion. Larutan yang ketiga yaitu larutan NaCl, larutan ini termasuk jenis garam, gabungan dari asam kuat dan basa kuat, dengan range
pH netral. Jenis
lingkungan yang mengandung unsur garam tinggi sangat berbahaya bagi material, sebab kandungan garam yang memiliki konduktivitas yang tinggi sehingga mempercepat laju korosi pada baja Fe tersebut. Konsentrasi elektrolit yang tinggi juga dapat meningkatkan pergerakan elektron sehingga bisa mempercepat laju reaksi korosi baja Fe tersebut. Larutan yang ke-empat yaitu larutan K2CrO4. Larutan jenis ini termasuk larutan alkali yang memiliki sifat oksidator tinggi. Dengan sifat oksidator yang tinggi memiliki unsur oksigen yang tinggi. Pengaruh lingkungan dengan kadar oksigen tinggi bisa mempercepat laju korosi yang ditimbulkan pada baja Fe tersebut. Perbedaan potensial antara lingkungan O2 dengan Fe juga dapat mempercepat laju korosi yang terjadi, perbedaan potensial pada anoda dan katoda yang disertai oleh pengaruh oksigen dan air juga mempercepat laju korosi berdasarkan beda potensial dan kereaktifan terhadap permukaan spesimen. Jenis Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
58
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
korosi yang terjadi pada larutan dengan kadar oksigen tinggi yaitu tipe uniform corrosion. Larutan terakhir yang digunakan yaitu aqua dm, dengan memiliki kandungan H2O murni yag cukup tinggi, air yang memiliki tingkat kelembapan yang tinggi dapat mempercepat laju korosi yang terjadi pada baja Fe. Adanya kandungan oksigen juga pada air yang prinsipnya sama seperti kandungan oksigen pada K2CrO4. Tingkat kelembapan serta kandungan oksigen yang tinggi menyebabkan laju korosi yang terjadi semakin meningkat. Mayoritas jenis korosi yang terjadi pada aqua dm yaitu uniform corrosion, crevice corrosion, pitting corrosion. Data yang dihasilkan berdasarkan pengamatan 7 hari di masukkan kedalam diagram pourbaix. Pada diagram ini memuat 3 zona pada proses terjadinya korosi, mulai dari zona pasivasi, zona korosi, dan zona kebal. Pada zona pasivasi dimana material tidak akan terkorosi karena ada lapisan pasivasi sebagai proteksi pada material tersebut, pada zona korosi dimana zona yang berbahaya sebab pada zona ini reaksi katodik anodik yang mempercepat laju reaksi sedang terjadi, sedangkan pada zona kebal dimana Fe berdiri sendiri tanpa ion sehingga tidak mudah berikatan dengan unsur apapun.
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
59
BAB II PENGARUH BERBAGAI LARUTAN TERHADAP KOROSI
Grup 5
2.7 Kesimpulan dan Saran 2.7.1 Kesimpulan 1.
Jenis larutan berdasarkan pH dan keelektronegatifan sangat berpengaruh terhadap laju korosi yang terjadi pada spesimen baja Fe.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi antara lain, pH, suhu, keelektronegatifan, perbedaan potensial, kandungan oksigen, dan kandungan ion klorida.
3.
Persiapan awal secara mekanik bertujuan untuk membersihkan spesimen dari pengotor oksida kasar dan organik, sedangkan kimiawi bertujuan untuk membersihkan sisa pengotor oksida yang tidak bisa dibersihkan oleh amplas dan membersihkan pengotor organik dan anorganik.
4.
Pada larutan yang memiliki ion klorida tinggi, mayoritas korosi yang terjadi yaitu pitting corrosion. Pada larutan dengan tingkat kelembapan tinggi dan oksigen tinggi biasanya terjadi korosi jenis uniform corrosion, crevice corrosion.
5.
Diagram pourbaix menyatakan pengaruh nilai pH terhadap potensial nya dan pada data diplotkan spesimen daerah tertentu pada diagram pourbaix.
2.7.2 Saran 1. APD
diperlukan
untuk
meningkatkan
etos
K3
didalam
laboratorium. 2. Ketelitian alat ditingkatkan untuk mendekatkan akurasi data pada saat percobaan.
Laporan Akhir Praktikum Korosi T.A 2018/2019
60