Bab Ii.docx

  • Uploaded by: Widya Simanjuntak
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,500
  • Pages: 16
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................4 2.1

Definisi Herpes Zoster......................................................................................................4

2.2

Epidemiologi Herpes Zoster.............................................................................................4

2.3

Faktor Risiko Herpes Zoster.............................................................................................4

2.4

Gejala Klinis Herpes Zoster..............................................................................................4

2.5

Patosifiologi Herpes Zoster...............................................................................................8

2.6

Diagnosis Herpes Zoster...................................................................................................9

2.7

Tatalaksana Herpes Zoster..............................................................................................10

2.8

Komplikasi Herpes Zoster...............................................................................................11

BAB III STATUS PASIEN............................................................................................................12 BAB IV KESIMPULAN...............................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................17

1

BAB I PENDAHULUAN

Herpes zoster atau shingles, dampa atau cacar ular telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster (VZV). Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 2-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen. Infeksi pada mata terjadi jika reaktivasi virus berada pada ganglion sensoris dari nervus trigeminus (N.V), meskipun masuknya virus dari luar juga mungkin dapat terjadi. Reaktivasi terjadi saat imunitas seluler terhadap virus menurun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anakanak, tetapi terjadi konstan pada usia 20-50 tahun dan lebih tinggi pada usia >60 tahun. Faktor risiko lainnya adalah pengobatan dengan kortikosteroid, terapi radiasi, imunosupresi, transplantasi organ dan penyakit sistemik seperti SLE, AIDS, leukemia, atau lymphoma. Pada orang dewasa muda lebih sering terjadi reaktivasi dikarenakan penggunaan obat imunosupresif 2

dan meningkatnya AIDS pada usia ini. Oleh sebab itu, karena herpes zoster dapat terjadi pada orang dengan AIDS, maka tes sindroma ini diindikasikan pada pasien dibawah 50 tahun. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi infeksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik. Prognosis umumnya baik tergantung pada factor predisposisi yang mendasari. Pada herpes zoster oftalmikus prognosis tergantung pada perawatan dan pengobatan secara dini.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Zoster Herpes Zoaster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit mukosa, infeksi ini merupakan reaktifasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. 2.2 Epidemiologi Herpes Zoster Penyebaran sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster. Insidensi Herpes Zoster 1,5-3 orang per 1000 penduduk pada semua usia dan 7-11 orang per 1000 penduduk per tahunnya pada usia lebih 60 tahun di Eropa dan Amerika Utara. Terdapat lebih dari 1 juta kasus Herpes Zoster di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan rata-rata 3-4 kasus per 1000 penduduk. 2.3 Faktor Risiko Herpes Zoster 1. Pajanan Virus Varisela Zoster Dengan adanya riwayat infeksi virus Varisela Zoster sebelumnya, berpotensi mengakibatkan reaktivasi kembali. 2. Usia dan Imunosupresif Herpes Zoster cenderung menyerang orang pada usia lanjut, berusia diatas 60 tahun dan penderita penyakit imunosupresif seperti penderita HIV/AIDS, leukimia, lupus, limfoma, transplantasi organ dan yang menjalani radioterapi, kemotrapi. 2.4 Gejala Klinis Herpes Zoster Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder. 4

Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena Bila menyerang cabang oftalmikus N. V disebul herpes zoster oftalmik. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan optikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.

Gambar 2 : Sindrom Ramsay Hunt Bila menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N. V cabang atas disebut herpes zoster frontalis. Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Bila menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster torakalis. Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster abdominalis/ lumbalis 5

Lesi kulit TIPE Papul ( 24 jam ) → bula – vesikel (48 jam ) → pustul ( 96 jam ) → krusta ( 7 – 10 hari ). Lesi baru berlanjut untuk muncul sampai dengan 1 minggu, Lesi nekrotik dan gangrene terkadang muncul. WARNA Edema Eritematous didasari dengan lapisan vesikel yang jernih dan terkadang hemoragic. Jika disertai ulkus dan sikatrik maka terdapat infeksi sekunder.

Gambar 1 : Herpes Zoster BENTUK Bula – vesikel dengan bentuk oval dan bulat terkadang umbilikasi. DISTRIBUSI Unilateral PREDILEKSI  Thoraks > 50%  Trigeminal 10 – 20 %  Pada penderita HIV biasanya multidermatomal LOKASI Bisa di semua tempat, paling sering pada servikal IV dan lumbal II 6

Efloresensi/sifat-sifatnya : Lesi biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan Ietak saraf yang terinfeksi virus.

2.5 Patosifiologi Herpes Zoster Predisposisi pada klien pernah menderita cacar, sistem imun yang lemah Reaktivitas virus varisella Zoster Penurunan antibody tubuh Infeksi primer

Proses Infeksi Virus

Menuju ganglia radiks dorsalis

Virus masuk dan menetap didalam susunan tepi syaraf kulit

Proses infeksi merangsang akumulasi monosit, makrofak, sel T helper dan fibroblas

Pelepasan sitokinin, I-1 dan IL-5 Menetap pada priode latin dan Jika teraktivasi virus akan turun tidak terdeteksi 7 Terjadi replikasi virus pada Menempatkan diri primer, dan melalui serabut saraf ferifer Pada kulit mucul lesi Merangsang saraf-saraf vagus dan Timbul rasa panas gatal dan Gangguan rasa nyaman lesi tempat masuk virus bereproduksi di dalam kulit, Merangsangprostaglandin hipotalamus kulit dan menimbulkan lepuh-lepuh kecil berisi cairan Pembentukan Sampai timbul mengirimkan sinyal keotakdi nyeri priode nyeri Muncul Kerusakan lesi, erosi integritas dan krusta kulit Hipertermi Invasi kedalam selaput lendir visera meningkatkan suhu tubuh dan berkelompok otak teraktivasi

2.6 Diagnosis Herpes Zoster Pada kebanyakan kasus, setelah satu sampai dua hari tetapi pada beberapa kasus bisa sampai bermingu-minggu setelah gejala tersebut muncul akan diikuti oleh munculnya tanda berupa lesi pada kulit. Rasa nyeri dan lesi pada kulit biasanya muncul pada ekstrimitas, tetapi dapat juga muncul pada wajah, mata, maupun bagian tubuh lain. Lesi awal terlihat mirip dengan lesi yang tampak pada cacar air, namun lesi pada herpes zoster terbatas bada dermatum, yang biasanya akan tampak seperti ikat pinggang atau berupa garis yang terletak unilateral dan tidak melewati garis tengah tubuh. Lesi yang muncul bilateral biasanya terjadi pada kasus immunocompromised. Zoster sine herpete (zoster tanpa herpes) adalah pasien yang memiliki semua gejala herpes zoster tanpa penampakan lesi (Long MD dkk., 2013).

8

Selanjutnya, lesi berubah menjadi vesikel yang membentuk blister kecil yang dipenuhi oleh eksudat serous, pada fase ini gejala berupa demam dan malaise masih berlanjut. Pada akhirnya lesi berubah menjadi lebih gelap karena terisi darah, dan menjadi krusta setelah 7-10 hari. Biasanya krusta akan lepas dengan sendirinya dan penampakan kulit kembali normal. Namun pada beberapa kasus, setelah proses blisterring yang lama, akan meninggalkan bekas berupa scar dan perubahan warna kulit menjadi lebih gelap pada dermatum yang terkena (Kumano Y, 1995). Diagnosa Herpes zoster biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat kasus dan gambaran klinisnya yang khas, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium direkomendasikan jika gambaran klinis tidak khas atau untuk menentukan status imun terhadap varicella zoster virus (VZV) pada orang yang beresiko tinggi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi Tzank smear dimana untuk membedakan antara herpes simplex virus (HSV) dan varicella zoster virus (VZV). Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa IGM antibodi spesifik yang hanya muncul ketika seseorang mengalami cacar air atau herpes zoster dan tidak muncul ketika virus dalam

keadaan

laten. Pada

pemeriksaan

lebih

canggih,

dapat

dilakukan

dengan

pemeriksaan DNA virus yang menggunakan mikroskop elektron untuk partikel virus.

2.7 Tatalaksana Herpes Zoster Episode herpes zoster sebagian besar adalah self-limited dan dapat sembuh tanpa intervensi. Namun penyakit ini menyebabkan kesakitan yang cukup tinggi dan dapat menyebabkan komplikasi, oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat. Penyakit ini cenderung memberikan gejala yang lebih ringan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa

(Camila, 2010). Terapi antiviral untuk

herpes zoster

dapat mengurangi waktu

pembentukan vesikel baru, jumlah hari yang diperlukan untuk menjadi krusta, dan perasaan tidak nyaman atau nyeri akut. Semakin awal antiviral diberikan, semakin efektif untuk mencegah postherpetic neuralgia. Idealnya, terapi dimulai dalam jangka waktu 72 jam setelah onset, selama 7-10 hari. Antiviral oral berikut direkomendasikan (Elston dkk., 2010). : 1) Acyclovir 800 mg PO 5 kali sehari selama 7-10 hari 2) Famciclovir 500 mg PO 9

3 kali sehari selama 7 hari 3) Valacyclovir 1000 mg PO 3 kali sehari selama 7 hari Penelitian non randomised placebo controlled triali untuk pengobatan nyeri akut herpes zoster

menunjukan

adanya

pengaruh

signifikan

pemberian

kombinasi antiviral

dan

analgesik dalam jangka waktu 2-3 minggu onset untuk mencegah komplikasi postherpetic neuralgia. Pengobatan primer untuk nyeri akut herpes zoster adalah (Elston dkk., 2010). : 1) Neuroaktif agen (contoh : antidepresan tricyclic [TCAs] Amytriptiline) 2) NSAIDs 3) Opioid Analgesic 4) Antikonvulsan Diantara analgesik tersebut, antikonvulsan memiliki efikasi yang terendah sedangkan Amytriptilin memiliki efikasi yang tertinggi (Elston dkk., 2010). Masuk Rumah Sakit (MRS) direkomendasikan untuk pasien dengan keadaan berikut (Elston dkk., 2010). : 1) Gejala berat (nyeri berat dan lesi yang blister) 2) Pesien imunocompressive 3) Presentasi atipikal (contoh : myelitis) 4) Keterlibatan 2 atau lebih dermatum 5) Superinfeksi bakteri khususnya pada wajah 6) Herpes zoster desiminata (mengenai organ lain selain kulit) 7) Keterlibatan optalmikus 8) Keterlibatan meningoensepalitis 2.8 Komplikasi Herpes Zoster

10

Presentase

komplikasi

yang

timbul

dari

kasus

herpes

zoster

adalah

7,9%

postherpetic neuralgia. 2,3% infeksi bakteri, 1,6% komplikasi okular (herpes zoster opthalmicus), 0,9% motor neuropati, dan 0,5% neuropati motorik, 0,5% meningitis, dan 0,2% herpes zoster oticus (Zareba G, 2005).

BAB III STATUS PASIEN A.

Identitas Pasien Nama

: Ny.RG

Jenis Kelamin : Perempuan Usia B.

: 50 tahun

Riwayat Penyakit Keluhan Utama

: Bintil-bintil berisi cairan yang kemerahan yang terasa panas dan perih di lengan, punggung, dan dada sejak 4 hari yang lalu. 11

Telaah

: Pasien datang dengan keluhan bintil-bintil berisi cairan yang

kemerahan yang terasa panas dan perih di lengan, punggung, dan dada sejak 4 hari yang lalu. Awalnya pasien mengeluh nyeri pada sendi-sendinya dan demam. Selanjutnya timbul bintil-bintil merah berisi cairan dan berkelompok di lengan kanan, dada, dan punggung sebelah kanan. Pasien sudah berobat ke Pukesmas dan diberikan Acyclovir. Keluhan tambahan : -

C.

Riwayat penyakit terdahulu

:-

Riwayat penyakit keluarga

:-

Riwayat penggunaan obat

: Acyclovir

Pemeriksaan Fisik Status generalisata Keadaan umum Kesadaran : Compos Mentis Tanda Vital Tekanan darah : 120/90 Nadi : 80 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Suhu : 37˚C Keadaan Spesifik Kepala : Normocepahli Mata : Anemia -/-, ikterus -/THT : dalam batas normal Leher : dalam batas normal Thorax : Cor : S1 S2 normal, reguler, murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, Ronchi -/-, wheezing -/Abodomen : dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : dalam batas normal

12

Status Dermatologis Ruam: Vesikel dan pustul eritematosa multipel berbatas tegas dengan krusta ukuran milliar sampai lentikular pada thorax, ekstremitas atas, dan punggung. D.

Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan

E.

Resume Pasien datang dengan keluhan bintil-bintil berisi cairan yang kemerahan yang terasa panas dan perih di lengan, punggung, dan dada sejak 4 hari yang lalu. Awalnya pasien mengeluh nyeri pada sendi-sendinya dan demam. Selanjutnya timbul bintil-bintil merah berisi cairan dan berkelompok di lengan kanan, dada, dan punggung sebelah kanan. Pasien sudah berobat ke Pukesmas dan diberikan Acyclovir.. Pada pemeriksaan fisik dijumpai vesikel dan pustul eritematosa multipel berbatas tegas dengan krusta ukuran milliar sampai lentikular pada thorax, ekstremitas atas, dan punggung

F.

Diagnosa Banding 1. Herpes Zooter 2. Zosteriform Herpes Simplex 3. Zosteriform Cutaneous Metastasis

13

G.

Diagnosis Kerja Herpes Zoster

H.

Pemeriksaan Anjuran Tzancksmear Kultur Virus Serologi

I.

Penatalaksanaan Medikamentosa : Zovirax tablet 5x800mg Pregabalin tablet 1x75mg Mupirocin cream 2x1 Edukasi :  Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, jenis penyakit, penyebab, perjalanan penyakit, sampai ke prognosisnya.  Cara penggunaan obat, kontrol kembali jika obat habis untuk mengevaluasi pengobatan.

J.

Prognosis Ad vitam: Bonam Ad functionam: Dubia ad bonam Ad sanactionam: Dubia ad bonam

14

BAB IV KESIMPULAN Seorang pasien, perempuan berusia 50 tahun datang dengan keluhan bintil-bintil berisi cairan yang kemerahan yang terasa panas dan perih di lengan, punggung, dan dada sejak 4 hari yang lalu. Awalnya pasien mengeluh nyeri pada sendi-sendinya dan demam. Selanjutnya timbul bintil-bintil merah berisi cairan dan berkelompok di lengan kanan, dada, dan punggung sebelah kanan. Pasien sudah berobat ke Pukesmas dan diberikan Acyclovir.. Pada pemeriksaan fisik dijumpai vesikel dan pustul eritematosa multipel berbatas tegas dengan krusta ukuran milliar sampai lentikular pada thorax, ekstremitas atas, dan punggung. Dengan diagnosa kerja Herpes Zoster dan tatalaksana yang diberikan Zovirax tablet 5x800mg, Pregabalin tablet 1x75mg, Mupirocin cream 2x.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, 2015. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UI 2. Jhonson, Robert W. Dworkin, Robert H. Treatment of Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia. 2003. New York. 3. Susan B, Wolff K. Goldsmith LA, Katz SI, et al: Numular Eczema and Lichen Simplex Chronic/Prurigo Nodularis Varicella and Herpes Zoster, Fitzpatrick’S Dermatology in general medicine, 7 ed. London: McGraw-Hill Education, 2014. 4. Pusponegoro Erdina HD, Hanny Nilasari, dkk. Buku Panduan Herpes Zoster Indonesia, 2014 5. Moon

JE.

Herpes

Zoster.

eMedicine

World

Medical

Library:

http://www.emedicine.com/med/topic1007.htm [diakses pada tanggal 22 Maret 2019]. 6.

16

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Definisi Hz.docx
November 2019 26
Bab Ii.docx
November 2019 14
Presentation2.pptx
November 2019 14
Pathway Herpes Zoster.docx
November 2019 19
Amblyopia.docx
November 2019 11