BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1
Konsep Dasar Kepatuhan 2.1.1.1 Pengertian Patuh
adalah
sikap
positif
individu
yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan secara berarti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidak patuhan merupakan suatu kondisi pada individu atau kelompok yang
sebenarnya
mau melakukannya, tetapi dapat
dicegah untuk melakukannya oleh faktor-faktor yang menghalangi
ketaatan
perawat
adalah
anjuran,
prosedur
terhadap
anjuran.
perilaku perawat atau
Kepatuhan
terhadap
suatu
yang
harus
peraturan
dilakukanatau ditaati.Tingkat kepatuhan adalah besar kecilnya
penyimpangan
dibandingkan ditetapkan
dengan
pelaksanaan standar
pelayanan
pelayanan
yang
anjuran (Nurbaiti, 2004 dalam John Feri,
2011). Kepatuhan adalah suatu prilaku manusia yang taat terhadap
aturan, perintah, prosedur dan disiplin (John
Feri, 2011). Kepetuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan
atau
loyalitas.
12
Kepatuhan yang
dimaksud
13
disini adalah ketaatan dalam pelaksanaan prosedur tetap
yangtelah
seseorang
dibuat
dan
melaksanakan
suatu
merupakan cara
tingkat
atauberprilaku
sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelasakan ketaatan atau pasrahpada tujuan yang telah di tentukan (Bastable, 2012). Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada situasi
ketika
perilaku
seorang
individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan dalam suatu brosur
promosi
kesehatan
melalui suatu kampanye
media massa (Ian & Marcus, 2011). Para Psikolog tertarik pada pembentukan jenisjenis
faktor-faktor kognitif
dan
afektif
apa
yang
penting untuk memprediksi kepatuhan dan juga penting perilaku yang tidak patuh. Pada waktu-waktu belakangan ini istilah kepatuhan telah digunakan sebagai pengganti bagi
pemenuhan karena
pengelolaan
pengaturan
ia diri
mencerminkan yang
nasehat pengobatan (Ian & Marcus, 2011).
suatu
lebih mengenai
14
Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven, 2012).Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur dan disiplin.Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai
seorang
yang profesional
terhadap
suatu
anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau
ditaati
(Ega
Lestari
&
Rosyidah,
2011).
Kepatuhan adalah ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan (Bastable, 2012). Kepatuhan dapat disimpulkan yaitu suatu prilaku seseorang yang taat terhadap peraturan yang telah ditentukan dalam suatu prosedur. 2.1.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut Kozier (2010), faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut: 2.1.1.2.1 Motivasi klien untuk sembuh 2.1.1.2.2 Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan 2.1.1.2.3 Persepsi keparahan masalah kesehatan 2.1.1.2.4 Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit 2.1.1.2.5 Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus
15
2.1.1.2.6 Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi 2.1.1.2.7
Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak membantu
2.1.1.2.8
Kerumitan , efek samping yang diajukan Warisan
budaya
tertentu
yang
membuat
kepatuhan menjadi sulit dilakuan 2.1.1.2.9
Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan
dengan
penyediaan
layanan
kesehatan Sedangkan menurut Neil (2012), Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian: 2.1.1.2.1
Pemahaman Tentang Instruksi Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika
iasalah paham tentang instruksi yang
diberikan padanya. Lcydan Spelman (dalam Neil, 2012) menemukan bahwa lebihdari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan
oleh
kegagalan
professional
kesehatan dalam memberikan informasi yang
16
lengkap, penggunaan istilah-istilah media dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien. 2.1.1.2.2
Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara professional kesehatan danpasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch &
Negrete
(Dalam
Neil,
2012)telah
mengamati 800 kunjungan orang tua dan anakanaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles.
Selama
mewawancarai memastikan
14hari
ibu-ibu apakah
tersebut ibu-ibu
mereka untuk tersebut
melaksankan nasihat-nasihat yang diberikan dokter, mereka menemukan bahwaada kaitan yang erat antara kepuasaan ibu terhadap konsultasi
dengan
seberapa
jauh
mereka
mematuhi nasihat dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasaan ibu. Jadi konsultasi yang pendek tidak akan menjadi perhatian interaksi.
tidak
produktif
untuk
jika
meningkatkan
diberikan kualitas
17
2.1.1.2.3
Isolasi Sosial dan Keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan
tentang program
pengobatan
yang dapat mereka terima. Pratt(dalam Neil, 2012) telah memperhatikan bahwa peran yang dimainkan
keluarga
dalam
pengembangan
kebiasaan kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak
mereka. Keluarga juga memberi
dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit. 2.1.1.2.4
Keyakinan, Sikap dan Keluarga Becker (dalam Neil, 2012) telah membuat suatu usulan
bahwa
model
keyakinan
kesehatan
berguna
untuk memperkirakan
adanya
ketidak
patuhan.
menggambarkan
kegunaan
model
Mereka tersebut
dalam suatu penelitian bersama Hartman dan Becker
(2010)
ketidakpatuhan
yang terhadap
memperkirakan ketentuan
untukpasien hemodialisa kronis. 50 orang pasien dengan gagalginjal kronis tahap akhir
18
yang harus mematuhi program pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan cairan,
pengobatan,
dialisa.
Pasien-pasien
tersebut tentang keyakinan kesehatan mereka dengan menggunakan suatu model. Hartman dan
Becker menemukan bahwa pengukuran
dari tiap-tiap dimensi yangutama dari model tersebut sangat berguna sebagai peramal dari kepatuhan terhadap pengobatan. 2.1.1.3 Cara-cara Mengurangi Ketidakpatuhan Dinicola
dan
mengusulkan
Dimatteo
(dalam
Neil,
2012)
rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan
pasien antara lain: 2.1.1.3.1 Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyakdari pasien yang tidak patuh yang
memiliki
nasihat-nasihat
tujuan pada
untuk mematuhi awalnya.
Pemicu
ketidakpatuhan dikarenakan jangka waktu yang cukup lamaserta kesehatan
yang
paksaan
dari
menghasilkan efek
tenaga negatif
pada penderita sehingga awal mula pasien mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi
19
tidak patuh. Kesadaran diri sangat dibutuhkan dari diri pasien. 2.1.1.3.2 Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, sehingga perlu dikembangkan suatu
strategi
mengubah
yang
bukanhanya
perilaku,
untuk
tetapi
juga
mempertahankan perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasidiri dan penghargaan terhadap diri sendiri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan agar terciptanya perilaku sehat. 2.1.1.3.3 Dukungan
sosial,
dukungan
sosial
dari
anggota keluarga dan sahabat dalam bentuk waktu, motivasi dan uang merupakan faktorfaktor
penting
Contoh
yang
dalam
kepatuhan
sederhana,
pengasuh, transportasi
tidak
tidak
pasien. memiliki
ada,
anggota
keluarga sakit, dapat mengurangi intensitas kepatuhan.
Keluarga
membantu
mengurangi
disebabkan oleh penyakit dapat
menghilangkan
dan
teman dapat ansietas
tertentu, godaan
yang mereka pada
20
ketidaktaatan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. 2.1.1.4 Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan Smet (2014) menyebutkan beberapa strategi yang dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain: 2.1.1.4.1 Segi Penderita Usaha diabetes
yang
dapat
dilakukan
mellitus
untuk
penderita
meningkatkan
kepatuhan dalam menjalani pengobatan yaitu: 2.1.1.4.1.1 Meningkatkan Penderita
kontrol
harus
kontrol
meningkatkan
dirinya
meningkatkan menjalani
diri.
ketaatannya pengobatan,
untuk dalam karena
dengan adanya kontrol diri yang baik dari
penderita
akan
semakin
meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani pengobatan. Kontrol diri dapat
dilakukan meliputi kontrol
berat badan, kontrol makan dan emosi.
21
2.1.1.4.1.2 Meningkatkan efikasi diri. Efikasi diri
dipercaya
prediktor
yang
kepatuhan.
munculsebagai penting
Seseorang
dari yang
mempercayai diri mereka sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah melakukannya. 2.1.1.4.1.3 Mencari
informasi
tentang
pengobatan.
Kurangnya
pengetahuan
atau
informasi
berkaitan dengan kepatuhan serta kemauan mencari
dari
penderita
informasi
untuk
mengenai
penyakitnya dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai sumber seperti media cetak,
elektronik atau
program sakit. benar
pendidikan
di
melalui rumah
Penderita hendaknya benarmemahami
tentang
penyakitnya dengan cara mencari
22
informasi penyembuhan penyakitnya tersebut. 2.1.1.4.1.4 Meningkatkan Penderita
monitoring harus
monitoring
diri,
diri.
melakukan karena
dengan
monitoring diri penderita dapat lebih mengetahui tentang keadaan dirinya seperti keadaan gula dalam darahnya, berat
badan,
dan
apapun
yang
dirasakannya. 2.1.1.4.2 Segi Tenaga Medis Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di
sekitar
penderita
untuk
meningkatkan
kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain: 2.1.1.4.2.1 Meningkatkan
keterampilan
komunikasi
para
dokter.
Salah
satustrategi
untuk
meningkatkan
kepatuhan
adalah
memperbaiki
komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk
menanamkan
kepatuhan
23
dengan
dasar
komunikasi
yang
efektif dengan pasien. 2.1.1.4.2.2 Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan cara pengobatannya. Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien dan apa yang ia katakan secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau benar. 2.1.1.4.2.3 Memberikan Tenaga
dukungan
kesehatan
mempertinggi
sosial.
harus
mampu
dukungan
sosial.
Selain itu keluarga jugadilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karenahal tersebut juga akan meningkatkan (2014)
kepatuhan,
menjelaskan
Smet bahwa
dukungan tersebut bisa diberikan dengan
bentuk
memberikan
perhatian
nasehatnya
bermanfaat bagi kesehatannya.
dan yang
24
2.1.1.4.2.4 Pendekatan diri
perilaku.
yaitu
diarahkan
Pengelolaan
bagaimana
agar
dapat
pasien
mengelola
dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan. Dokter dapat bekerja
sama dengan
pasien
untuk
keluarga
mendiskusikan
masalah dalam menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan. 2.1.1.5 Aspek-aspek Kepatuhan Pengobatan Adapun aspek-aspek kepatuhan pengobatan sebagaimana yangtelah dikemukakan oleh Delameter (2012) adalah sebagai berikut: 2.1.1.5.1 Pilihan dan tujuan pengaturan. 2.1.1.5.2 Perencanaan pengobatan dan perawatan. 2.1.1.5.3 Pelaksanaan aturan hidup.
2.1.2
Konsep Dasar Kepatuhan Perawat 2.1.2.1 Pengertian Patuh ditunjukkan
adalah
sikap
positif
individu
yang
dengan adanya perubahan secara berarti
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidak patuhan adalah suatu kondisi pada perawat yang sebenarnya mau
25
melakukannya, akan tetapi ada faktor faktor yang menghalangi ketaatan Kepatuhan
untuk
perawat
melakukan
tindakan.
adalah perilaku perawat terhadap
suatu tindakan, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati. (Notoatmodjo, 2010) Menurut Sacket Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku perawat
sesuai
dengan
ketentuan
yang
diberikan oleh professional kesehatan. Perilaku yang disiplin merupakan perilaku yang taat dan patuh dalam peraturan.Kepatuhan
merupakan
suatu
tahap
awal
perilaku, maka semua faktor yang mendukung atau mempengaruhi
perilaku
juga
akan
mempengaruhi
kepatuhan. (Unarajan, 2012) Perilaku
adalah
keseluruhan
(totalitas)
pemahaman dan aktivitas antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dansebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun ekonomi, 2010)
non fisik
seperti
kebudayaan
iklim,
manusia,
sosial
dan sebagainya. (Notoatmodjo,
26
2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Perawat. Perubahan sikap dan perilaku dimulai dari kepatuhan, identifikasi, kemudian internalisasi. Menurut Gibson ada
tiga kelompok
variabel
yang
mempengaruhi
perilaku kerja dan kinerja seseorang yaitu: Faktor individu,
faktor
organisasi
dan
faktor psikologi.
(Gibson, 2013) 2.1.2.2.1 Faktor Individu Faktor
individu
merupakan
faktor yang memiliki dampak langsung pada kinerja petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh Gibson, yang menyatakan bahwa variabel individu dikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi.
Variabel
kemampuan
dan
keterampilan meliputi: fisik, mental (EQ) dan intelegensi (IQ). Sub variabel kemampuan dan keterampialan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku variabel
demografi
dan
individu.
mempunyai
Sub
efek tidak
langsung pada perilaku dan kinerja individu. Karakteristik demografi
meliputi
usia,
jenis
kelamin, latar belakang pendidikan, masa kerja dan status perkawinan.
27
2.1.2.2.1.1 Usia Usia berkaitan dengan kematangan, kedewasaan,
dan
kemampuan
seseorang dalam bekerja. Semakin bertambah
usia semakin
mampu
menunjukkan kematangan jiwa dan semakin sepat
berfikir
mampu
untuk
keputusan,
semakin
mampu
rasional,
menentukan
mengontrol
bijaksana, emosi,
taat
terhadap aturan dan norma dan komitmen
terhadap
Seseoarang
yang
bertambah
usia,
terlihat
pekerjaan. semakin
akan
semakin
berpengalaman,
pengambilan
keputusan
penuh pertimbangan,
dengan bijaksana,
mampu mengendalikan emosi dan mempunyai etika kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu. 2.1.2.2.1.2 Jenis Kelamin Jenis
kelamin
perempuan
secara
kali-laki
dan
umum
tidak
28
menunjukkan berarti
perbedaan
dalam
pekerjaan. menjumpai
melaksanakan
Teori
psikologi
bahwa
bersedia
yang
wanita
untuk
lebih
mematuhi
wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinan dari pada
wanita
dalam
memiliki
pengharapan untuk sukses, meskipun perbedaan ini kecil. Wanita yang berumah tambahan
tangga
memiliki
tugas
sehingga kemangkiran
lebih sering dari pada pria. 2.1.2.2.1.3 Pendidikan Tingkat
pendidikan
akan
berpengaruh terhadap kemampuan seseorang
dalam
bekerja.
Seseorang
dengan
tingkat
pendidikan yang
lebih
tinggi
diasumsikan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dalam kemampuan menyelesaikan pekerjaan.
Tingkat
pendidikan
29
perawat
mempengaruhi
perawat
yang
Tenaga
keperawatan
berpendidikan akan
memiliki
bersangkutan.
tinggi
lebih
kinerja
baik
yang kinerjanya
karena
pengetahuan
telah dan
wawasan yang lebih luas, dapat memberikan saran atau masukan yang bermanfaat terhadap manajer keperawatan dalam meningkatkan kinerja keperawatan. 2.1.2.2.1.4 Masa Kerja Masa kerja berkaitan dengan lama seseorang
bekerja
menjalankan
pekerjaan tertentu. Perawat yang bekerja lebih lama diharapkan lebih berpengalaman Senioritas
dan dan
senior.
produktivitas
pekerjaan berkaitan secara positif. Perawat yang bekerja lebih lama akan lebih berpengalaman dalam melakukan
pekerjaannya
dan
30
semakin rendah keinginan perawat untuk meninggalkan pekerjaannya. 2.1.2.2.1.5 Status Perkawinan Setatus
perkawinan
berpengaruh
seseorang
terhadap
perilaku
seseorang dalam bekerja. Karyawan yang
menikah
absensinya,
lebih
lebih
sedikit
puas
dengan
pekerjaannya dibandingkan dengan temannya
yang
belum
menikah.
Status perkawinan merupakan salah faktor
seseorang
mempengaruhi perawat.
yang
kenerja seseorang
Perkawinan
membuat
seserang menjadi mempunyai rasa tanggung
jawab,
Steady dalam
pekerjaan menjadi lebih berharga dan
penting.Ada
berbeda dalam
suatu
memaknaik
yang suatu
pekerjaan. Seseorang perawat yang sudah menikah menilai pekerjaan sangat
penting
karena
sudah
memiliki sejumlah tanggung jawab
31
sebagai
keluarga
dibandingkan
dengan yang belum menikah. 2.1.2.2.2 Faktor Psikologi 2.1.2.2.2.1 Sikap Menurut Gibson menjelaskan sikap sebagai perasaaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu
disiapkan, dipelajari,
diatur
melalui
pengamatan
dan yang
memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap perilaku
adalah
yang
determinan
berkaitan
dengan
persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan siapmental yang dipelajari dari pengalaman, dan mempengaruhi dalam
reaksi
berinteraksi.
pelayanan
seseorang
Sikap
keperawatan
dalam sangat
memegang peranan penting karena dapat berubah dan dibentuk sehingga
32
dapat mempengaruhi perilaku pekerja perawat. Sikap merupakan suatu sikap tertutp
dari
seseorang
bereaksi
untuk
terhadap
objek
dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan tehadap objek. Sikap
terdiri
dari
berbagai
tingkatan yaitu. 2.1.2.2.2.1.1
Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subyek)
mau
dan
memperhatikan stimulus
yang
diberikan (obyek) 2.1.2.2.2.1.2
Merespon (responding) memberikan jawaban apabila
ditanya,
mengerjakan
dan
menyelesaikan yang
tugas
diberikan
33
adalah indikasi dari sikap. 2.1.2.2.2.1.3
Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk
mengerjakan
dan
mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 2.1.2.2.2.1.4
Bertanggung
jawab
(responsible) bertanggung
jawab
atas segala
sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap
merupakan yang
paling
tinggi. 2.1.2.2.2.2 Motivasi Faktor seseorang motivasi. aneka
yang mau
menyebabkan bekerja
Motivasi
kebutuhan
berasal manusia
adalah dari untuk
34
memenuhi
kebutuhannya.
mengembangkan
Maslow
teori kebutuhan
kedalam suatu bentuk hierarki yang dikenal
dengan hierarki kebutuhan
maslow. Menurt Maslow bila suatu kebutuhan telah individu,
maka
tercapai
oleh
kebutuhan
yang
tinggi akan segera menjadi kebutuhan baru yang harus dicapai. Maslow memandang motivasi manusia sebagai hierarki Piramida lima macam kebutuhan manusia yaitu: 2.1.2.2.2.2.1
Kebutuhan fisiologis. Tingkat yang
kebutuhan pertama
dan
yang paling penting adalah
suatu
yang
sifatnya biologis dan fisiologis yang perlu dijaga keberlangsungannya. Seperti:
bernapas,
makan dan minum,
35
buang
air
besar,
sandang, pangan dan papan. 2.1.2.2.2.2.2
Kebutuhan perlindungan aman.
rasa Ketika
kebutuhan pertama
yang sudah
terpenuhi,
tingkat
kebutuhan
yang
tinggi
berperan,
kebutuhan itu antara lain, bebas dari rasa takut,
bahaya,
ancaman
dan
sebagainya.
Jika
menghadapai kebijakan yang
tertentu
menimbulkan
rasa takut dan tidak pasti,
maka
kebutuhan
yang
mungkin
terjadi
36
motivator
yang
paling dominan. 2.1.2.2.2.2.3
Kebutuhan
rasa
memiliki dan sosial. Ketika tidak
seseorang lagi
merasa
takut pada dua tingkat kebutuhan
yang
terdahulu, kebutuhan sosial akan muncul dipermukaan. Kebutuhan
dan
keterikatan
serta
menerima
kawan
sebaya sangat penting, yaitu mau dan bentuk
memberi menerima
persahabatan
dan
memiliki
keluarga. 2.1.2.2.2.2.4
Kebutuhan penghargaan
dan
status. Setiap orang
37
memiliki dua kategori kebutuhan
akan
penghargaan
yaitu
harga diri
seperti
menghargai
diri
sendiri,
orang
lain,
prestasi.
dan
penghargaan
dari
orang
lain
seperti:
status pengakuan, dan perhatian. 2.1.2.2.2.2.5
Kebutuhan aktualisasi
diri.
Merupakan kebutuhan
tertinggi
dari hierarki maslow. Kebutuhan
naluri
pada manusia untuk melakukan
yang
terbaik dari yang dia bisa.
Tingkatan
tertinggi perkembangan
dari
38
psikologis yang bisa dicapai
bila
semua
kebutuhan
dasar
terpenuhi
dan
pengaktualisasian seluruh
potensi
dirinya
mulai
dilakukan,
seperti
mempunyai kepribadian multidimensi
yang
matang,
tidak
dan
tergantung penuh
secara
pada
opini
orang lain. 2.1.2.2.2.3 Persepsi Persepsi
merupakan
proses
pemberian arti terhadap lingkungan oleh setiap
individu, individu
oleh
karena
itu
akan memberikan
arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya
sama.Persepsi
merupakan proses kognitif dimana
39
seseorang individu memberikan arti terhadap lingkungan. Persepsi juga dipengaruhi
oleh
beberpa
faktor
yaitu faktor situasional, kebutuhan, keinginan dan emosi. Persepsi
pada
hakikatnya
adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami tentang lingkungan,
baik
penglihatan,
pendengaran,
penghayatan,
perasaan
penciuman. penafsiran
melalui
Persepsi yang
unik
dan
merupakan terhadap
situasi. Faktor-faktor mempengaruhi
persepsi
yang seseorang
adalah sebagai berikut: 2.1.2.2.2.3.1
Faktor meliputi, sikap, individu, atau perhatian,
internal perasaan, kepribadian prasangka harapan, proses
40
belajar,
motivasi,
gangguan jiwa dll 2.1.2.2.2.3.2
Faktor
eksternal
meliputi,
latar
belakang
keluarga,
informasi
yang
diperoleh, pengetahuan
dan
kebutuhan
sekitar,
intensitas,
hal-hal
baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek. 2.1.2.2.3
Faktor Organisasi Organisasi
adalah
suatu
sistem
perserikatan formal dari duaorang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
(Hasibuan,
2012).
Karakteristik
organisasi yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang
yaitu
sumber
daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan. (Gibson, 2013)
41
2.1.2.2.3.1 Sumber daya Pada sistem organisasi di rumah sakit ada dua sumber dayayaitu: sumber daya manusia terdiri dari tenaga
professional,
non
professional, staf administrasi dan pasien. Sumber daya alamantara lain: uang, metode, peralatan, dan bahan-bahan. 2.1.2.2.3.2 Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan kemampuan aktivitas
terletak
pada
untuk mempengaruhi orang
kelompok
lain
melalui
atau
komunikasi
untuk mencapai tujuan organisasi atau prestasi. (Siagian, 2011) 2.1.2.2.3.3 Imbalan Imbalan
atau
kompensasi
mengandung makna pembayaran atau imbalan
baik
maupun
langsung
tidak
langsung yang
42
diterima karyawan sebagai hasil kinerja. Kinerja seseoarang akan meningkat apabila dia dilakukan secara
adil
baik
antar
pekerja
maupun pemberian imbalan atau penghargaan. Pemberian imbalan yang
baik
akan
mendorong
karyawan bekerja secara produktif. 2.1.2.2.3.4 Desain pekerjaan Desain upaya
pekerjaan
merupakan
seseorang
mengklasifikasikan
manajer tugas
dan
tanggung jawab dari masing-masing individu. dirancang
Pekerjaan dengan
meningkatkan merupakan produktivitas organisasi.
baik
motivasi faktor seseorang
yang akan yang penentu maupun
43
2.1.3 Konsep Dasar Universal Precaution 2.1.3.1 Pengertian World
Health
Organisation (WHO) dalam
Nasronudin (2012),universal precautions merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh theCenters for Disease Control
and
Prevention (CDC) Atlanta
dan the
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan
melalui
darah
dilingkungan fasilitas
pelayanan kesehatan. Kurniawati
dan
Nursalam
precautions merupakan upaya-upaya
(2013)
universal
yang
dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengendalikan dan mengurangi resiko penyebaran infeksi yang ditujukan pada semua pasien pada saat melakukan setiap tindakan, dan dilakukan disemua tempat pelayanan kesehatan tanpa memandang status infeksipasien. Universal precautions merupakan infeksi
tindakan
yang
pencegahan
ditujukan pada
dan pengendalian
semua
pasien,
saat
melakukan tindakan oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
44
2.1.3.2 Tujuan Universal Precautions Kurniawati dan Nursalam (2013), menyebutkan bahwa universalprecautions perlu diterapkan dengan tujuan : 2.1.3.2.1 Mengendalikan infeksi secara konsisten Universal
precautions merupakan
pengendalian dalam
infeksiyang
pelayanan
harus
kesehatan
upaya
diterapkan kepada
semuapasien, setiap waktu untuk mengurangi resiko infeksi yang ditularkan melalui darah. 2.1.3.2.2 Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atautidak terlihat seperti beresiko. Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah didiagnosis maupun yang belum diketahui. 2.1.3.2.3 Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari resiko terpajan oleh infeksi HIV, HBV, HCV namun juga melindungi
klien
yang
mempunyai
45
kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas. 2.1.3.2.4 Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya Universal precautions ini diperlukan
juga
sangat
untukmencegah infeksi lain yang
bersifat nosokomial terutama untuk infeksiyang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh. 2.1.3.3 Indikasi Universal Precautions Universal precautions diterapkan secara rutin oleh semua tenagakesehatan dalam merawat seluruh pasien di rumah sakit dan di fasilitaskesehatan lainnya, baik pasien sudah terdiagnosa infeksi, diduga terinfeksiatau kolonisasi (Rekam Medik Instalasi Keamanan dan Keselamatan KerjaRSUP dr. Sardjito, 2011). Universal precautions juga kontak
dengan
diterapkan
ketikapetugas
cairan
infeksius seperti
kesehatan darah,
cairansekresi dan ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, selaput lendir, cairan semen, cairan vagina, cairan sendi, cairan amnion, cairanserebrospinal, ASI, cairan pericardium (Nursalam dan Kurniawati, 2013) 2.1.3.4 Macam Universal Precautions Universal precautions meliputi 5 kegiatan pokok yaitu mencuci tangan untuk mencegah infeksi silang,
46
pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi lingkungan, serta pengelolaan alat kesehatan habis pakai (Nursalam dan Kurniawati, 2013). Penjabaran
dari
5
kegiatan
pokok
universal
precautions tersebut adalah: 2.1.3.4.1 Cuci Tangan 2.1.3.4.1.1 Pengertian cuci tangan Tindakan
mencuci
tangan
merupakan teknik dasar yang paling penting yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan dengan tujuan mencegah infeksi.
penularan Larson
Perry (2011),
penyakit
dalam Potter & mencuci
tangan
adalah tindakan menggosok tangan dengan permukaan
sabun
pada
tangan
seluruh
secara
ringkas, dan dibilas dengan mengalir. Cuci
tangan
kuat, air harus
dilakukan
sebelum
dan sesudah
melakukan
tindakan
keperawatan
memakai
sarungtangan
walaupun
47
dan memakai alat pelindung diri lainnya. Tindakan ini penting untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi
dapat
dikurangi
dan
lingkungan kerja terjaga dari infeksi. Tangan
yang
terkontaminasi
dianggap
merupakan
penyebab
utama
perpindahan
infeksi
(Kurniawati dan Nursalam, 2013). Boyce Depkes
dan
RI
Pittet
(2011),
dalam
kegagalan
melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi nosokomial dan
penyebaran
multi
mikroorganisme
resisten
kesehatan,
hal
di ini
sebagai kontributor terhadap
telah yang
timbulnya
Tindakan mencuci
fasilitas diakui penting wabah.
tangan sangat
berperan dalam pencegahan infeksi silang,
karena
mencuci
tangan
48
dengan teknik yang benar mampu mengurangi jumlah mikroorganisme di tangan. Larson Potter & Perry mencuci
dan
Lusk
(2011),
tangan
dalam
frekuensi
mempengaruhi
jumlah dan jenis bakteri yang ada ditangan. Garner dan Favaro dalam Potter & Perry (2011) berpendapat bahwa mencuci tangan akan efektif memusnahkan transien
jika
mikroorganisme dilakukan
minimal
selama 10-15 detik. 2.1.3.4.1.2 Tujuan cuci tangan. Tujuan untuk
mencuci
tangan
menghilangkan
adalah
kotorandan
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi di lingkungan kerja dapat dikurangi (Nursalam dan Kurniawati, 2013).
49
2.1.3.4.1.3 Indikasi cuci tangan. Larson dalam Potter & Perry (2011)
menganjurkan
perawat
untuk mencuci
tangan
pada
keadaan
tangan
tampak
seperti
kotor, sebelum dan setelah kontak dengan
pasien,
setelah kontak
dengan
sumber
mikroorganisme
(darah,
cairan
tubuh,
membran
mukosa, kulit yang tidak utuh, atau obyek mati yang terkontaminasi) dan sebelum melakukan prosedur invasif (pemasangan kateter intra vaskuler ataukateter menetap). Indikator digunakan untuk
dan
mencuci harus
antisipasi
perpindahan
kuman
tangan dilakukan terjadinya melalui
tangan. Kebersihan tangan wajib dilakukan pada 5 keadaan yaitu :
50
2.1.3.4.1.3.1 Sebelum kontak dengan pasien 2.1.3.4.1.3.2 Setelah kontak dengan pasien 2.1.3.4.1.3.4 Sebelum
tindakan
aseptik 2.1.3.4.1.3.5 Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien 2.1.3.4.1.3.6 Setelah kontak dengan lingkungan
sekitar
pasien 2.1.3.4.1.4 Sarana yang diperlukan 2.1.3.4.1.4.1 Air mengalir. Sarana
utama
untuk
mecuci tangan adalah air
mengalirdengan
saluran atau
pembuangan
bak
penampung
yang memadai. Rutala dalam
Depkes.
RI
(2011), mencuci tangan sebaiknya menggunakan air
mengalir,
tidak
51
dianjurkan
mencuci
tangan
dengan
menggunakan
waskom
yang berisi air dengan tambahan
cairan
antiseptik seperti dettol atau
savlon
karena
mikroorganisme bertahan
dapat dan
berkembang biak dalam larutan tersebut. 2.1.3.4.1.4.2 Cairan
pembersih
(cairan antiseptik sabun dengan
formulasi
antiseptik
seperti
chlorhexidin
glukonat
dan triclosan). Larson (2011) anti
dalam
menyatakan mikroba
dipakai
Potter & Perry
jika
ini
bahwacairan dianjurkan
perawat
akan
mengurangi jumlah mikroba total di
tangan,
sebelum
melakukan
52
prosedur
invasif
dan
mengikuti
prosedur pembedahan. 2.1.3.4.1.4.1 Sikat steril dan spon steril (untuk cuci tangan bedah) 2.1.3.4.1.4.2 Kertas
tissue
atau
handuk sekali pakai 2.1.3.4.1.5 Jenis-jenis cuci tangan. Sesuai dengan kebutuhannya, cuci tangan dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu : 2.1.3.4.1.5.1 Cuci
tangan
higienis
atau cuci tangan rutin Cuci
tangan
higienis
atau cuci tangan rutin dilakukan mengurangi
untuk kotoran
dan flora yang ada di tangan menggunakan
dengan sabun
atau detergen (Depkes. RI, 2011)
53
2.1.3.4.1.5.2. Cuci tangan aseptik WHO
(2011),
Cuci
tangan aseptik adalah cuci tangan yangwajib dilakukan keadaan
pada
5
(5 moment).
Ada 2 jenis cucitangan aseptik, yaitu handrub dan handwash. 2.1.3.4.1.5.3 Cuci
tangan
bedah
(surgical handscrub) Cuci
tangan
bedah
merupakan cuci tangan yang
dilakukan secara
aseptik
sebelum
melakukan
tindakan
pembedahan
dengan
menggunakan
cairan
antiseptik
dan
menggunakan sikat dan busa steril (Depkes. RI, 2011). dalam
Grundemann Muttaqin
dan
54
Kumalasari
(2013)
menyatakan
bahwa
mencuci
tangan
sebelum
pembedahan
dilakukan
dengan
air
mengalir
dan
menggunakan
larutan
scrub. Jenis
larutan
scrub yang
digunakan
harus
memiliki
kemampuan membunuh mikroba
dan
direkomendasikan untuk dilakukan selama 3-5 menit (Muttaqin dan Kumalasari, 2009).Clorheksidine gluconat larutan
merupakan scrub
yang
paling sering digunakan di
kamar
Clorheksidine
operasi. glukona
memiliki efek residual
55
dan
efektif
waktu jam.
lebih
untuk dari
Jenis
4
cairan
antimikroba lain yang biasa
digunakan
kamaroperasi triclosan. dalam
di
adalah
Grundemann
Muttaqin
dan
Kumalasari
(2013)
menyatakan
bahwa
triclosan
merupakan
bahan campuran
yang
sering
pada
terdapat
sabun penghilang bau badan
serta
diserap
melalui kulit yang utuh. 2.1.3.4.1.6 Cara Cuci Tangan 2.1.3.4.1.6.1 Cuci Tangan hand wash. Langkah-langkah mencuci menggunakan
tangan sabun
antiseptik (hand wash) menurut WHO dalam
56
Depkes.
RI
(2011)
adalah sebagai berikut :
Gunakan
wastafel
dengan air mengalir yang
mudah
digapai, sabun cair atau anti microbial, kertas tissue.
Lepaskan
jam
tangan, cincin, dan gelang,
gulung
lengan bajupanjang di atas pergelangan tangan.
Usahakan
supaya
kuku tetap pendek dan datar.
Pastikan tidak ada luka atau sayatan pada
permukaan
tangan dan jari.
Berdiri
di
depan
wastafel, usahakan
57
agar
tangan
dan
seragam
tidak
menyentuh wastafel.
Gunakan untuk
tissue membuka
kran
air
untuk
menghindari tangan yang
kotor
mengkontaminasi kran air.
Basahi tangan dan pergelangan tangan, tuangkan
5
ml
sabuncair di telapak tangan dan ratakan dengan
kedua
tangan.
Gosokkan
sabun
pada
kedua
permukaan tangan, punggung dan
tangan,
sela-sela
jari
58
tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.
Gosok ibu jari kiri berputar
dalam
genggaman tangan kanandan
lakukan
sebaliknya.
Gosok memutar
dengan ujung
jari-jari di telapak tangan
kiridan
sebaliknya.
Bilas
telapak
tangan
sampai
pergelangan tangan dengan air mengalir secara
seksama,
pertahankan supaya
59
letak
tangan
dibawah siku.
Keringkan
seluruh
permukaan tangan, pergelangan tangan dengan
kertas
tissue.
Gunakan
kertas
tissue
untuk
menutup kran air.
Buang
kertas
tissue pada tempat sampah yang telah disediakan.
Cuci
tangan
handwash
ini
dilakukan
selama
kurang lebih 40-60 detik. 2.1.3.4.1.6.2 Cuci Tangan Hand rub Langkah-langkah
cuci
tangan hand rub yang berbasis
alkohol
dan
60
gliserin menggunakan 7 langkah, adalah :
Basahi
kedua
telapak
tangan
dengan menggunakan sabun yang
antiseptik mengandung
alkohol
dan
gliserin,
usap
dangosok
dengan
lembut pada kedua telapak tangan.
Gosok
masing-
masing
punggung
tangan
secara
bergantian.
Jari jemari saling masuk
untuk
membersihkan selasela jari.
Gosokkan jari
ujung
(buku-buku)
61
dengan mengatupkan jaritangan
kanan
terus gosokkan ke telapak tangan kiri bergantian
Gosok dan putar ibu jari
secara
bergantian.
Gosokkan
ujung
kuku pada telapak tangan
secara
bergantian.
Cuci rub
tangan hand dilakukan
selama
kurang
lebih 20-30detik. 2.1.3.4.1.6.3 Cuci
Tangan
Bedah
(Surgical Handscrub) Langkah-langkah cuci tangan bedah (surgical handscrub) adalah :
62
Sebelum
memulai
cuci tangan, semua perlengkapan busana harus sudah tepat.
Perangkat
pelindung
diri
seperti kaca mata, masker,
penutup
kepala,
pelindung
kaki, dan celemek dari
bahan
tembus
tidak
air
harus
sudah dipakai.
Lepaskan
semua
perhiasan
seperti
cincin, jam tangan, atau gelang.
Pastikan
bahwa
kuku
dalam
keadaan jika
pendek,
perlu
dipotong dengan
kuku dahulu
pemotong
63
kuku yang sudah disediakan.
Lipat lengan baju lebih kurang 5cm di atas siku.
Berdiri
di
depan
kran air, dan alirkan kran.
Basahi dengan
tangan air
dari
ujung jari sampai 2 cm di atas siku.
Tuangkan
larutan
antiseptic (clorheksidin gluconate
4%)
sebanyak
lebih
kurang 5 ml
ke
telapak
tangan
dengan
menekan
pompa
container
cairan scrub dengan siku tangan kanan.
64
Ratakan scrub
cairan
ke
seluruh
telapak tangan dan lakukan
pencucian
tangan di telapak tangan,
punggung
tangan,
jari-
jari,lengan
bawah
secara menyeluruh sampai 2 cm di atas siku selama 1menit.
Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
Bersihkan
kuku,
jari, sela-sela jari, telapak tangan, dan punggung tangan.
Ambil sikat tangan atau
spon
steril
dan
tuangkan
cairan
antiseptic
sebanyak kurang 5 ml.
lebih
65
Bersihkan
kuku
secara menyeluruh dengan sikat.
Bilas
kuku
kedua
di
tangan
dengan air sampai batas
pergelangan
tangan.
Gosok
dan
bersihkan
daerah
telapak
tangan,
punggung
tangan
sela-sela
jari,
pergelangan kedua tangan dengan spon. Dengan dari
gerakan pergelangan
tangan ke ujung jari selama 1,5 menit.
Bilas tangan secara menyeluruh, pastikan
posisi
66
telapak tangan lebih tinggi dari siku.
Ulangi
pemakaian
cairan
antiseptic
(Clorheksidin glukonat
4%)
lakukan cuci tangan hand wash selama 1 menit.
Bilas
dengan
kedua
air
tangan,
pastikan
posisi
kedua tangan di atas dan
biarkan
menetes
air
melalui
siku. 2.1.3.4.2 Pemakaian Alat Pelindung Diri. Alat pelindung diri adalah sarana yang digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir perawat dari resiko pajanan darah,semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Alat pelindung diri tidak semuanya harus dipakai,
67
tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan (Depkes. RI, 2011). Adapun jenis-jenis pelindung diri meliputi 2.1.3.4.2.1 Sarung Tangan. Pemakaian
sarung
tangan
bertujuan untuk melindungi tangan petugas dari kontak dengan darah, semua
jenis
cairan
tubuh,
dan
benda yang terkontaminasi, sehingga mencegah penularan penyakit secara langsung maupun
tidak
langsung.
Garner dan Favero dalam Depkes. RI (2011), tangan
penggunaan
dan
kebersihan
sarung tangan
merupakan komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan
mempertahankan
lingkungan
yang bebas infeksi. Williams dalam Potter & Perry (2011) berpendapat bahwa tenaga memakai
sarung
kesehatan
harus
tangan
dengan
beberapa alasan seperti :
68
Mengurangi
kemungkinan
pekerja kontak dengan organisme infeksius pada klien.
Mengurangi pekerja
kemungkinan
memindahkan
flora
endogen ke pasien.
Mengurangi pekerja
kemungkinan menjadi
tempat
kolonisasi
sementara
mikroorganisme. Perawat harus
menggunakan
sarung tangan yang berbeda untuk setiap pasien. Centers for Disease Control (CDC) dalam Potter & Perry (2011) menyebutkan bahwa sepasang sarung digunakan
tanganhanya
boleh
untuk
pasien.
satu
Pemakaian sepasang sarung tangan untuk
merawat
satu
pasien
ke
pasien yang lain atau melakukan tindakan dari bagian tubuh
yang
kotor ke bagian tubuh yang bersih juga tidak dianjurkan karena akan
69
terjadi
kontaminasi
silang.
Doebbeling dan Colleageus dalam Depkes. RI 2011, ditemukan banyak bakteri dalam jumlah yang signifikan pada tangan perawat yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti
sarung
berpindah dari pasien
yang
menghindari
tangan
satu lain.
ketika
pasien
ke
Perawat harus
memegang
benda
selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, dan tidak dianjurkan menggunakan sarung tangan
rangkap
karena
akan
menurunkan kepekaan, kecuali dalam keadaan khusus yang lebih
menggunakan
tindakan
waktu
lama
60 menit, tindakan yang
berhubungan cairan.
seperti
dengan
darah
atau
70
2.1.3.4.2.2 Perlindungan
Wajah
(masker,
kacamata, penutup kepala).
Masker CDC dalam Potter & Perry (2011), pemakaian masker dapat mencegah
penularan
infeksi
melalui kontak langsung dengan membran mukosa.
Masker
di
kamar operasi digunakan untuk melindungi perawat dari percikan darah atau cairan tubuh pasien, melindungi
perawat
menghirup
dari
partikel-partikel
aerosol yang melintas dalam jarak pendek dan cairan tubuh pasien ke perawat. Masker harus cukup
besar
agar
dapat
menutupi hidung, mulut,bagian bawah dagu, dan rambut pada dagu (jenggot). Masker harus terbuat dari bahan yang tahan cairan.
Masker
yang
terbuat
dari kertas atau katun sangat
71
nyaman
tetapi
tidak
menahan cairan
mampu
atau
tidak
efektif sebagai filter. Masker untuk
di
kamar bedah
terbaik juga untuk
tidak
yang
dirancang
benar-benar
menutup
secara tepat / rapat, sehingga tetap ada kebocoran udara dari tepi masker. Masker dan kaca mata
secara
digunakan
bersamaaan
perawat
melakukan
tindakan
yang beresiko
tinggi terpajan oleh darah dan cairan
tubuh
pembersihan luka,
seperti
luka, membalut
mengganti
kateter atau
dekontaminasi alat bekas pakai (Potter & Perry, 2011).
Pelindung Mata (kaca mata) Garner dalam Potter & Perry (2011)
perawat
diharuskan
memakai kacamata pada saat mengikuti prosedur invasif,
72
irigasi
luka
besar
abdomen, insersi
di
catheter
arterial, dan menjadi asisten dokter pada saat operasi yang bertujuan untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain.
Topi / Penutup Kepala Topi
digunakan
untuk
menutup rambut dan kulit kepala perawat agar serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke
dalam
luk
aselama
pembedahan dan melindungi perawat dari percikan darah atau
cairan
tubuh
pasien
secara tidak sengaja. Topi yang digunakan harus cukup besar agar semua
dapat
rambut
menutup
(Potter
&
Perry, 2011).
Gaun
Perlindung
(baju
kerja dan apron / celemek)
73
Gaun
pelindung
digunakan
untuk
mencegah
kontak
mikroorganisme, percikan darah, dan cairan tubuh, dari pasien keperawat.
Baju
Kerja
/
Gaun
Pelindung
Baju kerja/gaun pelindung merupakan jenis
salah
pakaian
satu yang
digunakan untuk bekerja. Baju
kerja
sebaiknya
terbuat dari bahan yang sedapat
mungkin
tidak
tembus cairan.Baju kerja / gaun pelindung digunakan untuk
menutupi
mengganti saat
atau
pakaian pada
merawat
pasien.
Perawat kamar bedah yang mengikuti tindakan operasi harus mengenakan bajuatau
74
gaun steril (Potter & Perry, 2011).
Apron / Celemek Apron atau celemek yang terbuat dari plastik merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang
bagian
depan
tubuh perawat. Perawat harus memakai apron / celemek di bawah gaun penutup saat
pada
melakukan perawatan
langsung
pada
membersihkan melakukan
pasien,
pasien,
prosedur
atau yang
beresiko dari tumpahan darah, cairan tubuh, atau sekresi padasaat
menjadi
asisten
dokter bedah (Potter & Perry, 2011).
Sepatu Pelindung Sepatu
/
pelindung
kaki
digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda
75
tajam atau benda berat yang jatuh secara tidak sengaja. Sandal
jepit
atau
sandal
yang tidak menutupi kaki dan sepatu yang terbuat dari bahan yang lunak atau kain tidak
boleh
digunakan.
Sepatu
boot
karet atau
sepatu
kulit
tertutup
memberi perlindungan yang lebih baik, tetapi harus dijaga supaya tetap bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh pasien. Sepatu atau
pelindung
kaki
yang
tahan terhadap benda tajam dan kedap air harus tersedia di kamar bedah (Potter & Perry, 2011). 2.1.3.4.3 Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam Untuk Mencegah Perlakuaan Benda
tajam
sangat
beresiko
menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan
76
terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik,
silet,
pisau
bedah) memerlukan
pengelolaan khusus karena benda-benda tajam tersebut dapat melukai perawat dan masyarakat sekitarnya
jika benda
ini dibuang di
pembuangan limbah umum (Depkes. RI, 2011). Kecelakaan
terjadi
pada
saat
memindahkan alat tajam dari satu orang ke orang lain, oleh karena itu tidak dianjurkan menyerahkan alat tajam
secara
langsung,
melainkan menggunakan teknik tanpa sentuh (Hands free) yaitu menggunakan nampan atau alat perantara agardokter mengambil sendiri nampan atau bengkok terutama pada prosedur
pembedahan.
Resiko
perlukaan
dapat ditekan dengan mengupayakan situasi kerja yang bebas tanpa halangan, dengan cara meletakkan pasien pada posisi
yang
mudah dilihat, mengatur sumber pencahayaan yang baik, dan menjalankan prosedur kerja yang baikseperti pada penggunaan forsep dan pinset pada saat mengerjakan penjahitan.
77
Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur
penyuntikan adalah saat perawat
berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya, oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum
(recapping).
Perawat
sebaiknya
menggunakan cara penutupan jarum dengan satu tangan jika jarum harus ditutup kembali (recapping) untuk
mencegah jari
tertusuk
jarum. Jarum atau alat suntik bekas harus ditampung di penampungan sementara yang bersifat kedap air, tidak mudah bocor dan tahan
tusukan
sebelum dibuang ke tempat
pembuangan akhir atau tempat pemusnahan. Wadah penampung jarum suntik bekas pakai harus dapat digunakan dengan satu tangan agar pada saat memasukkan jarum tidak usah memegang dengan
tangan
lain.
Wadah
tersebut ditutup dan diganti setelah ¾bagian terisi dengan limbah, setelah ditutup wadah tidak dapat dibuka lagi sehingga tidak tumpah, hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari perlukaan
pada
pengelolaan
selanjutnya.
78
Benda
tajam idealnya
dapat
diinsinerasi,
tetapi jika tidak memungkinkan maka benda tajam
dapat
dikubur
dan
dikaporisasi
bersama limbah lainnya (Depkes. RI, 2011). 2.1.3.4.4 Pengelolaan limbah dan Sanitasi Ruangan Pengelolaan limbah satu
upaya
merupakan
salah
kegiatan pencegahan
dan
pengendalian infeksi di rumah sakait atau fasilitas kesehatan.
Limbah
dari
sarana
kesehatan atau rumah sakit secara umum dibedakan terkontaminasi
menjadi dan
limbah limbah
yang tidak
terkontaminasi. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit atau fasilitas kesehatan sebanyak 85% merupakan limbah tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi perawat, tetapi limbah
ini harus dikelola dengan baik dan
benar (Depkes. RI, 2011). Rutala dalam Depkes RI (2011), semua limbah
yang
tidak terkontaminasi
seperti
kertas, kotak, botol, wadah plastik, dan sisa makanan dapat dibuang secara biasa atau dikirim kedinas pembuangan limbah setempat
79
atau
tempat
pembuangan
limbah
umum.
Limbah terkontaminasi adalah limbah yang mengandung mikroorganisme yang potensial menularkan penyakit kepada perawat dan masyarakat umum yang menyentuhnya, oleh karena
itu
limbah
terkontaminasi
harus
dikelola dengan baik. Teknik pengelolaan sampah/limbah di pelayanan kesehatan meliputi tahap pemilahan, penanganan,
penampungan
pembuangan.
sementara,
Tahap-tahap
dan
pengelolaaan
sampah/limbah tersebut adalah: 2.1.3.4.4.1 Pemilahan Pemilahan
merupakan
tindakan
mmisahkan
sampah
dikamar
operasi cara
yang
dilakukan
memasukkan
kantong
sampah
disediakan sesuai
dengan
sampah pada yang sudah dengan
jenis
sampahnya. Wadah-wadah tersebut biasanya
menggunakan kantong
kantong plastik berwarna, misalnya kantong
warna
kuning
untuk
80
sampah infeksius / terkontaminasi, kantong sampah
warna non
hitam untuk
infeksius
/
non
terkontaminasi. 2.1.3.4.4.2 Penanganan Penanganan sampah dari masingmasing sumber dilakukan dengan ketentuaan
tempat
sampah /
kantong plastik tidak boleh luber atau penuh, jika sampah sudah memenuhi ¾ bagian harus segera dibawa
ke
tempat
pembuangan
akhir. Tempat sampah
berupa
kantong plastik harus diikat rapat pada
saat
pengangkutan
dan
dibuang dengan kantongnya. 2.1.3.4.4.3 Penampungan Sementara Pewadahan
sementara
sangat
diperlukan
sebelum
sampah
dibuang
ditempat
pembuangan
akhir. Sampah sebaiknya berada ditempat yang mudah dijangkau oleh
perawat,
pasien
dan
81
pengunjung. Tempat sampah harus tertutup
dan
kedap
air,
tidak
mudah bocor agar terhindar dari tikus dan serangga, serta hanya bersifat sementara dan tidak boleh lebih dari satu hari (Depkes. RI, 2011). 2.1.3.4.4.4 Pembuangan / Pemusnahan Sampah
yang
akhirnya
dihasilkan
harus
pada
dilakukan
pemusnahan. Sistem pemusnahan yang
dianjurkan
adalah
dengan
pembakaran dengan suhu tinggi agar
dapat
sampah
mengurangi dan
mikroorganisme. limbah
cairdi
volume
membunuh Pembuangan tempatkan
pada
bangunan penampungan yang kedap air (septictank), kuat, dan dilengkapi dengan lubang ventilasi. 2.1.3.4.5 Pengelolaan Alat Kesehatan Bekas Pakai Pengelolaan
alat-alat
kesehatan
/
instrument bedah setelah dipakai bertujuan
82
untuk mencegah penyebaran infeksi melalui instrumen bedah, menjamin alat dalam kondisi steril, dan alat dalam kondisi siap pakai. Proses pencegahan
dasar
mengurangi
dianjurkan
penularanpenyakit
instrumen bedah pencucian,
yang
meliputi
sterilisasi,
untuk melalui
dekontaminasi,
dan
penyimpanan
(Depkes. RI, 2011). Penjabaran dari proses pencegahan dasar pengelolaan alat bedah setelah dipakai adalah sebagai berikut: 2.1.3.4.5.1 Dekontaminasi Depkes. RI (2011),
menyebutkan
bahwa instrumen setelah dipakai untuk
pembedahan
dilakukan
sebaiknya
prabilas /dekontaminasi
terlebih dahulu terutama jika alat alat
tersebut
akan
dibersihkan
dengan
tangan.
Dekontaminasi
adalah
proses
menghilangkan
mikroorganisme
pathogen
dan
kotoran pada bendaatau alat bedah sehingga aman untuk dilakukan
83
pengelolaan
lebih
lanjut.
Dekontaminasi
alat
bedah
dilakukan
dengan
menggunakan
bahan desinfektan kimia seperti klorin 0,5 % atau dengan alkacide, tetapi klorin lebih bersifat korosif terhadap alat-alat bedah sehingga alkacide lebih banyak digunakan. Khusus untuk alat bedah yang igunakan
untuk
operasi
pasien
dengan virus hepatitis B dan pasien HIV/AIDS
dilakukan
dekontaminasi dengan klorin 0,5 % selama15-30 menit. 2.1.3.4.5.2 Pencucian Alat Pencucian merupakan tahap yang harus
dilakukan
setelah proses
dekontaminasi. Instrumen / alat bedah di rumah sakit besar biasanya dicuci
oleh
instalasi
tersendiri
yang khusus mengelola instrumen pembedahan dan perawatan luka
84
dengan peralatan
yang canggih
(Depkes. RI, 2011). 2.1.3.4.5.3 Sterilisasi Sterilisasi
merupakan
menghilangkan
proses seluruh
mikroorganisme dan endospora dari alat
keseharan
atau
instrument
bedah. Sterilisasi dapat dilakukan secara
fisik
Zatdan
maupun
cara
digunakan untuk rumah
kimiawi.
yang
sering
sterilisasi
di
sakit adalah dengan uap
panas bertekanan tinggi, pemanasan kering,
gasethilen
okside,
dan
dengan zat kimia. Sterilisasi alat kesehatan dan instrument bedah di RSUP Dr. Kariadi dilakukan Supply
Semarang
oleh Central Sterile Department
(CSSD)
(Depkes. RI, 2011). 2.1.3.4.6 Penyimpanan Instrumen Bedah Penyimpanan alat bedah yang baik sama pentingnya
prosessterilisasi. Instrumen / alat
85
bedah dapat disimpan dengan caradi bungkus dan dimasukkan dalam tromol instrumen. Alat bedah dinyatakan tetap steril selama alat tersebut masih terbungkus dengan baik selama 3 bulan dalam tromol instrumen. Beberapa faktor yang mempengaruhi umur sterilisasi alat yaitu tehnik sterilisasi jenis material yang digunakan untuk membungkus,beberapa lapis kain pembungkus yang digunakan, kebersihan, dan kelembaban tempat penyimpanan alat (Depkes. RI, 2011). Pelaksanaan universal precautions tidak lepas dari peranperawat dalam berperilaku. Berikut ini akan dibahas tentang pengertian perilaku, respon perilaku dan faktor yang mempengaruhi perilaku perawat. 2.1.3.1
Perilaku Perawat 2.1.3.1.1
Pengertian Perilaku Perawat Perilaku perawat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang
organisme yang bersangkutan,
dapat
diamati
secara
langsung
maupun tidak langsung (Sunaryo, 2010). Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons
atau
reaksi
86
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori“S-O-R”
atau
Stimulus-Organisme-
Respons. 2.1.3.1.2
Respon Perilaku Perawat Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 2.1.3.1.2.1 Perilaku
tertutup
(covert
behavior) Respon
perilaku
seseorang
terhadap suatu stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau
suatu
reaksi terhadap suatu stimulus ini
masih
perhatian,
terbatas
pada persepsi,
pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan
87
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain (Notoatmodjo, 2010). 2.1.3.1.2.2 Perilaku terbuka (overt behavior) Respon
seseorang
terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka.
terhadap sudah
Respons
stimulus jelas
tersebut
dalam
tindakan
atau
dengan
mudah
atau
dilihat
bentuk
praktek,
yang
dapat diamati orang
lain
(Notoatmodjo, 2010). 2.1.3.1.3 Faktor
Yang
Mempengaruhi
Perilaku
Perawat Notoatmodjo (2010), menganalisis perilaku manusia tersebut dalam perilaku manusia pada
tingkat
kesehatan
kesehatan.
seseorang
Sedangkan
atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku
dan
faktor
di
luarperilaku,
selanjutnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh :
88
2.1.3.1.3.1 Faktor-faktor
predisposisi
(predisposing factor) Faktor
ini
pengetahuan
mencakup dan
masyarakat
sikap
terhadap kesehatan,
tradisi
dan
masyarakat
kepercayaan
terhadap
hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan sistem
nilai
masyarakat,
yang
dianut
tingkat pendidikan,
dan persepsi. 2.1.3.1.3.2 Faktor-faktor pendukung (enabling factor) Faktor
pendukung
merupakan Faktorini
pendukung
faktor
pemungkin.
bisa
sekaligus
penghambat atau mempermudah niat
suatu
perubahan perilaku
dan perubahan lingkungan yang baik.
Faktor
pendukung
(enablingfactor) ketersediaan prasaranan
mencakup sarana atau
dan fasilitas,
89
sumberdaya / dana, keterampilan dan keterjangkauan. Sarana dan fasilitas
ini
mendukung
padahakekatnya
atau
terwujudnya
memugkinkan
suatu
perilaku,
sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. 2.1.3.1.3.3 Faktor-faktor
pendorong
(reinforcing factor) Faktor-faktor (reinforcing
pendorong factor)
merupakan
penguat terhadap timbulnya sikap dan
niat
sesuatu
untuk
melakukan
atau perilaku. Suatu
pujian, sanjungan dan penilaian yang
baik
akan
memotivasi,
sebaliknya
hukuman
pandangan
negatif
dan seseorang
akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku. Hal yang paling
berpengaruh
perubahan adalah
perilaku
sumber
daya,
terhadap perawat desain
90
pekerjaan,
kepemimpinan,
supervisi,
imbalan,
motivasi,
sikap dan perilaku masyarakat, sikap
danperilaku
petugas
kesehatan. 2.1.3.2
Faktor-Faktor
yang
mempengaruhi
Universal
Precautions Notoatmodjo (2010) dan Gibson (2013) menganalisis perilaku universal precautions dipengaruhi oleh : 2.1.3.2.1
Pengetahuan 2.1.3.2.1.1 Pengertian Pengetahuan Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari tahu danini terjadi setelah orang melakukan penginderaan obyek
terhadap
tertentu.
Perilaku
suatu yang
didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng. 2.1.3.2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Sukmadinata faktor
yang
(2011),
faktor-
mempengaruhi
91
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh :
Faktor internal yakni jasmani dan rohani.
Faktor
eksternal
yakni
pendidikan, paparan massa,
media
ekonomi
dan
pengalaman. 2.1.3.2.2
Sikap 2.1.3.2.2.1 Pengertian Sikap Azwar (2011), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau perasaan.
Sikap
terhadap suatu
seseorang
obyek
perasaan
mendukung
memihak
maupun
tidak
reaksi
mendukung
adalah atau perasaan
padaobyek
tersebut. 2.1.3.2.2.2 Faktor-faktor mempengaruhi sikap
yang pembentukan
92
Azwar
(2011),
mempengaruhi
faktor
yang
pembentukan
sikapadalah :
Pengalaman pribadi
Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pengaruh kebudayaan
Media massa
Lembaga
pendidikan
dan
lembaga agama
Pengaruh faktor emosional
2.1.3.3 Tradisi dan Kepercayaan Hasbullah (2012) kepercayaan adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial yang didasari oleh keyakinan bahwa orang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu tindakan yang saling mendukung. Tindakan kebersamaan
yang
didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan dalam mencapai
kemajuan sehingga
dapat
menyatukan
93
masyarakat
serta
memberikan
kontribusi
pada
peningkatan modal sosial. 2.1.3.4 Nilai Hasbullah (2012) Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Nilai merupakan hal yang penting dalam kebudayaan, biasanya ia tumbuh danberkembang kelompok
dalam
masyarakat
mendominasi tertentu serta
kehidupan
mempengaruhi
aturan-aturan bertindak dan berperilaku masyarakat yang pada akhirnya membentuk pola kultural. 2.1.3.5 Tingkat Pendidikan Soeitoe (1982) dalam Putri (2012) Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan dengan sadar dengan tujuan untuk mengubah tingkah lakumanusia ke arah yang baik. Perubahan–perubahan yang ingin dicapai melalui proses perubahan
pendidikan
pola
mempengaruhi
seseorang
seseorang akan memotivasi pembangunan pendidikan
tingkah
pola
untuk pada
pada
dasarnya
adalah
laku. Pendidikan dapat termasuk
hidup sikap
perilaku
terutama
berperan
umumnya,
seseorang makin
juga
dalam
sertadalam
makin
mudah
tinggi
menerima
94
informasi. Pendidikan
mempunyai
peranan
yang
penting di dalam kehidupan berkeluarga, karena mereka yang
berpendidikan
tinggi
dapat
mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan denganyang berpendidikan rendah. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berartiseseorang yang berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan
mengingat mutlak
bahwa
rendah
peningkatan
pula. Hal pengetahuan
ini tidak
diperoleh dari pendidikan formal saja, akan
tetapi dapat diperoleh dari pendidikan nonformal. 2.1.3.6 Persepsi Diri Brehm & Kassin (1993) dalam Helmi (2012) Self dapat dipandangdari perspektif ABC yaitu Affection, Behavior, dan Cognition. Komponen kognitif dan sikap adalah bagaimana seseorang mengetahui diri sendiri dan mengembangkan konsep diri. Komponen afektif dari self adalah bagaimana seseorang mengevaluasi diri sendiri, meningkatkan
harga
diri,
dan
mengatasiancaman-
ancaman terhadap harga diri. Komponen perilaku dari self
adalah
bagaimana
cara
seseorang
mempresentasikan diri sendiri kepada oranglain dan meregulasikan perilakunya sesuai dengan tuntutan interpersonal.
95
2.1.3.7 Sumber Daya / Dana Sumber daya merupakan elemen penting dalam suatu
organisasi, dimana sumber daya merupakan
sesuatu yang membantu dan mempermudahj alannnya suatu kegiatan (Gibson, 2011). Sumber daya yang dimaksud disiniadalah mendukung
fasilitas
pelaksanaan
dan
sarana
yang
kewaspadaan universal
berupa sarana cuci tangan berupa air yang mengalir, sabun dan detergen,
larutan
antiseptik,
alat-alat
pelindung berupa sarung tangan,masker, kacamata pelindung, gaun pelindung atau celemek dan sepatu pelindung, cairan untuk melakukan dekontaminasi, pencucian
alat, disentifeksi, sterilisasi dan tempat
pembuangan sampah (Depkes RI, 2011). Peralatan dan sumber daya lainnya sangat erat hubungannya dengan kinerja sehingga
sumber
daya
dalam hal ini fasilitas dan sarana kerja ,selain datayang cukup pencapaian kinerja optimal harus didukung oleh sarana yang memadai sehingga segala proses pelayanan kesehatan dapat terlaksana dengan baik dan menghasilkan pelayanan yang optimal dan terjamin (Yahya,2012).
96
2.1.3.8 Keterampilan Pusdiklatwas keterampilan
(2007) dalam
didefinisikansebagai
Rejeki
(2014)
tindakan
untuk
mengenali dan merespon secara layak perasaan,sikap, dan perilaku, motivasi serta keinginan orang lain. Bagaimana kita membangun hubungan yang harmonis dengan memahami dan merespon manusia atau orang lain merupakan bagian dari keterampilan. Untuk membangun hubungan dengan orang lain, terlebih dahulu
kita
harus menguasai
kemampuan
dan
keterampilan dalam mengenal diri sendiri, kemudian baru
keterampilan
Kemampuan
dalam
mengenal
orang
lain.
kitadalam menjalin hubungan dengan
orang lain menjadi faktor penting dalam membangun suasana. KeterjangkauanTimyan dalam
Suharmiati, et.
sarana
pelayanan
Judith, et.
all.
kesehatan
all (1997)
(2012)Keterjangkauan dipengaruhi
oleh
aksespelayanan yang tidak hanya disebabkan masalah jarak tetapi terdapat duafaktor penentu (determinan) yaitu determinan penyediaan yang merupakanfaktorfaktor pelayanan dan determinan permintaan yang merupakan faktorfaktor
pengguna.
Determinan
97
penyediaan
terdiri
atas
organisasi
pelayanandan
infrastruktur fisik, tempat pelayanan, pemanfaatan dan distribusi petugas, biaya
pelayanan
serta
mutu
pelayanan. Sedangkan determinan permintaan yang merupakan
faktor
pengguna
meliputi
rendahnya
pendidikan dan kondisisosial budaya masyarakat serta tingkat pendapatan yang rendah. 2.1.3.9 Motivasi 2.1.3.9.1
Pengertian Motivasi Walgito (2010) motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.
2.1.3.9.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Widyatun (2011) ada dua faktor yang berpengaruh terhadap motivasiyakni :
Faktor internal, meliputi faktor fisik, proses mental, hereditas, kematangan usia, pengetahuan.
Faktor
eksternal,
meliputi faktor
lingkungan, dukungan sosial, fasilitas (sarana dan prasarana), media.
98
2.1.3.10
Supervisi Swansburg
(2010) dikutip
oleh
Rakhmawati
(2012) Supervisi adalahusaha untuk mengetahui dan menilai
kenyataan
yang
sebenarnya
mengenai
pelaksanaan tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang diperhatikan yaitu menghargai dan mengembangkan potensi setiap individuserta menerima setiap perbedaan. Definisi lain mengenai supervisi dikemukakan oleh Sudjana (2004) dalam Nursalam (2011) yaitu upaya untukmembantu
pembinaan
dan
peningkatan
kemampuan pihak yang disupervisiagar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secaraefektif dan efisien. 2.1.3.11
Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan elemen yang penting dalam suatu organisasi baik formal maupun informal. Gibson (2011) mengemukakan bahwa kepemimpinan dapat
didefinisikan
sebagai
proses
membujuk
(inducing) orang-orang lain untuk mangambil langkah menuju sasaran bersama, peran kepemimpinan sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam
99
memperbesar energi untuk berperilaku dalam upaya mencapai tujuan kelompok. Dalam kepada
melaksanakan
pasien
harus
asuhan
berdasarkan
keperawatan pada universal
precautions yang membutuhkan pimpinan yang bisa memimpin
mereka dalam
precautions di setiap pasien.
melaksanakan universal
pemberian
pelayanan
kepada
Jika pemimpin tidak menganggap bahwa
kewaspadaan universal dalam pelayanan kesehatan itu tidak terlalu penting, maka perawat bawahannya juga akan memiliki persepsi yang sama. Kepemimpinan adalah
kemampuan
individ uuntuk
memotivasi
dan
memberikan
konstribusinya
keberhasilan dimaksud
membuat
organisasi. disini
adalah
mempengaruhi,
orang demi
lain
mampu
efektifitas
Kepemimpinan bagaimana
dan yang
pemimpin
mempengaruhi bawahannya dalam upaya mencapai tujuan pelaksanaan universal precautions yang baik. 2.1.3.12
Desain Pekerjaan atau Job Design Desain pekerjaan atau job design merupakan faktor penting dalam suatu organisasi apalagi dalam organisasi
rumah
sakit, dimana
harus dibutuhkan
kejelasan akan sesuatu kegiatan yang dilakukan sehingga
100
dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat optimal dan terjamin keamanannya sehingga mutu pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan dalam hal ini mengenai universal precautions dimana dibutuhkan buku petunjuk atau SOP sehingga
perawat
dapat
melaksanakan
asuhan keperawatan yang aman (Kotwal ,2010) Desain pekerjaan disini berhubungan secara tidak langsung dengan kinerja perawat dalam melaksanakan universal precautions, dimana desain pekerjaan yang sesuai dapat menambah pengetahuan perawat dalam pelaksanaan universal precautions sehingga termotivasi untuk dapat melaksanakan universal precautions dalam setiap pelayanan kesehatan kepada pasien. 2.1.3.13
Imbalan Imbalan diberikan kepada seseorang bukan karena
jasa
mengharap
atau
agar
prestasi semata tetapi
orang
yang
bersangkutan
justru dapat
berprestasi atau berjasa lebih baik dari yang sudahsudah (Yahya,2012). Gibson (2011), setiap perolehan atau imbalan yang didapat mempunyai nilai yang berbeda Perolehan
bagi
bagi
seperti
orang
yang
upah, promosi,
bersangkutan. teguran
atau
pekerjaan yang lebih baik mempunyai nilai yang
101
berbeda bagi orang yang berbeda dan imbalan menjadi pendorong
seseorang
untuk
mau
bekerja
juga
berpengaruh terhadap moral dan disiplin kerja. Hal ini
dimungkinkan
karena
dalam
melaksanakan fungsinya perawat lebih menekankan kepada pelayanan dan tanggung jawab, tidak semata pada imbalan yang akan diperolehnya. Secara rutin perawat telah menerima gaji bulanan yang telah sesuai dengan standar gaji perawat pada umumnya, sehingga
imbalan
tambahan
di luar
gaji
pokok
tersebut tidak terlalu mempengaruhi mereka untuk melaksanakan kewaspadaan universal dan dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor psikologis perawat dimana persepsi mereka akan terkena oleh infeksi apabila
tidak melaksanakan universal precautions
dengan baik. Kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk
penghargaan yang dijanjikan akan diterima
karyawan sebagai imbalan dari pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan.
102
2.2
Kerangka Teori
Kepatuhan Perawat
Universal Precaution
Faktor individu
Usia Jenis kelamin Pendidikan Masa kerja Status perkawinan
Faktor organisasi
Sumber daya Kepemimpinan Imbalan Desain pekerjaan
Cuci tangan Pemakaian APD Pengelolaan jarum dan alat tajam Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai Penyimpanan instrumen bedah
Faktor psikologis
Sikap Motivasi Persepsi
Kejadian kecelakaan kerja
: Diteliti : Tidak diteliti
Hubungan kepatuhan perawat dalam universal precaution dengan kejadian kecelakaan kerja. (Gibson, 2013)
103
Kepatuhan perawat dalam menerapkan kewaspadaan universal dalam asuhan keperawatan di rumah sakit mencerminkan kinerja perawat. faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kepatuhan perawat terhadap
kewaspadaan universal menjadi faktor individu, faktor pekerjaan dan faktor organisasi. Kewaspadaan universal diterapkan dipelayanan kesehatan bertujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas kesehatan
dan
pasien.
Kewaspadaan
universal
yang
dimaksud yaitu penularan infeksi melalui darah, penggunaan sarung tangan,dan mencuci tan gan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Keselamatan di rumah sakit merupakan aspek penting dan prinsip dasar pelayanan kesehatan serta komponen kritis dari manjemen mutu dan salah satu indikator dalam penilaian akreditasi rumah sakit. Rumah sakit yang menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja dengan baik dari segala
bentuk
akan mencegah petugas kesehatan maupun pasien kecelakaan
kerja
yang mungkin
bisa
terjadi.
Kesehatan dan keselamatan kerja yang baik dimulai dengan menyadari bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah hal yang pertama dan utama.