BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Air adalah komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan manusia
dan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, dimana persyaratan kualitas ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 492 tahun 2010 tentang syarat fisik, kimia, bakteriologis dan Pengawasan Kualitas Air (Menteri Kesehatan RI, 2010). Air juga merupakan senyawa yang paling berlimpah di alam, namun demikian sejalan dengan meningkatnya taraf hidup manusia maka kebutuhan air pun meningkat pula. Syarat kualitas air minum atau air bersih yang ditetapkan dalam Permenkes No. 492/2010 terdiri dari syarat fisik, syarat bakteriologi, syarat radioaktif dan syarat kimiawi. Beberapa kandungan kimiawi diduga berpengaruh terhadap kesehatan gigi, antara lain unsur fluorida, kalium, kalsium, dan keasaman (pH) air (Susana, 2003). Air adalah kebutuhan yang sangat vital bagi makluk hidup, kebutuhan manusia akan air bertambah terus, menjadi sangat nyata bila dikaitkan dengan pertambahan penduduk, kebutuhan pangan, peningkatan industrialisasi dan lain sebagainya (Husni dan Satyo, 2000). Diperkirakan lebih 2 milyar manusia/hari terkena dampak kekurangan air di dunia. Jumlah penduduk di Indonesia lebih dari 200 juta namun 119 juta penduduk belum memiliki akses terhadap air bersih layak
6
7
konsumsi sedangkan kebutuhan diperkirakan meningkat hingga 15-35% /kapita/tahun (Untari dan Joni, 2015). Jenis Air menurut asal sumbernya dapat dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu (Effendi, 2003): a. Air hujan, adalah air yang didapatkan dari atmosfer karena terjadinya presipitasi dari awan dan atmosfer yang mengandung uap air. b. Air permukaan tanah, adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa dan badan air lain yang tidak mengalami infiltrasi ke dalam tanah. c. Air dalam tanah, adalah air yang berada di bawah permukaan tanah yang ditemukan pada akifer . 2.1.1
Air Hujan Air hujan adalah sumber air yang sangat penting. Pemanfaatan air hujan
sebagai sumber air biasa dilakukan di daerah pedalaman yang belum dijangkau oleh jalur distribusi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mempunyai fungsi sebagai perusahaan penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta tidak tersedia air tanah (Zainur dan Mujiyati, 2015). Air hujan juga dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara seperti NH3, CO2 agresif, ataupu SO2. Adanya konsentrasi SO2 yang tinggi di udara yang bercampur dengan air hujan akan menyebabkan terjadinya hujan asam (acid rain). Atap penampungan biasanya dicemari oleh partikel-partikel debu, kotoran burung, dan berbagai kotoran lainnya. Sumber air yang berasal dari air hujan ini walaupun tidak murnitermasuk dalam kategori air lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat mineral, sehingga
8
apabila akan dimanfaatkan untuk air minum perlu direbus dulu atau disucihamakan (Susana, 2003). Hujan merupakan bentuk endapan yang sering dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud dengan endapan adalah curah hujan. Hujan secara alami bersifat asam (pH 5,6) karena karbon dioksida (CO2) di udara dapat larut dalam air hujan dan menghasilkan senyawa yang bersifat asam. Hujan asam terjadi karena tingginya gas sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) (Wardhani, dkk 2015). Air hujan mempunyai kandungan fluor yang rendah. Rendahnya kandungan fluor dalam air juga dapat menyebabkan karies gigi sehingga perlu fluoridasi. Fluorida (F), dalam jumlah kecil dibutuhkan sebagai pencegahan terhadap penyakit karies gigi yang paling efektif tanpa merusak kesehatan. Konsentrasi >1,5 mg/L air dapat menyebabkan ‘Fluorosis’ pada gigi (Musadad dan Joko, 2009). Air hujan bersih biasanya memiliki pH sekitar 5,6. Hal ini bisa berdampak negatif untuk kesehatan gigi dan mulut karena dapat menyebabkan demineralisasi email gigi dan menyebabkan terjadinya pembentukan lubang gigi (Suparno, 2013). 2.1.1.1 Keuntungan Pemanfaatan Air Hujan. Beberapa keuntungan penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut (Yulistyorini, 2011) : 1) Meminimalisasi dampak lingkungan. Penggunaan instrumen yang sudah ada (atap rumah, tempat parkir, taman, dan lain-lain) dapat menghemat pengadaan instrumen baru dan meminimalisasi dampak lingkungan. Meresapkan kelebihan air hujan ke
9
tanah dapat mengurangi volume banjir di jalan-jalan di perkotaan setelah banjir. 2) Lebih bersih. Air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi persyaratan sebagai air baku air bersih dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut. 3) Kondisi darurat. Air hujan sebagai cadangan air bersih sangat penting penggunaannya pada saat darurat atau terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama pada saat terjadi bencana alam. Selain itu air hujan bisa diperoleh di lokasi tanpa membutuhkan sistem penyaluran air. 4) Sebagai cadangan air bersih. Pemanenan air hujan dapat mengurangi kebergantungan pada sistem penyediaan air bersih. 5) Sebagai salah satu upaya konservasi. 6) Mudah, fleksibel dan dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan. Pembangunan, operasional dan perawatan tidak membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu. 2.1.1.2 Langkah – Langkah Pengolahan Air Hujan. Beberapa langkah sederhana dalam mengolah air hujan menjadi air bersih adalah sebagai berikut (Helmreich dan Horn, 2009) : 1) Bersihkan
permukaan
tangkapan
penampungan air hujan secara berkala.
air
hujan
dan
interior
tangki
10
2) Pasang saringan (screen) sebelum masuk ke pipa tangki penampungan air hujan cukup. 3) Buang beberapa liter air hujan pada beberapa menit pertama ketika hujan tiba dengan menggunakan pipa khusus pembuangan. 4) Desinfeksi (chlorination) Merupakan cara yang umum digunakan dalam mengurangi kontaminan mikroorganisme. Dosis klorinasi yang digunakan sebaiknya berkisar 0,4 – 0,5 mg/lt berupa free chlorine dalam bentuk tablet atau gas. 5) Saring air hujan dengan menggunakan saringan pasir lambat (slow sand filter). 6) Pasteurisasin merupakan metode pengolahan dengan menggunakan sinar ultraviolet dan panas dari sinar matahari. Metode sangat efektif jika suhu pemanasan mencapai 50˚C dan air mengandung konsentrasi oksigen yang cukup. 2.1.1.3 Kandungan Air Hujan Analisis kimia tentang air hujan meliputi variabel-variabel anion yaitu seperti sulfat (SO4² ̄ ), nitrat (NO³ ̄ ), dan chlor (Cl ̄), dan kation seperti amonium (NH⁴⁺), calsium (Ca²⁺), kalium (K⁺), natrium (Na⁺) dan magnesium (Mg²⁺)
(Budiwati, dkk 2010). Kandungan kimia yang ada dalam air hujan yaitu parameter besi, kesadahan, klorida, mangan, pH, sulfat, tembaga dan timbal. Kandungan kimia anorganik dalam air hujan adalah nitrat dan flourida (Anuar, dkk 2015). Kandungan rata-rata yang ada dalam air hujan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Mineral rendah
11
2. Kesadahan rendah 3. pH normal 4. Flour rendah (0,178) 5. Kandungan organik tinggi (> 10) 6. Zat besi tinggi (> 0,3) Penggunaan air hujan untuk air minum dalam jangka waktu yang panjang di kawatirkan dapat menyebabkan rapuhnya tulang dan gigi (Mentri Kesehatan RI, 2010). 2.1.2
Air PDAM Sebagai salah satu sumber energi yang terpenting di dunia ini yaitu air.
Ketersediaan air yang cukup secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Untuk itu diperlukan suatu instalasi pengolahan air (IPA) guna menunjang kelancaran distribusi air pada masyarakat. Pemilihan unit operasi dan proses pada IPA harus disesuaikan dengan kondisi air baku yang digunakan salah satunya adalah IPA PDAM. Sumber air baku adalah mata air dengan kualitas air baku air yaitu besi, mangan, warna, dan bau (Arifiani dan Mochtar, 2007). PDAM adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Dari sisi produksi dan kualitas air minum, sudah baik dimana selama ini PDAM menggunakan mata air (Solang, dkk 2014). PDAM sendiri memiliki fungsi strategis yaitu sebagai penyedia air minum atau air bersih yang layak konsumsi untuk masyarakat (Murti dan Veronika, 2013).
12
Perusahaan Daerah Air Minum memiliki tugas dan kewajiban dalam menyelenggarakan pengolahan, penyediaan, serta pelayanan air bersih, melalui pengelolaan infra struktur fasilitas air bersih serta pengaturan sistem distribusi, dituntut untuk senantiasa dapat melakukan pembenahan di bidang pelayanan dengan cara mengembangkan pelayanan secara profesional dalam rangka usaha untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya, ditetapkan yaitu untuk melayani masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di wilayah – wilayah (Kereta, 2014). 2.1.2.1 Cara Pengolahan Air PDAM Dalam pengolahan air bersih ada beberapa tahapan yang diperlukan yaitu sebagai berikut : 1. Intake Beberapa lokasi intake pada sumber air yaitu intake sungai, intake danau dan waduk, dan intake air tanah. Jenis-jenis intake, yaitu intake tower, shore intake, intake crib, intake pipe atau conduit, infiltration gallery, sumur dangkal dan sumur dalam (Nelwan, dkk2013). 2. Aerasi Aerasi biasanya digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan atau untuk menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di permukaan menjadi suatu oksida. Dalam keadaan teroksidasi, besi dan mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan larutan ion, keduanya terlarut pada bilangan oksidasi⁺², yaitu Fe⁺² dan Mn⁺². Ketika kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi valensi yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks
13
baru yang tidak larut ke tingkat yang cukup besar. Oleh karena itu, mangan dan besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi (Arifiani dan Mochtar, 2007). 3. Koagulasi Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mengalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih besar. Faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembubuhan koagulan, dan pengadukan dari bahan kimia (Darmasetiawan, 2001). 4. Flokulasi Flok-flok kecil yang sudah terbentuk di koagulator diperbesar disini. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok adalah kekeruhan pada air baku, tipe dari suspended solids, pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya pengadukan (Sutrisno, 2002). 5. Sedimentasi Sedimentasi merupakan pemisahan partikel secara gravitasi. Pengendapan kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan diskrit, pengendapan zone dan pengendapan kompresi/ tertekan. Jenis bak pengendapan adalah bak pengendapan aliran batch dan bak pengendapan dengan aliran kontinue (Hidayat dan Muchamad, 2012).
14
6. Filtrasi Proses filtrasi yaitu proses mengalirkan air hasil sedimentasi atau air baku melalui media pasir. Proses yang terjadi selama penyaringan adalah
pengayakan,
flokulasi
antar
butir,
dan
proses
biologis
(Darmasetiawan, 2001). 7. Desinfeksi Desinfeksi air minum memiliki tujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air. Desinfeksi air dapat dilakukan dengan cara pemanasan, penyinaran dengan sinar UV, ion-ion logam dengan tembaga dan perak, asam atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan chlorinasi (Sutrisno, 2002). 8. Reservoir Reservoir digunakan pada saat sistem distribusi untuk meratakan aliran untuk mengatur tekanan dan untuk kadaan darurat. Jenis pompa penyediaan air yang banyak digunakan yaitu jenis pompa putar dan jenis pompa langkah positif (Noerbambang, 2000). 2.1.3
Air Minum Manusia sangat membutuhkan air untuk keperluan hidupnya setiap hari.
Air minum merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sumber air minum dapat berasal dari air tanah, air sungai, air hujan maupun dari sumber yang lain. Air minum merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan air yang paling utama bagi manusia yaitu air minum. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini, maka seluruh proses metabolisme dalam tubuh manusia bisa berlangsung dengan lancar (Susianah dan Ali, 2009). Air merupakan
15
sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Adanya fluor dalam air minum akan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan fluor yang diterima oleh manusia tersebut dan kesehatan giginya (Zainur dan Mujiyati, 2015). Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di Indonesia yaitu sebesar 66,8 % (perkotaan: 64,3%; perdesaan: 69,4%). Lima provinsi dengan proporsi tertinggi untuk RT yang memiliki akses terhadap air minum improved adalah Bali (82,0%), DI Yogyakarta (81,7%), Jawa Timur (77,9%), Jawa Tengah (77,8%), dan Maluku Utara (75,3%); sedangkan lima provinsi terendah adalah Kepulauan Riau (24,0%), Kalimantan Timur (35,2%), Bangka Belitung (44,3), Riau (45,5%), dan Papua (45,7%) (Kementerian Kesehatan RI, 2013). 2.1.3.1 Persyaratan air minum. Agar air minum tidak menyebabkan gangguan pada kesehatan, maka air tersebut haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Standar air minum yang berlaku di Indonesia dapat di lihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No 492/MENKES/PER/IV/2010 (Husni dan Satyo, 2000). Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No492/MENKES/PER/IV/2010,
persyaratan air minum dapat di tinjau dari beberapa aspek yaitu syarat fisik, syarat kimia dan syarat bakteriologis yang terdapat dalam air minum tersebut (Menteri Kesehatan RI, 2010). 1. Syarat fisik a) Air tidak boleh berwarna b) Air tidak boleh berasa
16
c) Air tidak boleh berbau 2. Syarat-syarat kimia Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah di tentukan. 3. Syarat bakteriologis Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli melebihi batas-batas yang telah ditentukan yaitu 1 coli/100 ml air. 2.1.3.2 Fluor air minum. Konsentrasi fluor yang ada dalam air berhubungan erat dengan jenis sumber air. Pada umumnya konsentrasi fluor di air tanah dan air permukaan melebihi syarat di atas. Konsentrasinya dalam air tanah biasanya lebih tinggi daripada air permukaan, dan di beberapa tempat bahkan sangat tinggi. Tingginya kadar fluor dalam air dapat membahayakan kesehatan gigi jika tidak ada pengolahan (defluoridasi). Sebaliknya pada jenis sumber air minum lain seperti air hujan kandungan fluornya rendah di bawah syarat flour air layak konsumsi. Rendahnya kandungan fluor dalam air juga dapat menyebabkan karies gigi sehingga perlu fluoridasi (Musadad dan Joko, 2009). Fluoridasi air minum adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluor yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7 – 1,2 ppm. Menurut penelitian, fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40 – 50% pada gigi susu. Jika air minum masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi
17
(Agtini, dkk 2005). Pemberian tablet fluor disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan fluor sebesar 1 mg per hari). Jumlah fluor yang dianjurkan untuk anak di bawah umur 6 bulan – 3 tahun adalah 0,25 ppm, 3 – 6 tahun adalah sebanyak 0,5 ppm dan untuk anak umur 6 tahun ke atas diberikan dosis 0,5 – 1 ppm (Herdiyanti dan Inne, 2010). Menurut Depkes RI (1997), persyaratan untuk adanya fluoridasi air minum adalah sebagai berikut (Herdiyanti dan Inne 2010) : 1. Derajat keparahan penyakit karies gigi di masyarakat adalah tinggi atau
sedang atau indikasi yang menunjukkan meningkatnya derajat keparahan penyakit karies gigi. 2. Tercapainya tingkat ekonomi sedang dan adanya perkembangan teknologi
di suatu daerah atau negara. 3. Tersedianya suplai air yang menjangkau sebagian besar penduduk kota. 4. Adanya faktor bahwa masyarakat menggunakan air pipa pada air sumur
atau penampungan air hujan. 5. Tersedianya suplai bahan fluor yang dapat diandalkan dengan mutu yang
dapat diterima. 6. Tersedianya peralatan yang dibutuhkan di tempat penjernihan air. 7. Tersedianya petugas terlatih di tempat penjernihan yang dapat mengelola
sistem perairan. 8. Tersedianya dana yang cukup.
18
2.2
Fluor Fluor adalah mineral alamiah yang terdapat di semua sumber air termasuk
laut. Fluor tidak pernah ditemukan dalam bentuk bebas di alam. Fluor bergabung dengan unsur lain membentuk senyawa fluoride (Yani dan Ristya, 2005). Fluor (F) merupakan salah satu unsur yang melimpah pada kerak bumi. Unsur ini ditemukan dalam bentuk ion fluor (F). Fluor yang berikatan dengan kation monovalen, misalnya NaF, AgF, dan KF bersifat mudah larut, sedangkan fluor yang berikatan dengan kation divalen, misalnya CaF2 dan PbF2, bersifat tidak larut dalam air (Musadad dan Joko, 2009). Perairan alami biasanya memiliki kadar fluor kurang dari 0,2 ppm. Kadar fluor mencapai 10 ppm pada air tanah dalam dan sekitar 1,3 ppm pada perairan laut. Perairan yang diperuntukkan bagi air minum sebaiknya memiliki kadar fluor 0,7 – 1,2 ppm (Effendi, 2003). Fluor memiliki unsur yang penting dalam pembentukan gigi dan tulang. Fluor adalah mineral yang secara alamiah terdapat di semua sumber air termasuk laut. Fluor tidak pernah ditemukan dalam bentuk bebas di alam, ia bergabung dengan unsur lain membentuk senyawa fluor (Agtini, dkk 2005). Indikasi dari penggunaan fluor yaitu pasien anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang sampai tinggi, gigi dengan permukaan akar yang terbuka, gigi yang sensitif, anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit untuk membersihkan gigi (contoh : down syndrome), dan pasien yang sedang dalam perawatan orthodontik. Sedangkan kontra indikasi dari penggunaan fluor yaitu pasien anak dengan resiko karies rendah, pasien yang tinggal dikawasan dengan air minum
19
yang mengandung kadar fluor tinggi, dan ada kavitas besar yang terbuka (Sunubi, 2014). 2.2.1
Fungsi Fluor Fluor yaitu sebagai agen antikaries yang utama. Aksi primer terhadap
orang dewasa sama baiknya dengan pada anak-anak dimana aksi topikal di dalam mulut sebagaimana ditemukan pada permukaan gigi, plak, dan permukaan lesi. Fluor menghambat demineralisasi, meningkatkan remineralisasi, dan dapat menghambat bakteri kariogenik (Cochrane, dkk 2014). Fluor meningkatkan remineralisasi dari terlarutnya sebagian enamel atau kristal dentin melalui berkombinasi dengan kalsium dan fosfat terutama pada saliva. Remineralisasi adalah proses perbaikan alamiah terhadap lesi karies yang belum membentuk kavitas. Fluor berfungsi mempercepat remineralisasi dan membentuk lapisan seperti fluorapatit baru di atas remineralisasi kristal yang tersisa di bawah lesi karies sehingga kelarutan kristal menjadi menurun (Featherstone, 2006). Kadar fluor yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat remineralisasi diperkirakan lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk menghambat demineralisasi atau untuk efek antibakteri. Kadar fluor dengan jumlah remineralisasi memiliki hubungan linier (Untari dan Joni, 2015). Fluor dalam saliva adalah sebesar 0,1 ppm diperkirakan memberi perlindungan yang hampir menyeluruh untuk melawan perkembangan karies. Jumlah ini tidak berlaku untuk semua situasi dan sangat tergantung oleh kekuatan asam yang berasal dari fermentasi bakteri atau karbohidrat dan intensitasnya mengikuti keseimbangan karies (Featherstone, 2006).
20
2.2.2
Sumber Fluor Beberapa sumber-sumber fluor yang ada yaitu antara lain :
a. Fluor di lithosphere Fluor adalah elemen kimia yang bersifat paling elektro negatif karena itu tidak pernah ditemukan di alam dalam bentuk elemen bebas, di dunia fluor tersedia dalam jumlah yang sangat besar. Sebagian besar terikat pada mineral dan senyawa kimia lainnya dan secara biologis tidak terdapat dalam bentuk ion bebas. Pada bukit kapur terdapat 300 – 700 ppm fluor dan 4700 ppm pada beberapa bukit kapur yang lunak. Air dengan kandungan fluor tinggi biasanya ditemukan di kaki gunung dan di daerah yang secara geologis terdiri dari endapan yang berasal dari laut. Konsentrasi fluor dalam tanah bertambah menurut kedalamannya, di daerah pegunungan yang sangat tinggi kandungan fluor dalam tanah biasannya rendah (Agtini, dkk 2015). b. Fluor dalam air Semua air mempunyai kandungan fluor dalam konsentrasi yang berbeda-beda sebagian besar tersedia untuk manusia berkaitan dengan siklus hidrologis, yang berarti bahwa air berasal dari laut. Air laut memiliki kandungan fluor yang besar dengan konsentrasi 0,8 – 1,4 ppm. Kadar fluor air danau, sungai dan air sumur buatan umumnya dibawah 0,5 ppm. Air yang tertahan dalam sedimen selama pengendapannya serta air panas yang berasal dari gunung berapi dan endapan minum epitermal biasanya mempunyai kadar fluor 3-6 ppm (Yani dan Ristya, 2005).
21
c. Fluor di udara Fluor di udara berasal dari debu tanah yang mengandung fluor dari limbah gas industri dari pembakaran batu bara domestik dan dari gas yang dikeluarkan dari daerah gunung berapi (Nasjono, 2010). d. Fluor dalam makanan dan minuman Berbagai
evaluasi
terhadap
makanan
pembawa
fluor
memperlihatkan bahwa fluor dalam makanan menunjukkan konsentrasi yang rendah sebelum diproses (0,1 – 2,5 ppm). Tanaman teh mempunyai konsentrasi fluorberkisar antara 3,2 – 4,00 ppm. Sementara seduhannya mengandung fluor sampai dengan 8,6 ppm (Pauwels dan Ahmed, 2007). e. Fluor dalam garam Sejumlah penelitian mengemukakan hasilnya bahwa garam berfluor mempunyai pengaruh, yang besar dalam menghambat karies, sama dengan fluor dalam air minum bilamana digunakan pada konsentrasi dan pemakaian yang tepat (Agtini, dkk 2015). 2.2.3
Tujuan Penggunaan Fluor Tujuan penggunaan fluor yaitu untuk melindungi gigi dari karies. Fluor
bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksiapatit pada enamel menjadi fluorapatit (Sunubi, 2014). Fluorapatit menghasilkan enamel yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi yang merangsang perbaikan dan penghentian lesi karies. Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan
22
fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal varnish (Angela, 2005). Fluoridasi air minum adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluor yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7 – 1,2 ppm (Feathersstone, 2006). Menurut penelitian, fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40 – 50% pada gigi susu. Jika air minum masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi (Angela, 2005). 2.2.4
Dampak Kelebihan dan Kekurangan Fluor.
a) Dampak Kelebihan Fluor Tingginya kandungan fluor pada air minum dapat mengakibatkan kerusakan pada gigi. Semua zat bila digunakan tidak semestinya atau berlebihan maka akan menyebabkan masalah atau berbahaya bagi kesehatan. Konsumsi 2 ppm fluor dapat menyebabkan mottled enamel,5 ppm dapat menyebabkan osteosklerosis, 50 ppm dapat menyebabkan kelainan kalenjar tiroid, 120 ppm dapat menyebabkan retardasi mental,125 ppm dapat menyebabkan penyakit ginjal, dan 2,5 gram sampai 5 gram dapat menyebabkan dosis akut dan kematian (Featherstone, 2006). Kelebihan fluor dapat mengakibatkan kelainan pada tulang dan gigi. Fluor dalam tubuh separuhnya akan disimpan dalam tulang dan terus bertambah sesuaiumur, akibatnya tulang menjadi mudah patah karena terjadi fluorosis pada tulang (Herdiyanti dan Inne, 2010).
23
b) Dampak Kekurangan Fluor dapat menyebabkan (Featherstone, 2000) : 1. Kerusakan gigi yang berlebihan. 2. Kekurangan fluor ini akan mengakibatkan gigi menjadi rapuh. 3. Selain gigi menjadi rapuh, bila kekurangan flour ini dapat menyebabkan gigi mudah terserang karies (caries dentis). 4. Terjadi perubahan warna pada gigi anak. 5. Dapat terjadi penipisan tulang.
2.3
Karies Karies gigi merupakan masalah yang penting karena tidak saja
menyebabkan keluhan rasa sakit, tetapi juga menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya sehingga mengakibatkan menurunnya produktivitas. Kondisi ini tentu akan mengganggu konsentrasi belajar, mempengaruhi nafsu makan dan asupan makanan sehingga dapat memengaruhi status gizi dan pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik (Hadnyanawati, 2002). Karies adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang disebabkan oleh kerja mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat diragikan. Karies ditandai oleh adanya demineralisasi mineral-mineral email dan dentin, diikuti oleh kerusakan bahan-bahan organiknya (Hikmayati, 2015). Ketika karies makin mendekati pulpa, karies dapat menimbulkan perubahan-perubahan dalam bentuk dentin reaksioner dan pulpitis (mungkin disertai rasa nyeri) dan bisa berakibat terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa. Jaringan pulpa yang mati terinfeksi ini selanjutnya akan menyebabkan perubahan di jaringan periapeks (Sunarjo, dkk 2016).
24
Menurut WHO (2003), bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies. Menurut penelitian di negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80- 95% dari anak- anak dibawah umur 18 tahun terserang karies gigi (Masriadi, 2014). Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (Depkes RI,2007) menyatakan bahwa 63,5% penduduk Indonesia menderita karies aktif. Namun dibeberapa Provinsi angka tersebut lebih tinggi dari angka nasional, seperti Kalimantan 99,5%, Sulawesi 88%, Sumatera 66,5%. Sedangkan pada tahun 2004 berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga, prevalensi karies gigi penduduk Indonesia mencapai 90,05%. Hasil penelitian Direktorat Kesehatan Gigi tahun 2006, di Kalimantan Barat 99%, Kalimantan Selatan 96%, Jambi 92%, Sulawesi Selatan 87%, dan Maluku 77% (Sabri dan Fatimah, 2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 30% penduduk Indonesia mempunyai masalah gigi dan mulut. Menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar 80% – 90% dimana diantaranya adalah golongan anak. Dilihat dari kelompok umur, golongan umur muda lebih banyak menderita karies gigi dibanding umur 45 tahun keatas umur 10-24 tahun karies giginya adalah 66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan umur 65 tahun keatas sebesar 43,8% keadaan ini menunjukkan karies gigi banyak terjadi pada golongan usia produktif (Kementetian Kesehatan RI, 2013). 2.3.1
Definisi Karies Karies gigi adalah rusaknya jaringan keras gigi akibat demineralisasi
struktur gigi yang disebabkan multifaktorial yang saling mempengaruhi
25
(Indry,dkk 2013). Karies bisa disebabkan karena berbagai sebab, diantaranya yaitu karbohidrat, mikroorganisme dan air ludah, permukaan dan bentuk gigi, serta dua bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi berlubang adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan tidak diobati, penyakit dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan gigi, dan infeksi (Tarigan, 2013). Karies gigi merupakan sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang, lubang gigi disebabkan oleh beberapa tipe dari bakteri penghasil asam yang dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat termasuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Asam yang diproduksi tersebut mempengaruhi mineral gigi sehingga menjadi sensitif pada pH rendah (Iswari, dkk 2017). Sebuah gigi bisa mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun menjadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada gigi. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Peningkatan prevalensi karies banyak dipengaruhi perubahan dari pola makan. Karies gigi telah menjadi penyakit yang tersebar di seluruh dunia (Musadad dan Joko, 2009). 2.3.2
Gambaran Klinis Karies
Karies dapat digolongkan menurut keparahan atau kecepatan serangannya, dan akan meliputi gigi geligi dan permukaan gigi yang berlainan bergantung kepada keparahannya. Kasus karies disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi dan permukaan gigi yang paling rentan, seperti ceruk oklusal dan fisur
26
(Worotitjan, dkk 2013). Kasus karies disebut moderat bila serangan karies meliputi permukaan oklusal dan aproksimal gigi posterior, sedangkan bila serangan juga meliputi gigi anterior, yang biasanya bebas karies, kasusnya disebut berat (Kidd, dkk 2002). Karies rampan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya kerusakan yang sangat cepat pada beberapa gigi yang sering melibatkan permukaan gigi yang biasanya relatif bebas karies. Karies rampan terutama terdapat pada gigi-geligi sulung anak yang terus menerus mengisap botol yang berisikan gula atau dicelupkan dahulu ke larutan gula. Karies rampan bisa juga terlihat pada gigi permanen anak usia belasan tahun dan biasanya disebabkan oleh terlalu banyak mengkonsumsi kudapan kariogenik dan minuman manis diantara waktu makannya (Winda, dkk 2015). Karies juga dapat terjadi pada mulut yang mengalami kekurangan ludah (xerostomia). Terapi radiasi pada daerah kelenjar ludah pada pengobatan keganasan, merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan xerostomia. Terdapat beberapa obat yang akan menghambat pengeluaran ludah seperti golongan antidepresan, obat penenang, antihipertensi, dan diuretik (Kidd, dkk 2002). Karies terhenti (arrested caries) merupakan suatu keadaan yang kontras sekali dengan karies rampan. Istilah ini menggambarkan lesi karies yang tidak berkembang, biasanya terjadi pada lingkungan mulut yang memudahkan timbulnya karies yang berubah menjadi cenderung menghambat karies (Kidd, dkk 2002).
27
Karies email memiliki tanda-tanda awal secara klinis berupa lesi bercak putih. Warna lesi berbeda jelas dengan warna email sehat di sekitarnya tetapi pada tahap ini tidak terdapat kavitas dan email yang menutup lesi tersebut tetap keras dan sering masih bercahaya. Email terlihat coklat karena terserapnya stain eksogen oleh daerah yang porus. Lesi berwarna putih maupun coklat dapat terjadi selama beberapa tahun (Kidd, dkk 2002). 2.3.3
Etiologi Karies Karies gigi termasuk penyakit dengan etiologi yang multifaktorial, yaitu
adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya lesi karies. Selain faktor etiologi, ada juga yang disebut faktor non-etiologi atau dikenal dengan istilah indikator resiko. Indikator resiko ini bukan merupakan faktor-faktor penyebab tetapi faktor-faktor yang pengaruhnya berkaitan dengan terjadinya karies. Efek faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi faktor resiko dan faktor modifikasi (Pintauli dan Silitonga, 2007). Hubungan sebab akibat dapat menyebabkan terjadinya karies sering di identifikasi sebagai faktor resiko. Individu dengan resiko karies yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai faktor resiko karies yang lebih banyak. Faktor resiko karies terdiri atas karies, fluor, oral hygiene, bakteri, saliva, dan pola makan (Soesilo, dkk 2005). Perkembangan karies juga dipengaruhi dengan adanya faktor modifikasi. Faktor-faktor ini memang tidak langsung menyebabkan karies, namun pengaruhnya berkaitan dengan perkembangan karies. Faktor-faktor tersebut yaitu umur, jenis kelamin, perilaku, faktor sosial, genetik, pekerjaan, dan kesehatan umum (Pintauli dan Silitonga, 2007).
28
Bakteri penyebab karies adalah bakteri yang non-motil tetapi tampaknya bergerak maju melalui tubulus dentin dengan jalan pembelahan (binary fission) dan akibat gerakan cairan dentin. Mikroba yang terkait karies permukaan halus dan cerukfisur adalah streptococus golongan mutan, khususnya Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus, sedangkan mikroba terkait dengan karies akar adalah Actinomyces sp (Maulana, dkk 2017). Streptococus golongan mutan penting dalam mengawali karies, tetapi golongan ini tidak begitu berperan dalam perkembangan karies selanjutnya, yaitu karies dalam. Bakteri di dalam lapisan karies paling dalam didominasi oleh anaerob obligat (Walton dan Torabinejad, 2008). Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan kuman yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan (Kriswandidi, dkk 2005). Polisakarida yang terutama terdiri dari polimer glukosa yang dapat menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin, akibatnya bakteri-bakteri lain terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Plak yang makin akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut (Kidd dan Bechal, 1992 dalam Widodo, 2012). Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi diantaranya yaitu faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host (gigi dan
29
saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies dan waktu (Kriswandidi, dkk 2005). 1. Host (Saliva dan Gigi) Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Di ketahui adanya pit dan fisur pada gigi yang merupakan daerah gigi yang sangat rentan terhadap karies oleh karena sisa-sisa makanan maupun bakteri akan mudah tertumpuk disini. Saliva merupakan sistem pertahanan utama terhadap karies. Saliva disekresi oleh tiga kelenjar utama saliva yaitu glandula parotida, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil (Kidd, dkk 2002). Sekresi saliva akan membasahi gigi dan mukosa mulut sehingga gigi dan mukosa tidak menjadi kering. Saliva membersihkan rongga mulut dari debrisdebris makanan sehingga bakteri tidak dapat tumbuh dan berkembang biak. Mineral-mineral di dalam saliva membantu proses remineralisasi email gigi. Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat membuat bakteri mulut menjadi tidak berbahaya. Selain itu, saliva mempunyai efek buffer yaitu saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula dan dapat mempertahankan pH supaya tetap konstan yaitu pH 6 - 7 (Stookey, 2008). 2. Substrat/diet Substrat atau diet juga dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan email. Dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam
30
serta bahan yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi (Tarigan, 2013). 3. Mikroorganisme Plak gigi sangat memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, bakteri yang paling banyak dijumpai adalah Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis dan Streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa spesies Actinomyces (Tarigan, 2013). 4. Waktu Waktu merupakan kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. Secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6 - 48 bulan atau bisa dalam hitungan tahun (Kidd dan Bechal, 1992 dalam Widodo, 2012).
31
Permukaan gigi yang rawan terhadap karies yaitu permukaan yang mudah menjadi timbunan dan berkembang biaknya plak. Permukaan gigi tersebut adalah (Kidd, dkk 2002) : a. Ceruk (pit) dan fisur di permukaan oklusal gigi molar dan premolar, ceruk bukal molar dan ceruk palatal insisivus atas. b. Permukaan halus email di daerah aproksimal sedikit ke arah serviks dan daerah kontak. c. Email pada tepi serviks di daerah tepi gingiva. Pada gigi yang mengalami resesi gingiva, daerah tempat stagnasinya plak adalah pada permukaan akar yang terbuka. d. Tepi restorasi terutama yang mempunyai celah antara restorasi dan giginya atau yang tumpatannya mengemper (overhang). Lokasi pertama adalah, ceruk dan fisur, merupakan daerah dengan frekuensi perkembangan karies paling tinggi, disusul lokasi kedua (daerah aproksimal) dan ketiga (tepi serviks). Karies ceruk dan fisur merupakan karies yang lebih sering dijumpai dibandingkan dengan karies aproksimal, paling tidak pada kelompok orang muda sebelum terjadi resesi gingiva, sedangkan karies bukal dan lingual di tepi serviks merupakan yang paling jarang terjadi (Tarigan, 2013). Lokasi utama karies pada pasien yang lebih tua adalah permukaan akar gigi yang terbuka karena resesi gingiva. Frekuensi karies pada lokasi keempat (karies sekunder di sekitar restorasi) seharusnya merupakan lokasi yang paling jarang terjadi, tetapi kenyataannya tidak demikian (Kidd, dkk 2002).
32
2.3.4
Patogenesis Karies Salah satu penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus mutans adalah
karies gigi. Beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah gula, saliva, dan juga bakteri pembusuknya. Mengonsumsi sesuatu yang mengandung gula terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi (Maulana, dkk 2017). Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glikoprotein itu. Walaupun banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Kidd dan Bechal, 1992 dalam widodo, 2012). Pada langkah selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam suatu metabolisme glikolisis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis dibawah kondisi anaerob adalah asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk menurunkan pH sampai batas tertentu sehingga dapat menghancurkan zat kapur fosfat di dalam email gigi dan mendorong kearah pembentukan suatu rongga atau lubang (Kriswandidi, dkk 2005). Streptococcus mutans mempunyai suatu enzim yang disebut glucosyl transferase diatas permukaannya yang dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri streptococcus mutans untuk
33
berkembang dan membentuk plak gigi. Enzim yang sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul glukosa ke satu sama lain untuk membentuk dextran yang memiliki struktur sangat mirip dengan amylase dalam tajin. Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi dan menuju ke pembentukan plak pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau lubang pada gigi yang disebut dengan karies gigi (Angela, 2005). 2.3.5
Mekanisme Fluor Dalam Pencegahan Karies Terdapat tiga teori utama yang menjelaskan peranan fluor dalam proses
proteksi terjadinya demineralisasi 1. Meningkatkan resistensi email Teori ini menyatakan adanya ikatan antara fluor dan apatite lattice akan membentuk fluor hydroxy apatite yang akan mengurangi daya larut dari apatite. Ca10(PO4)6(OH)2 + F ̄ Ca10 (PO4)6 -- (OH)F + OH ̄ (Agtini, dkk 2005). 2. Memudahkan remineralisasi Teori ini berdasarkan adanya fluor yang terdapat secara terus menerus didalam saliva. Keadaan ini disebabkan karena adanya proses sirkulasi saliva yaitu proses ekskresi saliva dan proses penelanan (Tarigan, 2013). 3. Mencegah glikolisis Teori ini berdasarkan observasi bahwa fluor terdapat di saliva, plak atau email. Adanya fluor akan menganggu pertumbuhan bakteri dan fermentasi karbohidrat. Konsentrasi fluor dalam plak lebih tinggi dibanding konsentrasi fluor dalam saliva (Agtini, dkk 2005).
34
2.4
Kerangka Teori AIR YANG DIKONSUMSI
AIR HUJAN
AIR PDAM
SYARAT FISIK
AIR SUNGAI
SYARAT KIMIA PH
TIDAK BERWARNA TIDAK BERASA
FLOUR ZAT BESI
KARIES GIGI
KETERANGAN : = Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Teori
AIR SUMUR
AIR LAUT
SYARAT BAKTERIOLOGI
35
2.6
Kerangka Konsep
AIR YANG DIKONSUMSI
AIR PDAM
AIR HUJAN
KADAR FLUOR
KARIES GIGI
KETERANGAN :
= Variabel yang diteliti
Gambar 2. Kerangka konsep
36
2.7
Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah :
H0 :
Tidak ada perbedaan antara penggunaan air hujan dan yang tidak menggunakan air hujan terhadap karies gigi pada masyarakat di Kecamatan Batang Gasan Kabupaten Padang Pariaman.
Ha :
Ada perbedaan antara penggunaan air hujan dan yang tidak menggunakan air hujan terhadap karies gigi pada masyarakat di Kecamatan Batang Gasan Kabupaten Padang Pariaman.