Bab Ii.docx

  • Uploaded by: ayuananda
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,710
  • Pages: 38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Global Intiative for Asthma (GINA) tahun 2015, asma di definisikan sebagai “suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakterisir oleh adanya inflamasi kronis pada saluran pernapasan. Hal ini ditentukan adanya riwayat gejala gangguan pernapasan seperti mengi, napas terengah-engah, dada terasa berat/tertekan, dan batuk, yang bervariasi waktu dan intensitasnya, diikuti dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi” ( Ikawati, 2016 ). Asma bronkial memiliki pengertian lainnya yaitu penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus yang sudah tidak memiliki kerangka cincin-cincin tulang rawan, sehingga terjadi penyempitan yang mendadak. Akibatnya penderita sesak napas, sehingga untuk membantu pernapasan seluruh otot-otot pernapasan di fungsikan secara maksimal. Penyebab asma adalah alergi atau peka terhadap berbagai bahan seperti: butir-butir sari bunga, bulu kucing, spora jamur, dan sebagainya. Pada waktu serangan asma sering ekspirasinya disertai bunyi: “ngiik, ngiiik, yang panjang, karena udara yang dihembuskan keluar melalui pipa yang sangat sempit (Irianto, 2015)

2.1.2 Etiologi a. Faktor ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi) 1) Reaksi antigen-antibodi 2) Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang) b. Faktor intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi) 1) Infeksi

: parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal

2) Fisik

: cuaca dingin, perubahan temperatur

3) Iritan

: kimia

4) Polusi Udara

: CO, asap rokok, parfum

5

Poltekkes Kemenkes Palembang

6

5) Aktivitas

yang

berlebihan

juga

dapat

menjadi

faktor

pencetus

( Padila, 2013 ).

2.1.3 Derajat Asma Pembagian derajat asma menurut GINA (Global Intiative for Asthma): a. Intermiten gejala kurang dari 1x /minggu dan secara singkat b. Persisten ringan gejala terjadi lebih dari 1x /minggu tapi kurang 1x /hari dan serangan asma tidak menganggu aktivitas. c. Persisten sedang gejala asma terjadi setiap hari dan serangan sudah menganggu aktivitas d. Persisten berat gejala terjadi secara terus menerus pada malam hari dan siang hari sehingga sangat menganggu aktivitas (Nurarif & Kusuma, 2015)

Menurut Somantri (2012), Klasifikasi asma bronkial berdasarkan penyebab nya yaitu : a. Asma bronkial tipe atopik (ekstrinsik) asma yang timbul karena seseorang mengalami paparan alergen seperti bulu binatang, debu, makanan dll. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Asma ini biasanya dimulai sejak anak-anak. b. Asma bronkial tipe non atopik (intrinsik) asma yang terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat dan tekanan jiwa atau stres psikologis.

2.1.4 Manifestasi Klinis Adapun tanda dan gejala dari asma bronkial menurut Padila (2013) yaitu: a. Stadium dini 1) Faktor hipersekresi yang lebih menonjol a) Batuk dengan dahak bisa terjadi tanpa disertai pilek b) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul c) Wheezing belum ada Poltekkes Kemenkes Palembang

7

d) Belum ada kelainan bentuk thorak e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE 2) Faktor spasme bronkiolus dan edema yang lebih dominan a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum b) Wheezing c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi d) Penurunan tekanan parsial O2 b. Stadium lanjut / kronik 1) Batuk, ronchi 2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan 3) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan 4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest) 5) Thorak seperti barel chest 6) Sianosis.

2.1.5 Patofisiologi Asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran napas yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan aliran udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distol, perubahan mekanisme paru-paru dan meningkatnya kesulitan bernapas. Selain itu juga terjadi peningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Ikawati, 2016). Asma dibagi menjadi dua kategori berdasarkan pemicunya yaitu asma ekstrinsik yang disebabkan oleh terhirupnya alergen seperti debu, bulu binatang, Serbuk bunga sedangkan asma non alergik yaitu seperti, udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons inflamasi, baik pada asma ekstrinsik maupun intrinsik tetapi karakteristik inflamasi pada asma umumnya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil pada saluran napas dan peningkatan permeabilitas mukosa.

Poltekkes Kemenkes Palembang

8

Penyakit asma melibatkan interkasi yang kompleks antara sel-sel inflamasi. Sel –sel inflamasi yang berkontribusi pada kejadian serangan asam diantaranya adalah sel mast, limfosit, eosinofil. Sedangkan mediator inflamasi adalah histamin, leukotrin, kemotaktik eosinofil. Pada asma alergi atau atopik brokospasme terjadi akibat dari meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai inflamasi yaitu histamin, leukotrien dan kemotaktik yang poten, sedangkan faktor kemotaktik eosinofil bekerja menarik senyawa kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Ikawati, 2016). Sel-sel inflamasi pada penyakit asma Sel mast di aktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE sehingga memicu serangkaian peristiwa yang menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast, degranulasi yaitu pecahnya

sel mast yang

menyebabkan pelepasan

mediator inflamasi. Selain itu akibat dari pecah nya sel mast juga dijumpai adanya peningkatan kadar histamine dan triptase pada cairan bronkoalveolar yang di duga kuat berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Limfosit terdiri dari limfosit T dan limfosit B, limfosit T memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi sehingga berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap patogen ekstraseluler. IL-3 dan IL-4 misalnya, sitokin ini mengaktivasi sel Limfot B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menempel pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi. Eosinofil, mengandung berbagai protein granula seperti : major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO), eosinophil cationic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitellium saluran napas, hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediator dari sel mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada asma non atopik, alergi bukan penyebab serangan, tetapi pemicu serangan asma dilakukan oleh faktor lain seperti penggunaan obat aspirin, iritan kimiawi, penyakit paru obstruksi kronis, udara kering, stress yang berlebihan, olahraga. Mekanisme pemicu nya bukan melalui sel mast tapi melalui stimulasi pada

Poltekkes Kemenkes Palembang

9

jalur refleks parasimpatik yang melepaskan asetilkollin dan kemudian mengkontraksi otot polos bronkus. Peningkatan permeabilitas dan sensitivitas terhadap alergen yang terhirup, iritan, dan mediator inflamasi merupakan kosenskuensi dari adanya cedera pada epitel. Inflamasi kronis pada saluran pernapasan dapat menyebabkan penebalan membran dasar dan deposisi kolagen pada dinding bronkial. Perubahan ini dapat menyebabkan sumbatan saluran pernapasan secara kronis. Pelepasan berbagai mediator akan menyebabkan bronkokontriksi, sumbatan vaskuler, permeabilitas vaskuler, edema, produksi dahak yang kental dan gagguan fungsi mukosalliar. (Ikawati, 2016)

Poltekkes Kemenkes Palembang

10

2.1 Skema Pathway Asma Bronkial

Factor pencetus  Allergen  Stress  cuaca

Antigen yang terkait IgE pada permukaan sel mast atau basofil

Mengeluarkan mediator histamine, platelet, bradikinin dll

Permiabili tas kapiler meningkat

Edema mukosa, sekresi produktif kontriksi otot polos meningkat

Konsentrasi O2 dalam darah menurun

Spasme otot polos sekresi kelenjar bronkus Hiperkapnea Penyempitan/ obstruksi proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi  Mucus berlebihan  Batuk  Wheezing  Sesak napas

Gelisah

Suplai O2 keotak

Tekanan partial oksigen dialveoli

Hipoksemia

Koma

Gangguan pertukaran gas

Suplai O2 kejaringan Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Ansietas

Asidosis metabolik

Perfusi jaringan perifer

Hiperventilasi

Retensi O2

nafsu makan ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Penurunan cardiac out put

Penyempitan jalan napas Penurunan curah jatung

Peningkatan kerja otot pernapasan

Suplai darah dan O2 kejantung berkurang

Kebutuhan O2

Asidosis respiratorik

Tekanan darah menurun

Kelemahan dan keletihan

Intolerasi aktivitas

Ketidakefektifan pola nafas

(Nurarif & Kusuma, 2015)

Poltekkes Kemenkes Palembang

11

2.1.6 Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit asma bronkial menurut Setiyarini (2016), yaitu : a. Pneumothoraks adalah keadaan dimana pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura yang berada antara paru-paru dan thorak. b. Emfisema adalah gangguan pengembangan paru yang ditandai dengan melebarnya ruang udara didalam paru-paru yang disertai kerusakan dinding alveoli (Somantri, 2012) c. Atelektasi suatu kondisi dimana sebagian paru-paru tidak mengembang dengan sepenuhnya, mengurangi kapasitas paru-paru untuk melakukan pertukaran gas yang mengakibatkan oksigenasi darah berkurang. d. Gagal napas adalah keadaan dimana paru-paru tidak mampu menukar karbondioksida dan oksigen karena ventilasi tidak cukup.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Menurut Padila (2013), pemeriksaan penunjang pada penderita asma bronkial meliputi: a. Pengukuran Fungsi paru (Spirometri) Untuk menentukan derajat sesak klien dan merupakan alat yang berguna dalam melakukan general check up pada calon karyawan yang bekerja di tempat yang berisiko tinggi seperti pabrik semen, batu bara, dan asbes (Mutaqin, 2012) b. Uji Provokasi bronkus Yaitu tes khusus yang berhubungan dengan hiperaktivitas dalam mengevaluasi diagnosis orang yang dicurigai asma. c. Pemeriksaan Sputum Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit pernapasan (Somantri, 2012) d. Pemeriksaan kulit Untuk mengetahui adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh e. Foto thorak

Poltekkes Kemenkes Palembang

12

Untuk mengetahui gambaran dari penyakit asma dan dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya komplikasi asma seperti, Pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasi dan lain lain. f. Analisa gas darah Untuk mengetahui apakah terdapat hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis respiratorik.

2.1.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan asma yang efektif membutuhkan kerja sama yang baik antara pasien atau orang tua dengan tenaga kesehatan yang memberikan perawatan (dokter, apoteker, perawat). Mengajarkan kemampuan komunikasi kepada tenaga kesehatan dapat meningkatkan kepuasan pasien, outcome, kesehatan yang lebih baik, dan mengurangi pengunaan obat yang tidak diperlukan. Pasien perlu di edukasi mengenai dasar-dasar pengetahuan tentang asma dan mengelolahnya (Ikawati,2016) Menurut Muttaqin (2012), ada 2 cara dalam penatalaksanaa asma, yaitu a. Pengobatan Nonfarmakologi 1) Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan. 2) Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien. 3) Fisioterapi Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada. b. Pengobatan Farmakologi 1) Agonis beta

Poltekkes Kemenkes Palembang

13

Metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit. 2) Metixatin dosis dewasa diberikan 125-200mg 4x /hari. Golongan metilxatin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. 3) Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxatin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat. 4) Kromolin dan iprutropioum bromide (atroven) Kromolin merupakan obat pencegahan asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4x sehari.

2.1.9 Pencegahan Perilaku seseorang dalam pencegahan, pengobatan, dan penyembuhan asma sangat penting. Oleh karena itu klien asma harus mengetahui secara mendalam tentang penyakit asma yang dideritanya. Beberapa cara untuk mengatasi asma bronkial tanpa obat yaitu a. Berhenti merokok b. Berolahraga c. Latihan pernapasan d. Istirahat yang cukup e. Minum air jahe f. Merubah posisi duduk membentuk sudut 45-90 °C atau setengah duduk g. Dan menghindari faktor pencetus seperti : debu, bulu hewan, suhu dingin, olahraga yang berlebihan (Sari, Yuliano, Novita, 2018)

Poltekkes Kemenkes Palembang

14

2.2 Konsep Dasar Keluarga 2.2.1 Definisi Keluarga UU No. 10 Tahun (1992), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988 dalam Padila, 2012). Sedangkan menurut Johnson’s (1992) dalam Bakri (2017) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak yang terlibat dalam kehidupan yang terus-menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional, dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang lainnya.

2.2.2 Tipe Keluarga Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga (Mubarak, 2012).

Adapun tipe keluarga menurut Harmoko (2012) adalah sebagai berikut: a. Nuclear family Keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah. b. Extended family Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara c. Reconstituted Nuclear Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anakya.

Poltekkes Kemenkes Palembang

15

d. Middle age/aging couple. Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/kedua-keduanya bekerja dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan. e. Dyadic nuclear Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja di rumah. f. Single parent satu orang sebagai akibat perceraian /kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah/diluar rumah. g. Dual carier suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak. h. Commuter married suami istri/keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu. i. Single adult wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk menikah. j. The generation tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah. k. Institutional anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti l. Communal. Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogamy dengan anak-anaknya dan bersama-sama m. Group marriage. Satu perumahan terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga n. Unmarried parent and child ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya di adobsi o. Cohibing cauple Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.

Poltekkes Kemenkes Palembang

16

Dari sekian macam tipe keluarga, maka secara umum di Negara Indonesia dikenal dua tipe keluarga, yaitu tipe keluarga tradisional dan tipe keluarga non tradisional 1) Tipe keluarga tradisional a) Keluarga inti

:suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung/angkat)

b) Keluarga besar

:keluarga inti ditambah keluarga lain yang mempunyai hubungan darah.

c) Single parent

:suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak (kandung/angkat)

d) Single adult

:suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa

e) Keluarga lanjut usia :terdiri dari suami istri lanjut usia.

2) Tipe keluarga non tradisional a) Commune family :lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah b) Orang tua (ayah ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga c) Homosexual

:dua individu yang sejenis hidup bersam dalam satu rumah tangga.

2.2.3 Struktur Keluarga Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonesia, diantaranya adalah: a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. b. Matrilineal

Poltekkes Kemenkes Palembang

17

adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui garis ibu c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ayah e. Keluarga Kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Padila, 2012)

Menurut Friedman (1998) dalam Bakri (2017), struktur keluarga terdiri atas : Struktur keluarga oleh Friedman digambarkan sebagai berikut:

Pola komunikasi Keluarga

Peran

Nilai dan norma

Kekuatan

Gambar 2.1 Struktur Keluarga a. Pola Komunikasi keluarga komunikasi dalam keluarga berfungsi apabila dilakukan secara terbuka, jujur, berpikiran positif dan selalu berupaya menyelesaikan konflik keluarga. b. Struktur Peran struktur peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Bapak berperan sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan dalam wilayah domestik, anak dan lain sebagainya memiliki peran masing-masing dan diharapkan saling mengerti dan saling mendukung. c. Struktur Kekuatan menggambarkan adanya kekuasaan atau kekuatan dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk mengendalikan dan mempengaruhi anggota keluarga untuk

Poltekkes Kemenkes Palembang

18

mengubah perilaku anggotanya kearah positif, baik dari sisi perilaku maupun kesehatan. d. Nilai-nilai dalam kehidupan keluarga Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Sedangkan norma adalah perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.

2.2.4 Ciri–Ciri Struktur Keluarga Ciri-ciri struktur dalam keluarga menurut Harmoko (2012), yaitu: a. Terorganisir, yaitu saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga. b. Ada keterbatasan dimana setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. c. Ada perbedaan dan kekhususan, yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

2.2.5 Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1998) dalam Harmoko (2012), mengidentifikasi ada lima fungsi dasar keluarga yaitu: a. Fungsi Afektif (The Affective Function) merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Adanya perceraian, kenakalan anak, atau masalah lain yang sering timbul dalam keluarga dikarenakan fungsi afektif yang tidak terpenuhi oleh keluarga. Untuk fungsi afektif antara lain 1) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, dan saling mendukung antar anggota. 2) Adanya sikap saling menghargai dengan mempertahankan iklim yang positif dimana tiap anggota diakui serta dihargai keberadaan dan haknya sebagai orang tua maupun anak, sehingga fungsi afektif akan tercapai.

Poltekkes Kemenkes Palembang

19

b. Fungsi Sosialisasi Adalah fungsi yang mengembangkan dan melatih anak untuk hidup bersosial sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang lain. c. Fungsi reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. d. Fungsi ekonomi Adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seperti makanan. pakaian, perumahan dan pengelolaan keuangan Kemampuan keluarga untuk memiliki pengahasilan yang baik dan mengelola finansialnya dengan bijak merupakan faktor kritis untuk mencapai kesejahteraan ekonomi. e. Fungsi perawat keluarga Keluarga juga berfungsi melakukan asuhan kesehatan terhadap anggotanya baik untuk mencegah terjadinya gangguan maupun merawat anggota yang sakit (Padila, 2012)

2.2.6 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Tugas kesehatan keluarga tersebut menurut Harmoko (2012) adalah: 1. Mengenal masalah kesehatan keluarga Apabila anggota keluaga menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya. 2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat Anggota keluarga yang mempuyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat teratasi. 3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu dilakukan tindakan perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah jika ada anggota keluarga yang mampu melakukan tindakan pertolongan pertama.

Poltekkes Kemenkes Palembang

20

4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat Kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan, ketentraman, dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga. 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitar.

2.2.7 Peran Perawat keluarga Menurut Mubarak (2012), Fungsi perawat membantu keluarga dalam menyelesaikan kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga antara lain sebagai berikut: a. Pendidik (educator) Perawat kesehatan keluarga harus mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar dapat melakukan program asuhan kesehatan secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarganya. b. Kordinator (coordinator) Program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin pada keluarga perlu dikoordinasikan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaanya agar tercapai pelayanan yang komprehensif. c. Pelaksana Perawat dapat mendemonstrasikan dan mengawasi keluarga untuk melakukan peran langsung selama di rumah sakit atau dirumah oleh perawat kesehatan keluarga. d. Pengawas kesehatan Perawat mempunyai tugas home visit yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. e. Konsultan

Poltekkes Kemenkes Palembang

21

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Perawat juga harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya apabila keluarga mau meminta nasihat kepada perawat tentang masalah yang bersifat pribadi. f. Kolaborasi Perawat harus bekerja sama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal. g. Fasilitator Perawat dapat membantu keluarga meningkatkan derajat kesehatan. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan h. Penemu kasus Peran perawat sangat penting dalam mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak ada ledakan penyakit atau wabah. i. Modifikasi lingkungan Perawat harus dapat memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat, sehingga tercipta lingkungan yang sehat.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Kperawatan Keluarga 2.3.1 Pengkajian Pada tahap ini, perawat wajib melakukan pengkajian atau permasalahan yang ada. Yaitu tahapan dimana seorang perawat harus menggali informasi secara terus menerus dari anggota keluarga yang dibinanya (Bakri, 2017) Menurut Effendi (1998) dalam Bakri (2017), pengumpulan data dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu : a. Wawancara yaitu berdialog atau bertanya jawab secara langsung pada anggota keluarga, tidak hanya pada pasien tetapi bisa kepada anggota keluarga lainnya. b. Observasi adalah perawat melakukan pengamatan terhadap pasien, keluarga, lingkungan c. Pemeriksaan fisik

Poltekkes Kemenkes Palembang

22

yaitu perawat memeriksa keseluruhan fisik pasien. Jika dirasa perlu perawat dapat melakukan pemeriksaan seluruh anggota keluarga secara head to toe d. Studi dokumentasi yaitu cara yang dilakukan dengan melihat catatan tertulis, audio, visual(foto), maupun audio visual yang dimiliki pasien maupun keluarga.

Menurut Mubarak (2012) Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahapan ini adalah a) Data Umum 1) Nama kepala keluarga (KK) a) Alamat dan telepon b) Pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga c) Komposisi keluarga dan genogram (genogram keluarga dalam tiga generasi).

Skema 2.2 Genogram tiga generasi / silsilah keluarga

Keterangan = Laki-laki

= Perempuan

= Laki-laki/perempuan Meninggal = Tinggal dalam satu rumah = Klien

Poltekkes Kemenkes Palembang

23

2) Tipe keluarga Menjelaskan tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut. 3) Suku bangsa Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut, dan mengetahui kebiasaankebiasaan yang dilakukan keluarga terkait dengan kesehatan 4) Agama Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan. 5) Status sosial ekonomi keluarga Status ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan, baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya, seperti : a) Jumlah pendapatan perbulan b) Sumber-sumber pendapatan c) Jumlah pengeluaran perbulan d) Apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan keluarga. 6) Aktivitas rekreasi dan waktu luang keluarga Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi, selain itu perlu dikaji pula penggunaan waktu luang atau senggang keluarga.

b) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga 1) Tahap perkembangan keluarga saat ini, ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti. 2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya. 3) Riwayat keluaga inti, menjelaskan riwayat kesehatan pada keluarrga inti, meliputi: riwayat penyakit keturunan riwayat kesehatan masing-masing anggota. 4) Riwayat keluarga sebelumnya, riwayat keluarga besar dari pihak suami atau istri juga dibutuhkan. Hal ini dikarenakan ada penyakit yang bersifat genetik atau berpotensi menurun pada anak dan cucu.

Poltekkes Kemenkes Palembang

24

c) Pengkajian Lingkungan 1) Karakteristik rumah perawat membutuhkan data karakteristik rumah yang dihuni sebuah keluarga dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan dan fungsinya, banyaknya jendela, jarak sumber air dengan septitank. Keadaan rumah akan lebih mudah dipelajari bila digambar dengan denah rumah. (Suprajitno, 2016) 2) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal perawat perlu mencari tahu lingkungan fisik, kebiasaan, kesepakatan atau atauran penduduk setempat, dan budaya yang mempengaruhi kesehatan. 3) Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat berapa lama keluarga tinggal ditempat ini atau mempunyai kebiasaan berpindah-pndah tempat tinggal. 4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan yang ada. 5) Sistem pendukung keluarga meliputi: a) Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan yang meliputi fasilitas fisik dan psikologi. b) Sumber dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan masyarakat setempat. c) Jumlah pemeliharaan kesehatan yang dimiliki keluarga.

d) Struktur Keluarga 1) Pola-pola komunikasi keluarga menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota keluarga termasuk pesan yang disampaikan, bahasa yang digunakan, komunikasi secara langsung atau tidak, pesan emosional (positif atau negatif). (Harmoko, 2012) 2) Struktur kekuatan keluarga seorang perawat membutuhkan data tentang siapa yang domain dalam mengambil keputusan untuk keluarga, mengelola anggaran, tempat tinggal, tempat kerja, mendidik anak dan lain sebagainya. (Bakri, 2017) 3) Struktur peran

Poltekkes Kemenkes Palembang

25

menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga secara formal maupun informal. 4) Struktur nilai atau norma keluarga menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga yang berhubungan dengan kesehatan

e) Fungsi Keluarga Menurut Suprajitno (2016) ada 5 fungsi dasar keluarga, yaitu : 1) Fungsi Afektif hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan anggota keluarga, hubungan psikososial dalam keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. 2) Fungsi sosialisasi menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar tentang disiplin, nilai, norma, budaya, dan perilaku yang berlaku di keluarga dan masyarakat. 3) Fungsi Reproduksi menjelaskan bagaimana rencana keluarga memiliki upaya pengendalian jumlah anggota keluarga. Hal yang perlu dikaji mengenai sistem reproduksi, yaitu a) Berapa jumlah anak ? b) Apa yang digunakan keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga ? c) Apakah keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga ? 4) Fungsi Ekonomi hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi, yaitu : a) Bagaimana upaya keluarga dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan ? b) Bagaimana keluarga memanfaatkan lingkungan rumah untuk meningkatkan penghasilan keluarga ? 5) Fungsi perawat kesehatan Tujuan pengkajian yang berkaitan dengan tugas keluarga dan masyarakat adalah sebagai berikut:

Poltekkes Kemenkes Palembang

26

a) Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui fakta dari masalah kesehatan, meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah kesehatan. b) Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, perlu dikaji tentang: (1) Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga ? (2) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami ? (3) Apakah keluarga mempunyai kepercayaan terhadap tenaga kesehatan ? c) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, perlu dikaji tentang: (1) Sejauh mana pengetahuan keluarga tentang penyakit yang dialami anggota keluarga ? (2) Apakah keluarga mengerti tentang perawatan yang dilakukan keluarga? (3) Apakah keluarga mengetahui tentang peralatan, cara dan fasilitas untuk merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan ? d) Untuk

mengetahui

kemampuan

keluarga

memelihara/memodifikasi

lingkungan rumah yang sehat, perlu dikaji tentang : (1) Sejauh mana keluarga melihat keuntungan dan manfaat lingkungan rumah ? (2) Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya dan sikap keluarga terhadap sanitasi lingkungan yang higenis sesuai syarat kesehatan ? (3) Sejauh mana pengetahuan keluarga tentang upaya pencegahan penyakit yang dapat dilakukan keluarga ? e) Untuk mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat, perlu dikaji tentang: (1) Sejauh mana pengetahuan keluarga tentang keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau keluarga ? (2) Apakah keluarga mengerti tentang keuntungan yang diproleh dari fasilitas kesehatan ? (3) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan tentang fasilitas dan petugas kesehatan yang melayani ?

Poltekkes Kemenkes Palembang

27

f) Stres dan koping keluarga (1) Stresor jangka pendek, yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 6 bulan. (2) Stresor jangka panjang, yaitu stresor yang saat ini dialami yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan. (3) Strategi koping yang digunakan,strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi masalah. g) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang digunakan pada pemeriksaan ini tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik. h) Harapan keluarga Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2.3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan analisa data secara cermat, memberikan dasar dan menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya (Bakri, 2017). Menurut Bakri (2017), Perumusan diagnosis keperawatan terdiri dari: a. Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota (individu) keluarga. b. Etiologi (penyebab) penyebab yang dapat menunjukkan permasalah akan memberikan arah terhadap terapi keperawatan. Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi adalah: 1) Patofisiologi penyakit yaitu semua proses penyakit 2) Situasional yaitu pengaruh individu dan lingkungan 3) Medikasi yaitu fasilitas dari program pengobatan atau perawatan

Poltekkes Kemenkes Palembang

28

4) Maturasional yaitu proses pertumbuhan menjadi dewasa. c. Sign/symptom (tanda dan gejala) Sign and symptom merupakan informasi yang sangat diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Dari deskripsi di atas, maka ditentukan rumus yang sudah disepakati bersama. Rumus tersebut adalah: PE/PES.

Menurut Effendy (1998) dalam Bakri (2017), ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tuga-tugas kesehatan dan perawatan dibagi dalam 5 kelompok, yaitu: 1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga 2 Ketidakmampuan keluarga membuat keputusan tindakan yang tepat 3 Ketidakmampuan memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4 Ketidakmampuan mempertahankan atau memodifikasi lingkungan suasan rumah yang sehat. 5 Ketidakmampuan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien asma bronkial antara lain: a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b. Ketidakfektifan pola napas c. Gangguan pertukaran gas d. Penurunan curah jantung e. Intoleransi aktivitas f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan g. Ansietas Menurut Suprajitno (2016), tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari tiga kelompok, yaitu: 1. Aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan) adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat 2. Risko tinggi (ancaman kesehatan)

Poltekkes Kemenkes Palembang

29

adalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapatkan bantuan dari perawat. 3. Potensial (keadaan sejahtera atau wellness) adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan.

Menurut Bailon dan Maglaya (1978) dalam Harmoko (2012) menjelaskan prioritas masalah kesehatan keluarga dapat menggunakan proses skoring sebagai berikut :

Tabel 2.1 skala prioritas menurut Bailon dan Maglaya

No 1.

2.

3.

4.

Kriteria

Skor

Sifat masalah

1

a. Tidak atau kurang sehat

3

b. Ancaman kesehatan

2

c. Krisis atau keadaan sejahtera

1

Kemungkinan masalah dapat di ubah

2

a. Dengan mudah

2

b. Hanya sebagian

1

c. Tidak dapat

0

Potensial masalah untuk dicegah

1

a. Tinggi

3

b. Cukup

2

c. rendah

1

Menonjolnya masalah

1

a. Masalah berat, harus segera ditangani

2

b. Ada

1

masalah,

Bobot

tetapi

ditangani

tidak

perlu

0

c. Masalah tidak dirasakan

Poltekkes Kemenkes Palembang

30

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan dengan cara sebagai berikut ini : 1. Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat 2. Selanjutnya skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan dengan bobot. SKOR X BOBOT ANGKA TERTINGGI

3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5 sama dengan seluruh bobot.

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien asma bronkial adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Masalah keperawatan

NO. 1.

Masalah Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Etiologi 1 Ketidakmampuan mengenal

keluarga

masalah

kesehatan

keluarga 2 Ketidakmampuan

keluarga

membuat keputusan tindakan yang tepat 3 Ketidakmampuan

memberikan

perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4 Ketidakmampuan mempertahankan atau

memodifikasi

lingkungan

suasana rumah yang sehat 5 Ketidakmampuan

menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang

Poltekkes Kemenkes Palembang

31

ada di masyarakat. 2.

Ketidakefektifan pola napas

1. Ketidakmampuan mengenal

keluarga

masalah

kesehatan

keluarga 2. Ketidakmampuan

keluarga

membuat keputusan tindakan yang tepat 3. Ketidakmampuan

memberikan

perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4. Ketidakmampuan mempertahankan atau

memodifikasi

lingkungan

suasana rumah yang sehat 5. Ketidakmampuan

menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. 3.

Gangguan pertukaran gas

1. Ketidakmampuan mengenal

keluarga

masalah

kesehatan

keluarga 2. Ketidakmampuan

keluarga

membuat keputusan tindakan yang tepat 3. Ketidakmampuan

memberikan

perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4. Ketidakmampuan mempertahankan atau

memodifikasi

lingkungan

suasana rumah yang sehat 5. Ketidakmampuan

menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. 4.

Penurunan curah jantung

1. Ketidakmampuan

keluarga

Poltekkes Kemenkes Palembang

32

mengenal

masalah

kesehatan

keluarga 2. Ketidakmampuan

keluarga

membuat keputusan tindakan yang tepat 3. Ketidakmampuan

memberikan

perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4. Ketidakmampuan mempertahankan atau

memodifikasi

lingkungan

suasana rumah yang sehat 5. Ketidakmampuan

menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. 5.

Intoleransi aktivitas

1. Ketidakmampuan mengenal

keluarga

masalah

kesehatan

keluarga 2. Ketidakmampuan

keluarga

membuat keputusan tindakan yang tepat 3. Ketidakmampuan

memberikan

perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4. Ketidakmampuan mempertahankan atau

memodifikasi

lingkungan

suasana rumah yang sehat 5. Ketidakmampuan

menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. 6.

Ketidakseimbangan kurang dari kebutuhan

nutrisi

1. Ketidakmampuan mengenal

masalah

keluarga kesehatan

keluarga

Poltekkes Kemenkes Palembang

33

2. Ketidakmampuan

keluarga

membuat keputusan tindakan yang tepat 3. Ketidakmampuan

memberikan

perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4. Ketidakmampuan mempertahankan atau

memodifikasi

lingkungan

suasana rumah yang sehat 5. Ketidakmampuan

menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. 7.

Ansietas

1. Ketidakmampuan mengenal

keluarga

masalah

kesehatan

keluarga 2. Ketidakmampuan

keluarga

membuat keputusan tindakan yang tepat 3. Ketidakmampuan

memberikan

perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4. Ketidakmampuan mempertahankan atau

memodifikasi

lingkungan

suasana rumah yang sehat 5. Ketidakmampuan

menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.

2.3.3 Rencana Keperawatan Menurut Harmoko (2012), rencana keperawatan merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan

Poltekkes Kemenkes Palembang

34

atau mengatasi masalah kesehatan/masalah keperawatan yang telah di identifikasi.

Adapun hal-hal penting dalam penyusunan rencana asuhan perawatan menurut Suprajitno (2016), yaitu: a. Tujuan hendaknya logis, sesuai masalah, dan mempunyai jangka waktu yang sesuai dengan kondisi klien. b. Kriteria hasil hendaknya dapat diukur dengan alat ukur dan diobservasi dengan pancaindra perawat yang objektif c. Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang dimiliki oleh keluarga dan mengarah ke kemandirian klien sehingga tingkat ketergantungan dapat diminimalisir.

2.3.4 Implementasi Keperawatan Setelah membuat rencana keperawatan langkah selanjutnya adalah implementasi (pelaksanaan). Nursalam (2001) dalam Bakri (2017) mengatakan bahwa tujuan dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Menurut Muwarni (2007) dalam Bakri (2017), tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal berikut ini: a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah-masalah tentang kesehatan dengan cara: 1) Memberikan informasi 2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan 3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah. b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara: 1) Mengidentifikasi kosenkuensi tidak melakukan tindakan. 2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga 3) Mendiskusikan tentang kosenkuensi tiap tindakan. c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara:

Poltekkes Kemenkes Palembang

35

1) Mendemonstrasikan cara perawatan 2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah 3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan d. Membantu keluarga mewujudkan lingkungan yang sehat, dengan cara: 1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga 2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitar, dengan cara: 1) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga 2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap penilaian dilakukan untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil, maka perlu disusun rencan baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Oleh karena itu dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga. (Mubarak, 2012).

Menurut Bakri (2017) Untuk melakukan evaluasi, ada baiknya disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional, yaitu: Subjektif (S)

:adalah

berbagai

keluarga

persoalan

setelah

yang

dilakukan

disampaikan

tindakan

oleh

keperawatan.

Misalnya yang tadinya dirasa sakit, kini tidak lagi. Objektif (O)

:adalah

berbagai

pengamatan keperawatan.

oleh

persoalan perawat

Misalnya

yang setelah

berat

badan

ditemukan dilakukan naik

1kg

atau

tindakan dalam

1 bulan Analisa (A)

:adalah analisis

dari

hasil

yang telah

dicapai

dengan

mengacu pada tujuan yang terkait dengan diagnosa

Poltekkes Kemenkes Palembang

36

Planing (P)

:adalah

perencanaan

yang

setelah

mendapatkan

hasil

direncanakan dari

respons

kembali keluarga

pada tahapan evaluasi.

2.4 Ketidakefektifan Pola napas 2.4.1 Definisi Ketidakefektifan pola napas adalah suatu kondisi tidak adekuatnya ventilasi berhubungan dengan perubahan pola napas. Hiperpnea atau hiperventilasi akan menyebabkan penurunan PCO2. (Somantri, 2012) Sedangkan menurut Nurarif & Kusuma (2015), mengatakan ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.

2.4.2 Batasan Karakteristik Menurut NANDA (2013), ketidakefektifan pola napas memiliki beberapa batasan karakteristik yaitu: a. Perubahan kedalaman pernapasan dan eksursi dada b. Bradipneu c. Penurunan tekanan ekspirasi dan penurunan ventilasi semenit d. Dipneu e. Peningkatan diameter anterior-posterior f. Pernapasan cuping hidung g. Ortopneu h. Fase ekspirasi memanjang dan pernapasan bibir

2.4.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Ketidakefektifan pola napas Faktor-faktor yang berhubungan dalam ketidakefektifan pola napas menurut Nurarif dan Kusuma (2015) adalah sebagai berikut: a. Ansietas b. Posisi tubuh

Poltekkes Kemenkes Palembang

37

c. Deformitas tulang d. Deformitas dinding dada e. Keletihan f. Hiperventilasi g. Sindrom hipoventlasi h. Gangguan muskuluskletal i. Obesitas j. Nyeri k. Keletihan otot pernapasan cedera spinalis

2.4.4 Kriteria Pengkajian Fokus 1. Pengkajian a. Identitas klien meliputi, nama, usia, jenis kelamin, ras, dll. b. Informasi dan diagnosa medik yang penting c. Data riwayat kesehatan d. Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita kelelahan yang amat sangat dengan sianosis pada ujung jari e. Riwayat kesehatan sekarang 1) Biasanya klien sesak napas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat, tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan jalan napas 2) Sesak setelah melakukan aktifitas/menghadapi suatu krisis emosional 3) Sesak napas karena perubahan udara dan debu 4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada. f. Riwayat Kesehatan Keluarga 1) Riwayat keluarga positif asma 2) Menderita alergi, seperti rhinitis, sinusitis 2. Data dasar pengkajian a. Aktivitas/istirahat Gejala : 1) Keletihan dan malaise 2) Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas

Poltekkes Kemenkes Palembang

38

3) Dispnea saat beraktivitas b. Sirkulasi Gejala : pembengkakan pada ekstermitas bawah c. Makanan dan cairan Gejala : 1) Mual/muntah 2) Nafsu makan menurun d. Pernapasan Gejala : 1) Napas pendek, dada terasa tertekan, dan ketidakmampuan untuk bernapas 2) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan Tanda : 1) Pernapasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang 2) Penggunaan otot bantu pernapasan 3) Bunyi napas mengi ( wheezing). (Wijaya & Putri, 2013)

2.4.5 Tindakan Keperawatan Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan ketidakefektifan pola napas yaitu : a. Mengajarkan klien untuk melakukan latihan napas dalam b. Posisikan klien dengan posisi semifowler/fowler c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang keadaan dan terapi yang dilakukan.

2.5 Implementasi Keperawatan Asma bronkial 2.5.1 Definisi Posisi Semifowler/Fowler Posisi semifowler/fowler adalah posisi dengan tubuh setengah duduk atau duduk yaitu bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan (Hidayat & Uliyah, 2014).

Poltekkes Kemenkes Palembang

39

2.5.2 Tujuan Posisi Semifowler/Fowler a. Mempertahankan dan menjaga kenyamanan pasien b. Memfasilitasi fungsi pernapasan

2.5.3 Persiapan dalam Mengaplikasikan Posisi Semifowler/Fowler Dalam pengaturan posisi fowler klien di tempat tidur memerlukan persiapan sebagai berikut: a. Perawat perlu meneliti dan mempelajari kejajaran tubuh serta tingkat kenyamana pasien. b. Perawat harus mempersiapkan berbagai alat serta bahan yang dibutuhkan oleh pasien, seperti bantal, papan kaki, restrein, pagar tempat tidur, dan lain-lain. c. Jika perawat memerlukan bantuan, maka perawat harus mempersiapkan sejawatnya untuk membantu. d. Perawat harus menginformasikan berbagai tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien. e. Perawat harus selalu menjaga privasi pasien.

2.5.4 Prosedur Pelaksanaan Posisi Semifowler/Fowler

2.2 Posisi Semi Fowler

Poltekkes Kemenkes Palembang

40

Gambar 2.3 Posisi Fowler

Menurut Susanto & Fitriana (2017), langkah-langkah dalam mengaplikasikan posisi semifowler/fowler adalah sebagai berikut: a. Jelaskan seluruh prosedur pada pasien b. Cuci tangan sebelum seluruh prosedur dilakukan c. Lakukan berbagai persiapan seperti yang sudah disebutkan diatas d. Naikan kepala bed 15-45° untuk semifowler dan 45-90° untuk fowler. e. Topang kepala di atas tempat tidur atau bantal kecil. f. Gunakan bantal untuk menyokong lengan serta tangan pasien, bila pasien tidak dapat mengontrolnya secara sadar. Ini juga dilakukan pasien tidak dapat menggunakan tangan dan lengannya lagi. g. Tempatkan bantal tipis di punggung bawah pasien. h. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah paha pasien. i. Tempatkan papan kaki di dasar telapak kaki pasien. j. Turunkan tempat tidur pasien. k. Lakukan observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, serta titik potensi tekanan. l. Cuci tangan secara menyeluruh setelah prosedur selesai dilakukan. m. Catat seluruh prosedur, seperti : posisi yang ditetapkan, gerakan sendi, kemampuan pasien bergerak, serta kenyamanan pasien

Poltekkes Kemenkes Palembang

41

2.5.5 Definisi latihan napas dalam Latihan napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal dan bagaimana mengehembuskan napas secara perlahan. Selain dapat menurunkan gejala pernapasan, teknik relaksasi napas dalam, juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2009 dalam Fithriana, 2017).

2.5.6 Tujuan latihan napas Menurut Muttaqin (2012), tujuan latihan napas dalam adalah sebagai berikut: a. memperbaiki kapasitas vital dan ventilasi paru b. menyimpan energi c. menghilangkan sekret dan memaksimalkan upaya ekspansi paru d. membantu pernapasan abdomen agar lebih mudah sehingga pernapasan lebih efektif dan efesien e. membantu menurunkan efek hipoventilasi.

2.5.7 Teknik melakukan latihan napas dalam Cara melakukan teknik relaksasi napas dalam adalah: a. Atur posisi klien yang nyaman dengan setengah duduk atau berbaring di tempat tidur dengan satu bantal b. Fleksikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen c. Tempatkan satu/dua tangan pada abdomen tepat dibawah tulang iga. d. Tarik napas melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup, hitung sampai 3 selama inspirasi. e. Konsentrasikan dan rassakan gerakan abdomen ssejauh mungkin, relaks dan cegah lingkungan punggung. f. Hembuskan lewat bibir seperti meniup dan ekspirasi secara perlahan dan kuat.

Poltekkes Kemenkes Palembang

42

g. Konsentrasikan dan rasakan turunnya abdomen dan kontraksi otot abdomen ketika ekspirasi, hitung sampai 7 selama ekspirasi. h. Gunakan latihan ini setiap kali merasakan napas pendek (Setiawan & Prasetyo, 2014).

Poltekkes Kemenkes Palembang

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"