Bab Ii.docx

  • Uploaded by: Yuni Cahyani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,547
  • Pages: 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Bayi 2.1.1. Pengertian Bayi Kata infant (Inggris) berarti bayi (Echols dan Shadily, 2003). Menurut Wong, et.al. (2009), masa bayi adalah usia antara lahir – 1 tahun. Masa bayi terbagi dalam dua periode, yaitu: neonatus (lahir – 28 hari) dan bayi (usia 1 bulan – 1 tahun). Sementara itu, dalam Glosarium Data & Informasi Kesehatan (Depkes, 2006) disebutkan bahwa bayi yaitu anak berumur 0 - 12 bulan. Dengan demikian, kata infant artinya adalah bayi, yaitu anak yang berada dalam rentang usia 0 - 1 tahun atau 0 – 12 bulan. 2.1.2. Karakteristik Bayi Berbicara tentang anak, termasuk bayi dan balita tidak dapat dilepaskan dari tumbuh kembang anak. Proses tumbuh kembang anak merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari lahir sampai dewasa. Ini berarti bahwa tumbuh kembang anak merupakan suatu tahapan proses yang harus dilalui oleh setiap anak. Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh kembang yang optimal, sesuai dengan anak lain yang seusianya dan juga sesuai dengan parameter baku perkembangan anak (Maryunani, 2010).

7

8

Proses pertumbuhan dan perkembang pada anak usia 0 - 1 tahun adalah sebagai berikut: 2.1.2.1. Petumbuhan Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kg), ukuran panjang (cm, m), umur tulang dan keseimbangan metabolik. Pertumbuhan rata-rata seorang bayi dipengaruhi oleh faktor keturunan, gizi, sosial ekonomi, jenis kelamin, dan ras/suku bangsa (Maryunani, 2010). Di Indonesia, berat badan lahir rata-rata bayi normal adalah 3000 gram. Sedangkan di negara maju, berat badan lahir rata-rata bayi normal adalah 3300 gram. Penambahan berat badan bayi biasanya pada tiga bulan pertama 750 gram per bulan. Pada umur 5 bulan, berat badan bayi biasanya mencapai 2 kali berat badan lahir. Pada umur 1 tahun berat badanya akan mencapai 3 kali berat badan lahir. Dalam tahun pertama panjang rata-rata bayi Indonesia bertambah 23 cm, sedangkan di negara maju 25 cm. Pertumbuhan gigi bayi, gigi tengah atau bawah. Pada umur 1 tahun, sebagian besar bayi atau anak mempunyai 6-8 gigi susu (Maryunani, 2010). Selama masa anak-anak tulang terbentuk dalam tulang rawan dengan kecepatan tumbuh tertentu. Untuk proses ini dibutuhkan makanan yang mengandung giji cukup, vitamin D, mineral (kalsium), dan protein (Widyastuti dan Widyani, 2009).

9

2.1.2.2. Perkembangan Masa bayi merupakan masa perkembangan motorik, kognitif, dan sosial yang cepat (Wong, et.al., 2009). Dari hari ke hari selalu ada kemajuan keterampilan yang ditunjukkan pada rentang usia 6-12 bulan. Kemajuan keterampilan nampak pada tahapan usia (Wikan, 2013) berikut ini: 1) Usia lahir - 3 bulan: - Refleks mengisap dan menelan. - Belajar mengangkat kepala. - Menggerakkan tangan secara acak. - Bereaksi terhadap suara atau bunyi. - Melihat ke muka orang dengan tersenyum. - Belajar mengikuti objek dengan matanya. - Memasukkan tangan ke mulut sebagai pertanda lapar. - Menahan barang yang dipegangnya. - Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh. - Mengenal

ibunya

dengan

penglihatan,

penciuman,

pendengaran, dan kontak fisik. 2) Usia 3 - 6 bulan: - Mampu menelan sempurna - Mengangkat kepala 900. - Mengangkat dada dengan bertopang tangan. - Mulai mencoba duduk duduk dengan bantuan. - Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang.

10

- Koordinasi mulut-tangan sudah terarah, mulai menaruh benda-benda di mulutnya. - Mulai dapat tertawa dan menjerit. - Mulai belajar meraih benda-benda yang ada di dalam dan di luar jangkauannya. - Mulai dapat bereaksi terhadap orang lain, seperti menengok bila dipanggil dan gembira bila diajak bermain. 3) Usia 6 - 9: - Mulai dapat mengunyah makanan sambil menggerakkan rahang. - Dapat duduk tanpa dibantu. - Dapat tengkurap dan berbalik sendiri. - Dapat merangkak. - Senang jika diberdirikan. - Dapat menggeser badan ke depan (maju) dan ke belakang (mundur). - Bermain dengan kakinya. - Dapat memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain. - Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk. - Menarik-narik rambut dan telinga. - Mengambil benda-benda kecil. - Mendorong benda-benda yang tidak disukai. - Mengeluarkan kata-kata tanpa arti. - Berteriak memanggil orang lain. - Mulai mengenal muka anggota keluarga dan takut terhadap orang lain. - Mulai

dapat

sembunyian.

diajak

bermain

bertepuk

tangan

dan

sembunyi-

11

4) Usia 9 - 12 bulan: - Mulai dapat berdiri dengan bantuan hingga berdiri tanpa bantuan. - Dapat berjalan dengan dituntun. - Dapat duduk sendiri dan berputar-putar. - Merangkak dengan baik. - Sudah dapat memegang sendok dan mengarahkan ke mulut. - Memakai kedua tangannya bersama-sama untuk fungsi yang berbeda, seperti memegang benda dengan tangan kiri dan mengangkat badan dengan tangan kanan. - Mengambil benda, mengisap jempol, dan memasukkan makanan dengan tangannya. - Mengerti beberapa kata dan bereaksi bila diperintah. - Sudah dapat mengatakan “ma” dan “pa” dan beberapa kata. - Mengerti lebih banyak kata daripada mengucapkannya. - Menirukan suara. - Mengulang bunyi yang didengarnya. - Berpartisipasi dalam permainan. - Mulai merasa asing dengan orang-orang yang baru dikenal. Menurut terori psikoseksual, masa bayi adalah tahap oral. Selama masa bayi sumber utama kesenangan berpusat pada aktivitas oral seperti mengisap, menggigit, mengunyah, dan berbicara. Anak boleh memilih salah satu dari yang disebutkan ini, dan metode pemuasan kebutuhan oral yang dipilih dapat memberikan beberapa indikasi kepribadian yang sedang mereka bentuk (Wong, et.al., 2009). Ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk

12

mendapatkan rasa aman. Masalah yang terjadi pada tahap ini adalah masalah menyapih dan makan (Ardiartana, 2013). 2.1.4. Pola makanan pada Infant Pola makanan pada bayi (Depkes, 2010) adalah sebagai berikut: 1) Usia 0 – 6 bulan diberikan ASI saja paling sedikit 8 kali sehari pagi, siang maupun malam. 2) Usia 6 – 9 bulan diberikan ASI dan makanan lumat berseling seperti bubur susu, bubur sumsum, pisang saring yang dikerok, pepaya saring, tomat saring, nasi tim saring dan lain-lain. Setiap hari makan diberikan: - Usia 6 bulan

: 2 x 6 sdm peres.

- Usia 7 bulan

: 2-3 x 7 sdm peres.

- Usia 8 bulan

: 3 x 8 sdm peres.

3) Usia 9 – 12 bulan diberikan ASI dan makanan lunak berseling seperti bubur nasi, nasi tim, nasi lembek, dan lain-lain. 2.2. Diare 2.2.1. Definisi Diare Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus

dinyatakan diare bila frekuensi buang

air besar lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Abdoerrachman, et.al., 2007). Dari definsi ini dapat dipahami bahwa tanda diare

13

adalah bentuk tinja encer atau cair dengan frekuensi lebih dari 4 kali dalam 24 jam bagi neonatus dan lebih dari 3 kali dalam 24 jam bagi bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak. 2.2.2. Etiologi Diare Etiologi

diare

dapat

dibagi

dalam

beberapa

faktor

pencernaan

yang

(Abdoerrachman, et.al., 2007), yaitu: 1) Faktor infeksi a) Infeksi

enteral

yaitu

infeksi

saluran

merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi; - Infeksi

bakteri:

Vibrio,

E.

coli,

Salmonella,

Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. - Infeksi virus:

Enteroovirus

(Virus

ECHO,

Coxsackie,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. - Infestasi

parasit:

Cacing

(Ascaris,

Trichiuris,

Oxyuris,

Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

Ensefalitis

dan

sebagainya.

Keadaan

ini

terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. 2) Faktor Malabsorbsi a) Malobsorpsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan

14

galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. b) Malabsorbsi lemak c) Malabsorbsi protein 3) Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 4) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. 2.2.3. Patogenesis Diare Mekanisme

dasar

yang

menyebabkan

timbulnya

diare

(Abdoerrachman, et.al., 2007) ialah: 1) Gangguan osmotik Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik

dalam rongga usus meninggi,

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. 3) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik

usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh

berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

15

2.2.4. Patofisiologi Diare Diare akut mengakibatkan terjadinya: 1) Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia, 2) Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau pra-renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah; perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat; peredaran otak dapat terjadi, kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tak cepat diobati, penderita dapat meninggal, dan 3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah; kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan per-os karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 2008). 2.2.5. Jenis-jenis diare Secara klinik (Kleruk, 2009) dibedakan 4 (empat) jenis diare, yang masing-masing mencerminkan patogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam pengobatannya, yaitu: 1) Diare akut adalah diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin

disertai

muntah

atau

panas.

Diare

cair

akut

dapat

16

menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan berkurang, juga mengakibatkan kurang gizi. Penyebab diare cair akut di negara berkembang

adalah: rotavirus,

Escherichia

coli

enterotoksigenik,

Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium. Di beberapa tempat Vibrio cholerae, Salmonella, dan E. coli enteropatogenik. 2) Disentri adalah diare yang disertai darah pada tinja. Akibat terpenting disentri adalah anoreksi, penurunan berat badan dengan cepat, dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif. Penyebab utama disentri adalah Shigella dan Campylobacter jejuni dan yang jarang adalah E. coli enteroinvasife

atau

Salmonella.

Entamoeba

histolytica

dapat

menyebabkab disentri yang serius pada orang dewasa muda tapi jarang pada anak-anak. 3) Diare persisten adalah diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi. Tidak ada penyebab mikroba tunggal untuk diare persisten; E. coli enteroaggregatife, Shigella, dan Cryptosporidium mungkin berperan lebih besar daripada penyebab lain. 4) Diare kronik adalah diare yang terjadi secara intermiten (hilang- timbul) atau yang berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi seperti penyakit sensitif terhadap glutein dan gangguan metabolisme yang menurun. 2.2.6. Epidemiologi Diare Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak berumur kurang dari 5

17

tahun (balita). Di negara berkembang, sebanyak 2 juta anak meninggal tiap tahun karena diare. Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2 juta kematian pada tahun 2003. Di Indonesia, angka kematian diare juga telah menurun tajam. Berdasarkan data hasil survei rumah tangga, kematian karena diare diperkirakan menurun dari 40% pada tahun 1972 hingga 26,9% pada tahun 1980, 26,4% tahun 1986 hingga 13% tahun 2001 dari semua kasus kematian (Kemenkes, 2012). Walaupun angka kematian karena diare telah menurun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia, dilaporkan bahwa tiap anak mengalami diare sebanyak 1,3 episode per tahun. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002 - 2003, prevalensi diare pada anakanak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah: laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6 - 11 bulan (19,4%), 12 - 23 bulan (14,8%), dan 24-35 bulan (12,0%). Kesakitan balita karena diare makin meningkat sehingga dikhawatirkan terjadi peningkatan kasus gizi buruk (Kemenkes, 2012). 2.2.7. Cara Penularan Diare Cara penularan diare adalah melalui cara fecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 5 F = Feces, Flies, Food, Fluid, dan Finger) (Kemenkes, 2011).

18

Penjabaran mengenai penularan tersebut (Shaleh, 2013) sebagai berikut: - Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor, masuk ke dalam tubuh penderita. - Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi yang sering memasukkan tangan, mainan, atau apapun ke dalam mulut. Apalagi memang virus dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa hari sehingga kontaminasi bisa saja terjadi. - Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar. - Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih. - Tidak mencuci tangan dengan bersih dan pakai sabun setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi sehingga mengontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.

2.2.8. Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya diare (Kemenkes, 2011) antara lain adalah sebagai berikut:. 1) Tidak memberikan ASI ekslusif, memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman. 2) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.

19

3) Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi

ASI/Makan, setelah

Buang

Air

Besar,

dan setelah

membersihkan Buang Air Besar anak. 4) Penyimpanan makanan yang tidak higienis. 5) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai. 6) Kurangnya ketersedian MCK. 7) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk. 8) Kurang gizi/malnutrisi terutama anak dengan gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak. 2.2.9. Pencegahan Diare Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan (Kemenkes, 2012) adalah sebagai berikut: 1) Pemberian ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol. 2) Pemberian makanan pendamping ASI yang baik. 3) Menggunakan air bersih yang cukup. 4) Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi anak dan sebelum makan. 5) Semua anggota keluarga buang air besar di jamban yang berfungsi baik. 6) Membuang tinja bayi di jamban 7) Memberikan imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan. 8) Mengumpulkan

sampah

setiap

hari

dan

dibuang

ke

tempat

penampungan sementara, kemudian dilakukan pemusnahan dengan

20

cara ditimbun atau dibakar bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir. 9) Membersihkan sarana pembuangan air limbah Menurut Wijaya (2010) bahwa cara mencegah diare pada bayi dan anak balita adalah sebagai berikut: 1) Memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. 2) Setelah anak berumur 6 bulan, disamping ASI diberikan juga makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara bertahap dalam jumlah maupun kelembutannya. Bayi yang menginjak usia 6 bulan diberikan makanan lembek (setengah cair) dalam jumlah sedikit-sedikit, kemudian ditingkatkan jumlahnya secara bertahap dan kelembutannya juga ditingkatkan secara bertahap minggu demi minggu. Semua itu dimaksudkan

untuk

memberi

kesempatan

pencernaan

bayi

menyesuaikan diri. 3)

Memasak air untuk diminum sampai mendidih.

4)

Membiasakan mencuci tangan memakai sabun dan air bersih yang mengalir sebelum menyaipkan makanan bayi dan anak balita, sebelum memegang bayi, setelah buang air besar, dan setelah membersihkan bayi dan anak balita dari buang air besar.

5)

Membiasakan mencuci alat-alat makan dan minum dengan air bersih serta

membilas

dengan

air

matang

sebelum

dipakai,

merebus/menyeduh botol susu bayi dan balita sebelum dipakai. 6)

Membiasakan buang air besar di WC/jamban.

7)

Membiasakan membuang sampah pada tempatnya.

21

8)

Membuang

air

limbah

rumah

tangga

pada

sarana/saluran

pembuangan limbah yang tersedia. 9)

Tidak menghaluskan makanan bayi memakai mulut orang tua.

10) Tidak membiasakan anak-anak bermain di tempat yang kotor. 11) Mengajari dan membiasakan anak balita mencuci tangan memakai air bersih dan sabun sebelum makan. 12) Menutup makanan dan minuman dan menaruh di tempat yang aman dan bersih sehingga terhindar dari berbagai binatang. 13) Tidak memberi makanan yang sudah basi/agak basi/berjamur/bulukan kepada anak. 14) Bila

memakai

air

minum

kemasan,

jangan

memilih

yang

kualitas/kebersihannya diragukan. 2.2.10. Gejala klinis Diare Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau

akibat

gangguan

keseimbangan

(Abdoerrachman, et.al., 2007).

asam-basa

dan

elektrolit

22

2.3. Penanganan Diare 2.3.1. Prinsip Penanganan Diare pada Anak Menurut Agus Firmansyah (2012) prinsip penanganan diare pada anak adalah: 1) Rehidrasi: mengganti cairan yang hilang, dapat melalui mulut (minum) maupun melalui infus (pada kasus dehidrasi berat). 2) Pemberian makanan yang adekuat: jangan memuasakan anak, teruskan memberi ASI dan lanjutkan makanan seperti yang diberikan sebelum sakit. 3) Pemberian obat seminimal mungkin. Sebagian besar diare pada anak akan sembuh tanpa pemberian antibiotik dan antidiare. Bahkan pemberian antibiotik dapat menyebabkan diare kronik. Pada diare secara umum akan terjadi kekurangan cairan, gangguan

keseimbangan

asam-basa

(gangguan

elektrolit),

hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi. Oleh sebab itu pada diare penanganan terutama ditujukan untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut. Diare membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat penyebabnya. Tujuannya adalah untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang sampai diarenya berhenti. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasus, termasuk diare berat dan diare dengan panas, kecuali pada disentri, kolera, dengan dehidrasi berat, diare persisten (harus dengan rekomendasi dari dokter). Obat-obatan

23

antidiare, antimuntah dan absorben tidak boleh diberikan pada anak dibawah umur 5 tahun karena ternyata tidak satupun dari obatobatan ini yang mempunyai efek yang nyata untuk diare akut, beberapa malah memberikan efek yang membahayakan (Wenni, 2011). Kementerian Kesehatan (2012) telah menetapkan prinsip penatalaksanaan diare pada anak, yaitu: 1) Pemberian oralit osmolaritas rendah atau cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air matang. 2) Pemberian Zinc 3) Pemberian ASI/Makanan 4) Pemberian antibiotik hanya atas indikasi 5) Pemberian nasihat kepada Ibu tentang cara memberikan cairan dan obat di rumah dan keharusan membawa kembali anak ke petugas kesehatan bila diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, atau tidak membaik dalam 3 hari. 2.3.2. Penanganan Diare pada Anak di Rumah Peran keluarga dalam penanganan diare pada anak di rumah sangat penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi, mengurangi risiko kematian akibat diare dan mengurangi risiko anak dirawat di rumah sakit. Menurut Suraatmaja (2007) tindakan yang harus dilakukan keluarga jika anak menderita diare adalah:

24

1) Memberikan anak cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi. Cairan yang dapat diberikan di rumah yaitu larutan gula garam, air tajin, air sayur. ASI dan susu formula harus terus diberikan. 2) Melanjutkan pemberian makanan Ibu hendaknya membujuk anak untuk makan dan memberikan makanan yang baru disiapkan. Memberikan makanan pada anak setiap 3-4jam (6 kali sehari). Makanan yang dapat diberikan yaitu bubur dengan ikan atau daging dengan porsi kecil tetapi sering, pisang, sari buah segar. 3) Memberikan anak oralit dengan benar Banyaknya oralit yang harus diberikan untuk anak umur <2 tahun = 50-100 ml (1/4-1/2 gelas) setiap buang air besar. Anak umur >2 tahun diberikan oralit 100-200 ml (1/2-1 gelas) setiap kali buang air besar. Anak yang lebih besar diberikan minum sebanyak mungkin. Apabila anak muntah, tunggu 10 menit kemudian pemberian oralit diteruskan tetapi lebih lambat yaitu 1 sendok makan setiap 2-3 menit. 4) Membawa anak ke petugas kesehatan apabila buang air besar bertambah sering, sangat haus, mata menjadi cekung atau kering, anak demam, tidak mau makan atau minum seperti biasa, dan adanya darah dalam tinja. Menurut Wijaya (2010) penanganan diare pada bayi dan anak balita di rumah adalah sebagai berikut: 1)

Memberikan ASI lebiha sering. Bila anak mendapat susu formula, maka diberikan lebih sering.

25

2)

Makan seperti biasa dan minum lebih sering. Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi agar anak tetap kuat dan bertumbuh, serta mencegah berkurangnya berat badan.

3)

Setelah diare berhenti, anak diberikan makanan ‘ekstra’ selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

4)

Memberikan dengan segera cairan oralit setiap kali bayi atau anak balita buang air besar. Bila tidak ada oralit, diberi air matang, kuah sayur, air tajin. Oralit yang sekarang beredar di pasaran pada umumnya oralit dengan osmolaritas rendah yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.

5) Jika bayi atau anak balita muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan lagi pemberian cairan oralit sedikit demi sedikit. 6)

Melanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

7)

Tidak memberikan obat apapun kecuali obat dari petugas kesehatan atau dokter. Pemberian obat anti diare dapat membahayakan bayi dan anak balita.

8)

Segera membawa bayi atau anak balita berobat ke petugas kesehatan bila: a) diare terus berlanjut dan anak terlihat lemah atau menderita dehidrasi, b) anak selalu memuntahkan apapun yang dimakan/diminum, c) anak menderita kolera atau disentri. Menurut Wenni (2011) pada dasarnya diare yang tidak disertai

dengan dehidrasi bisa ditangani sendiri di rumah dengan mudah, yaitu dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 1)

Memberi anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan

26

seperti cairan oralit, makanan cair (sup, air tajin, minuman yogurt) atau air matang. Jika anak berusia <6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair. Larutan ini diberikan sebanyak anak mau dan terus diberikan sampai diare berhenti. 2) Meneruskan pemberian ASI atau susu yang biasa diberikan. 3) Memberi anak makan untuk mencegah kurang gizi. Untuk anak usia <6 bulan dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan yang sebanding selama dua hari. Bila anak usia >6 bulan atau telah mendapatkan makanan padat dapat diberikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging, tahu, ikan, tambahkan 1 sampai 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi. Anak diberi makan pisang halus untuk menambah kalium. Anak diberi makan sedikitnya 6 kali sehari. Dan anak diberi makan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu. 4) Anak harus harus segera dibawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam tiga hari atau mengalami buang air besar cair sangat sering, muntah berulang-ulang, sangat haus sekali, makan atau minum sedikit, demam, atau tinja berdarah. Menurut Suririnah (2009) penanganan diare pada bayi adalah sebagai berikut: 1) Memperhatikan tanda-tanda dehidrasi antara lain: bayi menangis tanpa air mata, mulut dan bibir kering, selalu merasa haus, air seni

27

keluar sedikit dan berwarna gelap, adakalanya tidak keluar sama sekali, dan tampak cekung atau terbenam, ubun-ubun bayi menjadi cekung. 2) Memberikan banyak minum (ASI) dan tetap memberikan makanan seperti biasa dan cairan tambahan (oralit atau sejenisnya). 3) Bila diare terjadi berulang kali atau disertai muntah, anak akan banyak kehilangan banyak cairan, bahkan sejumlah mineral penting, seperti natrium, kalium, dan klorida ikut terbuang. Untuk mengatasinya, anak perlu diberi cairan sebanyak mungkin, seperti larutan oralit atau pedialit (oralit untuk anak dengan beberapa rasa buah), larutan gula garam, sup, dan air tajin. Air tajin efektif untuk mengatasi diare karena air tajin mengandung glukosa polimer yang mudah diserap. 4) Memberikan larutan pedialit atau oralit sedikit demi sedikit. Jika anak memuntahkannya, maka pemberian dihentikan sejenak (10 menit) kemudian memberikannya lagi. 5) Cara membuat larutan gula garam adalah air putih segelas diaduk dengan 2 sendok teh gula pasir dan seujung sendok teh garam. Cairan diberikan sebanyak setengah gelas setiap kali anak muntah atau buang air besar atau diberikan secara bertahap perlahan 1 sendok makan setiap beberapa menit untuk mencegah muntah. 6) Bila

anak

sudah

mendapatkan

makanan

tambahan,

maka

makanannya diberikan secara bertahap. Penelitian menyatakan bahwa pemberian makanan seperti biasanya akan memperpendek masa gejala diare.

28

7) Tidak pernah memberikan obat untuk menghentikan diare yang akan memperburuk keadaan karena diare sebenarnya adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan kontaminasi makanan dari usus. Mencoba menghentikan diare dengan obat adalah seperti menyumbat saluran pipa yang akan keluar yang menyebabkan aliran berbalik dan akan memperburuk saluran tersebut. Diare biasanya berlangsung selama beberapa hari samapi 14 hari. Waktu penyembuhannya tergantung dari keadaan kesehatan anak dan banyaknya cairan yang masuk. Menurut Sitorus (2008) dalam menanggulangi diare harus dilakukan tindakan sebagai berikut: 1)

Rehidrasi Sejak dari Rumah Rehidrasi adalah uasaha mengembalikan cairan tubuh yang hilang selama diare. Caranya adalah dengan memberikan cairan pengganti yang sesuai dengan cairan yang keluar sejak awal terjadinya diare. Rehidrasi dapat dilakukan oleh ibu/keluarga dengan oralit atau cairan lain di rumah. Teknik rehidrasi adalah sebagai berikut: 1.1) Cara membuat oralit: - Cucilah tangan hingga bersih. -

Pakailah gelas, sendok, teko, panci, dan peralatan lainnya yang benar- benar dalam keadaan seteril.

- Gunakan air minum, baik air putih/air teh yang telah dimasak dan telah didinginkan. Air yang baru saja mendidih tidak dianjurkan, karena dapat menguraikan zat-zat yang terkandung di dalam oralit sehingga khasiatnya berkurang.

29

- Masukkan 1 bungkus oralit ukuran kecil ke dalam 1 gelas air (200 cc). - Aduk hingga benar-benar larut. - Siap untuk diminum 1.2) Aturan pakai - Anak di bawah umur 1 tahun: 3 jam pertama 11/2 gelas, selanjutnya 1/2 gelas setiap kali diare - Anak di bawah umur 5 tahun: 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali diare. - Anak di atas umur 5 tahun: 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali diare. - Anak di atas umur 12 tahun dan orang dewas: 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 3 gelas setiap kali diare. 1.3) Cara memberikan oralit - Berikan oralit dengan menggunakan sendok, gelas atau cangkir jangan dengan botol atau dot karena ujung dot dapat menyentuh langit-langit dan tenggorokan sehingga merangsang terjadinya muntah. - Mula-mula berikan sedikit terlebih dahulu, kemudian tunggu 5-10 menit agar anak tidak muntah, setelah itu dilanjutkan sedikit demi sedikit. Pemberian oralit dengan menggunakan sendok, sedikit demi sedikit biasanya tidak menimbulkan muntah dan bila diberikan terus-menerus cukup efektif untuk memenuhi kebutuhan. - Dalam 2-3 jam pertama sebaiknya diberikan oralit sebanyak mungkin

hingga

tercapai

rehidrasi

(tanda/gejala

dehidrasi

30

menghilang), kemudian pemberiannya dikurangi sesuai dengan petunjuk di atas. 2)

Pemberian ASI dan Makanan Pemberian ASI dapat pula mencegah dehidrasi dan memberikan zat kekebalan tubuh untuk menolak penyakit. Pemberian makanan akan mencegah kekurangan gizi akibat diare yang telah menguras cadangan zat-zat gizi di dalam tubuh anak. Menurut Wahyudi (2009) terapi di rumah adalah bagian yang

penting dari tatalaksana diare agar anak tidak dehidrasi. Bila anak mengalami diare, beri anak cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi. Bermacam-macam cairan bisa diberikan sebagai pengobatan dini untuk mencegah dehidrasi. Beberapa macam cairan keluarga bisa berupa air tajin, sup, atau yoghurt. Tetapi bila ada oralit maka anak diberi oralit. Apabila anak masih minum ASI, tetap harus diberikan tanpa batas, semau anak. Bila sudah mendapat makanan pendamping ASI (yang berumur lebih dari 4 -6 bulan), makanan tetap harus diberikan untuk mencegah kekurangan gizi, sedikitnya 6 kali sehari. Sebaiknya menghindari teh yang sangat manis, kopi, soft drink dan minuman buah komersial yang manis, karena akan memperparah diarenya. Menurut Agus Firmansyah (2012) mengatasi diare adalah dimulai di rumah. Bila anak menderita diare dan belum menderita dehidrasi, segera berikan minum sebanyak 10 ml per kilogram berat badan setiap kali mencret agar cairan tubuh yang hilang bersama tinja dapat diganti untuk mencegah terjadinya dehidrasi, sehingga mencegah terjadinya kematian. Sebaiknya diberikan cairan oralit yang telah tersedia di pasaran saat ini seperti oralit

31

200 ml, oralit I liter, Oralit-200 dan larutan oralit siap minum khusus untuk anak/bayi yang dapat diperoleh di apotik. Bila tidak tersedia, dapat pula digunakan larutan yang dapat dibuat di rumah seperti larutan gula garam atau larutan garam tajin. Bahan untuk membuat larutan gula garam yaitu 1 sendok teh gula pasir, seperempat sendok teh garam dapur dan 1 gelas (200 ml) air matang. Setelah diaduk rata pada sebuah gelas diperoleh larutan gula garam yang siap digunakan. Adapun bahan untuk membuat larutan garam tajin yaitu 6 sendok makan munjung (100 gram) tepung beras, 1 sendok teh (5 gram) garam dapur, dan 2 liter air. Setelah dimasak hingga mendidih akan diperoleh larutan garam tajin yang siap digunakan. Dan jika telah terjadi dehidrasi, minumkanlah oralit 50-100 ml (tergantung berat ringannya dehidrasi) per kilogram berat badan dalam 3 jam, dan bila masih mencret oralit terus diberikan sebanyak 10 ml per kilogram berat badan setiap mencret. Kementerian Kesehatan (2012) menetapkan tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk diare tanpa dehidrasi antara lain: 1)

Memberikan cairan lebih banyak dari biasanya: - Pemberian ASI lebih sering dan lebih lama - Anak yang mendapat ASI ekslusif diberi oralit atau air matang sebagai tambahan cairan. Anak yang tidak mendapat ASI ekslusif diberi susu yang biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dan sebagainya). - Memberi oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu

10 menit

dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. Anak usia < 1 tahun diberi 50-

32

100 ml setiap kali berak. Dan anak usia > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak. 2)

Memberi anak makanan untuk mencegah kurang gizi - Memberi makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat. - Menambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan. - Memberikan makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau. - Memberikan makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam). - Setelah diare berhenti, anak diberi makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu.

3)

Memberi obat Zinc Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan. Zinc dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok

33

air matang atau ASI. Anak usia < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari dan anak usia > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari. 2.4. Dehidrasi 2.4.1. Pengertian dehidrasi Dehidrasi

adalah

keadaan

kehilangan

cairan

tubuh.

Kehilangan cairan tubuh ada yang melalui kulit seperti diaforesis, luka bakar. Ada yang melalui saluran pencernaan seperti muntah, diare, drainase dari gastrik intestinal. Dan ada yang melalui saluran perkemihan seperti diuresis osmotik, diabetes insipidus (Asmadi, 2009). 2.4.2. Jenis-jenis dehidrasi Berdasarkan tonisitas plasma dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik, dan dehidrasi hipotonik. Dehidrasi isotonik yaitu bila kadar natrium dalam plasma 130 – 150 mEq/L. Dehidrasi hipertonik yaitu bila kadar natrium dalam plasma lebih dari

150 mEq/L. Dan dehidrasi hipotonik yaitu bila kadar

natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/L.

Pada dehidrasi

isotonik dan hipotonik penderita tampaknya tidak begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologis seperti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang menurun, sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk (Abdoerrachman, et.al., 2007). Sedangkan berdasarkan banyaknya cairan yang hilang, dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat (Abdoerrahman, et.al., 2007). Menurut Suharyono (2007), bahwa bila

34

defisit air kurang dari 5% berat badan, maka dehidrasinya bersifat ringan dan satu-satunya gejala dehidrasi yang jelas ialah haus. Bila defisit melebihi 5% berat badan, penderita mungkin akan sangat haus. Hilangnya cairan dalam rongga ekstrasel mengakibatkan turgor kulit berkurang, ubun-ubun dan mata cekung dan mukosa kering. Deplesi volume intravaskular mengakibatkan takikardi, hipotensi, oliguri dan anuri. Defisit cairan 5-10% berat badan mengakibatkan dehidrasi sedang, sedangkan defisit cairan 10% atau lebih disebut dehidrasi berat.

Sementara

itu,

Anik

Maryunani

(2010)

menyebutkan bahwa apabila kekurangan cairan <5% berat badan, maka dikatakan diare tanpa dehidrasi. Apabila kekurangan cairan 510% berat badan, maka dikatakan diare dengan dehidrasi ringansedang. Dan apabila kekurangan cairan >10% berat badan, maka dikatakan diare dengan dehidrasi berat. Menurut Abdoerrachman, et.al. (2007), bahwa pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somolen dan kadangkadang sampai soporokomateus). 2.4.3. Tanda atau Gejala Dehidrasi Menurut WHO (2009) anak dengan diare dinyatakan mengalami dehidrasi ringan-sedang bila terdapat dua atau lebih dari tanda berikut ini: - Rewel, gelisah

35

- Mata cekung - Minum dengan lahap, haus - Cubitan kulit kembali lambat Anak dengan diare dinyatakan mengalami dehidrasi berat bila terdapat dua atau lebih dari tanda berikut ini: - Letargis/tidak sadar - Mata cekung - Tidak bisa minum atau malas minum - Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥ 2 detik) Dan anak dengan diare dinyatakan tanpa dehidrasi bila tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan-sedang atau berat. Dengan demikian tanda-tanda atau gejala anak dengan diare tanpa dehidrasi (Kemenkes, 2012) yaitu: - Baik, sadar - Mata normal - Minum biasa, tidak haus - Cubitan kulit perut kembali cepat

36

Tabel. 2.1. Penilaian Derajat Dehidrasi Menurut WHO A

B

C

PENILAIAN Bila ada 2 tanda atau lebih Lihat: Keadaan umum

Baik, sadar

Gelisah, rewel

Lesu, lunglai atau tidak sadar

Mata

Normal

Cekung

Cekung

Rasa haus (beri air minum) Raba/Periksa: Turgor kulit

Minum biasa, tidak haus

Haus, ingin minum banyak

Kembali cepat

Kembali lambat

Malas minum atau tidak bisa minum Kembali sangat lamba (lebih dari 2 detik)

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi ringan-sedang

Derajat dehidrasi

Sumber: Kemenkes, 2012.

Dehidrasi berat

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab Ii.docx
May 2020 12
Bab Ii.docx
May 2020 5
Bab I.docx
May 2020 9
Kata Pengantar.docx
May 2020 7
Bab Iii.docx
May 2020 6