BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Mikroorganisme Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat kecil
yaitu dalam skala mikrometer atau mikron yang disimbolkan dengan µ. Skala mikron setara dengan satu per sejuta meter dan tidak dapat dilihat dengan mata tanpa alat bantu seperti mikroskop. Diperlukan cara tertentu untuk mempelajari mikroorganisme yaitu dengan cara observasi secara mikroskopik dan biakan atau pure culture. Makhluk hidup yang termasuk dalam golongan mikroorganisme, antara lain bakteri seperti eubactera dan archaebacteria, fungi atau jamur seperti yeasts dan molds, protozoa, alga dan virus serta beberapa macam cacing atau helmints. Ilmu yang mempelajari mikroorganisme disebut sebagai mikrobiologi. Penemuan mikroorganisme pertama ditemukan oleh seorang pedagang dari Belanda yang bernama Antonie Van Leeuwenhoek, ia menggambarkan makhlukmakhluk kecil yang disebutnya sebagai animalcule ke Royal Society of London (RSL). Ia menemukan animalcule tersebut melalui mikroskop sederhananya yang terdiri dari satu lensa, lalu mengirimkan gambar-gambar animalcule dalam air hujan. Robert Hooke, seorang penemu dari Inggris menggunakan mikroskop untuk mengamati tutup botol yang terbuat dari dinding sel tumbuhan yang sudah mati. Hooke menyebut pori-pori di antara dinding sel tersebut sebagai kotak kecil atau sel. Penemuannya tentang struktur tutup botol pada tahun 1665 tersebut adalah awal dari teori sel. Penelitian-penelitian tentang struktur dan fungsi sel selanjutnya selalu berdasar pada teori ini yang merupakan titik tolak penting bagi biologi modern. Semua yang tergolong ke dalam mikroorganisme adalah sel kecuali virus. Teori tentang sel menyebutkan bahwa makhluk hidup dapat berupa organisme sel tunggal ataupun organisme yang tersusun dari berbagai jenis sel atau disebut sebagai multisel. Sel merupakan suatu unit kompleks dari suatu sistem kehidupan. Semua makhluk hidup yang ada berasal dari replikasi atau transformasi dari sel yang telah ada sebelumnya. Sel adalah struktur yang dibatasi membran, dan melakukan metabolisme aktif, serta memiliki sifat hereditas (Ferdiaz, 2014). 3
4
2.2.
Pembagian Mikroorganisme Pembagian sel mikroorganisme dapat dibagi menjadi sel prokariotik dan
eukariotik. Sel prokariotik tidak memiliki membran inti, mitokondria, retikulum endoplasma, badan golgi, fagosom dan lisosom. Prokariotik memiliki kromosom tunggal sirkuler yang terikat pada suatu tempat khusus di membran yang disebut mesosom. Membran bakteri umumnya tidak memiliki sterol contohnya kolesterol. Prokariotik adalah organisme unisel yang relatif sederhana apabila dibandingkan dengan sel eukariotik. Seluruh fungsi seluler dikemas dalam satu unit dengan lima komponen esensial antara lain genom atau DNA, ribosom, membran sel, dinding sel dan lapisan permukaan atau surface layer. Semua reaksi enzimatik atau aktivitas metabolisme terjadi dalam makromolekul penyusun kelima komponen utama sel antara lain DNA, RNA, fosfolipid, protein dan polisakarida (Yuwono, 2012). Mikroorganisme yang temasuk dalam golongan prokariotik adalah bakteri dan archaea. Mikroorganisme yang temasuk dalam golongan eukariotik baik yang memiliki sel tunggal ataupun memiliki sel banyak antara lain jamur, protozoa, cacing (helminth) dan alga. Protozoa merupakan mikroorganisme yang termasuk ke dalam kingdom protista, protozoa sendiri sangat beragam jenisnya. Beberapa jenis dari protozoa memiliki bagian tubuh tambahan yang disebut sebagai flagelata atau bulu cambuk, bagian tambahan lainnya dapat berasal dari perpanjangan beberapa bagian tubuh lainnya seperti perpanjangan membran sel dan sitoplasma untuk pergerakan protozoa itu sendiri. Beberapa jenis protozoa mendapatkan makanan dengan cara fotosintesis dan yang lainnya bersifat parasit sehingga dapat menyerap nutrisi dari inangnya. Protozoa kebanyakan bersifat tak berbahaya, tetapi beberapa jenis bersifat patogen yang dapat menyebarkan penyakit pada hewan atau manusia. Cacing atau helminth sebenarnya tidak termasuk ke dalam mikroorganisme karena cacing dapat dilihat secara langsung dengan mata tanpa alat bantu lainnya seperti mikroskop. Cacing dimasukkan ke dalam mikroorganisme karena dampak buruk yang disebabkan disebabkan oleh fase telur dan larva cacing yang berukuran mikroskopik. Contoh cacing yang menyebabkan merugikan bagi kesehatan adalah cacing guinea atau Dracunculus medinensis yang dapat menyebabkan muntah, diare, dan radang pada kulit. Jenis cacing ini dapat menembus bagian kulit.
5
Alga merupakan jenis protista yang menyerupai tumbuhan dan dapat dibagi menjadi uniseluler dan multiseluler, sel-sel dari alga dikelilingi oleh dinding sel yang terbuat dari selulosa yang merupakan bagian dari karbohidrat. Alga berukuran 2 hingga 200 mikrometer dan dapat dilihat melalui mikroskop cahaya. Alga sendiri mendapatkan nutrisi dengan cara melakukan fotosintesis dan kemudian melepaskan oksigen dan karbohidrat ke lingkungan sehingga berperan dalam ekosistem. Alga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan berpotensi sebagai bahan bakar. Virus termasuk ke dalam mikroorganisme karena ukurannya sebesar 0,01 hingga 0,1 mikrometer sehingga hanya dapat dilihat melalui mikroskop elektron. Virus digolongkan sebagai mikroorganisme aseluler karena tidak memiliki sel apapun dalam tubuhnya, tetapi memiliki material genetik seperti DNA atau RNA yang hanya hidup apabila terdapat inang sebagai tempat pertumbuhannnya. Virus memiliki sifat-sifat khas dan tidak merupakan jasad yang dapat berdiri sendiri. Virus memperbanyak diri dalam sel jasad inang sehingga disebut parasit obligat dan menyebabkan sel mati. Sel inang dapat berupa sel manusia, hewan, tumbuhan, atau pada jasad renik lainnya. Sel yang ditumpangi virus itu akan mempengaruhi sel-sel sehat yang berada didekatnya, dan hal itu dapat mengganggu seluruh kompleks sel ditandai dengan bercak pada daun dan sebagainya (Sumarsih, 2003). 2.3.
Perkembangan dan Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Industri Perkembangan mikroorganisme dalam industri bioteknologi telah melalui
berbagai tahap pengembangan yang diakibatkan oleh terobosan ilmu pengetahuan setiap zamannya. Pengenalan dari mikroorganisme pada pertengahan abad ke-19 menciptakan beberapa peluang yang berpotensi untuk memproduksi bahan-bahan kimia melalui teknik pengembangbiakan mikroba secara murni atau pure culture techniques. Produk-produk yang dihasilkan pada saat itu hanya terbatas pada asamasam yang bersifat organik dan senyawa alkohol karena mengalami permasalahan untuk mengembangbiakan mikroba yang diperlukan dalam kondisi yang aseptik. Perkembangan selanjutnya dalam pemanfaatan mikroorganisme pada tahun 1940an ditandai dengan menghasilkan penisilin yang merupakan kombinasi dari ilmu tindakan terpadu pada integrasi genetika klasik, kimia organik, dan teknik kimia. Integrasi dari ilmu teknik dan biosains menghasilkan disiplin ilmu teknik biokimia.
6
Tabel 2.1. Produk Industri yang Dihasilkan oleh Pemanfaatan Mikroorganisme
Produk
Mikroorganisme
Pemanfaatan Produk
Etanol (non-pangan)
Saccharomyces cerevisiae
Bahan kimia
Dekstran
Leuconostoc mesenteroides
Penstabil makanan
Asam glutamat
Brevibacterium sp.
Bahan aditif makanan
Asam 2-ketoglukonat
Pseudomonas sp.
Bahan intermediet untuk asam daraboaskorbat
Enzim pektinase dan
Aspergillus niger dan A.
Bahan penjernih jus
protease
aureus
buah
Amilase bakteri
Bacillus subtilis
Pati termodifikasi dan pembentuk permukaan kertas
Protease bakteri
Bacillus subtilis
Penghilang noda
Sorbosa
Gluconobacter suboxydans
Pembuatan asam askorbat
Kobalamin atau
Streptomyces olivaceus
Suplemen makanan
Asam glukonat
Aspergillus niger
Produk farmasi
Asam laktat
Rhizopus oryzae
Produk makanan dan
Vitamin B12
farmasi Asam sitrat
Aspergillus niger
Produk makanan dan obat-obatan
Aseton dan butanol
Clostridium acetobutylicum Pelarut
Insulin
Rekombinan dari E.coli
Terapi kesehatan
Ragi atau starter
Lactobacillus bulgaricus
Produksi keju
Protein mikroba (SCP)
Candida utilis
Suplemen makanan
Penisilin
Penicillium chrysogenum
Antibiotik
Sefalosporin
Cephalosparium ap.
Antibiotik
Eritromisin
Streptomyces erythreus
Antibiotik (Sumber: Najafpour, 2007)
7
Ragi atau jamur dapat digunakan dalam bioproses untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai lanjut, produk yang dihasilkan dapat disebut sebagai metabolit sekunder. Produk dari metabolit sekunder contohnya penisilin yang dapat diproduksi pada saat fase pertumbuhan pada fase stasioner. Ragi atau yeast sendiri dapat dimanfaatkan untuk pembuatan anggur atau roti. Jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai ragi, antara lain Rhizobium sp., Bradyrhizobium sp. dan Bacillus thuringiensis karena dapat tumbuh dan memanfaatkan karbohidrat dan zatzat organik dari limbah pertanian. Produk-produk medis, kesehatan, dan kecantikan seperti vaksin, antibiotik dan steroid juga diproduksi dari pertumbuhan mikroba. Kontaminasi pada medium pertumbuhan merupakan salah satu permasalahan besar dalam melakukan fermentasi skala besar sehingga siperlukan sterilisasi medium. 2.4.
Growth Kinetic pada Sel Perhitungan growth kinetic pada sel dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan kinetika reaksi. Sel yang akan dihitung kinetika pertumbuhannya akan dibiakkan dengan operasi batch dalam suatu medium pertumbuhan, dan kemudian dihitung dengan persamaan kinetika dan diplot ke dalam grafik semi-log. Laju pertumbuhan dari sel sendiri bervariasi dan bergantung pada fase pertumbuhan sel tersebut. Laju pertumbuhan spesifik dapat disimbolkan dengan simbol μ. Fase lag dalam pertumbuhan yang dimulai segera setelah inokulasi, laju pertumbuhannya sama dengan nol. Sel menggunakan fase lag untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dalam medium pertumbuhan, enzim ataupun komponen struktural baru dapat disintesis. Pertumbuhan sel dimulai pada fase akselerasi setelah melalui periode lag dan berlanjut melalui fase growth dan decline. Fase growth ditunjukkan sebagai garis lurus pada plot semi-log apabila jika pertumbuhan terjadi secara eksponensial. Pertumbuhan dari sel menjadi melambat dan sel memasuki fase decline, ketika nutrisi yang terdapat di dalam medium pertumbuhan menjadi habis atau terdapat produk penghambat yang menumpuk. Fase pertumbuhan sel stationary akan tercapai setelah memasuki transisi, selama tidak terdapat pertumbuhan yang lebih lanjut. Fase death ditunjukkan oleh beberapa kultur karena sel dalam medium menjadi kehilangan viabilitas atau dihancurkan oleh fenomena lisis. Tabel berikut menunjukkan pertumbuhan sel secara batch ditinjau dari laju pertumbuhan.
8
Tabel 2.2. Rangkuman Pertumbuhan Sel secara Batch
Fase Pertumbuhan
Deskripsi Sel beradaptasi dengan lingkungan
Lag
barunya, tidak terjadi pertumbuhan.
Acceleration Growth
Pertumbuhan dimulai Pertumbuhan mencapai tingkat maksimum.
Laju Pertumbuhan μ mendekati 0 μ kurang dari μmax μ mendekati μmax
Pertumbuhan mengalami penurunan karena berkurangnya konsentrasi nutrien Decline
di dalam medium ataupun terdapat
μ kurang dari μmax
produk inhibitor yang semakin menumpuk. Stationary
Tidak terjadi pertumbuhan.
μ sama dengan 0
Sel dalam medium menjadi kehilangan Death
viabilitas atau dihancurkan oleh
μ kurang dari 0
fenomena lisis (Sumber: Doran, 1995)
2.5.
Medium Pertumbuhan Bakteri Medium dalam ilmu mikrobiologi adalah suatu bahan yang diperlukan
untuk menumbuhkan dan mempelajari mikroorganisme. Media pertumbuhan harus memenuhi nutrisi yang perlu dibutuhkan oleh suatu mikroorganisme. Nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhannya meliputi karbon, nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, serta unsur logam seperti kalsium, seng, natrium, kalium, mangan, magnesium, dan zat besi. Beberapa peneliti menemukan media pertumbuhan alternatif seperti kacang-kacangan (Anisah dan Rahayu, 2015). Contoh dari medium pertumbuhan yang sederhana contohnya molase, agar kentang dekstrosa, agar darah, trypticase soy broth, Mac Conkey agar plate, dan medium dapat dibuat dari limbah agroproses seperti limbah dari proses kristalisasi gula.
9
2.6.
Sifat-Sifat Koloni Koloni merupakan sekumpulan dari bakteri yang tumbuh dalam medium
padatan, selain itu koloni berasal dari sel induk tunggal yang berkembang secara berlipat ganda (Acharya, 2013). Tiap koloni mengandung jutaan sel. Koloni diamati ukuran, tekstur, warna dalam medium pertumbuhan. Koloni dapat diwarnai dengan cara pengecatan gram dan dengan menggunakan mikroskop untuk mempermudah pengamatan. Jenis dari bakteri yang tumbuh dapat diidentifikasi hingga tingkat spesies atau speciated menggunakan koloni tersebut minimal dalam 24 jam. Pengenalan sifat-sifat koloni seringkali berguna dalam mengidentifikasi jenis bakteri yang tumbuh dengan cara membedakan sifat-sifat yang muncul. Sifat koloni yang dapat diamati secara makroskopis, antara lain ukuran dari koloni yang diukur diameternya, bentuk, kenaikan permukaan atau elevasi, margin koloni, permukaan koloni, tekstur, warna, dan kejernihan dari koloni (Acharya, 2013). Medium kultur juga termasuk dalam hal yang mempengaruhi karakteristik koloni dan morfologi dari bakteri yang tumbuh di dalamnya. Medium pertumbuhan dari bahan-bahan yang sederhana dan tidak mengandung bahan penghambat atau inhibitor cocok untuk menumbuhkan dan dapat mendeskripsikan dari koloni bakteri yang tumbuh. Jenis medium padatan ini disebut sebagai nutrient agar. Koloni dari bakteri memiliki keberagaman bentuk contohnya koloni berbentuk romboid dari koloni bakteri Pseudomonas sp. (Kandi, 2015). Bentuk yang dapat dibentuk dari koloni selain romboid dapat berupa lingkaran, tidak beraturan, filamen, dan rizoid. Kenaikan permukaan atau elevasi dari koloni yang tumbuh pada medium dapat dilihat dari samping permukaan medium, jenis kenaikan permukaan yang dapat dibentuk oleh koloni yang tumbuh antara lain rata (flat), cembung (raised), menonjol (umbonate), cekung (crateriform), convex, dan pulvinate. Jenis tepian dari koloni atau colony margin yang terbentuk oleh koloni dalam medium dapat dibagi menjadi tepian halus (entire), tepian tidak beraturan (irregular), bergelombang (undulate), lobus (lobate), keriting (curled), filliform, dan lain sebagainya. Koloni bakteri yang bentuknya tidak beraturan atau irregular cenderung terbentuk dari spesies mikroorganisme yang bergerak. Mikroorganisme yang dapat bergerak tersebut berkerumun di atas medium contohnya Proteus sp.
10
Ukuran dari koloni yang terbentuk pada medium sangat beragam, ukuran tersebut dapat dijadikan sebagai karakteristik untuk mengidentifikasi bakteri atau mikroorganisme yang tumbuh di dalam media tersebut. Diameter dari koloni diukur dalam satuan milimeter secara kuantitatif atau dapat dideskripsikan secara kualitatif dengan pernyataan titik (pin point), kecil, sedang, ataupun besar. Koloni yang berukuran lebih dari lima milimeter kebanyakan dihuni oleh mikroorganisme yang dapat bergerak. Pertumbuhan mikroorganisme yang sangat cepat di dalam medium dapat menyebabkan permukaan dari medium tertutup mikroorganisme tersebut. Permukaan yang dihasilkan oleh koloni dapat kusam, berurat, kasar, kusut (wrinkled) dan mengkilap. Kebanyakan koloni menghasilkan tampilan permukaan yang mengkilap (Dwidjoseputro, 1978). Tekstur yang dihasilkan oleh pertumbuhan koloni antara lain kering (dry), lembab (moist), kental (sulit untuk lepas), rapuh atau mudah pecah, dan berlendir. Pigmen yang terdapat dalam koloni dihasilkan oleh aktifitas pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat menyebabkan adanya jejak warna pada medium. Pigmen hijau pada medium diproduksi oleh Pseudomonas aeruginosa, koloni berwarna juga dihasilkan oleh pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis dalam medium Lowenstein Jensen, koloni berwarna merah dihasilkan oleh pertumbuhan Serratia marcescens. Kejernihan atau opacity dari koloni dapat dibagi menjadi transparan atau jernih, buram, tembus pandang (tampak seperti melihat melalui kaca yang buram), dan berubah warna apabila disinari oleh cahaya. 2.7.
Sifat-Sifat Koloni dalam Medium Padat Medium padat yang dapat digunakan dalam penumbuhan koloni adalah
agar-agar lempengan (plate agar), agar-agar miring (slanted agar), dan tusukan gelatin (gelatin stab). Agar lempengan dapat dibuat dengan cara meletakan mikroorganisme pada medium dalam cawan petri. Sifat dari koloni yang tumbuh pada agar lempengan (plate agar) terbentuk menyerupai titik, bulat, berpola filamen, tidak teratur, menyerupai akar, permukaan dari koloni dapat berbentuk datar (flat), timbul mendatar (raised), timbul melengkung, cembung (umbonate), menonjol (pulvinate), dan bentuk timbul berkawah (crater). Tepi yang dapat terbentuk pada koloni, antara lain utuh (entire), bergelombang (undulate), berbentuk menyerupai benang (filliform), bergerigi, dan keriting (curly).
11
Sifat koloni yang tumbuh pada medium agar miring (slanted agar) memiliki sifat koloni yang menyerupai pedang, duri, formasi titik-titik yang saling menempel ataupun terpisah antar kelompok kecil koloni, ataupun berbentuk menyerupai akar. Sifat yang dibentuk oleh koloni yang tumbuh pada gelatin memiliki berbagai sifat. Koloni dari bakteri yang tumbuh tersebut memiliki sifat yang dapat mengencerkan medium gelatin dan ada yang tidak dapat mengencerkan gelatin tersebut. Koloni yang bersifat tidak dapat mengencerkan gelatin, apabila dilihat dari sisi samping membentuk formasi yang menyerupai pedang, elevasi permukaannya menonjol. Koloni dari bakteri yang tumbuh yang memiliki sifat mengencerkan gelatin akan membentuk koloninya berlapis, elevasi permukaan koloni membentuk kawah, menyerupai mangkuk, corong, ataupun pundi-pundi. 2.8.
Plate Count Agar (PCA) Metode Plate Count Agar (PCA) sering digunakan oleh Amerika Serikat
untuk menentukan banyaknya jumlah bakteri yang terdapat di dalam air ataupun air limbah melalui prosedur pour plate. Plate count agar dibuat dan diinkubasi selama 48 jam dengan temperatur sebesar 35 oC. Metode plate count agar dapat disebut juga sebagai Standard Plate Count (SPC), metode ini merupakan pengembangan dari metodologi sebelumnya yang dilakukan dengan cara inkubasi medium dalam temperatur sebesar 37 oC. Metode SPC telah diatur dalam Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater dimulai dari edisi ke-3 tahun 1917 hingga edisi ke-8 tahun 1936. SPC tidak memberikan indikasi terhadap beban umum dari bakteri aerobik dan anaerobik heterotrof yang bersifat fakultatif yang dibawa air. Plate Count Agar (PCA) pertama kali dikembangkan oleh Buchbinder, Baris, dan Goldstein pada tahun 1953 atas permintaan dari American Public Health Association (APHA). Jenis dari agar ini dapat dibuat menyerupai agar R2A atau Reasoner 2A yaitu dengan menambahkan bahan berupa 0,5 gram ekstrak ragi, 0,5 gram Difco proteose peptone no. 3, 0,5 gram asam kasamino, 0,5 gram glukosa, 0,5 gram pati yang dapat larut, 0,3 gram potasium fosfat, 0,05 gram garam epsom (magnesium sulfat heptahidrat), 0,3 gram natrium piruvat, dan 15 gram agar-agar per liter air. Penambahan potasium fosfat untuk mengatur pH hingga 7.2 dan disterilkan selama 15 menit dalam 121 oC (Reasoner dan Geldreich, 1985).
12
Plate count agar dapat dibuat dengan komposisi lain karena komposisi dari Plate count agar dapat bervariasi, salah satunya 0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1% glukosa, 1,5% agar-agar. Plate count agar yang dibuat mengandung glukosa dan ekstrak ragi dapat digunakan untuk menumbuhkan semua jenis bakteri. Plate Count Agar mengandung nutrisi yang disediakan oleh trypton, vitamin dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri. Plate count agar sendiri bukan merupakan media yang selektif karena media ini tidak hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroorganisme tertentu sehingga terdapat keberagaman mikroorganisme yang tumbuh membentuk koloni di dalam medium plate count agar tersebut. 2.9.
Potato Dextrose Agar (PDA) Medium pertumbuhan potato dextrose agar atau agar dekstrosa kentang
merupakan salah satu medium jenis agar untuk menumbuhkan mikroorganisme (Griffith, dkk, 2007), selain agar dektrosa khamir, agar dari ekstrak malt. Jenis medium ini termasuk ke dalam jenis semi-alamiah karena bahan yang diperlukan terdiri dari bahan alamiah seperti kentang dan bahan sintesis seperti dekstrosa dan agar. Bahan-bahan yang dipakai dalam agar dekstrosa kentang ini memiliki peran masing-masing dalam memberikan nutrisi yang sangat mendukung kelangsungan pertumbuhan mikroorganisme dalamnya. Kentang berperan sebagai sumber karbon berupa karbohidrat, vitamin, dan energi bagi mikroorganisme, sedangkan dekstrosa berfungsi sebagai sumber gula penghasil energi bagi mikroorganisme. Agar yang ditambahkan ke dalam medium sendiri hanya berfungsi sebagai bahan perekat antar bahan, akuades ditambah untuk melarutkan bahan-bahan penyusun medium. Agar dekstrosa kentang sendiri sering dipilih sebagai medium pertumbuhan mikroorganisme karena bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat agar tersebut sangat terjangkau harganya dan mudah dibuat. Jenis agar ini dapat dibuat dengan merebus kentang di dalam air dengan perbandingan jumlah kentang dengan air, satu banding lima sesuai dengan kebutuhan. (Gunawan, 2008). Kaldu rebusan kentang kemudian ditambahkan dekstrosa dan agar langsung disterilkan untuk digunakan. Medium PDA sangat berbeda dengan Potato Dextrose Broth (PDB) karena fase dari PDA berwujud padat, sedangkan PDB merupakan air kaldu rebusan kentang.
13
2.10.
Autoklaf Penamaan autoklaf berasal dari bahasa Yunani yaitu auto yang berarti
dapat berjalan sendiri atau otomatis dan clavis yang berarti kunci, apabila kedua kata tersebut digabungkan maka gabungan kata tersebut membentuk arti peralatan yang dapat mengunci sendiri. Penamaan ini didasarkan oleh mekanisme kerja dari autoklaf sendiri yang akan terkunci dengan sendirinya ketika tekanan didalamnya meningkat. Mekanisme kerja didasarkan atas faktor keselamatan, hal ini mencegah uap atau steam menyembur keluar apabila terbuka secara tidak sengaja. Keluarnya steam dari dalam bejana menyebabkan sterilisasi tidak maksimal. Autoklaf juga dapat dibagi berdasarkan sistem kerjanya, antara lain gravity displacement autoclave, prevaccum atau high vaccum autoclave¸ dan steam-flush pressure-pulse autoclave. Jenis dari autoklaf yang tergolong gravity displacement autoclave memanfaatkan prinsip keringanan dari uap dibandingkan dengan udara, sehingga udara terletak di bawah uap. Uap secara perlahan semakin meningkat sehingga menekan udara dan keluar melalui saluran pada bagian bawah autoklaf, suhu meningkat dan terjadi sterilisasi. Autoklaf dengan jenis prevaccum atau high vaccum autoclave dilengkapi pompa yang mengevakuasi hampir semua udara dari dalam autoklaf. Proses ini berlangsung selama 8-10 menit, uap dimasukkan ke dalam autoklaf saat kondisi vakum pada bejana kemudian terjadi peningkatan suhu sehingga proses sterilisasi berlangsung. Autoklaf yang terakhir menggunakan aliran uap dan dorongan tekanan diatas tekanan atmosfer dan rangkaian yang berulang. Proses sterilisasi dari medium pertumbuhan dapat menggunakan autoklaf, temperatur operasi yang digunakan dalam proses sterilisasi optimalnya pada operasi temperatur 121oC dengan tekanan sebesar 15 psi. Waktu optimal yang diperlukan dalam proses sterilisasi medium biasanya membutuhkan waktu 12 hingga 15 menit untuk sterilisasi medium, waktu sterilisasi sebelum waktu optimal menunjukkan sisa mikroorganisme kontaminan yang masih hidup dalam medium (Syah, 2016). Pemanfaatan dari autoklaf dalam tahap sterilisasi medium dalam proses fermentasi mengkaramelisasi kandungan medium sehingga menghasilkan warna medium yang lebih gelap. Kandungan nutrien dalam medium berubah selama proses sterilisasi berjalan, karena panas menguapkan kandungan nutrien (Najafpour, 2007).