BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Air Bersih Menurut Permenkes No. 492/Menkes/PER/IV/2010 yang dimaksud dengan
air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sedangkan yang dimaksud dengan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum, persyaratannya yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Permenkes No. 492/Menkes/PER/IV/2010). Peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa kelas menurut peruntukannya, antara lain: 1.
Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2.
Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3.
Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4.
Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
7
8
2.2
Sumber Air Bersih Menurut Chandra (2007), air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia
harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut antara lain : 1.
Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
2.
Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
3.
Tidak berasa dan tidak berbau.
4.
Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga
5.
Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan. Air yang terdapat dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi : 1.
Air Angkasa (Hujan) Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air dibumi. Walaupun pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbon dioksida, nitrogen dan amonia.
2.
Air Permukaan Air permukaan yang meliputi badan – badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, air terjun dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh kepermukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.
3.
Air Tanah Air tanah (groundwater) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses – proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan. Air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses purifikasi atau penjernihan serta persediaannya cukup di sepanjang tahun,
9
walaupun saat musim kemarau. Tetapi air tanah juga mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi seperti magnesium, kalsium, dan logam berat.
2.3
Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih
2.3.1 Persyaratan Kualitas Kualitas air pelanggan merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui apakah kualitas air yang didistribusikan oleh PDAM kepada pelanggan telah memenuhi kualitas air minum seperti yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku air bersih. Berdasarkan petunjuk teknis penilaian kinerja PDAM, mengingat sebagian perancangan IPA yang dimiliki SPAM-PDAM hanya dapat mengolah sebagian aspek dari fisika, dan mikrobiologis saja, sementara untuk aspek kimiawi dan radioaktif hampir seluruh SPAM-PDAM belum melengkapinya dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih minimal adalah sebagai berikut: 1.
Parameter wajib a. Persyaratan Fisik Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan fisik yaitu, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna (maksimal 15 TCU), suhu udara maksimum ± 3ºC, dan tidak keruh (maksimum 5 NTU) b. Persyaratan mikrobiologi Syarat mutu air minum sangat ditentukan oleh kontaminasi kuman Escherichia coli dan Total Bakteri Coliform, sebab keberadaan bakteri Escherichia coli merupakan indikator terjadinya pencemaran tinja dalam air. Standar kandungan Escherichia coli dan Total Bakteri Coliform dalam air minum 0 per 100 ml sampel.
2.
Parameter Tambahan a. Persyaratan Kimia Air minum yang akan dikonsumsi tidak mengandung bahan – bahan kimia (organik, anorganik, pestisida dan desinfektan) melebihi ambang batas yang
10
telah ditetapkan, sebab akan menimbulkan efek kesehatan bagi tubuh konsumen.
b. Persyaratan Radioaktivitas Kadar maksimum cemaran radioaktivitas dalam air minum tidak boleh melabihi batas maksimum yang diperbolehkan. 2.3.2 Persyaratan Kuantitas Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat tinggalnya. 2.3.3 Persyaratan Kontinuitas Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air. Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 – 18.00. Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan pada waktu yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat. Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa
11
harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi. 2.3.4 Persyaratan Tekanan Air Konsumen memerlukan sambungan air dengan tekanan yang cukup, dalam arti dapat dilayani dengan jumlah air yang diinginkan setiap saat. Untuk menjaga tekanan akhir pipa di seluruh daerah layanan, pada titik awal distribusi diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mengatasi kehilangan tekanan karena gesekan, yang tergantung kecepatan aliran, jenis pipa, diameter pipa, dan jarak jalur pipa tersebut. Dalam pendistribusian air, untuk dapat menjangkau seluruh area pelayanan dan untuk memaksimalkan tingkat pelayanan maka hal wajib untuk diperhatikan adalah sisa tekanan air. Sisa tekanan air tersebut adalah 7,5 untuk sambungan pelanggan, 11 meter untuk jaringan distribusi pembagi dan 15 meter untuk jaringan distribusi utama berdasarkan SNI 7509:2011. Angka tekanan ini harus dijaga, idealnya merata pada setiap pipa distribusi. Jika tekanan terlalu tinggi akan menyebabkan pecahnya pipa, serta merusak alat-alat plambing (kloset, urinoir, faucet, lavatory, dll). Tekanan juga dijaga agar tidak terlalu rendah, karena jika tekanan terlalu rendah maka akan menyebabkan terjadinya kontaminasi air selama aliran dalam pipa distribusi.
2.4
Metode Proyeksi Penduduk Penggunaan air biasanya dianggap merupakan fungsi dari populasi.
Estimasi penggunaan air biasanya berasal dari jumlah populasi. Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak selamanya populasi memiliki hubungan yang erat dengan jumlah penggunaan air. Jumlah penggunaan air perkapita meningkat karena industri. Kegiatan industri meningkatkan penggunaan air jauh lebih besar dibandingkan penggunaan untuk domestik pada sebuah populasi. Proyeksi jumlah penduduk dengan menggunakan metode berikut (Permen PU No. 18 Tahun 2007):
12
1.
Metode Geometrik, dengan rumus: Pn = P0 (1+r)n
(II.1)
Dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar
2.
r
= laju pertumbuhan penduduk
n
= jumlah interval tahun
Metode Aritmatik, dengan rumus: Pn = P0 + Ka (Tn-T0) Ka =
P2 - P1 T2 - T1
(II.2) (II.3)
Dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar Tn = tahun ke n T0 = tahun dasar Ka = konstanta Aritmatik P1 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke 1 P2 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir T1 = tahun ke I yang diketahui T2 = tahun ke II yang diketahui 3.
Metode Eksponensial: Y’ = a + bX Dimana: Y’ = nilai variabel berdasarkan garis regresi X
= variabel independen
a
= konstanta
b
= koefisien arah regresi linear
Adapun persamaan a dan b adalah sebagai berikut:
(II.4)
13
a= b=
∑Y.∑X2 -∑X.∑Y
(II.5)
n.∑X2 -(∑X)2 n.∑X.Y-∑X.∑Y
(II.6)
n.∑X2 -(∑X)2
Untuk menentukan pilihan rumus proyeksi jumlah penduduk yang akan digunakan dengan hasil perhitungan yang paling mendekati kebenaran harus dilakukan analisis dengan menghitung standar deviasi atau koefisien korelasi: a.
Rumus standar deviasi dan koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
∑(Xi-X')2 √ S= = untuk n > 20 n-1
(II.7)
∑(Xi-X')2 √ S= = untuk n = 20 n
(II.8)
Dimana: s = standar deviasi Xi = variabel independen X (jumlah penduduk) X’ = rata-rata X n
= jumlah data
Metode perhitungan proyeksi penduduk yang paling tepat adalah metoda yang memberikan harga standar deviasi terkecil. b. Koefisien Korelasi Metode perhitungan proyeksi jumlah penduduk yang menghasilkan koefisien paling mendekati 1 adalah metoda yang terpilih. Korelasi (r) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: r2 = (
(n×∑X.Yi)-(∑X×∑Yi) (n×∑Yi2 )-(∑Yi)2 ×(n×∑X2 )-(∑X)2
)
(II.9)
14
Kriteria korelasi adalah sebagai berikut: a.
r < 0, korelasi kuat, tetapi bernilai negatif dan hubungan diantara keduanya berbanding terbalik.
b.
r = 0, kedua data tidak memiliki hubungan.
c.
r > 1, terdapat hubungan positif dan diperoleh korelasi yang kuat, diantara kedua variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus.
2.5
Sistem Distribusi Air Bersih Pendistribusian air dilakukan dengan saluran tertutup atau dengan perpipaan
dengan maksud supaya tidak terjadi kontaminasi terhadap air yang mengalir di dalamnya. Disamping itu dengan sistem perpipaan air lebih mudah untuk dialirkan karena adanya tekanan air. Komponen dari sistem distribusi adalah penampungan air (reservoir) dan sistem perpipaan (Dharmasetiawan, 2004). 2.5.1 Penampungan Air (Reservoir) Istilah reservoir mempunyai arti yang luas didalam penyediaan air bersih. Untuk air baku, reservoir biasanya bisa berupa kolam, danau, dan bak sesuai dengan bentuk alami dari tempatnya atau kontruksinya sebagai tempat penyimpanan air. Penampungan air atau reservoir adalah suatu bangunan yang menampung air sementara sebelum didistrubusikan ke pemakai air. untuk penyimpanan air hasil olahan, biasanya digunakan fasilitas dalam skala besar baik yang berada di atas tanah maupun di bawah tanah dan biasanya reservoir juga ada yang berupa tangki di atas tanah. Reservoir sistem distribusi pada umumnya digunakan ketika jumlah air yang didisribusikan sangat besar. Jika reservoir terletak lebih tinggi dari daerah pelayanan maka air dapat disalurkan secara gravitasi tanpa harus memerlukan pompa dalam pendistribusiannya, dan sebaliknya apabila reservoir lebih rendah dari daerah pelayanan maka harus di perlukan pengontrolan lebih dalam pendistribusiannya seperti penambahan pompa, pengoperasian valve, dan yang lainnya (Mays L. W., 2010).
15
2.5.2 Sistem Perpipaan Sistem Perpipaan merupakan rangkaian pipa yang menghubungkan antara reservoir dengan pelanggan. Secara hirarki disusun menurut banyak jumlah air yang dibawa. Hirarki dalam sistem perpipaan berupa pipa induk, pipa sekunder/tersier atau pipa retikulasi dan pipa-pipa layanan (service). Hirarki pipa ini secara hidrolis terisolasi. Hal ini berarti air dari hirarki yang lebih tinggi terkendali alirannya ke hirarki yang lebih rendah. Dengan demikian tekanan air di pipa induk akan lebih tinggi dari yang ada di pipa retikulasi dan pengaturannya antara kedua jenis pipa ini dilakukan oleh katup (valve) atau katup pengatur tekanan (pressure reducing valve).
2.6
Jenis Pipa dan Perlengkapannya
2.6.1 Jenis Pipa Beberapa jenis pipa yang umum digunakan dalam perencanaan sistem distribusi air minum antara lain: High Density Poly Ethylene (HDPE), Cost Iron (CI), Ductile Iron (DI), Asbestos Cement (AC) dan Polyvinil Chlorida (PVC). Halhal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan adanya masalah perpipaan adalah: 1.
Pemilihan Bahan Pipa Bahan pipa yang akan dipakai dan dipasang harus memperhatikan faktor-faktor seperti harga pipa, tekanan air maksimum, korosifitas terhadap air dan tanah serta kondisi lapangan (beban lalu lintas, letak saluran air buangan dan kepadatan penduduk).
2.
Kedalaman dan peletakan pipa disesuaikan dengan brosur pipa.
2.6.2 Perlengkapan Pipa Macam-macam perlengkapan pipa yang mendukung sistem distribusi air minum antara lain: 1.
Gate valve, berfungsi untuk mengontrol aliran dalam pipa. Aksesoris ini dapat menutup suplay air jika diinginkan dan membagi aliran kebagian lain.
2.
Air release valve, berfungsi untuk melepaskan udara yang ada di dalam aliran air. Dipasang padasetiap jalur pipa tinggi dan mempunyai tekanan lebih dari 1 atm.
16
3.
Blow off valve, yaitu gate valve yang dipasang pada dead end atau titik terendah dari setiap jalur pipa.
4.
Check valve, valve ini dipasang bila pengaliran di dalam pipa diinginkan satu arah. Alat ini dipasang pada pipa tekan antara pompa dan gate valve. Tujuannya, bila pompa mati maka pukulan akibat aliran balik tidak merusak pompa.
5.
Fire hydrant, berfungsi untuk memberikan air bila terjadi kebakaran. Alat ini dipasang pada area yang frekuensi kebakarannya cenderung.
6.
Manhole/valve chamber, sebagai tempat pemeriksaan atau perbaikan bila terjadi ganguan pada valve. Penempatannya pada tempat aksesoris yang penting pada jalur pipa setiap jarak 300-600 meter, terutama pada pipa erdiameter besar. Ukuran manhole biasanya ± 60 cm x 60 cm.
7.
Bangunan perlintasan pipa, diperlukan bila pipa harus memotong sungai, rel kereta api dan jalan agar keamanan pipa dapat terjamin.
8.
Thrust block, diperlukan pada pipa yang mengalami beban hidrolik yang tidak seimbang, misalnya pada pergantian diameter pipa, akhir pipa dan belokan. Gaya ini harus ditahan oleh thrust block untuk menjaga agar fitting tidak bergerak. Umumnya lebih praktis memasang thrus block ini setelah saluran ditimbun tanah dan dipadatkan, sehingga menjamin mampu menahan getaran/gaya hidrolik atau beban lain. Thrust block hendaknya dipasang pada sisi parit, maka dari itu perlu untuk meratakan sisi parit atau menggali sebuah lubang masuk ke dalam didinding parit untuk menahan gaya geser.
9.
Meter tekanan, dipasang pada pompa agar dapat diketahui besarnya tekanan kerja pompa. Kontrol perlu dilakukan untuk menjaga keamanan distribusi dan tekanan kerja pompa dan menjaga kontinuitas aliran.
10. Meter air, berfungsi untuk mengetahui besarnya jumlah pemakai air dan juga sebagai alat pendeteksi kebocoran. Meter air terpasang pada setiap sambungan yang dipasang secara kontinu.
17
11. Sambungan pipa dan perlengkapannya, yang sering digunakan meliputi : a. Bell dan spigot Spigot dari suatu pipa dimasukkan ke dalam bell (socket) pipa lainnya. Untuk menghindari kebocoran, menahan pipa serta memungkinkan defleksi (sudut sambungan berubah) maka dilengkapi gasket. b. Flange joint Biasanya dipakai untuk pipa bertekanan tinggi dan untuk sambungan yang letaknya dekat dengan instalasi pompa.
2.7
Hidrolika Jaringan Perpipaan Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung
satu sama lain secara hidrolis. Sehingga perubahan di satu bagian pipa akan menyebabkan pengaruh pada bagian-bagian lain pada jaringan. Pengaruh ini dapat dideteksi dari segi perubahan tekanan dalam pipa. Pipa yang tergabung dalam satu jaringan dapat diklasifikasikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut: 1.
Panjang pipa
2.
Diameter pipa
3.
Jenis pipa
4.
Kedudukan pipa dalam jaringan Kedudukan pipa dalam suatu jaringan dapat dinyatakan dengan penomoran
pipa, atau dengan penomoran node yang dihubungkan oleh pipa tersebut. Aspek penting dalam mengkonstruksi jaringan perpipaan adalah keterangan dari pipa dan node itu sendiri, sehingga didapat keterangan yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu jaringan pipa. Keterangan dalam jaringan perpipaan terdiri dari dua jenis, yaitu keterangan yang dapat diidentifikasi langsung, umumnya merupakan aspek-aspek fisik, dan keterangan yang bersifat hidrolis, yang dapat diidentifikasi secara langsung maupun tidak langsung. 2.7.1 Karakteristik Hidrolis Node Keterangan fisik berupa kedudukan node dalam kerangka vertikal dan horizontal suatu bidang tanah, yaitu menyangkut elevasi node dan posisi/koordinat
18
node dalam wilayah sehingga mudah dipetakan. Keterangan ini bermanfaat sebagai dasar dalam pengidentifikasian kondisi hidrolis langsung maupun tidak langsung. Aspek hidrolis yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1.
Debit tapping
2.
Tekanan air Debit tapping dalam suatu jaringan pipa air minum sangat tergantung dari
pemakaian air pemakai yang terhubung dengan tapping tersebut. Umumnya 1 L/detik debit air rata-rata yang keluar dari tapping dapat melayani 50 sampai 70 sambungan rumah. Hubungan antara debit tapping yang keluar dari node dengan tekanan node adalah sebagai berikut: 1.
Apabila debit tapping adalah nol, maka tekanan yang ada di tapping adalah maksimal,
2.
Apabila debit tapping membesar maka tekanan air turun. Tekanan suatu node tergantung pula oleh sisa tekanan yang diberikan oleh
pipa-pipa yang terhubung ke dan dari node tersebut, oleh karena itu pemahaman mengenai karakteristik hidrolis pipa dalam suatu jaringan sangat diperlukan. 2.7.2 Kehilangan Tekan dalam Jaringan Perpipaan Kehilangan tekanan dalam pipa sebanding dengan debit air yang mengalir di dalamnya. Semakin besar debit, semakin besar kehilangan tekannya. Secara fisik, kehilangan tekan adalah merupakan perbedaan elevasi permukaan dari sumber pengaliran dengan titik pelayanan, dikurangi dengan nilai kehilangan tekan yang terjadi selama pengaliran. 2.7.3 Jaringan Distribusi Air Bersih Pelayanan pada jaringan distribusi air bersih perlu memenuhi beberapa paramater yang harus dipenuhi, agar suplai air dapat sampai pada konsumen yang ada di titik terjauh sekalipun. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan sistem distribusi air bersih diantaranya: 1.
Tinggi tekanan air di setiap konsumen harus memadai, biasanya minimal antara 5-10 mka.
19
2.
Kuantitas air harus mencukupi untuk segala jenis pemakaian yang direncanakan.
3.
Pemeliharaan harus mudah.
4.
Dalam keadaan bahaya, misalnya terjadi kebakaran, sistem harus mampu menyuplai air dengan tekanan dan kuantitas yang memadai.
5.
Selama ada perbaikan, misalnya pecahnya pipa, diharapkan hanya sebagian kecil konsumen yang mengalami gangguan. Dalam menyelesaikan permasalahan desain sistem dan operasi untuk
distribusi air bersih, diperlukan pemahaman mengenai persamaan-persamaan yang digunakan dalam aliran tertutup. Salah satu hal yang paling penting untuk diketahui dalam pendistribusian air bersih adalah sisa tekan di titik-titik pelayanan. Berikut adalah faktor-faktor penting yang perlu untuk diketahui dalam menentukan sisa tekan di titik tertentu: 1.
Elevasi tanah tempat pipa diletakkan
2.
Tenaga pendorong awal, seperti menara air atau pompa
3.
Kehilangan energi atau kehilangan tekan Elevasi tanah didapat dari hasil pengukuran tanah yang baik. Tenaga
pendorong adalah kondisi menara atau perpompaan yang diperkirakan ketinggian tekannya dengan baik. Sedangkan headloss atau kehilangan tekanan dihitung berdasarkan persamaan-persamaan empiris.
2.8
Hidrolika Aliran dalam Perpipaan Hidrolika adalah ilmu yang mepelajari perilaku air secara fisik dalam arti
perilaku perilaku yang ditelaah harus terukur secara fisik. Perilaku yang dipelajari meliputi hubungan antara debit air yang mengalir dalam pipa dikaitkan dengan diameter pipanya sehingga dapat diketahui gejala gejala tekanan, kehilangan energi dan gaya gaya lainnya yang timbul (Dharmasetiawan, 2004). Dalam menyelesaikan permasalahan distribusi air bersih, diperlukan pemahaman mengenai konsep aliran dalam saluran tertutup. Proses pemecahan masalah tersebut pada umumnya melibatkan perhitungan energi, persamaan kontinuitas dan perhitungan kehilangan tekan. Persamaan-persamaan yang paling
20
penting adalah kontinuitas, momentum dan energi. Pada aliran dalam pipa, persamaan-persamaan ini dapat digunakan dalam bentuk integral apabila dibutuhkan nilai tekanan atau kecepatan rata-rata, atau dalam bentuk diferensial apabila yang dibutuhkan adalah informasi mengenai distribusi kecepatan dalam pipa (Walski, 1984). 2.8.1 Persamaan Kontinuitas Persamaan kontinuitas merupakan bentuk lain dari hukum konservasi massa yang menyatakan bahwa massa yang masuk ke suatu sistem dikurangi massa yang keluar dari sistem tersebut bernilai sama dengan massa yang tersimpan dalam sistem. Persamaan kontinuitas untuk aliran dalam pipa adalah (Swamee & Sharma, 2008): Q=
π × 𝑑 2 ×v 4
(II.10)
Dimana Q adalah debit (m3/s), v adalah kecepatan aliran (m/s), dan ¼ π d2 adalah luas penampang pipa (m2) 2.8.2 Persamaan Energi Persamaan energi yang dirangkai dengan persamaan headloss akan membantu engineer untuk menentukan kearah mana air mengalir secara hidrolis dan seberapa cepat air tersebut mengalir didalam saluran tertutup. Persamaan energi untuk aliran dalam pipa adalah (Bhave, 1991): z1 +
P v12 P v22 + = z2 + + + hL ρg 2g ρg 2g
(II.11)
Dimana z adalah tinggi energi tempat (m), P/ρg merupakan tinggi energi tekanan (m), v2/2g adalah tinggi energi kecepatan (m) dan hL adalah headloss mayor dan minor sepanjang pipa (m). Pada dasarnya energi yang dimiliki oleh fluida bergerak terdiri dari tiga bentuk yaitu energi kinetik, energi potensial dan energi internal. mv2 P E= + mgz + 2 ρ
(II.12)
21
Dengan membagi persamaan diatas dengan gz dan 𝛾 = 𝜌𝑔 maka v21 - v22 P1 - P2 + z1 - z2 + = -w + h 2g γ
(II.13)
Semua variabel diatas dapat bernilai positif ataupun negatif kecuali variabel h. Energi yang hilang tidak terdeskripsikan oleh persamaan ini sehingga persamaan ini hanya akan menentukan arah aliran. 2.8.3 Kehilangan Tekanan (Headloss) Headloss atau kehilangan tekanan karena gesekan antara cairan dan dinding pipa dihitung dengan menggunakan rumus Darcy-Weisbach atau Hazen William. Headloss atau kehilangan tekanan biasanya disebabkan oleh dua jenis mekanisme (Walski et al, 2003), yaitu friksi atau gesekan sepanjang pipa, sering disebut sebagai friction losses atau mayor losses. Serta turbulensi yang diakibatkan oleh perubahan garis alir ketika aliran melalui suatu sambungan pipa dan perlengkapan lainnya, sering disebut sebagai minor losses. 1.
Kehilangan Tekanan Akibat Gesekan (Mayor Losses) Dalam cairan yang mengalir melalui sebuah pipa terdapat tegangan geser di antara cairan dan dinding pipa. Tegangan geser ini merupakan hasil dari gaya gesekan, yang besarnya tergantung pada sifat fluida yang melalui pipa, kecepatan aliran, kekasaran pipa, panjang dan diameter pipa (Walski et al, 2002).Persamaan Hazen William adalah yang paling umum dipakai, persamaan ini lebih cocok untuk menghitung kehilangan tekanan untuk pipa dengan diameter besar yaitu diatas 100 mm. Selain itu rumus ini sering dipakai karena mudah dipakai. Secara umum rumus Hazen William adalah sebagai berikut (Dharmasetiawan, 2004) : Q = 0,2785 × C × d2,63 × S0,54
(II.14)
Dimana S = (hL/L) dan L adalah panjang pipa dari titik 1 ke titik 2. Apabila kehilangan tekanan atau hL yang akan dihitung maka Q
1,85
hL = ( ) 0,2785×C×d2,63
×L
(II.15)
22
Dimana hL adalah kerugian gesekan dalam pipa (m), Q adalah laju aliran dalam pipa (m3/s), L adalah panjang pipa (m), d adalah diameter pipa (m), dan C adalah koefisien kekasaran pipa Hazen-Williams. Koefisien Hazen William (C) berbeda untuk berbagai jenis pipa. Di Tabel 2.1 dapat dilihat koefisien tersebut. Tabel 2.1 Koefisien Hazen William No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis (Material) Pipa Asbes Cement Poly Vinil Chloride (PVC) High Density Poly Ethylene (HDPE) Medium Density Poly Ethylene (MDPE) Ductile Cast Iron Pipe (DCIP) Besi Tuang, cast Iron (CIP) Galvinized Iron Pipe (GIP) Steel Pipe (Pipa Baja)
Nilai C Perencanaan 120 120-140 130 130 110 110 110 110
Sumber : Dharmasetiawan, 2009
2.
Kehilangan Tekanan Minor (Minor Losses) Kehilangan tekanan (headloss) juga terjadi pada aksesoris atau perlengkapan perpipaan, seperti valve, tee, bend, reducer, dan sebagainya. Headloss ini disebut sebagai minor losses atau headloss minor. Headloss minor terjadi dikarenakan adanya turbulensi aliran fluida ketika melewati aksesoris pipa tersebut. Besarnya kerugian minor akibat adanya kelengkapan pipa dirumuskan sebagai berikut: hL minor
v2 = KL × 2g
(II.16)
Dimana KL adalah nilai koefisien dan kerugian minor dan v2/2g adalah tinggi energi kecepatan (m). Kehilangan tekanan ini terjadi akibat perubahan penampang pipa, sambungan, belokan dan katup. Kehilangan tenaga akibat gesekan pada pipa panjang biasanya jauh lebih besar daripada kehilangan tenaga sekunder, sehingga pada keadaan tersebut biasanya kehilangan tenaga sekunder diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan. Apabila kehilangan tenaga sekunder kurang dari 5% dari kehilangan tenaga akibat gesekan maka kehilangan tenaga tersebut dapat
23
diabaikan. Untuk memperkecil kehilangan tenaga sekunder, perubahan penampang atau belokan jangan dibuat mendadak tapi berangsur-angsur (Joko, 2010). Besarnya nilai koefisien (KL) kerugian minor untuk beberapa kelengkapan pipa dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Koefisien Kehilangan Tekanan Minor No Perlengkapan Pipa 1 Ujung Pipa Masuk Bentuk lonceng Ujung bulat Ujung tajam Kerucut 2 Kontraksi-tajam D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20
3
4
5
6
7
Kontraksi-kerucut D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 Pembesaran-tajam D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 Pembesaran kerucut D2/D1 = 0,80 D2/D1 = 0,50 D2/D1 = 0,20 Gate Valve-terbuka 2/3 terbuka 1/2 terbuka 1/4 terbuka Globe Valve-terbuka
KL
No 8
0,03-0,05 0,12-0,25 0,50 0,78 9 0,18 0,37 0,49
10 0,05 0,07 0,08 11 0,16 0,57 0,92 12 0,03 0,08 0,13 13 1,1 4,8 27 10
14
Perlengkapan Pipa Radius Bend 90° Radius /D=4 Radius /D=2 Radius /D=1 Bend q = 15° q = 30° q = 45° q = 60° q = 90° Tee Tee-y Tajam
KL 0,16-018 0,19-025 0,35-0,40
0,05 0,10 0,20 0,35 0,80 0,35 0,80
Cross mulus Tajam
0,50 0,75
Check Valve Konvensional Mulus (clearway) bola Butterfly Valve-terbuka Foot Valve-hinged Foot Valve-topet
4,0 1,5 4,5 1,2 2,25 12,5
Angle Valve-terbuka
4,3
Sumber : Dharmasetiawan, 2004
Perumusan ini dipakai untuk aliran yang lebih laminer sehingga lebih cocok untuk pipa dengan diameter kecil (<50mm). Tetapi untuk diamater yang lebih besar biasa dipakai perumusan Hazen William.
24
2.9
Pendekatan dan Pemilihan Software Model dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang
berlangsung, menganalisis perubahan operasional dan mempersiapkan peristiwa diluar kebiasaan. Dengan membandingkan data hasil simulasi dengan data hasil pengukuran lapangan maka operator dapat menentukan penyebab permasalahan dalam sistem dan mengusulkan penyelesaian masalah tanpa harus melakukan trial and error. Pada praktek dilapangan menunjukkan bahwa pengukuran parameter dilapangan bukan saja menyulitkan namun juga memakan biaya yang cukup tinggi. Dan perlu disadari bahwa dalam memahami kondisi jaringan maka diperlukan banyak data lapangan sedemikian rupa sehingga data yang diperoleh cukup merepresentasikan kondisi jaringan sebenarnya. Dengan kondisi seperti demikian, model distribusi akan sangat membantu dalam hal mengurangi jumlah data yang diperlukan, orang yang terlibat dalam pekerjaan, kontaminasi terhadap air dan akhirnya akan mengurangi besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Pemilihan software yang digunakan untuk memodelkan juga merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan, agar model yang dikembangkan representatif terhadap kondisi nyata. Dalam melakukan pemilihan program komputer maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: 1.
Kondisi Steady dan Periode Pengembangan Awalnya model distribusi air digunakan untuk mensimulasikan debit dan tekanan pada satu waktu. Kini, perilaku sistem dalam rentang waktu tertentu akan memberikan input yang lebih berharga dibandingkan simulasi debit dan tekanan pada satu saat. Simulasi extended period bukanlah simulasi konsisi non-steady state, melainkan terdiri dari model steady state yang dirun dalam rentang waktu tertentu dengan variasi kondisi pembatas
2.
Model Simulasi dan Optimasi Kebanyakan model sistem distribusi adalah model simulasi, dimana telah ditentukan sistem dan pemakaian air kemudian model memperkirakan debit, tekanan dan elevasi tanki pada rentang waktu tertentu. Sedangkan pada model optimasi, ditentukan debit dan tekanan dalam sistem kemudian model akan
25
memberikan diameter pipa, kapasitas pompa dan lain-lain. Model simulasi akan memberikan data kepada user mengenai prediksi apa yang akan terjadi dalam sistem sedangkan model optimasi akan memberikan informasi apa yang perlu dilakukan user agar kondisi optimal tercapai. Salah satu software yang umum digunakan untuk memodelkan system distribusi air minum adalah Epanet 2.0. Dalam model simulasi hidrolis di Epanet, penyelesaian untuk head dan aliran pada titik yang terpisah meliputi penyelesaian secara simultan dalam persamaan aliran untuk tiap junction dan hubungan headloss pada setiap link pada jaringan. Proses tersebut dikenal sebagai “hydraulic balancing”, menggunakan teknik iterasi yang melibatkan persamaan non-linear. Epanet menggunakan “Gradient Algorithm” untuk kebutuhan tersebut. 3.
Kemudahan dalam Operational Dalam memilih suatu program, yakinkan bahwa user’s guide/manual book dan dokumentasi lainnya telah tersedia dan dapat dimengerti.
4.
User friendly terhadap input dan output
5.
Pesan terhadap Error Program Program yang baik harus memiliki pesan diagnosis yang jelas. Berikut contoh error message yang baik dari EPANET2.0: Tabel 2.3 Error Message pada EPANET 2.0 ID Number 101
Penjelasan An analysis was terminated due to insufficient memory available
215
Two or more nodes or links share the same ID label
Sumber : Rossman, 2000
6.
Metoda Numerik yang Digunakan Metoda numerik ini merupakan inti dari program komputer yang dibuat. Programmer akan memiliki fokus utama dalam penerjemahan metode numerik kedalam bahasa mesin.
26
7.
Persamaan Headloss yang Digunakan Faktor Hazen-Williams, C, dapat digunakan pada berbagai jenis pipa, tipe dan usianya maka pada umumnya persamaan headloss yang sering digunakan oleh berbagai model simulasi adalah persamaan Hazen-Williams. Epanet adalah program komputer yang menggambarkan simulasi hidrolis
dan kecenderungan kualitas air yang mengalir di dalam jaringan pipa. Epanet menjajaki aliran air di tiap pipa, kondisi tekanan air di tiap titik dan kondisi konsentarsi bahan kimia yang mengalir dalam pipa selama periode pengaliran. Sebagai tambahan, usia air (water age) dan pelacakan sumber juga dapat disimulasikan. Epanet dijalankan dalam lingkungan windows. Epanet dapat diintegrasikan untuk melakukan editing dalam pemasukan data. Running simulasi dan melihat hasil running dalam berbagai bentuk. Sudah termasuk kode-kode yang berwarna pada peta, tabel data, grafik, dan citra kontur. Keunggulan Epanet: 1.
Analisa tidak terbatas pada penempatan jaringan
2.
Terdapat pilihan formula HW, DW atau CM dan minor losisnya
3.
Model Pompa dengan kecepatn konstan maupun varibale
4.
Energi pompa dan cost
5.
Permodelan terhadap variasi tipe valve
6.
Tersedia model tangki yang bervariasi
Tabel 2.4 Perbandingan Software Epanet 2.0 dengan Software lainnya Aspek Program Biaya Kemudahan & Kesederhanaan (user friendly) Tampilan Kelengkapan fitur (tools) Kecepatan proses analisis Spesifikasi komputer yang dibutuhkan Fleksibilitas akses
Epanet 2.0
WaterCAD
Gratis ***
Pipe Flow Expert 2010 Komersial **
* *
*** **
** ***
***
**
*
*
**
***
**
*
***
Komersial *
27
Aspek Program
Epanet 2.0
Pipe Flow Expert 2010 Tidak
Analisis kualitas Ya air Kompatibilitas Ya Tidak dengan AutoCAD *)Keterangan: * = rendah, ** = menengah, *** = tinggi
WaterCAD Ya Ya
Sumber: Amin, 2011
2.10
Aplikasi Epanet 2.0 dalam Pemodelan Jaringan Distribusi Air Bersih EPANET 2.0 adalah program komputer yang dapat menampilkan simulasi
hidrolis dan kualitas air dalam jaringan pipa bertekanan. Jaringan tersebut terdiri dari pipa, node atau junction pipa, pompa, valve, tangki penampungan atau reservoir. Epanet dapat mengidentifikasi aliran air dalam setiap pipa, tekanan pada setiap node, ketinggian air pada tangki, dan konsentrasi senyawa kimia dalam jaringan selama periode simulasi. Hasil analisis running EPANET dapat berupa peta jaringan dengan kode warna, tabel data, grafik time-series, dan kontur plot. Epanet didesain untuk membantu analisis sistem distribusi air minum, sehingga dapat digunakan untuk hal-hal berikut ini : 1.
Pemilihan sumber pada sistem.
2.
Pemilihan pompa beserta jadwal kerjanya.
3.
Penentuan treatment tambahan, misalnya, re-chlorinasi.
4.
Penentuan pipa yang perlu ditambahkan atau diganti. EPANET adalah alat bantu analisis yang di dalamnya terdapat kemampuan
seperti (Rossman, 2000): 1.
Kemampuan analisa yang tidak terbatas pada penenempatan jaringan
2.
Perhitungan harga kekasaran pipa dan kehilangan air dengan menggunakan persamaan Hazen-Williams, Darcy-Weisbach atau Chezy-Manning
3.
Perhitungan minor headloss akibat pemasangan aksesori seperti bend dan fiiting
4.
Menghitung energi dan biaya pompa
5.
Pemodelan terhadap variasi tipe dari valve, termasuk shutoff, check, pressure regulating dan flow control valve
28
6.
Tersedia tangki penyimpan dengan berbagai bentuk (seperti diameter yang bervariasi terhadap tingginya)
7.
Memungkinkan dimasukannya kategori kebutuhan (demand) ganda pada node, masing-masing dengan pola tersendiri yang bergantung pada variasi waktu.
8.
Model tekanan yang bergantung pada pengeluaran air dari emitter/sprinkler head
2.10.1 Model Jaringan EPANET memodelkan sistem distribusi air sebagai kumpulan dari node yang dihubungkan oleh link. Yang dimaksud sebagai link adalah pipa, pompa, dan valve. Node mewakili junction, tangki, dan reservoir. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Hubungan Antar Komponen Fisik dalam EPANET Komponen-komponen fisik dalam pemodelan sistem distribusi air EPANET, antara lain : 1.
Sambungan (Junction) Junction adalah titik-titik dalam jaringan tempat terjadinya pertemuan antar link, dimana air memasuki atau meninggalkan jaringan. Input data utama yang dibutuhkan adalah elevasi (meter atau feet) dan kebutuhan air. Hasil untuk sambungan (junction) pada seluruh periode waktu simulasi adalah head hidrolis (energi internal persatuan berat dari fluida) dan tekanan (pressure). Data pelengkap pada junction terdiri dari : a.
Base demand, berupa demand, atau kebutuhan air pada junction tersebut.
29
b.
Demand pattern, pola pemakaian (demand) air yang bervariasi terhadap waktu.
2.
Reservoir Reservoir adalah node yang menggambarkan sumber eksternal yang terus menerus mengalir ke jaringan, digunakan untuk menggambarkan danau, sungai, akuifer air tanah dan koneksi dari sistem lain. Input utama untuk reservoir adalah head hidrolis (sebanding dengan elevasi permukaan air jika bukan reservoar bertekanan). Dalam EPANET, reservoir diasumsikan sebagai sumber air dengan kapasitas yang tidak terbatas.
3.
Tangki Tangki adalah node yang memiliki kapasitas penyimpanan, dimana volume air yang tersimpan bervariasi terhadap waktu. Tangki biasanya digunakan untuk menyimpan air yang akan disalurkan secara gravitasi. Input data yang dibutuhkan untuk node Tangki adalah : a.
Elevation, Ketinggian permukaan tanah pada titik node Tank berada.
b.
Initial Level, Tinggi muka air pada Tank pada saat awal simulasi dilakukan.
c.
Minimum Level, Tinggi muka air minimum yang diizinkan untuk dapat digunakan pada simulasi.
d.
Maximum Level, Tinggi muka air maksimum yang diizinkan untuk dapat digunakan pada simulasi.
e.
Diameter, Diameter tangki untuk tangki yang berbentuk silindris. Untuk tangki yang berbentuk non silindris penyesuaian bentuk tangki dapat dilakukan dengan mengatur Minimum Volume, Volume Curve (dengan menentukan kurva hubungan volume air pada tank dengan ketinggian muka air). Hasil keluaran yang didapat dari komputasi tangki terhadap waktu
adalah tekanan hidrolis (sebanding dengan elevasi permukaan air) dan kualitas air. Tangki membutuhkan level maksimum dan minimum untuk beroperasi. EPANET akan menghentikan air yang keluar jika tangki memiliki level air minimum, begitu juga jika tangki memiliki level air minimum.
30
4.
Pipes Pipes atau pipa adalah link yang digunakan untuk mengalirkan air dari satu node ke node lainnya pada suatu sistem jaringan perpipaan. EPANET akan mengasumsikan bahwa pipa akan selalu terisi penuh. Arah aliran adalah dari titik yang memiliki head hidrolik lebih besar menuju titik yang lebih sedikit head hidroliknya. Input data utama yang perlu diisikan, adalah : a.
Start node, merupakan titik awal atau pangkal pipa.
b.
End Note,merupakan titik akhir pipa atau ujung pipa.
c.
Length, merupakan panjang pipa dalam meter atau feet.
d.
Diameter, merupakan diameter atau garis tengah pipa. Satuan yang digunakan adalah inchi atau millimeter.
e.
Roughness, koefisien kekasaran pipa untuk menghitung headloss.
Data Output dari junction pipa adalah : a.
Flow (Debit aliran)
b.
Velocity (Kecepatan aliran)
c.
Unit Headloss (Headloss di dalam pipa)
Kehilangan tekan hidrolis pada pengaliran air dalam pipa karena faktor gesekan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan. Persamaan Hazen-Williams adalah yang paling umum digunakan. Namun, persamaan tersebut tidak dapat digunakan untuk fluida selain air dan hanya untuk aliran turbulen. Persamaan Darcy-Weisbach banyak digunakan secara teoritis, dan dapat diaplikasikan untuk semua kondisi cairan. Persamaan Chezy-Manning banyak digunakan untuk aliran pada saluran terbuka. 5.
Pumps Pumps atau Pompa adalah link yang memberikan tenaga ke fluida untuk menaikkan Head hidrolisnya. Input parameternya adalah node awal dan akhir dan kurva pompa (kombinasi dari Head dan aliran dimana pompa harus memproduksinya).
Sebagai
pengganti
kurva
pompa,
pompa
dapat
direpresentasikan sebagai pompa yang memiliki energi konstan, mensuplai
31
konstan energi (horse power atau kilowatt) kepada fluida untuk seluruh kombinasi dari aliran dan Head. 6. Pattern Pattern adalah gabungan dari beberapa pola faktor pengali yang dapat berubah terhadap waktu. Demand tiap node, Head reservoir dan jadwal operasi pompa dapat memiliki time pattern yang diatur khusus untuk masing-masing komponen fisik. Interval waktu pada pattern merupakan variabel utama yang dapat di set pada time option dalam project. 7. Curve Curve adalah obyek yang mengandung rangkaian data yang menjelaskan tentang hubungan antara dua besaran. Dua atau lebih obyek dapat digabungkan dalam sebuah kurva. Model EPANET 2.0 dapat menyediakan Pump Curve, Efficiency Curve, Volume Curve, Headloss Curve. Pump Curve atau kurva pompa menjelaskan hubungan antara Head dan laju aliran yang dapat dialirkan oleh pompa pada pengaturan kecepatan nominal. Head adalah Head yang diperoleh air dari pompa dan digambarkan pada sumbu vertikal (Y) dengan satuan feet (meter). Laju Aliran digambarkan pada sumber Horizontal (X) dalam unit debit. Kurva pompa yang valid harus memiliki Head yang berkurang dalam pertambahan aliran.
2.10.2 Model Simulasi Hidrolik Simulasi hidrolis EPANET menghitung head junction dan aliran dalam link secara lengkap terhadap level reservoir, level tangki dan kebutuhan air selama periode waktu. Langkah waktu terhadap level reservoir dan kebutuhan junction diperbaharui menggunakan aliran saat itu. Penyelesaian secara simultan langkahlangkah hidrolis digunakan untuk memperpanjang periode simulasi dapat diatur oleh pengguna. Biasanya digunakan selama 1 jam. Langkah waktu yang pendek dari yang normal akan muncul jika kondisi berikut terjadi: 1.
Periode berikutnya dari pelaporan output muncul
2.
Pola periode waktu berikutnya muncul
32
3.
Tangki menjadi penuh atau kosong
4.
simple control atau rule-based control aktif Model
simulasi
hidrolis
dapat
digunakan
untuk
menyelesaikan
permasalahan yang sedang berlangsung, menganalisis perubahan operasional dan mempersiapkan peristiwa diluar kebiasaan. Dengan membandingkan data hasil simulasi dengan data hasil pengukuran lapangan maka operator dapat menentukan penyebab permalahan dalam sistem dan mengusulkan penyelesaian masalah tanpa harus melakukan trial and error. Pada praktek dilapangan menunjukkan bahwa pengukuran parameter dilapangan bukan saja menyulitkan namun juga memakan biaya yang cukup tinggi. Misalkan untuk untuk mendapatkan satu data mengenai flow disatu segmen, operator pertama-tama harus menggali lapangan dimana pipa tersebut berada, men-tapping pipa dan memasang alat ukur Pitot atau alat ukur debit yang lainnya, setelah data diperoleh kemudian harus dilakukan pengurugan lapangan kembali. Dan perlu disadari bahwa dalam memahami kondisi jaringan maka diperlukan banyak data lapangan sedemikian rupa sehingga dapat yang diperoleh cukup merepresentasikan kondisi jaringan sebenarnya. Dengan kondisi seperti demikian, model distribusi akan sangat membantu dalam hal mengurangi jumlah data yang diperlukan, orang yang terlibat dalam pekerjaan, kontaminasi terhadap air dan akhirnya akan mengurangi besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih maka kini kalibrasi model dapat dilakukan setiap saat dan sebanyak mungkin. Teknologi kontrol seperti DCS (Distributed Control System) dan SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) yang kemudian diintegrasikan dengan GIS (Geographic Information System) dapat meningkatkan pengendalian operator terhadap jaringannya sehingga kerusakan sekecil apapun di dalam jaringannya dapat diketahui dengan waktu yang sesingkat-singkatnya (Walski, et al., 2003).
33
2.11
Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Rumbai
2.11.1 Kondisi Geografi, Iklim dan Batas Administratif Rumbai terletak di bagian utara Kota Pekanbaru, secara geografis terletak antara 0°34 '0" Utara, 101°27'0" Timur, yang beriklim tropis. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kota Pekanbaru, terdiri dari lima kelurahan 50 RW dan 205 RT. Lima Kelurahan tersebut adalah: Kelurahan Umban Sari, Kelurahan Rumbai Bukit, Kelurahan Muara Fajar, Kelurahan Palas, dan Kelurahan Sri Meranti. Luas wilayah Kecamatan Rumbai adalah 128,85 km2 (Informasi Kecamatan Rumbai, 2015). Kelurahan terluas di Kecamatan Rumbai adalah Kelurahan Muara Fajar dengan luas 48,29 km2, sedangkan luas wilayah paling kecil adalah Kelurahan Sri Meranti dengan luas 8,59 km2. Tetapi dari segi jarak, Kelurahan terdekat ke pusat Kota adalah Kelurahan Sri Meranti yaitu 5 km jarak lurus, sementara Kelurahan terjauh adalah Kelurahan Muara Fajar sejauh 18 km jarak lurus. Luas wilayah Kecamatan Rumbai dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Luas Wilayah Kecamatan Rumbai Kelurahan Umban Sari Muara Fajar Rumbai Bukit Palas Sri Meranti Jumlah
Luas (km2) 8,68 48,29 28,97 34,32 8,59 128,85
Persentase 6,74 37,48 22,48 26,63 6,67 100,00
Sumber: Kecamatan Rumbai dalam Angka, 2016
Secara administratif batas-batas wilayah Kecamatan Rumbai adalah sebagai berikut: 1.
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kecamatan Rumbai Pesisir
2.
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Kampar
3.
Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kabupaten Siak
4.
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Senapelan dan Kecamatan Payung Sekaki Peta administrasi Kecamatan Rumbai dapat dilihat pada Gambar 2.2.
34
KABUPATEN SIAK
KABUPATEN KAMPAR
KECAMATAN RUMBAI PESISIR
KECAMATAN PAYUNG SEKAKI
KECAMATAN SENAPELAN
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
JUDUL SKRIPSI PERENCANAAN PENGEMBANGAN JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH DI KELURAHAN SRI MERANTI DAN KELURAHAN UMBAN SARI KECAMATAN RUMBAI
DOSEN PEMBIMBING JECKY ASMURA, ST. MT. NIP: 19770916 200501 1 002 KAMPUS BINA WIDYA KM. 12,5 SIMPANG BARU, PEKANBARU
ARYO SASMITA, ST. MT. NIP: 19860612 201212 1 003
KETERANGAN Kel. Sri Meranti
Kel. Muara Fajar
Kel. Umban Sari
Sungai
Kel. Palas
Jalan
Kel. Rumbai Bukit
GAMBAR 2.2
ADMINISTRASI KECAMATAN RUMBAI
DIGAMBAR OLEH JORDI RIFALDI NIM: 1107114246
SKALA -
35
2.11.2 Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Rumbai mencapai 71.200 jiwa pada tahun 2014. Angka ini terus meningkat 2,09% pada tahun 2015 mencapai 72.686 jiwa. Kepadatan penduduknya mencapai 553 jiwa/km2, dengan kelurahan terpadat adalah Sri Meranti sebesar 2.646 jiwa/km2. Jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Rumbai secara umum lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Pada tahun 2015 untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 109 penduduk laki-laki. Jika dilihat dari jumlah penduduk per kelurahan, Kelurahan Sri Meranti merupakan wilayah terkecil yang mana dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak 22.978 jiwa, dan Kelurahan dengan penduduk paling sedikit adalah Kelurahan Rumbai Bukit dengan jumlah penduduk sebanyak 9.171 jiwa. Jika dilihat Dari jenis kelamin warga Kecamatan Rumbai dominan penduduk laki-laki yaitu 37.937 jiwa atau sekitar 52,19 persen dibanding perempuan 34.749 atau sekitar 47,81 persen. Jumlah penduduk tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Tahun 2010-2015 No.
1 2 3 4 5
Kelurahan
Umban Sari Muara Fajar Rumbai Bukit Palas Sri Meranti Jumlah
Luas (km2)
8.68 48.29 28.97 34.32 8.59
Jumlah Penduduk 2010 2011 2012 2013 2014 15,666 15,971 16,312 16,568 16,823 10,983 11,333 11,609 11,836 12,172 7,844 8,097 8,346 8,647 8,975 9,523 9,837 10,185 10,311 10,504 21,290 21,708 22,080 22,382 22,726
2015 17,162 12,509 9,185 10,852 22,978
128.85 65,306 66,946 68,532 69,744 71,200 72,686
Sumber: Kecamatan Rumbai dalam Angka
2.12
Gambaran Umum PDAM Tirta Siak Pekanbaru
2.12.1 Latar Belakang PDAM Tirta Siak Pekanbaru Pekanbaru sebagai ibukota Propinsi Riau adalah pusat pemerintahan daerah, sekaligus sebagai pemerintahan kota Pekanbaru, yang merupakan kota niaga, jasa, industri, dan pusat perkembangan kebudayaan Melayu. Dari harikehari mengalami
36
perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, dengan sendirinya kebutuhan hidup, semakin tingggi pula. Tak lepas akan kebutuhan air bersih baik untuk air minum, mandi, cuci dan sebagainya. Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Siak Pekanbaru sebagai satu-satunya perusahaan publik yang memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat berupa penyaluran air minum untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Perusahaan Daerah Air Minum ini didirikan berdasarkan perda No. 2 tahun 1976 dan perda tahun 1988. Pada mula dibawah pengawasan pemerintah daerah tingkat 1 Riau. Namun berdasarkan SK Gubernur Riau No. KPTS 185/V1/97 diserahkan pengelolaannya pada pemerintah tingkat 11 Pekanbaru, maka sejak tahun 1997, secara resmi PDAM Tirta Siak Pekanbaru berada di bawah pengawasan Pemda Kota Pekanbaru berdasarkan perda Kota Pekanbaru No. 12 tahun 1997. 2.12.2 Instalasi Pengolahan Air Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Tirta Siak Pekanbaru memiliki kapasitas terpasang 620 liter/detik yang terdiri dari: 1. Unit Pengolahan I yang dibangun tahun 1972 oleh Paterson Candi Malaysia, (PCM) kapasitas 200 1/det dengan bak penampung (reservoir) 910 m3 dibangun dari dana APBD tingkat 1 Riau. 2. Unit pengolahan II dibangun tahun 1984 oleh PT. Sumber Tjipta Djaya (STD kapasitas 80 1/det dengan bak penampung (reservoir) 600 m3 di bangun dari dana APBD. 3. Unit pengolahan III dibangun tahun 1991 oleh PT. Hutama Karya (HK) dengan kapasitas 140 L/det dengan bak penampung (reservoir) 2.000 m3, dibiayai dari dana pinjaman dari Departemen Keuangan dan Soft Loand ADB. 4. Unit pengolahan IV dibangun tahun 1996 merupakan paket dari Pemerintah Pusat c/q Departemen PU, Dirjen Cipta Karya, kapasitas 20 1/det dengan bak penampung (reservoir) 200 m3 berlokasi di Danau Limbungan Rumbai.
37
5. Unit pengolahan V dibangun tahun 2001, dengan mempergunakan dana APBD, satu paket di Tampan kapasitas 160 1/det dilaksanakan oleh PT. Tuah Sekata dan satu paket tambahan untuk unit Pengolahan Danau Limbungan Rumbai, kapasitas 20 1/det. Tabel 2.7 Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirta Siak Pekanbaru IPA
Dibangun Tahun
Kapasitas Terpasang
Kapasitas Dioperasikan
Lokasi/Sumber Air Baku
PCM
1972
200 l/dt
100 l/dt
Tampan/S.Siak
STD
1984
80 l/dt
60 l/dt
Tampan/S.Siak
HK
1991
140 l/dt
120 l/dt
Tampan/S.Siak
IPA Limbungan
1996
20 l/dt
15 l/dt
Limbungan/Danau Buatan
IPA Tampan
2001
160 l/dt
80 l/dt
Tampan/S.Siak
IPA Limbungan
2001
20 lt/dt
15 l/dt
Limbungan/Danau Buatan
620 l/dt
390 l/dt
Jumlah
Sumber: PDAM Tirta Siak Pekanbaru, 2017
2.12.3 Cakupan Pelayanan Daerah pelayanan secara keseluruhan mencakup kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru. Jumlah penduduk di tahun 2015 berjumlah 1.038.118 jiwa, dengan jumlah sambungan langsung sampai dengan akhir tahun 2015 telah berjumlah 72.451 sambungan, sehingga cakupan pelayanan berkisar ±7%. Khususnya di Kecamatan Rumbai yang jumlah penduduknya di tahun 2015 sebesar 72.686, jumlah sambungan langsung sampai dengan akhir tahun 2015 berjumlah 366, sehingga cakupan pelayanan berkisar 0.5%.
2.13
Kriteria Teknis Perencanaan Pengembangan Sistem Distribusi Rencana pengembangan system distribusi air bersih dengan sistem jaringan
perpipaan di Kecamatan Rumbai, disesuaikan juga dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru maupun rencana jaringan perpipaan lainnya yang telah diprogramkan oleh pihak PDAM, sehingga terciptanya sinkronisasi perencanaan, peningkatan serta pengelolaan sistem distribusi air bersih di Kecamatan Rumbai.
38
Rencana pengembangan sistem distribusi air bersih PDAM Tirta Siak di Kecamatan Rumbai berlaku dengan jangka waktu perencanaan sampai dengan tahun 2032. Semua perencanaan didasarkan pada kebutuhan air, penyebaran permukiman, kondisi topografi serta ketersediaan sumber air baku. Rencana pengembangan dengan sistem perpipaan secara umum akan mengikuti pedomanpedoman yang sudah ada, tetapi penggunaan pedoman tersebut akan disesuaikan dengan kondisi lapangan di daerah perencanaan. 2.13.1 Rencana Sumber Air Jaringan Perpipaan Rencana pengembangan sistem distribusi air bersih PDAM Tirta Siak Pekanbaru berlaku dengan jangka waktu perencanaan sampai dengan tahun 2032. Semua perencanaan didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru atau perencanaan tata ruang dibawahnya, termasuk kebutuhan air minum, penyebaran permukiman, kondisi topografi serta ketersediaan sumber air baku. Berdasarkan kajian terhadap sumber air baku di Kecamatan Rumbai dan disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru, sudah dapat ditentukan atau direncanakan lokasi sumber-sumber air baku terpilih dalam rencana sistem jaringan perpipaan yaitu untuk Kecamatan Rumbai adalah air dari Sungai Siak yang diolah di IPA Tampan. Rencana pengembangan dengan sistem perpipaan secara umum akan mengikuti pedomanpedoman yang sudah ada, tetapi penggunaan pedoman tersebut akan disesuaikan dengan kondisi lapangan di masing-masing daerah perencanaan. 2.13.2 Rencana Sistem Pelayanan Jaringan Perpipaan 1.
Periode perencanaan pengembangan sistem penyediaan air bersih di wilayah Kecamatan Rumbai direncanakan selama 15 tahun yaitu sampai Tahun 2032.
2.
Sasaran dan prioritas pengembangan pelayanan ditujukan pada daerah yang memiliki jumlah penduduk berkepadatan tinggi, rawan air bersih, kawasan strategis dan daerah pengembangan sesuai dengan arahan pengembangan kota/wilayah.
3.
Tingkat pelayanan sesuai dengan Standar Kebutuhan Air oleh Permen PU No.14/PRT/M/2010 yaitu 100% dari awal tahun perencanaan sampai dengan
39
akhir tahun perencanaan. Sambungan Rumah (SR) direncanakan 100% melihat dari kondisi wilayah studi yang merupakan kota besar dan tidak ada lagi penggunaan Hidran Umum (HU). 2.13.3 Rencana Daerah Pelayanan Kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan sangat tergantung kepada kondisi daerah pelayanan yang menjadi tujuan perencanaan. Daerah pelayanan yang ditentukan dalam perencanaan ini adalah Kelurahan Sri Meranti dan Kelurahan Umban Sari dengan pertimbangan: 1.
Daerah yang kekurangan suplai air bersih
2.
Daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi
3.
Daerah yang telah menerima pelayanan air bersih tetapi belum maksimal
4.
Daerah yang merupakan kawasan strategis
2.13.4 Standar Kebutuhan Air Bersih Kebutuhan air dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga, industri, pengelolaan kota dan lain-lain. Standar kebutuhan air bersih pada perencanaan di wilayah studi mengacu pada Direktorat Jendral Cipta Karya Tahun 2000, SNI 19-6728.1-2002, Permen PU No. 14/PRT/M/2010 dan SNI 7509:2011 yang disajikan pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Standar Kebutuhan Air Bersih No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Uraian Konsumsi unit (SR)** Konsumsi unit (HU)** Konsumsi unit non domestik (%) * Kehilangan air * Hidran kebakaran ** Faktor jam puncak **** Faktor maksimum**** Jumlah jiwa per SR * Jumlah Jiwa Per HU * Tekanan air minimum**** Jam operasi Cakupan Pelayanan ***
Standar Kebutuhan Air 150 (L/o/h) 30 (L/o/h) 20% kebutuhan domestik 20% kebutuhan total 5% kebutuhan domestik 1,5 – 2,0 1,1 – 1,15 5 jiwa 100 jiwa 15 m 24 jam 100 %
40
No. 13
Uraian Volume reservoir minimum****
Standar Kebutuhan Air 15% dari kebutuhan maksimum per hari
*) Ditjen Cipta Karya Tahun 2000 (jumlahpenduduk = 1.000.000) **) SNI 19-6728.1-2002 ***) Permen PU No.14/PRT/M/2010 ****) SNI 7509:2011 Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya, 2000 SNI 19-6728.1-2002 Permen PU No.14/PRT/M/2010 SNI 7509:2011
1. Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air bersih domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga atau hunian pribadi seperti memasak, minum, mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya dengan satuan liter/orang/hari. (Ditjen Cipta Karya, 2000). Kebutuhan air untuk rumah tangga (domestik) dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun perencanaan. Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan persamaan berikut: Kebutuhan air = % pelayanan x a x b
(II.8)
Dimana: a = jumlah pemakaian air (liter/orang/hari) b = jumlah penduduk daerah pelayanan (jiwa) Kecamatan Rumbai merupakan bagian dari Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk sampai tahun 2015 sebesar 1.038.118 jiwa sehingga pemakaian air di Kecamatan Rumbai ditetapkan nilainya 150 liter/orang/hari mengacu pada SNI 19-6728.1-2002. 2.
Kebutuhan Air Non Domestik Kebutuhan air bersih non domestik yaitu kebutuhan air bersih diluar keperluan rumah tangga seperti penggunaan komersil, industri, dan umum seperti bangunan pemerintah, rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah rekreasi, sekolah, terminal, rumah sakit, hotel, industri, kantor, daln lain-lain.. Sebagai
41
pendekatan, kebutuhan air non domestik ini akan dihitung 20% dari kebutuhan air domestik. 3. Kehilangan Air Dalam suatu sistem penyediaan air minum biasanya tidak seluruhnya air yang diproduksi instalasi sampai kepada konsumen. Biasanya terdapat kebocoran disana sini yang biasanya disebut kehilangan air. Kebocoran/kehilangan air yang berasal dari instalasi itu sendiri, pada pipa distribusi, pada alat meter air, kesalahan administrasi dan juga untuk pemadam kebakaran/penyiraman tanah. Kehilangan air pada sistim ini diusahakan sekecil mungkin, di antaranya dilakukan dengan mengoperasikan instalasi yang benar, pemasangan sambungan pipa transmisi dan distribusi dengan baik, penggunaan peralatan meter air yang baik dan ketelitian dalam laporan administrasi. Kehilangan air akan dihitung 20% dari kebutuhan total, sesuai dengan Ditjen Cipta Karya tahun 2000.
2.13.5 Fluktuasi Kebutuhan Air Kebutuhan air tidak selalu sama untuk setiap saat tetapi akan berfluktuasi. Fluktuasi yang terjadi tergantung pada suatu aktivitas penggunaan air dalam keseharian oleh masyarakat (Putri, 2007). Pada umumnya, masyarakat indonesia melakukan aktifitas penggunaan air pada pagi dan sore hari dengan konsumsi air yang lebih banyak daripada waktu-waktu lainnya. Dari keseluruhan aktifitas dan konsumsi sehari tersebut dapat diketahui pemakaian rata-rata air. Dengan memasukkan besarnya faktor kehilangan air ke dalam kebutuhan dasar, maka selanjutnya dapat disebut sebagai fluktuasi kebutuhan air. Dan di dalam distribusi air minum, tolak ukur yang digunakan dalam perencanaan maupun evaluasinya adalah kebutuhan air hari maksimum dan kebutuhan air jam maksimum dengan mengacu pada kebutuhan air rata-rata (Renaldy, 2013). Fluktuasi pemakaian air terbagi menjadi tiga jenis yaitu (Noerbambang & Morimura, 2000): 1.
Kebutuhan rata – rata Pemakaian air rata-rata menggunakan persamaan berikut: Qh = Qd/t
(II.1)
42
Dimana : Qh = Pemakaiaan air rata-rata (m³/jam) Qd = Pemakaian air rata-rata sehari (m³) t 2.
= Jangka waktu pemakaian (jam)
Kebutuhan harian maksimum Kebutuhan air harian maksimum merupakan jumlah pemakaian air terbanyak dalam satu hari selama satu tahun. Debit pemakaian harian maksimum digunakan sebagai acuan dalam membuat sistem transmisi air baku air minum. Perbandingan antara debit pemakaian harian maksimum dengan debit rata-rata akan menghasilkan faktor maksimum. Faktor hari maksimum berdasarkan SNI 7509:2011 berkisar antara 1,1 – 1,15. Untuk menghitung pemakaian air harian maksimum dapat menggunakan persamaan berikut: Q(max.day) = f(max.day) × Qh
(II.2)
Dimana: Q(max.day) = Pemakaiaan air harian maksimum (liter/detik) f(max.day) = Faktor harian maksimum Qh 3.
= Pemakaiaan air rata-rata (liter/detik)
Kebutuhan pada jam puncak Kebutuhan air pada jam puncak merupakan jam dimana terjadi pemakaian air terbanyak dalam 24 jam. Faktor jam puncak (fp) mempunyai nilai yang berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk maka besarnya faktor jam puncak akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya jumlah penduduk maka aktivitas penduduk tersebut pun akan semakin beragam sehingga fluktuasi pemakaian akan semakin kecil pula. Faktor jam puncak SNI 7509:2011 berkisar antara 1,5 – 2,0. Untuk menghitung pemakaian air pada jam puncak menggunakan persamaan berikut (Noerbambang & Morimura, 2000): Q(peak hour) = f(peak hour) × Qh Dimana: Q(peak hour)= Pemakaiaan air jam puncak (liter/detik) f(peak hour) = Faktor jam puncak
(II.3)
43
Qh
= Pemakaiaan air rata-rata (liter/detik)
Pola atau fluktuasi kebutuhan air dibutuhkan untuk mengamati perilaku hidraulika jaringan distribusi akibat variasi pemakaian air terutama pada saat jam-jam puncak. Pola kebutuhan air ini ditetapkan berdasarkan pola kebutuhan air yang diusulkan oleh Trifunović (2006) seperti yang ditampilkan dalam Tabel 2.9. Hal ini dilakukan mengingat belum tersedianya pola pemakaian air yang baku khususnya untuk PDAM Tirta Siak Kota Pekanbaru, sehingga digunakan pola pemakaian air tipikal. Pada Tabel 2.9 tersebut, Pola atau fluktuasi kebutuhan air memiliki dua jam puncak yang ditunjukkan oleh koefisien kebutuhan air tertinggi, yaitu pada jam 9:00 (1,5) dan kebutuhan air terendah yaitu pada jam 4:00 (0,27). Program EPANET 2.0 mensimulasikan kedua jam puncak tersebut menjadi jam 08:00 sedangkan jam terendah menjadi 03:00, karena awal perhitungannya dimulai pada jam 00:00. Tabel 2.9 Koefisien Kebutuhan Air Tiap Jam Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Koefesien 0,57 0,40 0,31 0,27 0,33 0,37 0,71 1,41 1,5 1,47 1,43 1,37
Jam 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Koefesien 1,30 1,17 1,08 1,04 1,08 1,16 1,40 1,37 1,17 1,02 1,10 0,92
Sumber: Trifunović, 2006
2.13.6 Standar Kriteria Teknis Perencanaan Sistem Distribusi Standar
kriteria
perencanaan
yang
digunakan
dalam
merencanakan
Pengembangan sistem distribusi PDAM Tirta Siak Pekanbaru di Kecamatan Rumbai adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2007.
44
Tabel 2.10 Kriteria Perencanaan Teknis No 1
2
3
4
5
6
Uraian Kapasitas Sistem Periode perencanaan Cakupan penduduk daerah pelayanan Kapasitas Aliran Unit distribusi induk: primer dan sekunder
Kecepatan aliran air dalam pipa distribusi a. Kecepatan minimum b. Kecepatan maksimum Pipa PVC (Poly Vinyl Chloride) Pipa HDPE (High Density Polu Ethylene) Pipa baja atau DCIP (Ductile Cost Iron) Tekanan air dalam pipa distribusi a. Tekanan minimum
b. Tekanan maksimum Pipa PVC (Poly Vinyl Chloride) Pipa HDPE (High Density Poly Ethylene) Pipa baja atau DCIP (Ductile Cost Iron Pipe) Kehilangan Tekanan dalam Pipa distribusi* Diameter pipa kecil Diameter pipa menengah Pipa berukuran besar.
Besar tekanan minimum di jaringan pipa distribusi** Jaringan distribusi utama Jaringan distribusi pembagi Sambungan pelanggan
Kriteria 15 tahun ≥80% dari jumlah penduduk, perpipaan dan non perpipaan Debit jam puncak (Qpeak hour) Qpeak = fpeak x Qrata-rata fpeak = 1,5 – 2,0
V.Min = 0,3 - 0,6 m/det V.Max = 3,0 - 4,5 m/det V.Max = 3,0 m/det V.Max = 6,0 m/det h.min = (0,5 - 1,0) atm, pada titik jangkauan pelayanan terjauh. h.max = 6 - 8 atm h.max = 8 - 10 atm h.max = 10 atm 5 – 10 m/km 2 – 5 m/km 1 – 2 m/km Nilai optimum kehilangan tekanan berkisar 1 – 4 m/km, dan tidak lebih dari 10 m/km.
15 m 11 m 7,5 m
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 18 tahun 2007 * Trifunović, 2006 ** Permen PU No.14/PRT/M/2010
2.13.7 Rencana Jalur Pipa Distribusi Pada saat merencanakan pengembangan dari suatu jalur perpipaan maka perlu diusahakan agar diperoleh sistem pengaliran yang baik ke konsumen. Penyampaian air secara baik dan optimum kepada konsumen memerlukan
45
perencanaan sistem jaringan perpipaan yang akurat dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya : 1. Pemakaian energi operasi seminimal mungkin; 2. Jaringan direncanakan dengan menggunakan biaya paling murah, yaitu dengan perencanaan jalur yang terpendek dan memilih diameter terkecil. 3. Terpenuhinya syarat-syarat hidrolis. 4. Kontinuitas pelayanan yang semaksimal mungkin. 5. Mudah dalam pemasangan, pemeliharaan, dan pengoperasiannya. Untuk itu terdapat beberapa kriteria teknis yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jalur pipa, yaitu : 1. Diusahakan pengaliran dilakukan secara gravitasi untuk menghindari penggunaan pompa. 2. Memperhatikan keadaan profil muka tanah di daerah perencanaan. 3. Diusahakan untuk menghindari penempatan jalur pipa yang sulit sehingga pemilihan lokasi penempatan jalur pipa tidak akan menyebabkan penggunaan perlengkapan yang terlalu banyak. 4. Jalur pipa sedapat mungkin mengikuti pola jalan seperti jalan yang berada di atas tanah milik pemerintah, sepanjang jalan raya atau jalan umum, sehingga memudahkan dalam pemasangan dan pemeliharaan pipa. 5. Lokasi jalur pipa dipilih dengan menghindari medan yang sulit, seperti bahaya tanah longsor, banjir atau bahaya lainnya yang dapat menyebabkan lepas atau pecahnya pipa. 6. Jalur pipa sedapat mungkin menghindari belokan tajam baik yang vertikal maupun horizontal.