Bab Ii Tinggal Edit.docx

  • Uploaded by: Desyana Kasim
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Tinggal Edit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,674
  • Pages: 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Maloklusi Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal atau dapat dikatakan sebagai tidak harmonisnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau anomali abnormal dalam posisi gigi. Menurut

World

Health

Organization

(WHO),

maloklusi

merupakan cacat atau gangguan fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang memerlukan perawatan. Maloklusi merupakan suatu keaadan abnormal dentofasial yang mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, berbicara serta keserasian wajah ( Yolanda, 2017) B. Etiologi Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi suatu maloklusi dapat digolongkan dalam beberapa faktor herediter dan faktor lokal (Profit, 2007). a. Faktor Herediter Pada populasi primitif yang terisolir jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi ukuran rahang dan gigi. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi dibanding populasi primitif diduga karena adanya kawin campur yang

1

menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi (Profit,2013). Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu : 1) Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel. 2) Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat mempengaruhi faktor genetik atau herediter sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal. b. Faktor Lokal 1) Gigi sulung tanggal dini dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal maka gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus yang tanggal dini tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan pergeseran garis median. 2) Persistensi gigi sulung Over retained deciduous teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktu tanggal tetapi tidak tanggal. 3) Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk. 4) Jaringan lunak, tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Meskipun tekanan otot-otot ini jauh lebih kecil dibanding tekanan otot pengunyahan tetapi berlangsung lebih lama.

2

5) Kebiasaan buruk, suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan buruk yang berisiko memberikan pengaruh terjadinya maloklusi antara lain adalah kebiasaan menghisap jari, menggigit kuku / benda seperti bolpoin, kebiasaan mendorong lidah kegigi bagian depan, bruxisma (kebiasaan menggigit, menggeser – geser gigi secara tidak sadar), menggigit bibir, sering melakukan pernapasan melalui mulut, serta penggunaan dot jangka panjang. C. Klasifikasi Maloklusi Untuk mengklasifikasikan maloklusi terlebih dahulu harus dipahami konsep dari oklusi normal. Oklusi normal adalah hubungan gigi molar pertama rahang atas dan molar pertama rahang bawah yaitu puncak bonjol mesio bukal gigi molar pertama rahang atas terletak pada bukal grove gigi molar pertama rahang bawah. Puncak bonjol kaninus gigi rahang atas terletak pada titik pertemuan antara kaninus bawah dengan premolar satu rahang bawah.

3

Klasifikasi Maloklusi menurut Angle Kriteria klasifikasi Angle yaitu : 

Gigi molar pertama rahang atas merupakan kunci oklusi.



Hubungan molar pertama rahang atas dengan molar pertama rahang bawah yaitu puncak bonjol gigi molar pertama rahang atas terletak pada bukal groove gigi molar pertama rahang bawah. Klasifikasi Angle terbagi atas tiga klas sebagai berikut : 1. Kelas I (Neutroklusi) Maloklusi Kelas I Angle menunjukkan relasi molar yang normal. Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi pada bukal groove molar satu permanen rahang bawah.Pada maloklusi Kelas I Angle ini, garis oklusi tidak tepat akibat adanya satu atau lebih gigi yang malposisi maupun rotasi tetapi tidak mempengaruhi hubungan normal molar satu permanen. Pada maloklusi kelas I dapat terlihat beberapa manifestasi seperti crowding, spacing, rotasi, gigi yang hilang, dll.

4

2. Kelas II (Distoklusi) Maloklusi ini memiliki karakteristik cusp distobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan groove bukal molar satu permanen rahang bawah. Rahang mandibula dalam posisi lebih ke distal daripada rahang maksila. Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan ruang diantara cusp mesiobukal molar satu permanen rahang bawah dan dengan bagian distal premolar dua rahang bawah. Selain itu, cusp mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari cusp

mesiolingual

molar

satu

permanen

rahang

bawah.

Berdasarkan angulasi labiolingual insisivus rahang atas, Angle mengklasifikasikan maloklusi Kelas II dalam dua divisi, yaitu: 

Divisi 1

: adanya proklinasi atau labioversi insisivus

rahang atas sehingga overjet meningkat. Overbite yang berlebih pada regio anterior dapat terjadi. Insisivi atas protrusi sehingga didapatkan jarak gigit besar, tumpang gigit besar dan kruva Spee positif





Divisi 2 : adanya inklinasi lingual atau lingoversi gigi insisivus sentralis rahang atas dan insisivus lateral rahang atas yang lebih ke labial ataupun mesial sehingga overlap pada insisivus sentralis. Pada maloklusi Kelas II divisi 2 biasanya pasien menunjukkan overbite anterior yang berlebih (deep anterior overbite). Insisivi sentral atas retroklinasi, insisivi lateral

5

atas proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau sedikit betambah.



Kelas III (Mesioklusi) Keadaan dimana rahang bawah dalam hubungan mesial terhadap rahang atas, yaitu cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan ruang interdental diantara molar satu dan molar dua permanen rahang bawah.

6

B. Maloklusi Klas III 1. Definisi Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke distal terhadap groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke mesial terhadap cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas

Maloklusi Klas III dapat diklasifikasikan dalam true Class III dan pseudo Class II 1. True Class III Maloklusi Klas III skeletal yang berasal dari genetik dapat terjadi akibat beberapa hal berikut: a. Ukuran mandibula yang berlebih. b. Maksila yang lebih kecil dari ukuran normal. c. Kombinasi penyebab-penyebab di atas Insisivus rahang bawah memiliki inklinasi lebih ke lingual. Pasien dengan maloklusi ini dapat menunjukkan overjet normal, relasi insisivus edge to edge ataupun crossbite anterior. 2. Pseudo Class III Maloklusi ini dihasilkan dari pergerakan ke depan mandibula ketika penutupan rahang sehingga disebut juga maloklusi Klas III ‘postural’ atau ‘habitual’. Mandibula pada maloklusi ini bergerak pada anterior fossa glenoid akibat kontak prematur dari gigi. Maloklusi ini merupakan maloklusi Klas III tetapi dengan relasi skeletal Klas I dan bukan merupakan maloklusi Klas III sesungguhnya.

7

2. Etiologi Moyers membagi maloklusi Klas III berdasarkan faktor etiologi, yaitu: skeletal, dental, dan muskular.3 Beberapa faktor yang berhubungan dengan maloklusi Klas III akan diuraikan sebagai berikut: a. Faktor Dental Pada maloklusi Klas III, hubungan dentoalveolar tidak menunjukkan kelainan sagital-skeletal yang jelas. Sudut ANB tidak melebihi ukuran yang normal. Masalah utama biasanya karena insisivus maksila miring (tipping) ke lingual dan insisivus mandibula miring ke labial. Gigi-geligi mandibula biasanya tidak berjejal karena umumnya mandibula berukuran lebih besar dari maksila, sehingga gigi-geligi cenderung tersusun lebih jarang (spacing) dibandingkan dengan gigi-geligi maksila yang cenderung berjejal. Pada mandibula dijumpai hubungan insisivus Klas III seperti insisal edge yang terletak di depan lereng singulum insisivus maksila. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip oklusi yang ideal seperti pada Klas I Angle. Overbite sangat bervariasi antara satu kasus dengan kasus yang lain. Overbite dipengaruhi oleh tinggi ruang intermaksilaris di bagian anterior. Apabila ruang intermaksilaris anterior besar, maka akan terjadi open bite anterior. Sebaliknya jika ruang intermaksilaris kecil, maka akan dijumpai overbite yang dalam. Gigitan silang (crossbite) juga sering terjadi pada maloklusi Klas III khususnya pada segmen bukal. Gigitan silang dapat terjadi baik secara unilateral maupun bilateral. Gigitan silang unilateral biasanya berhubungan dengan pergeseran lateral mandibula untuk mendapat interkuspal maksimal. Gigitan silang dapat disebabkan karena maksila lebih sempit daripada mandibula atau karena terdapat hubungan oklusi Klas III. b. Faktor Skeletal Berdasarkan dari faktor skeletal, penyebab terjadinya maloklusi Klas III biasanya karena terdapat pertumbuhan abnormal yang dilihat dari 8

segi ukuran, bentuk atau karena terdapat prognasi tulang kraniofasial. Apabila bagian tulang wajah tumbuh tidak normal karena terlambat, terlalu cepat atau karena tidak seimbang, maka bentuk penyimpangan ini dapat menyebabkan masalah ortodonti. Penyebab lain dari maloklusi Klas III adalah pertumbuhan mandibula yang berlebihan. Hal ini tercermin pada kasus prognasi mandibula atau maloklusi Klas III skeletal yang hingga kini diakui sebagai salah satu kelainan fasial yang paling nyata. Pada pasien Klas III skeletal biasanya sudut ANB negatif dengan sudut SNA yang lebih kecil dari normal. Namun, dapat pula terjadi karena sudut SNB yang lebih besar dari normal. Maloklusi Klas III skeletal jarang disebabkan oleh satu faktor kelainan saja. Biasanya keadaan tersebut berhubungan dengan kombinasi beberapa faktor seperti ukuran dan posisi mandibula, maksila, tulang alveolar, dasar kranial, dan pertumbuhan vertikal yang walaupun masing-masing masih dalam batas normal, namun dapat bergabung membentuk pola skeletal Klas III Ada tiga aspek penting bentuk skeletal yang mempengaruhi hubungan oklusi: a. Hubungan skeletal antero-posterior

Sebagian besar maloklusi Klas III berhubungan dengan pola skeletal Klas III. Meskipun demikian, maloklusi Klas III juga dapat berhubungan dengan pola skeletal Klas I. Pada keadaan tersebut, inklinasi gigi-geligi atau letak dasar skeletal sangat berpengaruh dalam membentuk malrelasi antero-posterior.26

9

Penyimpangan

skeletal

secara

antero-posterior

umumnya

berpengaruh terhadap hubungan oklusal Klas III dan overjet yang terbalik. Pada beberapa kasus, penyimpangan skeletal ini berhubungan dengan gigitan yang terbalik pada gigi-geligi bukal.31 Analisa sefalometri dapat digunakan untuk mengetahui hubungan anteroposterior dari maksila dan mandibula.3

c. Lebar relatif dari rahang atas dan bawah

Crossbite unilateral maupun bilateral bisa disebabkan karena ada penyimpangan pada lebar rahang. Crossbite bilateral biasanya disebabkan oleh sempitnya tulang basal atau karena terdapat hubungan skeletal Klas III yang simetris dengan lintasan sentral dari penutupan mandibula. Sedangkan pada crossbite unilateral, ciri asimetris. biasanya berhubungan dengan penyimpangan lateral pada lintasan penutupan mandibula.31

d. Dimensi vertikal dari wajah

Tinggi wajah bagian bawah dibentuk dari tinggi rahang dan gigigeligi. Tinggi wajah juga dipengaruhi oleh sudut gonial mandibula. Sudut gonial yang besar cenderung menimbulkan wajah yang panjang, sedangkan sudut gonial yang kecil cenderung menghasilkan wajah yang pendek pada dimensi vertikal. Keadaan ini tercermin pada hubungan oklusi karena terdapat variasi pada overbite insisal. Wajah 10

pendek cenderung memiliki overbite yang dalam, sedangkan wajah yang panjang cenderung membentuk gigitan terbuka anterior.31

2.2.3 Faktor Muskular

Faktor muskular pada maloklusi Klas III menimbulkan masalah yang bervariasi, seperti pada bentuk dan fungsi bibir akan sedikit berpengaruh terhadap oklusi. Kecenderungan bagi insisivus mandibula untuk lebih retroklinasi diduga karena ada hubungan antara fungsi bibir bawah dengan penyimpangan-penyimpangan skeletal yang ada. Apabila tinggi intermaksilaris anterior besar, maka fungsi bibir sering kurang sempurna. Pada kasus seperti ini sering terjadi openbite anterior yang bersifat skeletal dan terjadi variasi adaptasi dari cara menelan yang ditandai dengan letak lidah lebih anterior dari celah antara gigi-geligi seri.

Lidah yang melekat pada tepi bagian dalam mandibula, biasanya sesuai dengan ukuran lengkung gigi mandibula. Jika lengkung maksila lebih kecil daripada lengkung mandibula, ukuran lidah dan fungsinya akan berpengaruh hingga terbentuk gigitan terbuka anterior

11

3. Gambaran Klinis Pada maloklusi Klas III biasanya dijumpai gambaran klinis berupa: a. Pasien mempunyai hubungan molar Klas III. b. Gigi insisivus dalam hubungan edge to edge atau dapat juga terjadi crossbite anterior. c. Maksila biasanya sempit dan pendek sementara mandibula lebar, sehingga dapat terjadi crossbite posterior. d. Gigi-geligi pada maksila sering berjejal sedangkan gigi-geligi pada mandibula sering diastema. e. Profil wajah pasien cekung karena dagu yang lebih menonjol. f. Pertumbuhan vertikal yang berlebihan akan meningkatkan ruang intermaksiler sehingga dapat terjadi anterior open bite. Pada beberapa pasien dapat juga terjadi deep overbite. g. Pada maloklusi pseudo Klas III ditandai dengan oklusi yang prematur akibat kebiasaan menempatkan mandibula ke depan.

Dampak Maloklusi 1. Penampilan wajah yang kurang menarik Maloklusi pada keadaan tertentu dapat menyebabkan penampilan wajah menjadi buruk atau kurang menarik, sehingga menimbulkan masalah psikososial. 2. Resiko terhadap karies Susunan gigi yang abnormal selain tidak memiliki efek self cleansing juga menyebabkan pemeliharaan oral hygiene menjadi rumit dan meningkatkan resiko terhadap karies. Keadaan gigi yang berjenjal dapat menyebabkan penumpukan plak akibat pembersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat sehingga dapat menimbulkan karies. 3. Predisposisi penyakit periodontal

12

Hubungan maloklusi dengan oral hygiene menyebabkan penyakit periodontal, selain itu gigi yang berada dalam posisi abnormal dapat mengalami traumatik oklusi dengan akibat kerusakan jaringan periodontal dan mengakibatkan kehilangan gigi yang lebih cepat. Gangguan psikologis Pada keadaan tertentu maloklusi dapat mempunyai pengaruh buruk terhadap penampilan wajah seseorang yang berakibat gangguan psikologis. Penampilan wajah yang tidak menarik menyebabkan seseorang menjadi sangat rendah diri dan introvert. Sehingga perawatan maloklusi sangat membantu dalam perbaikan mental dan kepercayaan diri. Resiko terhadap trauma Gigi insisif yang terlalu proklinasi atau protusi yang parah memiliki resiko tinggi terhadap injuri khususnya selama bermain atau terjatuh karena kecelakaan, demikian juga dengan posisi gigi kaninus yang labio versi sering mengalami trauma. Abnormalitas fungsi Banyak keadaan maloklusi menyebabkan abnormalitas fungsional terhadap sistem stomatogenik seperti gangguan penelanan, gangguan bicara, gangguan pernfasan, kesulitan dalam menggerakkan rahang (gangguan otot dan nyeri), dan lain-lain.

13

Masalah temporo mandibula join (TMJ) Maloklusi dihubungkan dengan kontak premature yang menyebabkan traumatik oklusi, selain itu dapat menyebabkan masalah sendi TMJ dangan gejala rasa sakit dan disfungsi

F. SEFALOMETRI

Sefalometri

adalah

analisis

dan

pengukuran

yang

dibuat

pada

cephalogram. Penegakan diagnosis diperlukan sebelum melakukan perawatan ortodontik. Diperlukan faktor-faktor pendukung dalam menegakkan diagnosis ortodontik, antara lain sefalometri radiografik. Sefalometri radiografik digunakan untuk mempelajari hubungan gigi-gigi dan struktur tulang muka secara ekstrakranial dan intracranial. Dikenal 2 macam sefalometer, yaitu: a. Broadbent-Bolton, digunakan 2 tabung sinar X dan 2 pemegang kaset, sehingga objek tidak perlu bergerak atau berubah apabila akan dibuat penyinaran/proyeksi lateral atau antero-posterior. b.

Higley, terdiri dari 1 tabung sinar X, 1 pemegang kaset dan sefalometernya dapat berputar sedemikian rupa sehingga objek dapat diatur dalam beberapa macam proyeksi yang diperlukan. Sefalometer modern pada umumnya adalah jenis ini yaitu Rotating type.

Manfaat sefalometri radiografik adalah: a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.

14

Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktorfaktor penyebab maloklusi (seperti ketidak seimbangan struktur tulang muka). c. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada 2 hal penting yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan (2) relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus atau cekung. d. Merencanakan perawatan ortodontik. Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan. e. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat. Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah perawatan ortodontik. f. Analisis fungsional. Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat. g. Penelitian

15

Sefalometri Maloklusi Klas III

Titik – titik Parameter padaPengukuranSefalometri Tanda-tanda penting pada sefalometri radiografik adalah titik-titik yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam pengukuran atau untuk membentuk suatu bidang. Titik-titik tersebut antaralain : • Nasion (Na/N) : titik paling anterior sutura frontonasalis pada bidang sagital tengah ujung tulang • Spinanasalis anterior (ANS) :spinanasalis anterior, padabidangtengah • Subspinal (A) : titik paling dalam antara spina nasalis anterior dan Prosthion • Prosthion (Pr) :titik paling bawahdan paling anterior prosessusalveolarismaksila, pada bidang tengah , antara gigi insisivus sentral atas • Insisif superior (Is) : ujung mahkota paling anterior gigi insisivus sentral atas • Insisif inferior (Ii) : ujung mahkota paling anterior gigi insisivus sentral bawah • Infradental (Id) : titik paling tinggi dan paling anterior prosessus alveolaris mandibula, pada bidang tengah, antara gigi insisivus sentral bawah • Supramental (B) : titik paling dalam antara Infradental dan pogonion

16

• Pogonion (Pog/Pg) : titik paling anterior tulang dagu, padabidangtengah • Gnathion (Gn) : titik paling anterior dan paling inferior dagu • Menton (Me) : titik paling inferior dari simfisis atau titik paling bawah dari mandibula • sela tursika (S): titik tengah fossa hipofisial • spinanasalis posterior (PNS) : titik perpotongan dari perpanjangan dinding anterior fossa pterigopalatina dan dasar hidung • Orbital (Or) : titik yang paling bawah pada tepi bawah tulang orbita • Gonion (Go) : titik perpotongan garis singgung margin posterior ramus assenden dan basis mandibula • Porion (Po) :titik paling luardan paling superior ear rod

Garis Parameter padaPengukuranSefalometri • Sela-Nasion (S-N) :garis yang menghubungkan Sela tursika (S) dan Nasion (N), merupakan garis perpanjangan dari basis kranial anterior • Nasion-Pogonion (N-Pg) : garis yang menghubungkanNasion (N) dan Pogonion (Pg), merupakan garis fasial • Y-Axis :garis yang menghubungkan sela tursika (S) dan gnathion (Gn), digunakan untuk mengetahui arah/jurusan pertumbuhan mandibula • Frankfurt Horizontal Plane (FHP) :bidang yang melalui kedua porion dan titik orbital, merupakan bidang horizontal • Bidang oklusal (Occlusal Plane) terdapat 2 definisi yaitu garis yang membagi dua overlapping tonjolgigi molar pertama dan insisal overbite (Downs) dan garis yang membagi overlapping gigi molar pertamadangigi premolar pertama (Steiner)

17

• Bidang Palatal (Bispinal) :bidang yang melaluispinanasalis anterior (ANS) dan spina nasalis posterior (PNS) • Bidang Orbital (dari Simon) :bidangvertikal yang melaluititik orbital dantegaklurus FHP • Bidang mandibula (mandibular plane/MP) terdapat 3 carapembuatannya: bidang yang melalui gonion (Go) dan gnathion (Gn) (Steiner), bidang yang melalui gonion (Go) dan Menton (Me), bidang yang menyinggung tepi bawah mandibula dan menton (Me) (Downs)

Tatalaksana perawatan ortodonsi pada umumnya dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Perawatan Preventif Dilakukan pada fase geligi sulung terutama untuk menghilangkan kebiasaan jelek yang dapat beresiko maloklusi. Memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah :

18

-

Kebiasaan menelan yang salah.

-

Pernafasan melalui mulut.

-

Menghilangkan kebiasaan menghisap jari yang dibarengi dengan menarik-narik dagu.

2. Perawatan Interseptif Dilakukan pada fase geligi pergantian pergantian, untuk mencegah suatu kelainan menjadi tambah parah. Piranti yang digunakan pada umumnya berupa space retainer, space regainer, dan piranti lepasan.

3. Perawatan Korektif Dilakukan pada fase geligi tetap, untuk memperbaiki kelainan yang telah terjadi. Piranti yang digunakan dapat berupa piranti lepasan pada kasus yang ringan namun pada umumnya perawatan yang digunakan piranti cekat untuk hasil yang lebih maksimal.

19

Perawatan Maloklusi Klas III 1. Modifikasi Pertumbuhan Modifikasi Pertumbuhan adalah suatu perawatan yang mengoptimalkan potensi pertumbuhan seseorang. Untuk mengarahkan pertumbuhan sehingga lebih harmonis. Perawatan modifikasi pertumbuhan hendaknya dilakukan usia dini dan selesai pada periode dewasa. Tujuan perwatan ini adalah

untuk

memperbaiki

ketidakseimbangan

rahang,

bukan

menggerakkan gigi geligi untuk mengkamuflase kelainan skeletal. Alat yang dipakai untuk modifikasi pertumbuhan adalah Chin cap ( untuk pertumbuhan mandibula yang berlebih) dan face mask/ protaction head gear/ delair mask ( untuk pertumbuhan maksila yang kurang). A. Chin Cap Maloklusi klas III skeletal dengan maksila yang relative normal dan pertumbuhan mandibula yang berlebih pada pasien usia pertumbuhan dapat diarawat dengan pemakaian alat chin cap, yang akan berefek pada mandibula, maksila, maupun TMJ (Temporomadibular joint). Efek orthopedic pemakaian Chin cap meliputi: 1. Mengarahkan kembali pertumbuhan mandibula secara vertical 2. Rotasi pertumbuhan mandibula ke belakang 3. menghabat pertumbuhan mandibula ke anterior 4. Remodelling mandibula dengan penutupan sudut gonial 5. Remodelling TMJ 6. Menghambat pertumbuhan kebawah Jenis Chin cap:

20

1. Occipital pull chin cap 2. Vertical pull chin cap, yang digunakan pada pasien yang sudut bidang mandibula curam dan tinggi wajah anterior berlebih.

Pada penggunaan chin cap diinstruksikan pemakaiannya 14 jam sehari. 2. Vertical pull chin cap Direkomendasikan untuk pasien yang memiliki sudut mandibula curam, tinggi wajah anterior yang berlebih dan pasien yang mempunyai tendensi gigitan terbuka ( anterior open bite). Pearson (2009) melaporkan bahwa vertical pull chin cap dapt mengurangi sudut bidang mandibula dan sudut gonial dan meningkatkan tinggi wajah posterior.

21

Vertical pull chin cap

22

2. Kamuflase Orthodontic A. Piranti ortodonti cekat pada umumnya terdiri atas : 1. Bracket merupakan piranti cekat ortodonti yang melekat dan terpasang mati pada gigi-geligi, yang berfungsi untuk menghasilkan tekanan yang terkontrol pada gigi-geligi.

Bahan bracket yang biasa dipakai dokter gigi ada empat jenis yaitu : -

Logam stainless steel (metal bracket), bahan ini memiliki kekuatan yang paling baik dan dapat membentuk gigi dengan kuat, selain itu tipe ini paling banyak digunakan karena lebih murah.

-

Emas 24 karat, bahan ini khusus untuk pasien yang memiliki alergi terhadap logam.

23

-

Porselin untuk memperoleh tampilan behel yang transparan.

-

Kristal safir, bracket yang paling transparan dibanding bahan lain. Sedangkan pengikat biasanya terbuat dari karet dan dapat diganti warnanya sesuai permintaan pasien.

2. Band adalah piranti ortodonti cekat yang terbuat dari baja antikarat tanpa sambungan. Band ini dapat diregangkan pada gigi-giligi untuk membuatnya cekat dengan sendirinya.

24

3. Archwire merupakan piranti ortodonti cekat yang menyimpan energi dari perubahan bentuk archwire menggambarkan suatu cadangan yang kemudian dapat dipakai untuk menghasilkan gerakan gigi.

4. Elastic dibuat dalam beberapa bentuk yang sesuai untuk penggunaan ortodonti, tersedia dalam berbagai ukuran dan ketebalan. Gaya yang diberikan oleh elastic menurun sangat cepat di dalam mulut.

5.

O ring adalah suatu pengikat elastik yang digunakan untuk merekatkan archwire ke bracket,biasanya berwarna abu-abu atau bening, tetapi banyak

25

juga jenis warna lain yang membuat bracket jadi lebih menarik. Power chain terbuat dari tipe elastik yang sama dengan o ring elastic.

B.

Piranti Lepasan

Alat ortodontik ini dapat dipasang dan dilepas oleh pasien sendiri. Contoh:

a. Plat Dengan Pir-Pir Pembantu

b. Plat Dengan Peninggi Gigitan

c. Plat Ekspansi

26

d. Aktivator/Monoblock

Komponen alat lepasan terdiri dari : a. Pelat Dasar /Baseplate

b. Komponen Retentif : - Klamer / Clasp - Kait / Hook - Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow (dalam keadaan pasif)

c. Komponen Aktif : -

Pir-pir Pembantu / Auxilliary Springs

-

Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow

27

-

Skrup Ekspansi / Expansion Screw

-

Karet Elastik / Elastic Rubber

d. Komponen Pasif : -

Busur Lingual / Lingual Arch / Mainwire

-

Peninggi Gigitan / Biteplane

e. Komponen Penjangkar : -

Verkeilung,

-

Busur Labial dalam keadaan tidak aktif.

-

Klamer-klamer. dan modifikasinya

28

3. . Bedah Orthognatik Tujuan utama dari bedah orthognatik adalah untuk mereposisi tulang basal dan segmen dentoalveolar ke dalam hubungan yang normal dan memperbaiki fungsi estetis.

Pembedahan Tulang Maksila Pembedahan tulang maksila terdiri atas 2 jenis pembedahan, yaitu osteotomi yang mencakup pada segmen-segmen dari tulang maksila dan osteotomi total maksila.5 Osteotomy segmen-segmen maksila terbagi atas Osteotomy single tooth, Corticotomy,osteotomy segmen anterior maksila, dan Osteotomy subapikal posterior maksila (Kufner, Schuchardt, dan Perko dan Bell). Osteotomy segmen anterior maksila terbagi lagi antara lain : Teknik Wassmud, teknik Wunderer, osteotomy anterior maksila Epker, dan teknik Cupar. Sedangkan Osteotomy total maksila terbagi menjadi Osteotomy Lefort I, Osteotomy Lefort II dan Osteotomy Lefort III.5 29

Pembedahan Tulang Mandibula Pembedahan pada tulang mandibula digolongkan menjadi osteotomi pada ramus (Osteotomy ramus vertikal ekstraoral, Osteotomy ramus vertikal intraoral, Osteotomysplit sagital), osteotomi mandibula, osteotomi subapikal (Osteotomy anterior subapikal, Osteotomy posterior subapikal, dan Osteotomy subapikal total), dan genioplasti (Osteotomy horisontal dengan reduksi anteroposterior, teknik tenon, Osteotomy horisontal double sliding, Genioplasty reduksivertikal dan augmentasi alloplastic).5

30

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44

More Documents from ""