Bab Ii Solikin.docx

  • Uploaded by: Siti Zaitun Suhartinah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Solikin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,577
  • Pages: 48
BAB II TUJUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori a. Pengetahuan a. Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seorang terhadap objek melalui panca indra yang dimilikinya. Sebagian besar pengetahun seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2010). b. Proses terjadinya pengetahuan Menurut (Notoatmodjo, 2010) pengetahuan mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku dalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai perikut: 1) Awareness (kesadaran) ketika seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau (objek) 2) Interest (tertarik) subjek mulai tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul (Mastini dkk., 2013). 3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut baginya. Pada tahap ini subjek mulai menimbang- nimbang baik buruknya stiulus terhadap dirinya

10

11

4) Trial (mencoba) ketika nseseorang telah mencoba perilaku baru. Dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehandaki oleh stimulus 5) Adaption (adaptasi) ketika seseorang berperilaku baru yang sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun,

berdasarkan

penelitian

selanjutnya,

Rogers

menyimpulkan bahwa perubahan berperilaku tidak selalu melewati tahapan di atas. Jika penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yaitu dengan didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku itu akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran perilaku itu akan berlangsung lama (Nursalam, 2016). b. Tingkat pengetahuan Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkatan: 1) Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah

ada

sebelumnya

setelah

mengamati

sesuatu

(Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,

12

mengurai,

mendefenisikan,

menyatakan

dan

sebagainya

(Notoatmodjo, 2010). 2) Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010). 3) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo, 2010). 4) Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seorang untuk menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan atau komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah pada tingkat analisis apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atau objek tersebut (Notoatmodjo, 2010). 5) Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki dengan kata

13

lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2010). 6) Evaluasi (evaluation) Evalusai ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri (Notoatmodjo, 2010). c. Cara memperoleh pengetahuan Menurut Notoatmojo (2012), dari berbagai macam cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, maka cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu: 1) Cara memperoleh kebenaran nonilmiah a) Cara coba-coba salah trial and error Cara memperoleh kebenaran nonilmiah yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau kata yang lebih dikenal trial and error. Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahakan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakan

14

dasar dasar menemukan teori-teori dalam berbagai cabang ilmu pengtahuan.

b) Secara kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. c) Cara kekuasan atau otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat moderen. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun alhi ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan. d) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan

sumber

merupakan

suatu

pengetahuan, cara

untuk

atau

pengalaman

memperoleh

itu

kebenaran

pengetahuan. Oleh karena itu, pengalaman pribadi pun dapat diguanakan sebagi upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini

15

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahakan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. e) Jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan umat manusia cara berfikirpun ikut berkembang, dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menjalankan jalan pikirannya baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya adalah cara melahirkan pikiran secara tidak langsung melalui pertanyaanpertanyaan yang dikemukakan. 2) Cara ilmia atau modern Cara baru atau moderen dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmia. Kemudian metode berfikir induktif bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi lansung, membuat catatan terhadap semua fakta sehubungan denga objek yang diamati (Notoadmojo, 2012). d. Jenis pengetahuan Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut:

16

1) Pengetahuan implisit Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktorfaktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Biasanya pengalaman seseorang sulit ditansfer ke orang lain baik secara tertulis maupun secara lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan kebudayaan bahkan bisa tidak disadari. Contoh seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun teryata ia merokok. 2) Pengetahuan eksplisit Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan dan ia tidak merokok (Agus, 2013). e. Pengukuran pengetahuan Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).

17

Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan (Agus, 2013). Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang besifat kuntitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran dapat diproses dengan cara menjumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh presentasi setelah dipresentasikan lalu ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif f. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut

Notoatmodjo

(2010),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pengetahuan sebagai berikut: 1) Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat dengan demikian pengetahuan juga meningkat. 2) Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisisk, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 3) Informasi

18

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Informasi diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilakan perubahan atau peningkatan pengetahuan 4) Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat normal. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang di hadapi di masa lalu. 5) Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan orang-orang tidak melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. Dengan demikian, seseorang akan bertamabah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 6) Usia

19

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir sesorang. Semakin bertambah usia, mereka akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksenya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia dini. Dua sikap tardisional mengenai jalannya perkembangan selam hidup adalah seabagi berikut: a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah

tua

karena

telah

mengalami

kemunduran

baik

fisiskmaupun mental. Dapat diperkirakan IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain, seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Agus, 2013). c. Dokumentasi Asuhan keperawatan a. Pengertian dokumensi Dokumentasi adalah suatu yang ditulis atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi yang berwenang, dan merupakan

20

bagian dari praktik professional (Deswani, 212). Dokumentasi keperawatan

merupakan

informasi

tertulis

tentang

satus

dan

perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Fisbach (2006) dalam Stiadi (2012)). Dokumentasi merupakan suatu catatan yang asli yang dapat dijadikan bukti hukum, jika suatu catatan yang asli yang dapat dijadikan bukti hukum, jika suatu saat ditemukan masalah yang berhubungan dengan kejadian yang terdapat dalam catatan tersebut. Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis (Hutahean, 2012). b. Tujuan dokumentasi Menurut

Notoatmojo

(2007),

tujuan

utama

dari

pendokumentasian adalah 1) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kubutahan klien dan mengevaluasi tindakan 2) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan hukum dan etik, hal ini juga menyediakan a) Bukti kualitas asuhan keperawatan b) Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggung jawaban kepada klien c) Sumber informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan

21

d) Pengurangan biaya informasi e) Sumer informasi untuk data yang harus dimasukan f) Komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan g) Informasi untuk siswa/mahasiswa h) Persepsi hak klien i) Dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggung jawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien j) Suatu data keuangan yang sesuai k) Data perencanaan pelayanan kesehatan di masa yang akan datang. c. Manfaat dokumentai dan pentingnya dokumentasi Menurut

Notoatmojo

(2007),

dokumentasi

keperawatan

mempunyai makna yang penting bila dilihat dari berbagai aspek 1) Hukum Semua catatan informasi tentang klien merupakan doumentasi resmi dan bernilai hukum. Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Setiadi, 2012). 2) Jaminan mutu (kualitas pelayanan) Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan memberi kemudahan bagi perawat dalam membatu masalah klien dan untuk

22

mengetahui sejauh mana masalah yang dapat teratasi, seberapa jauh masalah baru diidentifikasi dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal ini akan membatu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. 3) Komunikasi Dokumentasi dapat dijadikan alat komunikasi antara tenaga perawat atau tenaga kesehatan lain. Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi, 2012). 4) Keuangan Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan, dicatat dengan lengkap yang dapat dipergunakan sebagai acuan dan pertimbangan dalam biaya keperawatan klien. 5) Pendidikan Karena isi dari dokumentasi keperawatan menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan profesi keperawatan. 6) Penelitian Data yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan profesi keperawatan. 7) Akreditasi

23

Melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi keperawatan dalam memberikan askep pada klien. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian askep yang diberikan guna pembinaan lebih lanjut. d. Prinsip-prinsip dokumentasi Setiadi (2012), menerangkan prinsip pencatatan ditinjau dari teknik pencatatannya yaitu: 1) Menulis nama klien pada setiap halaman catatan perawat 2) Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta waran biru atau hitam 3) Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu dan dapat dipercaya secara faktual 4) Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dapat diterima, dan dapat dipakai 5) Pencatatan mencakup kedaan sekarang dan waktu lampau 6) Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan coret satu kali kemudian tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan dengan informasi yang benar “jangan dihapus”. Validitas pencatatan akan rusak jika ada penghapusan 7) Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan tanda tangan 8) Jika pencatatanbersambung pada halaman baru, tanda tangani dan tulis kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut

24

9) Jelaskan temuan pengkajian fisik dengan cukup terinci. Hindari penggunaan kata seperti sedikit dan banyak yang mempunyai tafsiran dan harus dijelaskan agar bisa dimengerti 10) Jelaskan apa yang terlihat, terdengar terasa dan tercium pada saat pengkajian 11) Jika klien tidak dapat memberikan informasi saat pengkajian awal cobah untuk mendapatkan informasi dari anggota keluarga atau teman dekat yang ada atau kalau tidak ada catat alasanya e. Model Dokumentasi Keperawatan Hutahean (2010), menyatakan model dokumentasi keperawatan merupakan model dokumentasi dimana data-data klien dimasukan dalam suatu format, catatan dan prosedur dengan tepat yang dapat memberikan gambaran perawatan secara lengkap dan akurat. Model dokumentasi keperawatan tersebut terdiri dari komponen yaitu sebagai perikut: 1) Model dokumentasi SOR (Source-oriented-record) Model dokumetasi SOR merupakan model dokumentasi yang berorientasi pada sumber. Model ini dapat diterapkan pada klien rawat inap, yang didalamnya terdapat catatan pasien yang ditulis oleh dokter, dan riwayat keperawatan yang ditulis oleh perawat. Namun demikian, secara umum catatan ini beisi pesan dari dokter. Catatan-catatan dalam model ini ditempatkan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola pendokumentasian.

25

Model dokumenatasi SOR terdiri dari lima komonen yaitu lembar penerimaan berisi biodata, lembar instruksi dokter, lembar riwayat medik atau penyakit, catatan perawat, serta catatan dan laporan khusus. Keuntungan model dokumetasi SOR: a) Menyajikan

data

yang

secara

berurutan

dan

mudah

diidentifikasi. b) Memudahkan perawat untuk secara bebas bagaiman informasi akan dicatat c) Format dapat menyederehanakan proses pencatatan masalah, kejadian, perubahan, intervensi, dan respon kien atau hasil Kekurangan model dokumentasi SOR a) Potensial terjadinya pengumpilan data yang terpisah karena tidak berdasarkan urutan waktu b) Kadang kadang mengalami kesulitan untuk mencari data sebelumnya tanpa harus mengulangpada awal pencatatan c) Memerluakan penkajian data dari beberapa sumber untuk menentukan masalah dan tindakan kepada klien d) Waktu pemberian asuhan memerlukan waktu yang sangat banyak e) Data yang berurutan mungkinmenyulitkan dalam interprestasi/ analisa f) perkembangan klien sulit dimonitor

26

2) Model dokumentasi POR (Problem Oriented record) Model dokumentasi POR (Problem Oriented record), merupakan model dokumentasi yang berorintasi pada masalah, namun model ini berpusat pada data klien yang didokumnetasikan dan disusun menurut masalah klien. Komponen-komponen model dokumentasi POR adalah a) Data dasar Data yang berisi semua informasi yang telah dikaji dari klien ketika pertama kali masuk rumah sakit. Data dasar mencakup pengkajian keperawatan, riwayat penykit/ kesehatan, pemeriksaan fisik, pengkajian alhi gizi, dan hasil laboratorium. Data dasar yang telah terkumpul selanjutnya digunakan sebagai sarana mengidentifikasi masalah klien. b) Daftar masalah Daftar masalah berisi tentang masalah yang telah teridentifikasi dari data dasar. Selanjutnya masalah disusun secara kronologis sesuai tanggal identifikasi masalah. Daftar masalah ditulis pertama kali oleh tenaga kesehatan yang pertama bertemu dengan klien atau orang yang diberi tanggung jawab. c) Daftar Awal Rencana Asuhan Rencana asuhan ditulis oleh tenaga yang menyusun daftar masalah. Dokter menulis instruksinya, sedang perawat menulis instruksi keperawatan atau rencana asuhan keperawatan.

27

Keuntungan model dokumentasi POR a) Fokus catatan asuhan masalah keperawatan lebih menekankan pada masalah klien dan proses penyelesain masalah dari pada tugas dokumentasi b) Pencatatan tentang kontiunitas dari asuhan keperawatan c) Evaluasi dan penyelesain masalah secara jelas dicatat d) Data disususn berdasarkan masalah yng spesifik e) Daftar masalah merupakan ceklis untuk diagnosis keperawatan dan untuk masalah klien f) Daftar masalah tersebut membantu mengingatkan perawat untuk suatu perhataan g) Data yang perlu diintervensi dijabarkan dalam rencana tindakan keperawatan Kerugian dokumentasi POR a) Kemungkinan adanya kesulitan jika daftar masalah belum dilakuakan tindakan atau timbulnya masalah yang baru b) Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus dalam daftar masalah c) SOAPIER dapat menimbulkan pengulangan yang tidak perlu, jika sering adanya target evaluasi dan tujuan perkembangan klien yang sangat lambat

28

d) Perawatan yang rutin mungkin diabaikan dalam pencatatan jika flowsheet untuk pencatatan tidak tersedia 3) Progress Oriented Record (catatan berorientasi pada perkembangan atau kemajuan) Tiga jenis catatan perkembangan adalah catatan perawat, flowsheet dan catatan pemulangan atau ringkasan rujukan ketiga jenis ini digunakan baik dalam sistem dokumentasi yang berorinetasi pada sumber maupun berorientasi pada masalah. Sebagian penjelasan sistem dokumemtasi ini telah diuraikan sebagai komponen baru pendokumentasian yang berorientasi pada masalah. a) Catatan Perawat` Catatan perawat harus ditulis setiap 24 jam, meliputi informasi tentang: (1) Pengkajian berbagai tenaga keperawatan tentang klien misalnya: warna kulit pucat atau merah, urin berwarna gelap atau keruh (2) Tindakan keperwatan yang bersifat mandiri seperti perwatan kulit, pendidikan kesehatan, melakukan kegiatan atas inisiatif perawat sendiri (3) Tindakan keperawatn bersifat pendelegasian misalnya memberi

obat

atau

tindakan

penangan

lain

diinstrusiakn oleh dokter (4) Evaluasi keberhasilan setiap tindakan keperawatan

yang

29

(5) Tindakan yang dilakukan oleh dokter tetapi mempengaruhi tindakan keperawatan (6) Kunjungan bergagai anggota tim kesehatan, misalnya konsultasi dokter, pekerjaan soasial atau pemuka agama. b) Lembar alur (flowsheet) Flowsheet memungkikan perawat untuk mencatat hasil observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu secara naratif. Termasuk data klinik klien tentang tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), berat badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan pemberian obat. Flowsheet yang biasanya dipakai adalah catatan klinik, catatan keseimbangan cairan dalam 24 jam, catatan pengobatan catatan harian tentang asuhan pengobatan. Flowsheet merupakan cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi. Selain itu tenaga kesehatan akan dengan muda mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang terdapat pada flowsheet. Oleh karena itu, flowsheet lebih sering digunakan di unit gawat darurat, terutama data fisiologis c) Catatan pemulangan dan ringkasan rujukan Pada catatan ini terutama diersiapkan ketika klien akan di pulangkan atau dipindahkan pada perawatan lainnya guna perawatn lanjutan. Penulisan dokumentasi pemulangan meliputi

30

masalah kesehatan yang masih aktif, pengobatan terakir, penanganan yang masih harus diteruskan, kebiasaan makan dan istirahat, kemampuan untuk asuhan mandiri, jaringan dukungan, pola atau gaya hidup dan agama. Pencatatan pemulangan klien ditujukan untuk tenaga kesehatan yang akan menerusakn home care dan juga informasi pada klien 4) Model dokumentasi CBE (crating by ekxpeetion) Model dokumentasi Crating by ekxpeetion adalah system dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif dari hasil atau penemuan yang penyimpan dari keadaan normal atau standar. Keuntungan CBE yaitu mengurangi penggunaan waktu untuk mencatat sehingga banyak waktu yang digunakan untuk asuhan langsung pada klien Model dokumentasi CBE mengitegrasikan dua komponen kunci yaitu: a) flowsheet yang berupa kesimpulan penemuan yang penting dan menjabarkan indikator penkajian dan penemuan termasuk instruksi dokter atau perawat grafik catatan pendidikan dan pencatat pemulangan klien. b) Dokumentasi

dilakukan

berdasarkan

standar

praktik

keperawatan, sehingga mengurangi pencatatan tentang hal rutin secara berulang kali. Oleh karena itu, standar harus cukup spesifik

dan

menguraikan

prakatik

keperawatan

yang

31

sebenarnya serta harus dilakukan oleh perawat di bangsal. Walaupun ada juga standar khusus yang disusun sesuai unit masing-masing 5) Model dokumenatasi PIE (problems intervention and evaluation ) Suatau pendekatan orientasi–proses pada dokumentasi dengan pendekatan pada proses keperawatan dan diagnosis keperawatan Penggunaan model dokumentasi PIE: a) Format PIE tepat digunakan untuk system pemberian asuhan keperawatn primer b) Pada keadaan klien yang akut, perawat primer dapat melaksanakan dan mencatat pengkajian waktu klien masuk dan pengkajian system tubuh dan di berikan tanda PIE setiap hari c) Setelah itu perawat associate (PA) akan melaksanakan tindakan sesuai yang telah direncanakan d) Karena PIE didasarkan pada proses keperawatan akan membantu menfasilitasi perbedaan antara pembelajaran di kls dan keadaan nyata pada tatanan praktik pendokumentasian sesunggunya. Karakteristik model dokumnetasi PIE a) Proses dokumentasi PIE dimulai pengkajian waktu klien masuk diikuti pelaksanaan pengajian system tubuh setiap pergatian jaga (8 jam)

32

b) Data masalah hanya dipergunakan untuk asuhan keperawatan klien jangka waktu yang lama dengan masalah yang kronis c) Intervensi yang dilaksanakan dan rutin dicatat dalam “flowseet” d) Catatan perkembangan digunakan untuk mencatat nomor intervensi keperwatan yang spesifik berhubungan dengan masalah yang spesifik. 6) FOCUS (process oriented system) Pencatatan FOCUS adalah suatu proses orientasi dan klien– focus. Hal ini digunakan proses keperawatan untuk mengorganisir dokumentasi asuhan. Jika menuliskan catatan perkembangan, format DAR (data / action / response ) dengan tiga kolom yaitu: a) Data: berisik tentang data subjektif dan objektif yang mendukung dokumentasi focus b) Merupakan tindakan keperawatan yang segera atau yang akan dilakukan berdasarkan pengkajian atau evaluasi keadaan klien c) Respon menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan medis atau keperawatan. Penggunaan Fokus dapat dipergunakan untuk menyususn fungsi DAR sebagai kunci dan pedoman terhadap kewajiban orientasi proses. f. Tahapan dokumentasi proses asuhan keperawatan Potter & Perry (2005), menjelaskan bahwa ada lima langkah proses keperawatan, yaitu:

33

1) Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh kerena itu, pengkajian yang benar, akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu. Sebagaimana yang telah ditemukan dalam standar praktek keperawatan dari American nursing association (ANA) (Nursalam, 2008). Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian dimulai dengan perawat menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang klien. Pengkajian komreshensif dilakukan dengan format data dasar yaitu konsep teori yang diterima secara luas. Pengkajian 11 pilah kesehatan fungsional menurut Gordon yang terdiri dari: a) Pola persepsi–manajemen kesehatan, yaitu menggambarkan penjelasan pribadi klien mengenai kesehatan dan kesejahteraan bagaiman klien mengelola kesehatannya serta pengetahuan tentang praktek pencegahan

34

b) Pola metabolisme-nutrisi, yaitu menggambarkan pola makan dan minum klien sehari hari atau dalam jangka seminggu (seperti pilihan makanan tertentu atau makan yang harus dihindari, diet tertentu, nafsu makan), berat badan, hilang atau bertambahnya berat badan c) Pola eliminasi, yaitu menggambarakan pola ekskresi (usus, kandung kemih, dan kulit) d) Pola aktivitas dan latihan, yaitu menggambarkan pola latihan, aktivitas, liburan dan rekreasi e) Pola istirahat-tidur, yaitu menggambarkan pola tidur, istirahat dan relaksasi f) Pola kongnitif-persepsi, yaitu menggambarkan pola konsep dan persepsi diri klien g) Pola persepsi diri-konsep diri, yaitu menggambarkan pola konsep dan persepsi diri klien h) Pola aturan-berhubungan yaitu menggambarkan pola klien yang berhubungan dengan ikatan atau hubungan. i) Pola seksual-reproduksi, yaitu menggambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual klien, pola reproduksi klien,masalah pre dan postmenopause j) Pola koping-toleransi terhadap stres, yaitu menggambarkan pola kopingb klien dalam menangani stress, sumber dukungan,

35

efektifitas pola koping yang klien miliki dalam menoleransi stres. k) Pola nilai kepercayaan, yaitu mengambarkan pola nilai dan kepercayaan (termasuk aktivitas keaagamaan), dan tujuan yang mempengaruhi pilihan dan keputusan klien. Data klien dapat diperoleh dari hasil pengkajian dan pendokumnetasian yang lengkap tentang kebutuhan pasien dapat meningkatkan kebutuhan efektifitas asuhan keperawatan yang diberikan, melalui hal hal berikut : a) Menggambarkan kebutuhan pasien untuk membuat diagnosis keperawatan dan mendapatkan prioritas yang akurat sehingga perawat juga dapat menggunakan waktunya dengan lebih efektif. b) Mefasilitasi perencanaan intervensi. c) Menggambarkan kebutuhan keluarga dan menunjukan dengan tepat faktor-faktor yang meningkatkan pemulihan pasien dan memperbaiki perencanaan pulang. d) Memenuhi obligasi profesional dengan mendokumentasikan informasi pengkajian yang bersifat penting. 2) Diagnosis keperawatan North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) menyatakan bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai proses individu (klien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan actual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi

36

keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenagan perawat. Semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data, di mana menurut NANDA diartikan sebagai defenisi karakteristik. Defenisis karakteristik tersebut dimana tanda dan gejala. Tanda adalah suatu yang dapat di observasi dan gejala adalah suatu yang di rasakan oleh klien (Nursalam, 2008) Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegahkan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan melibatkan proses berfikir kompeks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. Adapun tahapnya yaitu: a) Menganalisis dan menginterpretasi data b) Mengidentifikasi masalah klien c) Merumusakan diagnosa keperawatan d) Mendokumentasian asuhan keperawatan

37

a) Merumuskan diagnosa keperawatan Setelah

perawat

mengelompokan,

mengidentifikasi

danmemvalidasi data-data yang signifikan, maka tugas perawat selanjutnya adalah nenegahkan dignosa keperawatan. Diagnose keperawatan dapat bersifat actual, resiko, potensial, sejaterah, dan sindrom (1) Dignosa keperawatan aktual Menjelaskan masalah yang sedang terjadi saat ini dan harus sesuai dengan data – data klinik yang diperoleh. Syarat : diagnosis keperawatan actual yang di tegahkan harus mempunyai unsur PES symptom (S) harus memenuhi kriteria mayor (80 – 100 %) dan sebagai kriteria minor dari pedoman diagnosis NANDA. Menunjukan masalah yang terjadi saat perawat melakukan pangkajian data, memeriksa data, menentukan masalah yang ada dan memantau perkembangan diagnosis keperawatan kemudian intervensi keperawatan yang dapat direncanakan dan diajukan. (2) Diangnosis keperawatan resiko/ resiko tinggi Menjelaskan masalah kesehatan yang akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi keperawatan. Syarat : diagnosis keperawatan yang di tegahkan harus mempunyai unsur problem dan etylogi (PE). Penggunaan resiko” dan resiko

38

tinggi “tergantung dari tingkat keparahan atau kerentanan masalah Diagnosis keperawatan resiko ditunjukan pada tindakan pencegahan atau mengintensifkan masalah yang beresiko terjadi. (3) Diagnosis keperwatan potensial Potensial: data tambahan di perlukan untuk memastikan masalah keprawatan yang potensial. Pada keadaan ini data penunjang dan masalah belum ditemukan tapi sudah ada faktor yang menimbulkan masalah. Syarat: diagnosis keperawatan potensial yang ditegahkan harus mempunyai unsur

respons

(problem)

dan

faktor

yang

dapat

menimbulakan masalah tetapi belum ditemukan Menunjukn

situasi

potensial

yang

ditekankan

pada

pengamatan dan pemantauan. (4) Diagnosis sejahtera Menunjukan kepetusan klinik tentang status kesehatan klien, kelurga dan masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi. (5) Dignosis sindrom Menunjukan beberapa diagnosis keperwatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan akan muncul kareana suatu kejadian atau situasi tertentu.

39

b) Syarat menegakan diangnosa keperawatan (1) Jelas dan muda dimengerti (2) Merupakan respon dari pasien dari pasien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi (3) Berorientasi kepada pasien (4) Spesifik dan akurat (5) Dapat diatasi oleh interfensi keperawatan c) Komponen diagnosis keperawatan (1) Problem Pernyataan singkat tentang masalah actual atau resiko yang merupakan

respon

dari

gangguan

kesehatan

yang

berhubungan dengan kebutuhan pelayanan keperawatan (2) Etiologi (a) Pernyataan tentang kemungkinan faktor penyebab yang dapat merubah dan mempengaruhi status kesehatan tau perkembangan (fisiolgi, psikologi, sosial, spiritual dan lingkungan) (b) Merupakan pedoman untuk merumuskan intervensi (c) Unsur etiologi terdiri P (patofisio) masalah dari proses penyakit S (situasionakl) masalah interaksi M (Medication) masalah pengobatan M (Maturational) masalah perkembangan

40

(3) Sign dan symptom (4) Data subjektif dan data objektif yang merupakan respon pasien yang siknifikan untuk merumuskan keperawatan yang aktual. Rumus penulisan keperwatan yang mencakup problem, etiology, sign/symptom ditetapkan sebagai berikut Masalah ( Problem ) + Penyebab ( Etiology ) + Gejala (symptom/sign)

Metode diagnosa keperawatan meliputi (Hutahean 2010). (a) Tuliskan masalah/ problem pasien atau perubahan staus kesehatan pasien. (b) Masalah yang dialami klien didahului adanya penyebab dan keduanya dihubungkan dengan kata “sehubungan dengan atau berhubungan dengan. (c) Setelah masalah (problem ) dan penyebab (etolologi), kemudian dikuti dengan kata “ditandai dengan”. (d) Tulis istilah atau kata kata yang umum digunakan (e) Gunakan kata kata yang tidak memvonis. d) Petunjuk penulisan diagnosis keperawatan (1) Memakai PIE atau PES (prombel, sign/symptom) untuk format diagnosis keperawatan acktual, kecuali jika perawat yang berbeda mengabil tindakan segera.

41

(2) Catat diagonosis keperawatan potensial dalam sebua problem/ format etiologi. (3) Memakai istilah yang sama dengan diagnosis keperawatan yang telah distandarkan oleh NANDA. Merujuk pada daftar yang dapat diterima, bentuk diagnosis keperawatan untuk catatan standar dalam saku atau ringkasan. (4) Memakai penulisan pernyataan diagnosis dengan mengubah redaksinya sasuai dengan penulisan diagnosis keperawatan yang telah distandarkan. (5) Pastikan defenisi karakteristik telah di dokumentasikan pada bagian pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan (6) Pernyatan awal dalam perencanaan keperawatan ditulis pada daftar masalah dan didokumentasikan dalam catatan perawat (7) Hubungkan tiap-tiap diagnosis keperawatan bila saling merujuk

dan

memberikan

laporan

perubahan

atau

perkembangan. (8) Setiap pergantian dinas perawat, gunakan diagnosis keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian, intervensi dan evaluasi. (9) Catat bahan perawatan adalah dasar untuk pertimbangan dari langkah-langkah prsoses keperawatan

42

(10) Pendokumentasian semua diagnosis keperawatan harus menrefleksikan dimensi dalam masalah yang beroroentasi pada system pendokumentasian perawat. (11) Suatu agenda atau catatan mungkin diperlukan untuk membuat

diagnosis

keperawatan

dan

system

pendokumentasian yang relevan e) Menyususun Kriteria hasil Kriteria hasil (outcomes) untuk diagnosis keperawatan mewakili status kesehatan klien yang dapat diubah atau dipertahankan melalui rencana asuahan keperawatan mandiri, sehingga dapat dibedakan antara diagnosis keperawatan dan masalah masalah kolaboratif. Pedoman penyusunan kriteria hasil yaitu (1) Berfokus pada klien (2) Singkat dan jelas (3) Dapat diobservasi dan diukur (4) Mempunyai batas waktu (5) Realistis (6) Ditentukan oleh perawat dan klien 3) Perencanaan Perencanaan adalah kategori dan perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan

43

ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut yaitu: a) Mengidentifikasi tujuan klien berdasarkan SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Realistic and Time ) (1) Dapat diamati, yaitu mengamati perubahan yang terjadi pada status kesehatan klien. (2) Dapat diukur, yaitu tujuan dan hasil yang diharapkan yang akan menjadi standar dalam pengukuran respon klien terhadap tindakan keperawatan. (3) Batas waktu, yaitu untuk menunjukan akuntabilitas dalam penyamapaian dan manejemen asuhan keperawatan. (4) Faktor mutual, yaitu hasil yang diharapkan oleh klien dan perawat memiliki kesepakatan tentang arah dan batas waktu pelayanan (5) Realitas, yaitu menetapkan tujuan dan hasil yang dapat dicapai oleh klien. b) Menetapkan hasil yang diperkirakan c) Memilih tindakan keperawatan d) Mendelegasikan tindakan e) Menuliskan rencana asuhan keperawatan

44

4) Imlementasi Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan diamana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkiranakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Tahapannya yaitu : a) Mengkaji kembali klien/pasien b) Menelaah dan memodofikasi rencana perawatan yang sudah ada c) Melakukan tindakan keperawatan 5) Evaluasi Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Adapun tahapannya, yaitu : a) Membandingkan repon klien dengan kriteria. b) Menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi. c) Memodifikasi rencana asuahan. d)

Syarat dokumentasi keperawatan. Menurut (Hidayat (2007) dalam Fajri 2011), syarat

dokumentasi keperawatan adalah : a) Kesederhanaan Penggunaan kata kata yang sedehana, mudah dibaca, mudah dimengerti, dan mengidadih istilah yang sulit dipahami. b) Keakuratan

45

Data yang diperoleh harus benar benar akurat berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan. c) Kesabaran Gunakan kesabaran dalam mebuat dokumentasi keperawatan dengan melungkan waktu untuk memeriksa kebenaran terhadap data pasien yang telah atau sedang diperiksa. d) Ketepatan Ketepatan dalam pendokumentasian merupakan syarat yang mutlak e) Kelengakapan Pencatatan terhadap semua pelayanan yang diberikan tanggapan perawat atau klien. f) Kejelasan dan keobjektifan g) Dokumentasi

keperawatan

memerlukan

kejelasan

dan

keobjektifan dari data-data yang adabukan merupakan data fiktif dan samar yang dapat menimbulkan kerancuan h) Model dokumentasi kepeerawatan Untuk memahami dokumentasi keperawatan diperlukan tiga kopmonen model dokumentasi yang saling berhubungan satu sama lain

antara

lain:

ketrampilan

berkomunikasi,

ketrampilan

mendokumentasikan, dan standar dokumentasi. Tigak komponen tersebut mempengaruhi efektifitas efesiensi dokumentasi yang

46

bermanfaat dalam memperoleh data yang relevan dan meningkatkan kulaitas pendokumentasian kepeerawatan. 1) Ketrampilan berkomunikasi Menurut Hutahean (2010) ketrampilan dalam berkomunikasi dalam model ini adalah ketrampilan berkomunikasi secara tertulis. Dalam hal ini diperlukan adanya ketrampilan perawat dalam mencatat informasi- informasi yang berhubungan dengan perwatan klien secara jelas dan mudah dimengerti. Informasi yang dicatat parawat harus lengkap dan akurat sehingga dapat diinteprestasikan secara tepat oleh orang lain. 2) Ketrampilan dalam mendokumentasikan Ketrampilan dokumentasikan dalam model ini adalah ketrampilan perawat dalam mendokumentasikan harus dilakukan dengan efektif (Nursalam 2011), yaitu : a) Menggunakan standar terminologi (proses keperawatan harus dicatat dari awal pngkajian sampai pada evaluasi ) b) Mengumpulkan

data

dan

mendokumentasikan

yang

bermanfaat dan relefan sesuai dengan prosesdur dalam pencatatan permanen meliputi: (1) Data yang masuk ditulisakan pada lembar pengkajian klien pada waktu yang khusus atau sewaktu waktu (2) Data meliputi observasi keadaan fisik atau emosional klein, keputusan keperwatan dan dan kegiatan klien dan

47

juga hasil hasil pemeriksaan lain yang dilakukan pada klien. c) Menegakan diagnosa keperawatan berdasarkan klasifikasi dan analisa data yang akurat. d) Menulis

dan

mendokumentasikan

rencana

asuhan

keperawatan sebagai bagian dari catatan yang permanen. e) Mendokmentasikan hasil obsevasi secara akurat, lengkap, dan sesuai urutan waktu. f) Mendokumentasikan efaluasi sesuai urutanwaktunya yang meliputi selama dirawat, dirujuk, pulang, atau perubahan keadaan klien .. g) Merevisi rencana asuhan keperawatan berdasarkan hasil yang diarapkan klien. 3) Standar dokumentasi Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kulitas dan kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu, sehingga memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas dokumentasi keperawatan.

Dokumentasi

haru

mengikuti

standar

yang

ditetapkan untuk mempertahankan akreditasi, untuk mengurangi pertanggungjawaban,

dan

untuk

menyesuaikan

pelayanan keperawatan (Potter & Perry, 2005).

kebutuhan

48

Nursalam (2008) menyebutkan instrumen studi dokumentasi penerapan

standar asuhan keperawatan di RS menggunakan

instrumen A dari Depkes (2005) melipuiti : a) Standar I : Pengkjian Keperawatan (1) Mencatatat Data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian (2) Data dikelompokan (bio-psiko-sosio-spiritual) (3) Data dikaji sejak pasien masuk samapi pulang (4) Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan b) Stndar II : Diagnosa keperawatan (1) Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. (2) Diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES. (3) Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/resiko c) Standar III : Perencanaan keperawatan (1) Berdasarkan diagnosa keperawatan. (2) Disususun menurut urutan prioritas. (3) Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subjek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria (4) Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan jelas atau melibatkan pasien/keluarga.

49

(5) Rencana

tindakan

menggambarkan

keterlibatan

pasien/keluarga. (6) Rencana tindakan menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain. d) Standar IV : Implementasi/Tindakan keperawatan. (1) Tindakan

dilaksanakan

mengacu

pada

rencana

keperawatan. (2) Perawat mengobsevasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan. (3) Revisitindakan berdasar evaluasi. (4) Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat dengan dingkas dan jelas. e) Standar V : Evaluasi keperawatan (1) Evaluasi mengacu pada tujuan (2) Hasil evaluasi dicatat f) Standar VI : Dokumentasi asuhan keperawatan (1) Menulis pada format yang baku. (2) Pencatatan dilakukan sesuai tindakan yang dilaksanakan (3) Perencanaan ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang baku dan benar (4) Setiap melaksanakan tindakan, perawat mencantumkan paraf/nama jelas, tanggal dilaksanakan tindakan.

50

(5) Dokumentasi keperawatan tersimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g. Prinsip Prinsip Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Potter dan Perry (1989) dalam notoatmodjo (2007) memberikan panduan sebagai petunjuk cara pendokumentasian dengan benar, yaitu: 1) Jangan menghapus menggunakan tipe – X atau mencoret tulisan yang salah ketika mencatat, cara yang benar dengan menggunakan garis pda tulisan yang salah, kata yang salah lalu diparaf kemudian tulis catatan dengan benar. 2) Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien maupun tenaga kesehatan lain, karena bisa menunjukan perilaku yang tidak professional atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu. 3) Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis diikuti kesalahan tindakan 4) Catatat hanya fakta, catatan harus akurat dan reiable pastikan apa yang dituliskan adalah fakta, jangan bersekulasi atau menulispikiran saja. 5) Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan perawat, karena orang lain dapat menambahlan informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong tadi 6) Semua catatan harus bisa dibaca, ditulis dengan tinta dan menggunakan bahasa yang luas.

51

7) Jika perawat menanyakan suatu intruksi, catat bahwa perawat sedang mengklarifikasi karena jika perawat melakukan tindakan diluar batas kewenangnya dapat dituntut. 8) Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas informasi ditulisnya. 9) Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum (kurang spesifik) karena informasi yang spesifiktentang kondisi klien atas kasus bisa secara tidak sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu umum. h. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Menurut hidayat (2007) faktor faktor yang mempengarui dekomentasi keperwatan adalah 1) Sikap Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap obyek. Sikap adalah bagaimana pendapat atau penilaian orang atau responden terhadapa hal yang berkaitan dengan kesehatan, sehat – sakit dan factor risiko kesehatan. Misalnya bagaimana pendapat atau penilaian responden terhadap penyakit demam berdarah, anak dengan gizi buruk, tentang lingkungan, tentang gizi makanan dan seterusnya (Notoatmodjo, 2010) Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

52

a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) Notoatmodjo (2010) menyatkan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain. 2) Pendidikan perawat Pendidikan tinggi keperawatan menimbulkan perubahan yang berarti terhadap cara perawat mwmandang asuhan keperawatan secara bertahap beralih dari yang semula beorientasi pada tujuan, yang

berfokus

menggunakan

pada proses

asuhan

keperwatan

keperwatan

dan

efektif

dengan

pendekatan

holisti.

Pendidikan keperwatan menghasilkan perawat yang berkemampuan professional, teknikal, dan sesuai dengan standard an kode etis profesi, serta dapat menjadi contoh peran bagi perawat lain (Nursalam, 2012). 3) Masa kerja perawat

53

Masa kerja berhubungan dengan adaptasi lingkungan kerja yang akan berakibat dalam pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan kebijakan kebijakan dari institusi terikat. Masa kerja yang belum lama akan mempengaruhi kinerja seorang perawat dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperwatan. Hal tersebut dikarenakan masa kerja yang belum lama memerlukan adaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan kerja dan kebijakan kebijakan yang dibuat oleh pihak rumah sakit dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperwatan. 4) Pengetahuan Perawat Perawat tujuan asuhan keperwatan adalah mengidentifikasi masalah pasien, apakah keadan pasien sehat atau sakit. Proses keperwatan, sebagai salah satu pendekatan utama dalam pemberian asuhan keperwatan, pada dasarnya suatu proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah. Setelah penerapan proses keperwatan, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan tentang konsep dan teori sebagai dasar interaksi dalam mengartikan suatu informasi yang diterima serta dalam menjalin komunikasi yang efektif (Nursalam, 2007) 5) Status kepegawaian perawat Dalam melaksanakan tugasnya, seorang perawat berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, menghormati hak pasien, maka pelaksanaan standar asuhan keperwatan mempunyai dasar hokum,

54

seperti yang tertera pada pasal 53 ayat 2 dan 4 UU Kesehatan No. 23 tahun 1992. Seorang perawat dengan status kepegawaian adalah pegawai negeri mempunyai hak dan kewajiban serta keterikatan dengan undang undang kepegawaian, maka dengan hal tersebut menyebabkan seseorang perwata melksanakan dokumentasi asuhan keperwatan sesuai dengan standar asuhan keperwatan yang disususn oleh Tim Departemen Kesehatan RI. 6) Motivasi Penampilan kerja adalah akibat adanya interaksi antara dua variabel, yaitu kemampuan melaksanakan tugas dan motivasi. Kemampuan melaksanakan tugas merupakan unsur utama dalam menilai kinerja sesorang. Namun, tugas tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan oleh suatu dengan baik, maka dia akan mendapatkan kupuasan terhadap hasil yang dicapai dan tantangan selama proses pelaksanaan. Kepuasan tersebut dapat tercipta dengan strategi.

55 Proses terjadinya pengetahuan

B. Kerangka Teori

Faktor–faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1. Tingkat pendidikan 2. Lingkungan 3. Informasi 4. Sosial, budaya dan ekonomi. 5. Pengalaman 6. Usia

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Faktor yang mempengaruhi dokumentasi Sikap Pendidikan perawat Masa kerja perwat Pengetahun perwat Status kepegawaian perwat Motivasi

1. 2. 3. 4. 5.

Awareness nterest Evaluation Trial Adaption

Tingkat pengetahuan perawat

Tingkat pengetahuan

Komponen tingkat pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan 1. Standar I Pengkajian Keperawatan 2. Standar II Diagnosa Keperawatan 3. Standar III Perencanaan Keperawatan 4. Standar IV Implementasi Keperawatan 5. Standar V Evaluasi Keperawatan 6. Standar VI Catatan Asuhan Keperawatan

Sikap pendokumentasi keperawatan

1. Tahu (Know) 2. Memahami (Comperehension) 3. Aplikasi (Application) 4. Analisis (Analysis) 5. Sintesis (Shynthesis) 6. Evaluasi (Evaluation)

asuhan

Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber: Notoatmodjo (2010), Hidyat (2007), Nursalam (2012), Standar asuhan keperawatan menurut Depkes (2005)

56

C. Kerangka konsep Sikap pendokumentasi keperawatan

Tingkat pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan

Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat: 1) Tingkat pendidikan 2) Lingkungan 3) Informasi 4) Sosial, budaya dan ekonomi. 5) Pengalaman 6) Usia

asuhan

Faktor yang mempengaruhi dokumentasi: 1) Sikap 2) Pendidikan perawat 3) Masa kerja perawat 4) Pengetahun perawat 5) Status kepegawaian perawat 6) Motivasi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Arah hubungan

57

D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan dengan sikap pendokumentasi asuhan keperawatan di RSUD Wonosari.

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44
Bab Ii
October 2019 82

More Documents from "Mohamad Shodikin"