BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Sectio Caesarea Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan cara membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Amru Sofian, 2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. (Mochtar, 2012) Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. (Sarwono, 2009)
2.2 Etiologi Menurut (Saifuddin, 2002) Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut: 1) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion ) Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
7
8
2) PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi
dan
eklamsi
merupakan
kesatuan
penyakit
yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. 3) KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu. 4) Bayi Kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. 5) Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. 6) Kelainan Letak Janin A. Kelainan pada letak kepala
9
1. Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul. 2. Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3. Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. B. Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki . 2.3 Patofisiologi SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat janin di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia
jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
kurang
pengetahuan.
Akibat
produk oksitosin yang tidak
10
adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. yang mengakibatkan gangguan rasa
Nyeri adalah salah utama karena insisi
nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu, anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnue yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Winkjosastro, 2007) 2.4 Manifestasi Klinis Menurut Doengeus (2011) manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea, antara lain: a) Nyeri akibat luka pembedahan b) Adanya luka insisi pada bagian abdomen c) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak diumbilikus d) Aliran lochea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lochea tidak keluar banyak)
11
e) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan sekitar 600-800 ml f)
Perubahan
emosional
dengan
mengekspresikan
ketidakmampuan
menghadapi situasi baru g) Biasanya terpasang kateter
2.5 Penatalaksanaan Penatalakanaan
yang
diberikan
pada
pasien
Post
SC
menurut
(Prawirohardjo, 2007) diantaranya: 1.
Penatalaksanaan secara medis a) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol. b) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat. c) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan. d) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
2.
Penatalaksanaan secara keperawatan a) Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi: 1.
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-8 jam setelah operasi
2.
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
3.
Hari pertama post operasi, penderita di dudukan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskan.
4.
Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
12
5.
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri dan pada hari ke 3 pasca operasi pasien bisa dipulangkan.
b) Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada
penderita,
menghalangi
involusi
uterus
dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. c) Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti balutannya. d) Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah kaji tanda-tanda vital seperti: suhu, tekanan darah, nadi dan pernafasan. e) Perawatan payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak
menyusui,
pemasangan
perekatan
yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
2.6 Pemeriksaan Penunjang a) Hemoglobin dan hematokrit (HB/HT) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. b) Leukosit untuk mengidentifikasi adanya infeksi bila hasil >15000/ul
13
c) Tes golongan darah, lama perdarahan dan waktu pembekuan darah d) Urinalisasi / kultur urine e) Pemeriksaan elektrolit
2.7 Konsep Proses Laktasi 2.7.1
Pengertian Produksi ASI Proses laktasi atau menyusui adalah proses pembentukan ASI yang melibatkan hormon prolaktin dan hormon oksitosin. Hormon prolaktin selama kehamilan akan meningkat, akan tetapi ASI belum keluar karena masih terhambat hormon esterogen yang tinggi. Dan pada saat melahirkan, hormon esterogen dan progesteron akan menurun dan hormon prolaktin akan lebih dominan sehingga terjadi sekresi ASI ( Rini Y.A, 2014) Laktasi adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. (Bobak, 2012) Menyusui adalah proses yang alami dan bayi menghisap secara alamiah, akan tetapi bisa timbul kesulitan pada awalnya karena itu diperlukan cara menyusui yang baik dan benar yaitu suatu cara atau metode yang diterapkan dalam pemberian ASI dari ibu ke bayi yang dilakukan dengan baik dan benar. Dengan menyusui sendiri bayi anda telah menjalin hubungan yang sangat penting antar ibu dan bayi (Syafrudin, 2011: 105)
2.7.2
Fisiologi Laktasi Menurut (Rini Y.A, 2014) dalam pemberian ASI terdapat 2 refleks yang berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu, antara lain: a.
Reflek Prolaktin
14
Pada saat akhir kehamilan, hormon prolaktin berperan untuk pembentukan kolostrum, akan tetapi jumlah kolostrum terbatas karena aktivitas hormon prolaktin terhambat oleh hormon estrogen dan hormon progesteron yang kadarnya masih tinggi. Tetapi setelah melahirkan dan lepasnya plasenta maka hormon estrogen dan hormon progesteron akan berkurang. Selain itu dengan isapan bayi dapat merangsang puting susu dan kalang payudara, yang akan merangsang ujug-ujung saraf sensori yang mempunyai fungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis, sehingga
hipotalamus
akan
menekan
pengeluaran
yang
menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya pun begitu. Hormon prolaktin yang akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat susu. b.
Reflek oksitosin / aliran (Let Down) Rangsangan yang berasal dari isapan bayi dan akan dilanjutkan ke hipofisis posterior yang kemudian akan mengeluarkan hormon oksitosin. Melalui aliran darah hormon ini akan dibawa ke uterus yang akan menimbulkan kontrasi pada uterus sehingga dapat terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi yang terjadi akan merangsang diperasnya air susu yang telah diproses dan akan dikeluarkan oleh alveoli kemudian masuk ke sistem duktus dan dialirkan melalui duktus laktiferus dan kemudian masuk pada mulut bayi.
2.7.3
Hormon - hormon pembentuk ASI A. Progesteron Hormon progesteron ini memengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan estrogen akan menurun sesaat
15
setelah melahirkan. Hal ini dapat mempengaruhi produksi ASI secara berlebih. B. Estrogen Hormon estrogen ini menstimulasi saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen akan menurun saat melahirkan dan akan tetap rendah untuk beberapa bulan selama masih menyusui. Karena itu, dianjurkan ibu menyusui untuk menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen karena akan menghambat produksi ASI nya. C. Prolaktin Hormon prolaktin ini berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan. Dalam fisiologi laktasi, hormon prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh glandula pituitary. Hormon
ini
memiliki
peranan penting untuk
memproduksi ASI. Kadar hormon ini meningkat selama kehamilan. D. Oksitosin Hormon oksitosin berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan
setelah melahirkan, seperti
halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu.
Oksitosin
berperan
dalam
proses
turunnya susu let-down / milk ejection reflex. E. Human placental lactogen (HPL) Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan bulan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI.
16
2.7.4
Proses Pembentukkan Laktogen 1) Laktogenesis I Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI setelah melahirkan nanti. 2) Laktogenesis II Saat melahirkan keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan human placental lactogen (HPL) secara tiba-tiba, tetapi hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II. Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
3) Laktogenesis III Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika
17
produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak
pula.
payudara
di
Penelitian kosongkan
berkesimpulan secara
bahwa
menyeluruh
apabila
juga
meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan demikian,
akan
produksi
ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan. 2.7.5
Masalah dalam pemberian ASI a.
Payudara bengkak Bedakan antara payudara penuh karena berisi ASI dengan payudara bengkak. Pada payudara penuh rasa berat pada payudara, terasa panas dan keras. Bila diperiksa ASI keluar dan tidak ada demam. Pada payudara bengkak, payudara udem, terasa sakit, puting kencang, kulit mengkilat walau tidak merah dan bila diperiksa/isap ASI tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam. Hal ini terjadi karena
antara lain produksi ASI
meningkat, terlambat menyusukan dini, perlekatan kurang baik, mungkin kurang sering ASI dikeluarkan dan mungkin juga ada pembatasan waktu menyusui. b.
Puting susu nyeri dan lecet Putting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan puting menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh trush (candidates) atau dermatitis.
c.
Kelainan pada puting susu (puting tenggelam/datar) Pada puting susu yang mengalami kelainan dapat diatasi dengan perawatan payudara dan perasat Hoffman secara teratur. Jika
18
hanya salah satu puting yang tenggelam maka masih dapat menyusui diputing yang satunya.
d.
Saluran susu tersumbat Suatu keadaan dimana terdapat sumbatan pada duktus lakteferus, dengan penyebabnya adalah : 1) Tekanan jari ibu pada waktu menyusui 2) Pemakaian BH yang terlalu ketat 3) Komplikasi payudara bengkak karena susu terkumpul tidak segera dikeluarkan sehingga menimbulkan sumbatan.
e.
Abses payudara Merupakan kelanjutan dari mastitis, hal ini dikarenakan meluasnya peradangan payudara. Benjolan yang terbentuk dipayudara itu dikarenakan terkumpulnya nanah dan terasa nyeri.
f.
Bayi bingung puting Istilah bingung puting dipakai untuk menggambarkan keadaan bayi yang mengalami kebingungan (nipple confusion) karena telah diberi susu formula dalam botol namun juga menyusu pada ibu secara bergantian. Mekanisme menyusu dan minum dari botol sangat berlainan, untuk menyusui bayi memerlukan usuha yang lebih dari minum susu dari botol.
2.7.6
Teknik Menyusui yang Benar Teknik menyusui yang benar adalah proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai keterampilan menyusui
19
agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat. (Roesli U, 2013)
Teknik menyusui yang benar adalah kegiatan yang menyenangkan bagi ibu sekaligus memberikan manfaat yang
tidak terhingga pada
anak dengan cara yang benar. (Yukiarti, 2010)
Teknik menyusui merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI dimana bila teknik menyusui tidak benar, dapat menyebabkan puting lecet sehingga menjadikan ibu enggan menyusuidan bayi jarang menyusu. Sering kali para ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat ASI dan teknik menyusui yang benar. (Roesli 2005 & Angsuko 2009) Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan teknik menyusui yang benar, meliputi: 1) Macam-macam Posisi Menyusui yang benar
Gambar 2.1 Sumber: DuniaBidan.com Posisi menyusui harus senyaman mungkin, posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta
posisi mulut
20
bayi dan payudara ibu (perlekatan/attachment). posisi badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk, posisi berdiri, posisi tidur terlentang atau posisi tidur miring. (Roesli U, 2013) a.
Posisi menimang (cradle position) Posisi yang mungkin lazim kita jumpai, penting sebagai catatan untuk meletakan tengkuk bayi dan menyangga badan dengan bagian tengah lengan kita dan bukan didekat lipatan tanagn, karena jika meletakan dilipatan tangan, sering kali bayi terpaksa menundukan kepalanya untuk menyusu dipayudara dan mendongak.
b.
Posisi menggendong silang (cross cradle hold) Posisi ini cocok dilakukan bagi bayi yang baru lahir dan belum terlalu besar karena tangan ibu menyilang perlu menahan sebagian besar badan bayi. Untuk itu ibu bisa dibantu dengan meletakan bantal dibawah tangan dan badan bayi
c.
Posisi berbaring menyamping (side lying position) Posisi ini baik dilakukan bagi ibu-ibu yang baru melahirkan dan masih kelelahan, juga bisa dilakukan ketika malam hari jika ibu menyusui bayinya sambil tiduran. Posisikan bayi menghadap payudara, tubuh sejajar, hidung kearah puting ibu.
d.
Posisi mengampit (football/clutch/underarm hold) Posisi ini efektif untuk menghindari penekanan pada luka operasi caesar. Ibu duduk tegak dan ia menggendong dari samping, menyelipkan tubuh bayi kebawah lengan (mengapit bayi) dengan kaki bayi mengarah kepunggung ibu. (Pollard Maria, 2015)
e.
Posisi semu duduk (laid back position) Ibu duduk santai bersandar pada punggung beralaskan bantal, susui bayi dengan posisi bayi tengkurap diatas perut ibu. Untuk ibu
21
yang melahirkan caesar, susui bayi dengan posisi bayi tengkurap diatas bahu ibu, kepala bayi menghadap kebawah diatas payudara sedangkan kaki bayi diatas bahu ibu.
Gambar 2.2 Sumber: Kumparan (Wahyuni. S) 2) Perlekatan Menyusui (Latch On)
Gambar 2.3 Sumber: Dian Husada, 2013 Saat menyusui bayi harus disanggah, sehingga kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada
bahu
puting,tunggu
dan
leher).
sampai
sentuh
mulut
bibir
terbuka
bawah lebar
bayi
dan
dengan
secepatnya
dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi). arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan kemulut bayi dengan cara menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu
sebanyak
mungkin
ke
mulut
bayi
22
sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibanding areola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada payudara dan puting susu terlipat dibawah bibir atas bayi. (Roesli U, 2013) 3) Teknik Melepas Hisapan Bayi
Gambar 2.4 Sumber: Dian Husada, 2013 Setelah selesai menyusui pada satu payudara lalu sebaiknya lepaskan hisapan dan mengganti menyusui pada payudara yang satunya. Dengan cara : a.
Masukkan jari kelingking ibu yang bersih kesudut mulut bayi
b.
Menekan dagu bayi kebawah
c.
Dengan menutup lubang hidung bayi agar mulutnya membuka. (Elisabeth, 2011)
4) Cara Menyendawakan Bayi Setelah Minum ASI
23
Gambar 2.5 Sumber: DuniaBidan.com Setelah bayi melepaskan hisapannya, sendawakan bayi sebelum menyusukan dengan payudara yang satunya dengan cara : a.
Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu/ pundak ibu, kemudian punggungnya ditepuk perlahan- lahan sampai bayi bersendawa.
b.
Bayi diposisi kan setengah duduk dipangkuan ibu, dada dan kepala menjorok ke depan. Sangga leher lalu tepuk-tepuk perlahan. Si kecil pun akan sendawa.
c.
Dengan cara menelengkupkan bayi diatas pangkuan ibu, lalu usap–usap
punggung
bayi
sampai
bayi
bersendawa.
(Kristiyanasari, 2008). 5) Langkah-langkah Menyusui yang Benar a.
Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI, dan oleskan disekitar puting, lalu duduk dan berbaring dengan santai.
b.
Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja tetapi kepala dan tubuh bayi lurus. Lalu hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu. Dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyentuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
24
c.
Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak dibawah puting susu.
d.
Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar dan bibir bawah bayi membuka lebar.
e.
Ketika anak sudah merasa kenyang, ibu bisa menyopot puting dengan cara memasukkan jari kelingking ke dalam mulut bayi lalu arahkan puting kearah luar. Kemudian ibu dapat menyendawakan bayi agar anak bisa tidur dengan pulas. (Adinda Vita S, 2018)
6) Cara pengamatan teknik menyusui yang benar antara lain : 1. Bayi tampak tenang 2. Badan bayi menempel pada perut ibu 3. Mulut bayi terbuka lebar 4. Dagu bayi menempel pada payudara ibu 5. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk 6. Hidung bayi mendekati dan terkadang menyentuh payudara ibu 7. Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak hanya puting saja) 8. Lidah bayi menopang puting dan areola bagian bawah 9. Bibir bawah bayi melengkung keluar 10. Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
2.7.7
Lama dan Frekuensi Menyusui
25
Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwalkan sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan disetiap saat bayi membutuhkan karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayi nya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (BAK, kepanasan / kedinginan atau sekedar ingin di dekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayi nya (Dewi, V.N.L, 2011). Pada awalnya bayi tidak memiliki pola yang teratur dalam menyusui dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian. Awalnya bayi menyusu sangat sering, namun pada usia 2 minggu frekuensi menyusui akan berkurang. Bayi sebaiknya disusui sesering dan selama bayi menginginka nnya bahkan pada malam hari. Menyusui pada malam hari membantu mempertahan kan suplai ASI karena hormon prolaktin dikeluarkan terutama pada malam hari. (Roesli U, 2013)
Lamanya menyusui berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi menyusu selama 5-15 menit, dengan frekuensi 8 kali dalam sehari walaupun terkadang lebih. Bayi dapat mengukur sendiri kebutuhannya. Bila proses menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah. Pada hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram), proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar, sebaiknya bayi menyusui pada satu payudara sampai selesai baru kemudian bila bayi masih menginginkannya dapat diberikan pada payudara yang satu lagi sehingga kedua payudara mendapat stimulasi yang sama untuk menghasilkan ASI. Bayi yang puas menyusu akan melepaskan payudara ibu dengan sendirinya, ibu tidak perlu menghentikannya. (Roesli U, 2013)
2.7.8
Jumlah produksi ASI
26
Air susu ibu (ASI) yang diproduksi setelah melahirkan pada hari pertama adalah berupa kolostrum dengan volume 10-100 cc, dan pada hari ke-2 sampai hari ke-4 akan meningkat dengan volume sekitar 150-300 ml/24jam. Produksi ASI setelah 10 hari dan seterusnya sampai bayi berusia 3 bulan disebut dengan ASI matur. ASI dapat berproduksi sekitar 300-800ml/hari, dan ASI akan terus meningkat pada hari atau minggu seterusnya. (Rini Y.A, 2014)
2.7.9
Manfaat Air Susu Ibu (ASI) Pemberian ASI sangat bermanfaat bagi bayi, khususnya pemberian ASI secara eksklusif, ASI eksklusif merupakan pemberian minum ASI secara murni yaitu bayi hanya diberikan ASI saja tanpa ada makanan atau minuman tambahan selama 6 bulan penuh. Manfaat pemberian ASI bagi ibu dan bayi sebagai berikut : a) Manfaat ASI bagi Bayi 1.
ASI sebagai nutrisi karena mempunyai komposisi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi yang dilahirkan
2.
Jumlah kalori yang terdapat dalam ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai usia bayi enam bulan
3.
ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena dalam ASI terdapat zat pelindung atau antibody yang dapat melindungi dari kuman maupun bakteri penyakit
4.
ASI
dapat
meningkatkan
kecerdasan,
mempengaruhi
perkembangan psikomotorik lebih cepat yang dapat pula dipengaruhi dari faktor genetik dan faktor lingkungan 5.
Pemberian ASI dapat mempengaruhi ikatan batin antara ibu dan bayi, serta dapat pula mengurangi caries pada gigi akibat kadar laktosa yang sesuai kebutuhan bayi. (Rini Y. A. 2014) dan (Utami Roesli, 2000)
b) Manfaat ASI bagi Ibu
27
1.
Mencegah perdarahan setelah melahirkan
2.
Mempercepat involusi uterus
3.
Mengurangi resiko anemia
4.
Mencegah terjadinya kanker payudara dan kanker ovarium
5.
Dapat menimbulkan ikatan batin antara ibu dengan bayi
6.
Pemberian ASI dapat mempengaruhi berat badan
7.
Sebagai alat kontrasepsi sementara (Mulyani, 2013) dan (Rini Y.A. 2014)
2.8 Asuhan Keperawatan 2.8.1
Pengkajian Keperawatan 1.
Identitas atau biodata klien Meliputi: Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomer register, dan diagnosa keperawatan.
2.
Riwayat Kesehatan, meliputi : a) Keluhan utama yang dirasakan ibu saat ini, adakah afterpains, nyeri luka operasi, adakah peradangan atau kemerahan. b) Riwayat kehamilan meliputi: umur kehamilan, serta riwayat penyakit yang menyertai. c) Riwayat persalinan meliputi: lama persalinan, GPA, proses persalinan, adakah komplikasi, laserasi atau episiotomi. d) Riwayat obstetric terdahulu, adakah komplikasi saat nifas, apakah ibu menyusui bayinya secara eksklusif, adakah masalah waktu laktasi. e) Riwayat KB, rencana ibu untuk KB selanjutnya. f)
Riwayat kesehatan ibu dan keluarga, adakah penyakit menular maupun menurun.
28
g) Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari misalnya pola makan, BAK, BAB, personal hygiene, istirahat maupun mobilisasi. h) Obat / suplemen yang dikonsumsi saat ini misalnya tablet besi. i)
Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan terhadap peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati yang dirasakan ibu sekarang, kecemasan, kekhawatiran.
j)
Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan bayi sehari– hari.
k) Bagaimana rencana menyusui nanti ( ASI eksklusif atau tidak) , rencana merawat bayi dirumah ( dilakukan ibu sendiri atau dibantu orangtua / mertua ) l)
3.
Bagaimana dukungan suami atau keluarga terhadap ibu.
Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum pasien dan kesadarannya Tanda – tanda vital, meliputi: tekanan darah, suhu, nadi, dan pernafasan. Dan pemeriksaan antropometri, meliputi: tinggi badan, berat badan sebelum hamil, berat badan setelah hamil, dan total kenaikan berat badan. 2) Wajah, melainkan pucat atau tidak, Chloasma gravidarum. 3) Mata, meliputi kondisi sclera dan konjungtiva. 4) Mulut dan gigi, meliputi adakah bau mulut, sariawan, caries, dan karang gigi. 5) Leher, meliputi adakah kelenjar gondok dan peningkatan tekanan JVP. 6) Payudara, meliputi halnya: Bagaimanakah proses laktasinya, adakah pembesaran kelenjar / abses, bagaimana keadaan putting susu (menonjol/mendatar, adakah nyeri dan lecet putting),
29
kebersihan payudara, ASI / colostrum apakah sudah keluar, adakah pembengkakan, adakah radang atau benjolan abnormal. 7) Abdomen, meliputi: ukur tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, posisi diastesis rekti, auskultasi : bising usus, kaji keluhan mules–mules (his pengiring), kaji bentuk abdomen, kaji linea rubra, adakah bekas operasi, kaji Tanda tanda infeksi pada luka operasi 8) Kandung kemih, adakah distensi urine, kandung kemih kosong / penuh. 9) Genetalia dan perineum, meliputi: Pengeluaran lochea ( jenis, warna, jumlah, bau ), adakah oedema atau memar pada dinding vagina, adakah peradangan, adakah nyeri, adakah nanah, kebersihan perineum, adakah hemoroid pada anus. 10) Ekstremitas bawah, meliputi: Pergerakan, adakah gumpalan darah pada otot kaki yang menyebabkan nyeri, adakah udem dan varises.
2.8.2
Diagnosa Keperawatan A) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (luka insisi operasi) B) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif C) Ketidakefektifan proses menyusui berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu / belum berpengalaman menyusui
2.8.3
Perencanaan Keperawatan A) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury fisik (luka insisi operasi) - Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan klien dapat berkurang dan hilang.
30
- Kriteria hasil: a.
Klien secara verbal mengatakan nyeri berkurang
b.
klien mampu mengenali nyeri secara komprehensif
c.
Klien mampu mengatasi nyeri secara mandiri
- Rencana tindakan: 1.
Kaji skala nyeri secara komprehensif
2.
Anjurkan klien untuk tirah baring
3.
Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi dan distraksi nyeri
4.
Anjurkan klien untuk ambulasi secara perlahan bertahap
5.
Kolaborasikan untuk pemberian analgesik sesuai terapi yang diberikan
B) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif - Tujuan: Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama
3x24
jam
diharapkan infeksi terhadap ibu tidak terjadi - Kriteria hasil: a.
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b.
Klien menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c.
Jumlah leukosit dalam batas normal
d.
Klien menunjukan perilaku hidup bersih dan sehat
- Rencana tindakan: 1.
Kaji tanda dan gejala infeksi
2.
Ajarkan klien cara untuk menghindari infeksi
3.
Gunakan antiseptik untuk mencuci tangan sebelum melakukan sesuatu hal
31
4.
Anjurkan klien untuk cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
5.
Lakukan perawatan luka (GV) setiap 3 hari sekali atau jika terjadi balutan kotor
6.
Kolaborasikan dengan pemberian obat antibiotik sesuai terapi yang diberikan
C) Ketidakefektifan proses menyusui berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu / belum berpengalaman menyusui - Tujuan: Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama
2x24
jam
diharapkan ibu mampu memberikan ASI eksklusif kepada bayi
nya
- Kriteria hasil: a.
Keberlangsungan pemberian ASI untuk menyediakan nutrisi bagi bayi/toddler.
b.
Agar bayi mendapatkan kepuasaan saat sedang menyusui.
- Rencana tindakan: 1.
Kaji kemampuan bayi untuk reflek menghisap dan menelan secara efektif
2.
Kaji kemampuan ibu dalam menempelkan bayi ke puting
3.
Kaji kemampuan ibu dalam melaksanakan cara menyusui yang benar dan posisi menyusui
4.
Evaluasi pemahaman ibu tentang menyusui
5.
Pantau integtitas kulit puting susu ibu
32
2.9 Hasil - Hasil Penelitian yang Relevan
No 1.
Judul Gambaran Tingkat
Metode
Tahun
Oleh
deskriptif
2017
Anggun Kartika Sari
Hasil Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Pengetahuan Ibu
tingkat pengetahuan
Nifas Tentang
tentang teknik
Teknik
menyusui yang benar
Menyusui yang
sebagian responden
Benar di BPM
dalam kategori kurang
SRI SUKENI
sebanyak 26
Kabupaten
responden (42.6%)
Sleman Yogyakarta
Tingkat pengetahuan tentang posisi menyusui sebagian besar responden dalam kategori baik sebanyak 41 responden (67.2%), tingkat pengetahuan tentang langkah menyusui sebagain besar dalam kategori kurang sebanyak 29 responden (47.5%), tingkat pengetahuan tentang keberhasilan menyusui sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 33 responden (54.1%).
33
2.
Pendidikan
deskriptif
Kesehatan
kualitatif
2016
Intan Laras Afriani
Menyatakan setelah diberikannya
Teknik
pendidikan kesehatan
Menyusui Pada
teknik menyusui
Ibu Nifas
dengan menggunakan
Dengan Media
leaflet dan lembar
Leaflet dan
balik. Ibu dapat
Lembar Balik di
menyusui bayinya
Bidan Praktek
dengan baik dan
Mandiri(BPM)
benar. Hal ini
Munjiah
disebabkan karena ibu memiliki pemahaman teknik menyusui yang lebih baik. Hal ini dapat mempengaruhi proses pemberian ASI Eksklusif.
3.
Hubungan teknik menyusui yang
cross
Arismawati
penelitian dapat
benar dengan
2.Henny
diketahuibahwa
tingkat
Vidia
hampir setengah
keberhasilan
Effendy
responden dengan
laktasi
sectional
1. Dian Fitra Berdasarkan hasil
cara menyusui yang benar dengan tingkat keberhasilan laktasi sebanyak 18 responden (45 %). Sedangkan pada tehnik menyusui yang salah sebanyak 22 responden (55 %). Pada laktasi tidak
34
berhasil sebanyak 22 responden (55%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi square dengan tingkat signifikasi = 0,05 didapatkan 0,000, sehingga nilai yang di dapat < , sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya berarti ada hubungan teknik menyusui yang benar dengan keberhasilan laktasi.
4.
Penerapan teknik
Deskriptif
2018
Susani Hayati Berdasarkan hasil
menyusui bayi
Observasio
penelitian dilihat dari
pada ibu post
- nal
mayoritas penerapan
partum di BPM
responden yaitu masih
Ernita Pekanbaru
banyak ibu-ibu yang
Tahun 2017
belum mengetahui menyusui dengan teknik yang benar informasi akan memberi pengaruh pada pengetahuan seseorang meskipun seseorang hanya mendapatkan informasi dari media masa (TV, radio, majalah dan lain-lain)
35
maka tidak menjamin dapat meningkatkan penerapan teknik menyusui. Ini berarti paparan media massa hanya mempengaruhi tingkat pengetahuan tetapi tidak dalam penerapannya, dari hasil penelitian mayoritas yang mendapatkan informasi yaitu sebanyak 29 orang (91,4%) dan tanpa sumber informasi dari non tenaga kesehatan sebanyak 20 orang (75,9%) .
5.
Faktor-Faktor
deskriptif
2017
1. Hanulan
Berdasarkan hasil
yang
analitik
Septiani
penelitian bahwa
Berhubungan
dengan
2. Artha Budi
pemberian ASI
3. Karbito
eksklusif pada tenaga
dengan
rancangan
Pemberian ASI
cross
Eksklusif Oleh
sectional
kesehatan perempuan di Puskesmas Kota
Ibu Menyusui
Bandar Lampung
yang Bekerja
adalah sebesar 57,4%
Sebagai Tenaga
cakupan. Variabel
Kesehatan
yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah pengetahuan ibu
36
sebesar 72.8%, dan sikap positif ibu sebesar 72.1% (faktor predisposisi). Variabel yang berhubungan dengan pemberian ASI ekslusif (faktor penguat) dukungan keluarga sebesar 75, 7%, dukungan atasan 65, 9% dan dukungan teman kerja sebesar 68, 8%. Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan fasilitas dan pelatihan manajemen laktasi) terhadap pemberian ASI.