Bab Ii Revisi Fix (1).docx

  • Uploaded by: Kanliajie Kresna Kastianto
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Revisi Fix (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,202
  • Pages: 17
5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hernia Nucleus pulposus 1. Definisi Hernia Nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri punggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang. HNP adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak di antara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disk atau nucleus pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui annulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf (Leksana, 2013) 2. Anatomi dan Fisiologi Vertebra terdiri dari tujuh vertebra cervical, dua belas vertebra thoracalis, lima vertebra lumbalis, lima vertebra sacralis, dan empat cogcygeus. Vertebra yang paling besar diantara yang lainnya adalah vertebra lumbalis dan berbentuk seperti ginjal. Procesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kampak kecil. Procesus Transversusnya berbentuk panjang dan langsing, adapun anatomi vertebra, yaitu; (a) Corpus Vertebra Lumbalis; (b) Processus spinosus dan tranversus;(c) Arcus Vertebra; (d) Foramen vertebralis

(Prasetyo, 2010).

6

Sistem yang keluar dari vertebra adalah nervus spinalis, nervus spinalis yaitu akar-akar yang dimulai dari radiks anterior medulla spinalis kemudian keluar melalui feramen invertebralis secara topografi nervus spinalis terdiri dari 31 pasang saraf yang tersusun secara sistematis. Cabang-cabang pleksus sakralis yang mengandung saraf lumbal 5, meliputi: N. Gluteus superior (L4-5 dan S1), N. Gluteus inferior (L5 dan S1-2), N. Ischiadicus (L4-5 dan 4-3). 3. Biomekanik Lumbal Spine Gerakan dari vertebra lumbalis boleh dikatakan relatif bebas dibandingkan dengan vertebra lainnya. Hal ini oleh karena bentuk diskusnya besar dari arah foccetnya berlainan. Gerakan fleksi dari lumbal berakhir pada lumbal 4-5 dan diperkirakan 75% dari fleksi kedepan seluruhnya terjadi pada L4-S1 yang disebut lumbo sacral dan luas gerakannya merupakan terbesar dari seluruh gerakan fleksi dari vertebra spinalis (Nugroho, D. S .A., Maheswara, A. 2013). 1) Fleksi Gerakan ini terjadi pada posisi tegak kemudian membungkukkan badan ke depan. Gerakan ini terjadi ke arah ventro-kaudal pada bidang segital dan pada axis frontal horizontal pada gerakan ini korpus vertebra miring dan sliding secara pelan ke anterior sehingga diskus anterior berkurang ketebalannya dan bertambah ke posterior. Nukleus polposus bergerak ke posterior mengukur serabut posterior dari annular fibrosis. Processus

7

artikularis inferior dari vertebrae superior slide dan bergerak dari processue artikularis superior slide dan bergerak dari prosesus artikularis superior vertebra inferior. 2) Ekstensi Gerakan ini pada posisi tegak, kemudian membungkukkan badan ke belakang gerakan terjadi pada bidang sagital dengan aksis frontal. Pada gerakan ini, corpus vertebra superior miring dan letak ke posterior. Diskus anterior bertambah ketebalannya dan berkembangnya di bagian posterior. Nucleus posterior, nucleus pulposus bergerak ke anterior mengulur serabut anterior dari annulus fibrosus. 3) Lateral Flexi Gerakan ini dimulai dari sikap berdiri tegak, kemudian menekukkan badan ke samping kanan maupun kiri. Gerakan ini terjadi pada bidang frontal dan axis sagittal dan gerakan ini dibatasi oleh ketegangan otot lateral fleksor yang berlawanan. 4) Rotasi Gerakan rotasi dikerjakan pada posisi duduk maupun tidur terlentang, gerakan ini terjadi pada bidang horisontal dengan axis vertikal melalui processus spinosus, sudut gerakan ini sekitar 45˚. 4. Etiologi Penyebab dari HNP biasanya dengan meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya

8

nucleus pulposus (Moore dan Agur, 2013). Selain itu, HNP kebanyakan juga disebabkan karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga menimbulkan robeknya anulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkandalam beberapa tahun (Yusuf, 2017) 5. Patofisiologi Menjelang usia 30 tahun, mulai terjadi perubahan-perubahan pada anulus fibrosus dan nucleus pulposus. Pada beberapa tempat, serat-serat fibroblastik terputus dan sebagian rusak diganti oleh jaringan kolagen. Proses in berlangsung secara terus menerus sehingga dalam anulus fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nucleus pulposus akan mengalami infiltrasi ke dalam rongga-rongga tersebut dan juga mengalami perubahan berupa penyusutan kadar air. Jadi tercipta suatu keadaan dimana di satu pihak volume materi nucleus pulposus berkurang dan di pihak lain volume rongga antar vertebra bertambah sehingga terjadi penurunan tekanan intradiskal (Widhiana, 2002). Menurut gradasi, herniasi dari nucleus pulposus (Ramani PS, 2014), dibagi atas : 1. Bulging adalah nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.

9

2. Protrusi adalah nukleus berpindah tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus. 3. Ekstrusi adalah nukleus keluar dari anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum longitudinal posterior. 4. Sequestrasi adalah nukleus menembus ligamentum longitudinal posterior. 6. Manifestasi Klinis Menurut (Yusuf, 2017) gejala yang sering ditimbulkan akibat hernia nucleus pulposus adalah : a. Nyeri punggung bawah, nyeri daerah bokong, rasa kaku/tertarik pada punggung bawah. b. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa tersetrum dan dapat disertai rasa baal, yang dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki, tergantung bagian saraf

mana

yang

terjepit,

rasa

nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan. c. Kelemahan anggota badan bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah.

10

B. Nyeri 1. Definisi Nyeri menurut moeliono (2008) Secara umum nyeri dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut dapat disebut nyeri yang normal, merupakan nyeri yang terjadi dalam waktu cepat, ada penyebab yang jelas seperti jejas atau lesi jaringan lunak, infeksi atau inflamasi. Nyeri kronik adalah nyeri yang berlarut-larut, memanjang, lama sesudah lesi atau penyakit awal yang menimbulkan nyeri tersebut sembuh. 2. Mekanisme Nyeri Nyeri terjadi apabila terdapat adanya rangsangan mekanikal, termal atau kimiawi yang melewati ambang rangsang tertentu. Rangsangan ini terdeteksi oleh

nosiseptor

yang merupakan

ujung-ujung

saraf bebas.

Rangsangan akan dibawa sebagai impuls saraf melalui serabut A delta yang bermielin, berkecepatan hantar yang cepat dan bertanggung jawab terhadap nyeri yang cepat, tajam, terlokalisasi serta serabut C yang tidak bermielin berkecepatan hantar saraf

lambat dan bertanggung jawab atas

nyeri yang tumpul dan tidak terlokalisasi dengan jelas. Berdasarkan mekanisme terjadinya, nyeri terbagi menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif disebabkan adanya kerusakan jaringan yang excitatory

mengakibatkan dilepaskannya bahan kimiawi yang disebut

neurotransmitter

seperti

histamin

dan

bradikinin,

yang

bertanggung jawab terhadap timbulnya rekasi inflamasi. Selanjutnya

11

bradikinin melepaskan prostaglandin dan substansi P, yang merupakan neurotransmitter kuat. Nyeri nosiseptif dibagi menjadi nyeri viseral dan nyeri somatik. Nyeri viseral terjadi akibat stimulasi nosiseptor yang berada di rongga abdominal dan rongga thoraks. Nyeri somatik terbagi menjadi nyeri somatik dalam dan nyeri kutaneus. Nyeri somatik dalam berasal dari tulang, tendon, saraf dan pembuluh darah, sedang nyeri kutaneus berasal dari kulit dan jaringan bawah kulit. Nyeri

neuropatik

berasal

dari kerusakan

jaringan

saraf

akibat

penyakit atau trauma, disebut nyeri neuropatik perifer apabila disebabkan oleh lesi saraf tepi, dan nyeri sentral apabila disebabkan lesi pada otak, batang otak atau medula spinalis (moeliono, 2008). 3. Alat Ukur Nyeri a. Visual Analogue Scale (VAS) Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan pengaturan klinis. VAS umumnya disajikan dalam bentuk garis horisontal. Dalam perkembangannya VAS yang cara penyajiannya diberikan angka 0-10 yang masing-masing nomor dapat menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. Dalam penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh. Keuntungan penggunaan VAS antara lain VAS adalah metode pengukuran

12

intensitas nyeri paling sensitif, murah dan mudah dibuat. VAS mempunyai korelasi yang baik dengan skala-skala pengukuran yang lain dan dapat diaplikasikan pada semua pasien serta VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri. Namun kekurangan dari skala ini adalah VAS memerlukan pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada pemahaman pasien terhadap alat ukur tersebut. b. Brief Pain Inventory (BPI) Brief Pain Inventory (BPI), yang sebelumnya dikenal sebagai Kuesioner Nyeri ringkas,

adalah kuisioner yang dikelola sendiri yang

awalnya dirancang untuk menilai nyeri kanker. Sekarang juga digunakan sebagai kuesioner nyeri generik untuk nyeri kronis lainnya. Ini tersedia dalam waktu singkat (sembilan item) dan panjang (17 item) bentuk dan formulir singkat BPI lebih sering digunakan . Item pertama yaitu opsional, adalah pertanyaan pemutaran tentang rasa sakit responden pada hari itu. Kuisioner kemudian disusun diagram menggambar sakit, empat item tentang intensitas nyeri (terburuk sakit, paling tidak sakit, sakit rata-rata, sakit sekarang), dua item nyeri perawatan atau obat pereda, dan satu item pada gangguan rasa sakit, dengan tujuh subitem (aktivitas umum, suasana hati, kemampuan berjalan, berjalan normal, hubungan dengan orang lain, tidur, dan kesenangan hidup).

13

C. Modalitas Fisioterapi 1. Mc. Kenzie Exercise a. Definisi McKenzie Exercise merupakan suatu tehnik latihan dengan smenggunakan gerakan badan terutama ke arah ekstensi, biasanya digunakan untuk penguatan dan peregangan otot-otot ekstensor dan fleksor sendi lumbosacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihan ini diciptakan oleh Robin McKenzie. Prinsip latihan McKenzie adalah memperbaiki

postur

untuk

mengurangi

hiperlordosis

lumbal.

Sedangkan secara operasional pemberian latihan untuk penguatan otot punggung bawah ditujukan untuk otot-otot fleksor dan untuk peregangan ditujukan untuk otot-otot ektensor punggung (Jumiati, 2015). b. Tujuan Tujuan pemberian Mc. Kenzie exercise yaitu untuk memperbaiki postur untuk mengurangi hiperlordosis lumbal. Sedangkan secara operasional pemberian latihan untuk penguatan otot punggung bawah ditujukan untuk otot-otot fleksor dan untuk peregangan ditujukan untuk otot-otot ektensor punggung c. Indikasi Indikasi

penggunaan

Mc.

mengembalikan elastisitas otot,

Kenzie

Exercise

yaitu

untuk

mengurangi kekakuan yang dapat

14

menimbulkan nyeri pada punggung, dan hernia nucleus pulposus yang menonjol kearah posterior sehingga menekan nukleus diskus atau mendorong ke tempat semula menyebabkan pergerakan nukleus akan lebih mudah karena diskus bergerak maju sehingga mengurangi dan menghilangkan tonjolan di posterior dan menyebabkan nyeri punggung berkurang (Navariastami. N, 2015) d. Kontraindikasi Kontraindikasi penggunaan Mc. Kenzie Exercise yaitu pada pasien yang menderita fraktur vertebra, dislokasi, Spondylolisthesis, hiper lordosis vertebra, sehingga pemberian intervens fisioterapi berupa Mc. Kenzie Exercise sangat tidak disarankan.

e. Dosis Dosis pemberian mc. Kenzie exercise yaitu : 1) Frekuensi yang digunakan adalah 2 kali seminggu 2) Teknik yang digunakan adalah : a) Lying Facedown, berbaring terlentang dengan lengan disamping tubuh, pada posisi seperti ini “kemudian mengambil beberapa nafas dalam” dan kemudian rileks selama dua hingga tiga menit.

15

Gambar 2.1 lying facedown, (Suma. A. P., 2013)

b) Lying Facedown in Extension, Tetap menghadapa kebawah seperti posisi lying facedown, kemudian tepatkan siku dibawah bahu sehingga anda bersandar dengan siku, ambil nafas dalam dan kemudian memungkinkan untuk otot-otot di punggung bawah rileks sepenuhnya. Tetap dalam posisi ini selama 2-3 menit.

Gambar 2.2 Lying Facedown in Extension, (Suma. A. P., 2013)

c) Extension in Lying, posisi berbaring kemudian letakan tangan anda dalam posisi yang akan anda gunakan saat melakukan push up, kemudian luruskan siku dan mendorong bagian atas tubuh anda sejauh batas nyeri, usahakan pelvis dan kedua lutut tetap menempel pada lantai.

Gambar 2.3 Extension in Lying (Suma. A. P., 2013)

16

d) Extension in Standing, posisi berdiri tegak dengan kaki membuka selebar bahu, tempatkan tangan anda di punggung dengan jari menunjuk ke belakang, kemudian tekuk pinggang anda kearah depan menggunakan tangan sebagai titik tumpu, pertahankan posisi selama 2-5 detik.

Gambar 2.4 Extension in Standing (Suma. A. P., 2013)

2. Mobilisasi saraf a. Definisi Mobilisasi

saraf

adalah

teknik

manipulatif

dengan

menggerakkan jaringan saraf dan meregangkan, baik dengan gerakan relatif ke sekitarnya (mechanical interface) atau dengan pengembangan ketegangan

(Nasef,2011).

Mechanical interface: adalah sebagian

besar jaringan yang secara anatomis berdekatan dengan jaringan saraf yang dapat bergerak secara bebas dari sistem saraf.

17

b. Tujuan Digunakan untuk masa akut untuk mengurangi nyeri dimana biasanya nyeri akan muncul terlebih dahulu sebelum ada gerakan yang terbatas, dan bias juga digunakan pada kondisi yang tidak lagi terasa nyeri dimana biasanya untuk menambah luas lingkup gerak

lebih

dominan daripada nyeri dan biasanya pada kondisi kronik (Nurfitriyah. D, 2013). c. Indikasi Indiaksi pemberian mobilisasi saraf secara umum adalah pada kelainan

saraf

tepi

yang

konduktasinya

masih

baik,

tetapi

sensitifitasnya terganggu seperti hyperastesia, kesemutan dan kondisi nyeri lain yang bersifat tajam, menjalar pada daerah dermatomnya (Nurfitriyah. D, 2013) d. Kontraindikasi Kontra indikasi secara umum adalah kondisi yang irritable, peradangan yang masih baru dan nyeri hebat, tumor, gejala lesi medulla spinalis dan kondisi lain yang bila dilakukan Mobilisasi pada jaringan Saraf akan terjadi pemburukan gejala (Setiawan, 2011). e. Dosis Dosis pemberian mobilisasi saraf yaitu : 1) Frekuensi yang digunakan adalah 2 kali seminggu (Adel, 2011) 2) Teknik yang digunakan, yaitu :

18

a) Stright Leg Rising with Dorsoflexion, posisi berbaring di tempat tidur, gerakan

dilakukan oleh fisioterapis dan pasien dalam

keadaan rileks, kaki pasien ditinggikan sebatas nyeri dan dalam posisi full ekstensi, kemudian fisioterapis memberikan gerakan tambahan dorsoflexion pada kaki pasien, gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dan 3 kali pengulangan.

19

Gambar 2.5 Stright Leg Rising dengan Dorsofleksi (Setiawan 2013)

b) Stright Leg Rising with Plantarflexion and invertion, posisi berbaring di tempat tidur, gerakan dilakukan oleh fisioterapis dan pasien dalam keadaan rileks, kaki pasien ditinggikan sebatas nyeri dan dalam posisi full ekstensi, kemudian fisioterapis memberikan gerakan tambahan Plantarflexion dan invertion pada kaki pasien, gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dan 3 kali pengulangan.

Gambar 2.6 Stright Leg Rising dengan Plantarfleksi dan inversi (Setiawan 2013)

20

c) Stright Leg Rising with Hip Adduction, posisi berbaring di tempat tidur, gerakan

dilakukan oleh fisioterapis dan pasien dalam

keadaan rileks, kaki pasien ditinggikan sebatas nyeri dan dalam posisi full ekstensi, kemudian fisioterapis memberikan gerakan tambahan Hip adduction pada kaki pasien, gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dan 3 kali pengulangan.

Gambar 2.7 Stright Leg Rising dengan Hip Adduksi (Setiawan 2013)

21

D. Kerangka Teori

Faktor Resiko 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Trauma vertevra 4. Obesitas

Hernia Nucleus Pulposus

Limitasi ROM

Spasme Otot

Kelemahan Otot

Nyeri

Mc. Kenzie Exercise

Mobilisasi Saraf

Untuk masa akut untuk mengurangi nyeri dan juga biasanya untuk menambah luas lingkup gerak

Memperbaiki postur untuk mengurangi hiperlordosis lumbal.

Evaluasi Terapi ( VAS, BPI)

Hasil Terapi

Menurun

Tetap

Meningkat

Gambar 2.8 Kerangka Teori

Related Documents

Bab Ii Revisi Fix (1).docx
October 2019 26
Bab Ii (revisi)
June 2020 20
Bab Ii Last Revisi
June 2020 31
Bab Ii. Revisi
November 2019 35
Bab Ii Fix
October 2019 35

More Documents from "riska oktarinda utami"

Bab Ii.docx
October 2019 12
Bab Iii.docx
October 2019 12
Bab Ii Revisi Fix (1).docx
October 2019 26
Bab I.docx
October 2019 13
Teosofi_syiah
August 2019 31