BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bullying 2.1.1 Definisi Bullying Bullying (dikenal sebagai“penindasan/risak” dalam bahasa Indonesia) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, bertujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus (Wardhana,2014). Bullying adalah perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Ehan,2016). Bullying adalah perilaku agresif dan negatip seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan untuk menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik (Rudi,2010) 2.1.2 Bentuk-Bentuk Bullying Menurut Wardhana (2016) dan Ehan (2016) bentuk- bentuk bullying dibagi menjadi beberapa macam antara lain : a. Kontak fisik langsung Contoh perilaku bullying dengan kontak fisik langsung seperti memukul, mendorong, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimliki orang lain.
7
b. Kontak verbal langsung Contoh perilaku bullying dengan kontak verbal langsung seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name–calling), sarkasme, merendahkan (put-down), mencela/mengejek, mengintimidsi, mengejek, menyebarkan gossip. c. Perlaku non-verbal langsung Contoh perilaku bullying dengan perilaku non- verbal langsung seperti melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal. d. Perilaku non verbal tidak langsung Contoh perilaku bullying dengan perilaku non verbal tidak langsung seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan,mengirimkan surat kaleng. e. Pelecehan seksual Perilaku bullying berupa pelecehan seksual kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal). f. Cyber Bullying Perilaku cyber bullying merupakan segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial).
8
2.1.3 Tanda Terjadinya Bullying Beberapa hal yang bisa menjadi indikasi awal bahwa anak mungkin sedang mengalami bullying di sekolah antar lain : a. Kesulitan untuk tidur b. Mengompol di tempat tidur c. Mengeluh sakit kepala atau perut d. Tidak nafsu makan atau muntah-muntah e. Takut pergi ke sekolah f. Sering pergi ke UKS g. Menangis sebelum atau sesudah bersekolah h. Tidak tertarik pada aktivitas sosial yang melibatkan murid lain i. Sering mengeluh sakit sebelum pergi ke sekolah j. Sering mengeluh sakit pada gurunya, dan ingin orang tua ingin segera menjemput pulang. k. Harga diri yang rendah l. Perubahan drastis pada sikap, cara berpakaian, atau kebiasaannya m. Lecet luka (Ehan,2016)
Beberapa hal yang menjadi tanda-tanda anak korban bullying : a. Kesulitan dalam bergaul b. Measa takut datang ke sekolah sehingga sering bolos c. Ketinggalan pelajaran d. Mengalam keulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran
9
e. Kesehatan fisik dan mental (jangka pendek/jangka panjang) akan terpengaruh.
Berikut ini merupakan ciri-ciri anak yang melakukan bullying antara lain : a.
Mencoba untuk menguasai orang lain
b. Hanya peduli dengan keinginannya sendiri c. Sulit melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain d. Kurang ber-empaty terhadap perasaan orang lain a. Pola perilakunya impulsif, agresif, intimidatif dan suka memukul (Rudi,2010). 2.1.4 Dampak Bullying Menurut Ehan (2016) dampak
bullying
akan mengalami permasalhan
kesulitan dalam membina hubungan interpersonal dengan orang lain dan jarang datang ke sekolah. Akibatnya, mereka (korban bullying) ketinggalan pelajaran dan sulit berkonsentrasi dalam belajar sehingga hal tersebut mempengaruhi kesehatan fisik dan mental baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa dampak fisik yang biasanya timbul adalah: a. Sakit kepala b. Sakit tenggorokan c. Flu d. Bibir pecah-pecah e. Sakit dada
Dampak
psikologis
yaitu
menurunnya
kesejahteraan
psikologis
(psychological well-beeing). Ketika mengalami bullying korban merasakan banyak
10
emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan,takut, malu dan sedih).Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri dan gejala-gejala gangguan stres pasca trauma (post trumatic stress disoder). Anak yang menjadi korban bullying atau tindakan kekerasan fisik, verbal ataupun psikologis di sekolah akan mengalami trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa menyebabkan gangguan mental di masa yang akan datang. Gejala-gejala kelainan mental yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak secara umum terbukti anak tumbuh menjadi orang yang pencemas, sulit berkosentrasi, mudah gugup dan takut, hingga tak bisa bicara. 2.1.5
Penyebab Terjadinya Bullying
Penyebab terjadinya bullying dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a. Media masa/ elektronik Banyaknya perilaku agresi seperti bullying dalam media elektronik baik televisi maupun internet yang diperlihatkan terang-terangan secara tidak langsung akan mempengaruhi cara berpikir seorang remaja bahwa itu adalah hal yang wajar sehingga mereka dapat secara bebas meniru perilaku tersebut. Adanya efek yang menyenangkan dan pencapaian yang dihasilkan dari perilaku yang dilakukan akan menjadi penguat bagi pelaku bullying untuk mengulangi perilaku tersebut. Sebanyak 56,9% anak-anak yang menonton adegan film akan meniru adegan yang ditontonnya tersebut dimana sebanyak 64% mereka meniru gerakan dan 45% mereka meniru kata-katanya.
11
b. Lingkungan Selain media, seorang remaja juga dapat terpengaruh oleh paparan agresi secara langsung seperti adanya budaya bullying di lingkungan sekitar mereka baik di rumah, sekolah atau teman sebaya mereka. Semakin besar perilaku bullying terjadi di sekita mereka maka akan semakin memungkinkan bagi mereka untuk turut serta dalam perilaku tersebut sebagai salah satu bentuk imitasi. c. Kepribadian Anak Selain itu salah satu penanggung jawab dari perilaku bullying adalah kepribadian dari remaja itu sendiri. Berdasarkan teori psikoanalisa Sigmund Freud, dimanamanusia memiliki dua insting dalam dirinya yaitu insting hidup (eros) dan insting mati (tanatos). Perilaku agresi yang dilakukan kepada orang lain dianggap sebagaisalah satu bentuk kemenangan dari usaha untuk mempertahankan nalurikehidupannya. Perilaku agresi yang ditujukan bagi orang lain juga merupakan bentuk peralihan dari insting mati yang dimiliki yang pada awalnya bertujuan untuk menghancurkan diri sendiri berkembang menjadi dilampiaskan kepada orang lain. Di dalam teori Freudjuga dijelaskan bahwa perilaku agresi ini termasuk bullying adalah tanggung jawab dari id yaitu insting manusia yang mendorong diri untuk melakukan agresi.Walaupun manusia memiliki ego sebagai bentuk realitas diri dan
superego atauhati
nurani, namun terkadang tidak cukup untuk membendung keinginan untuk melakukan perilaku agresi itu sendiri.
12
d. Pola Asuh Orangtua Peran pengasuh atau orang tua murid saat di rumah yang harus bisa menciptakan
suasana
komunikasi
yang
baik
dengan
anaknya
dan
membekalinyadengan pemahaman spiritual/agama yang cukup dan memberikan contoh ahlakul karimah yang bias dilakukan anak di rumah, karena anak akan meniru orang tuasebagai role model (Saifurrohman, 2016). Beberapa ciri-ciri anak yang suka melakukan bullying adalah anak yang mengalami masalah dalam keluarganya, anak yang terlalu dimanja di rumahnya, anak yang ingin mendapat pengakuankarena biasanya karena di rumah kurang dapat perhatian.
Menurut Wardhana (2014) penyebab terjadinya bullying antara lain : a. Permusuhan Permusuhan dan rasa kesal diantara pertemanan bisa memicu seseorang melakukan tindakan bullying. b. Rasa Kurang Percaya Diri dan Mencari Perhatian Seseorang yang kurang percaya diri seringkali ingin diperhatikan, salah satunya adalah dengan melakukan bullying. Dengan mem-bully orang lain, mereka akan merasa puas, lebih kuat dan dominan. c. Perasaan Dendam Seseorang yang pernah disakiti atau ditindas biasanya menyimpan rasa dendam yang ingin disalurkan kepada orang lain sehingga orang lain merasakan hal yang sama, salah satunya adalah dengan melakukan bullying
13
d. Pengaruh Negatif dari Media Semakin banyaknya gambaran kekerasan di media baik televisi, internet, menjadi contoh buruk yang bisa menginspirasai seseorang untuk melakukan kekerasan tanpa alasan yang jelas. 2.1.6 Pencegahan Bullying a. Pencegahan di Lingkungan Keluarga Selain menjaga lingkungan keluarga agar bebas dari bullying, orang tua juga memegang peran utama menjaga lingkungan anak di luar lingkaran keluarga yang bebas dari bullying. Berikut diantaranya langkah untuk menjaga lingkungan anak yang bebas dari bullying: 1) Perhatikan dan kenalilah dengan baik teman dari anak Teman memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anak anda. Mulailah untuk membuka diri dengan anak, menciptakan komunikasi yang lancar, agar anak tidak sungkan menceritakan dan memperkenalkan lingkungan pertemananya kepada orang tua. Dari situlah kita bisa mengontrol pergaulannya. 2) Berikan pemahaman kepada anak Orang tua harus bisa mengarahkan tentang cara bergaul yang baik serta cara memilih lingkungan pergaulan yang sehat. Berikan pemahaman tentang efek negatif dari teman yang kurang baik, sarankan dia agar jangan sampai bergaul terlalu jauh dengan orang orang seperti itu dengan
14
kesan menyarankan tanpa unsur paksaan, agar anak bisa menerimanya dengan positif. 3) Sarankan teman dan lingkungan yang menurut anda baik Jika mempunyai seorang teman atau tetangga yang mempunyai anak yang seumur dengan anak, maka bisa sarankan agar anak berteman dengan anak teman. 4) Ajarkan cinta kasih antar sesama Dengan mengajarkan cinta kasih antar sesame kepada anak-anak, adalah cara paling efektif untuk mencegah anak menjadi korban bullying atau pelaku bullying di masa depan. 5) Buat kedekatan emosional dengan anak Dengan membuka ruang emosional dengan anak, ternyata mampu mengetahui apa yang terjadi dalam kehidupan sosialnya di luar rumah, Kita perlu terhubung dengan anak secara emosional. 6) Membangun Rasa Percaya Diri Anak Mereka yang menjadi penindas selalu mencari korban yang terlihat rapuh, penakut, pemalu, tidak memiliki teman, dan tidak memiliki rasa percaya diri. Sifat-sifat tadi adalah sasaran empuk penindas. 7) Memupuk Keberanian dan Ketegasan Cara yang ampuh untuk mencegah anak menjadi korban bullying adalah dengan bersikap berani. Ajari anak untuk menunjukkan ketegasan dalam menghadapi bullying. Ini tidak berarti mengajarkan anak untuk melawan dengan kekerasan.
15
8) Kembangkan Kemampuan Sosialisasi Anak Pastikan agar anak punya kemampuan dasar dalam bersosialisasi yang cukup. Ini berguna baginya untuk menjalin pertemanan. Tentu saja ia tidak harus menjadi anak yang populer atau menonjol. 9) Ajarkan etika terhadap sesama Sejak dini, ajarkan anak untuk peduli dan menghargai sesama. Ajak mereka untuk mengenal karakter di lingkungan sosialnya, sehingga mereka belajar untuk bertenggang rasa dengan sekitar serta menyadarkan mereka bahwa mereka hidup bersama dengan orang lain. 10) Berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan Tindakan-tindakan tidak terpuji yang dilakukan anak biasanya sering terjadi karena orang tua yang melakukan pembiaran terhadap anak. Berikan teguran mendidik bila anak melanggar etika atau melakukan tindakan tidak terpuji, dengan 11) Tanamkan nilai-nilai keagamaan Setiap agama menanamkan kebaikan terhadap sesama. Ajarkan nilai-nilai keagamaan sejak dini kepada anak. Keyakinan anak-anak terhadap Tuhan dan nilai-nilai keagamaan akan menjaga mereka dari segala tindakan kekerasan, termasuk bullying. 12) Dampingi anak-anak untuk menyerap informasi Terkadang, tindakan bullying yang dilakukan anak-anak dicontoh dari media dan gambaran yang mereka lihat, contohnya lewat internet dan televisi. Dampingi anak-anak anda agar mereka tidak mencontoh tindakan
16
tindakan tidak terpuji yang mereka serap dari televisi, internet serta media lainnya.
b. Pencegahan di Lingkungan Sekolah 1) Pembentukan nilai-nilai persahabatan Pembentukan nilai-nilai persahabatan sangat penting dilakukan di lingkungan sekolah agar tercipta hubungan pertemanan yang saling menghargai diantara murid-murid di sekolah,serta menjauhkan mereka dari kekerasan. 2) Pemberdayaan siswa untuk pro-sosial, aktif & berprestasi Bullying sering dikaitkan dengan ego seseorang untuk mendapatkan sebuah eksistensi dan dominasi di komunitasnya. Oleh karena itu, para guru sebaiknya mendorong siswa untuk meningkatkan eksistensinya lewat hal-hal positif seperti kegiatan sosial dan prestasi di sekolah dibandingkan dengan melakukan tindakan bullying. 3) Membangun komunikasi efektif Komunikasi efektif antar guru dan murid sangat penting, karena dengan komunikasi yang efektif guna membantu siswa untuk dapat berbagi masalah dengan guru mengenai permasalahan yang mereka alami (Wardhana,2014).
17
2.2. Pola Asuh Orang Tua 2.2.1.
Pengertian Pola Asuh Pola asuh orang tua adalah upaya orangtua yang konsisten dan persisten
dalam menjaga dan membimbinganak dari sejak dilahirkan hingga remaja. Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dan bisa beri efek negatif maupun positif. Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan peri1aku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam
kegiatan mernberikan pengasuhan ini, orang tua
akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin,
hadiah dan hukuman,
serta
tanggapan terhadap keinginan anaknya (Djamarah,2014). Pola asuh orangtua adalah upaya orangtua yang diaktualisasikan terhadap penataan lingkungan fisik, lingkungan soaial dan pendidikan, dialog dengan anak, suasana psikologis, sisiobudaya, perilaku yang ditampilkan pada saat terjadinya pertemuan dengan anak, kontrol terhadap perilaku anak dan menentukan nilai –nilai moral sebagai dasar berperilaku dan yang diupayakan kepada anak-anak (Shochib,2010).
2.2.2.
Model-Model Pola Asuh Orang Tua Berikut ini dikemukakan model-model pola asuh orang tua, yaitu : a. Model Pola Kepemimpinan antara Pemimpin dan Pengikut Pola ini sebagai hubungan yang erat antara seorang pemimpin dan yang dipimpin (pengikut).
18
b. Model pola Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara Pola ini bermaksud didepan memberi teladan, ditengah memberi semangan dan di belakang memberi pengaruh.
c. Model Pola Kepemimpinan Pancasila Pola kepemimpinan ini mengikuti pola seimbang, selaras dan serasi menurut keadaan, waktu da tempat atau situasi dan kondisi. Pola ini berdasarkan kepribadian pancasila yang mengikuti asas dinamika kepemimpinan pancasila yaitu di depan memberi teladan, ditengah memberi semangat, dibelakang memberi pengaruh, diatas memberi pengayoman/
perlindungan,
dibawah
menunjukkan
pengabdian
(Djamarah, 2014).
2.2.3.
Tipe-Tipe Pola Asuh Otang Tua Menurut Isnaeni (2014) tipe pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi 3
macam, yaitu : a. Pola Asuh Otoriter Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang memaksakan kehendak. Dengan tipe orang tua ini cenderung sebagai
pengendali
atau
pengawas
(controller),
selalu
memaksakan kehendak kepada anak, tidak terbuka terhadap pendapat
anak, sangat sulit menerima saran dan cenderung
memaksakan kehendak dalam perbedaan, terlalu percaya pada diri sendiri sehingga menutup katup musyawarah. Dalam upaya
19
mempengaruhi
anak
sering
mempergunakan
pendekatan
(approach) yang mengandung unsur paksaan dan ancaman. Katakata yang diucapkan orang tua adalah hukum atau peraturan dan tidak dapat diubah, memonopoli tindak komunikasi dan seringkali meniadakan umpan balik dari anak. Hubungan antarpribadi di antara orang tua
dan anak cenderung renggang dan berpotensi
antagonistik (berlawanan). Pola asuh ini sangat cocok untuk anak PAUD dan TK dan masih bisa digunakan untuk anak SD dalam kasus- kasus tertentu (Djamarah,2014).
Ciri-cri dari pola asuh otoriter antara lain : 1) Menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak 2) Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua 3) Anak seolah adalah "robot" yang dikendalikan orang tua, sehingga menjadi kurang inisiatif, merasa takut tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan, tetapi disisi lain anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba. Selain itu, anak yang diasuh dengan pola asuh ini cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan, walaupun terkadang hanya untuk menyenangkan orang tua atau suatu bentuk kedisiplinan dan kepatuhan yang semu. Di belakang orang tua, bisa jadi anak akan menunjukkan perilaku yang
20
berbeda (Isnaeni,2014).
b. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang selalu mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan indivisu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orangtua yang tidak banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Beberapa ciri dari pola asuh demokratis adalah : 1) Dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makh1uk yang termulia di dunia 2) Orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan anak. 3) Orang tua senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari anak. 4) Mentolerir ketika anak membuat kesa1ahan dan memberikan pendidikan kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif dan prakarsa dari anak. 5) Lebih menitikberatkan kerja saran dalam mencapai tujuan. 6) Orang tua selalu berusaha untuk menjadikan anak lebih sukses darinya. Tipe pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk berbagi
21
tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi dalam keluarga. Meskipun tampak kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memilik keceriderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak (Djamarah,2014).
c. Pola Asuh Permisif Sifat pola asuh ini, yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab , maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya (Isnaeni,2014). Pola asuh ini berbanding terbalik dengan pola asuh otoriter, semua dilonggarkan nyaris tidak ada aturan. Orang tua tidak menerapkan batasan, cenderung memberi kebebasan anak mengerjakan apapun semaunya. Hubungan antara anak dan orang tua sangat hangat, karena tidak ada tuntutan apapun pada anaknya. Sistem reward and punishment tidak berlaku efektif, karena anak lebih sering mendapat
22
reward dibanding hukuman. Pola asuh permisif atau serba boleh, biasanya membuat anak maunya menang sendiri. Selain itu menjadi anak tidak percaya diri, tumbuh menjadi pribadi kurang mandiri atau sangat tergantung. Semua sebagai dampak kurangnya bimbingan dan arahan, sehingga anak kurang dilatih bertanggung jawab. Anak dengan pola asuh permisif, akan mengalami masalah ketika remaja atau jelang dewasa. Mereka yang seharusnya bisa menyelesaikan urusan sendiri, tapi masih sangat mengandalkan orang lain (Agung,2017).
Pola asuh permisif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Memberikan kebebasan anak untuk berfikir atau berusaha 2) Menerima gagasan atau pendapat 3) Membuat anak merasa diterima dan merasa kuat 4) Toleran dan memahami kelemahan anak 5) Cenderung lebih suka m,emberi yang diminta anak daripada menerima
Dampak yang biasa muncul pada anak dengan pola asuh permisif antara lain : 1) Bersifat impulsif dan agresif 2) Suka memberontak 3) Suka mendominasi 4) Dapat bekerja sama 5) Penuntut dan tidak sabaran
23
6) Percaya diri (Syamsu,2012).
2.3. Penelitian Terkait Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sally Febriyanti Korua (2017) tentang hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja SMK Negeri 1 Manado . Berdasarkan hasil olah data menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja siswa SMK Negeri 1 Manado dengan nilai p value 0,006. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yoga Pratama1 (2016) tentang hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman. Berdasarkan penelitian diperoleh data mengenai pola asuh demokratissebanyak 22 (33,8%). Perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman kategori rendah sebanyak 26 (40,0%) dengan p value 0,003 (p value < 0,05). Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman. 2.4. Kerangka Teori Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) yang berkaitan dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan kerangka konsep penelitian (Notoatmodjo, 2014). Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah: Gambar 2.1 Kerangka Teori
24
Faktor yang menyebabkan perilaku bullying : 1) Media Elektronik 2) Lingkungan 3) Kepribadian Anak 4) Pola Asuh Orangtua
Perilaku Bullying
(Sumber: Saifurrohman, 2016).
2.5.
Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi
dari hal-hal khusus (Notoatmodjo, 2014). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Konsep Variabel Independen
Pola Asuh Orangtua
Variabel Dependen
Perilaku Bullying
2.6. Hipotesis Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara peneliti, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenaranya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat benar dan salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo, 2014). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
25
Ha: Ada hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku bullying pada siswa SMP Gajah Mada Kota Bandar Lampung Tahun 2019 H0: Tidak ada hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku bullying pada siswa SMP Gajah Mada Kota Bandar Lampung Tahun 2019