Bab Ii Pkn Pemilu.docx

  • Uploaded by: Delvia Sekar
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Pkn Pemilu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,691
  • Pages: 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemilihan Umum Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan programprogramnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih B. Sistem pemilihan umum a. Berdasarkan daftar peserta partai politik

Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu 1. sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta partai politik 2. sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu. Kedua sistem memiliki persamaan yaitu pemilih memilih nama tokoh yang sama di mana tokoh-tokoh tersbut bisa bermasalah di depan publik.[rujukan?] b. Berdasarkan perhitungan Sistem pemilihan umum terbagi 3 jenis yaitu 1. sistem distrik (plurality system), yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta politik mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya: 1. Mayoritas multak (First Past The Post/FPTP) 2. Suara alternatif (Alternative Vote/AV) 3. Suara blok (Block Vote/BV) 4. Sistem putaran dua (Two Round System/TRS) 2. sistem semi proporsional (semi proportional system), yaitu perhitungan sistem distrik yang menjembatani proporsional. Jenis sistemnya: 1. Suara non dipindahtangankan tunggal (Single Non Transferable Vote/SNTV) 2. Sistem paralel (Parallel system) 3. Suara terbatas (Limited vote) 4. Suara kumulatif (Cumulative vote) 3. sistem proporsional (proportional system), yaitu perhitungan rumit yaitu calon peserta politik mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih. Jenis sistemnya: 1. Suara dipindahtangankan tunggal (Single Transferable Vote/STV) 2. Perwakilan proporsional (Proportional Representative/PR)

3. Daftar partai (Party-list) 1. Daftar terbuka (Open-list) 2. Daftar tertutup (Close-list) 3. Daftar lokal (Local-list) 4. Anggota

proporsional

campuran

(Mixed

Member

Proportional/MMP) Perbedaan sebagai berikut: Keterangan

Distrik

Proporsional

Peranan politik

Lemah

Kuat

Distribusi

Tinggi

Rendah

Kedekatan dengan calon Tinggi

Rendah

pemilih Akuntabilitas

Tinggi

Rendah

Politik uang

Tinggi

Rendah

Kualitas parlemen

sama dengan SD

sama dengan SP

Calon parlemen

harus daerah

tidak harus daerah

Daerah basis pemilihan

Ya

Tidak

Jumlah wakil tiap daerah

hanya satu

dua atau lebih

Partai kecil/partai gurem

Rugi

Untung

Keloyalan wakil rakyat

desentralisasi

(loyal

pada sentralisasi (loyal pada

konstituensi)

pusat)

Batas ambang parlemen

Tidak

Tergantung

Calon independen

Tidak

Ya

Ukuran daerah pemilihan Sedikit

Banyak

Jumlah daerah pemilihan

Banyak

Sedikit

Membentuk koalisi

Tidak

Ya

Pemilihan umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai: 

Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan),



Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, dan



Sarana pendidikan politik rakyat.

Menurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi kriteria sebgai berikut: 

Penyelenggaraan secara periodik (regular election),



Pilihan yang bermakna (meaningful choices),



Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth candidate),



Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage),



Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes),



Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice),



Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate counting of choices and reporting of results)

Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 

Cara langsung, dimana rakyat secara langasung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat. Contohnya, pemilu di Indonesia untuk memilih anggota DPRD, DPR, dan Presiden.



Cara bertingkat, di mana rakyat terlebih dahulu memilih wakilnya (senat), lantas wakil rakyat itulah yang memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.

Dalam suatu pemilu, setidaknya ada tiga sistem utama yang sering berlaku, yaitu: 

Sistem Distrik: Sistem distrik merupakan sistem yang paling tua. Sistem ini didasarkan kepada kesatuan geografis. Dalam sistem distrik satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen. Sistem ini sering

dipakai di negara yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris dan Amerika. 

Sistem perwakilan proporsional: Dalam sistem perwakilan proporsional, jumlah kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan perolehan jumlah suara dalam pemilihan umum. khusus di daerah pemilihan. Untuk keperluan itu, maka ditentukan suatu pertimbangan, misalnya 1 orang wakil di DPR mewakili 500 ribu penduduk.



Sistem campuran: Sistem ini merupakan campuran antara sistem distrik dengan proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara ke dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi. Sistem ini diterapkan di Indonesia sejak pemilu tahun 1977 dalam memilih anggota DPR dan DPRD. Sistem ini disebut juga proporsional berdasarkan stelsel daftar

C. Sistem Pemilihan Umum Indonesia Sejak kemerdekaan

hingga tahun 2009 bangsa

Indonesia telah

menyelenggarakan Sepuluh kali pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya untuk mencari system pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia. a. Sistem Proporsional Pemilihan umum pada tahun ini dengan menggunakan system proporsional. Sistem proposional (multi member constituency) adalah sistem pemilihan umum, dimana wilayah negara atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam daerah – daerah pemilihan yang dikenal dengan singkatan dapil, dimana tiap – tiap daerah jumlah wakil yang akan duduk dalam perwakilan lebih dari satu orang wakil. Kelebihan sistem proposional : 1. Sistem proposional dianggap representative

2. Sistem proposional dianggap lebih demokratis Kelemahan sistem proposional : 1. Sulit terjadinya intergrasi partai,karna partai cenderung bertambah 2. kader partai sulit berkembang,karena penentuan calon jadi didasarkan nomor urut. 3. wakil terpilih belum tentu orang dikenal pemilih secara baik.karena banyak partai sulit mendapatkan suara mayoritas. b. Sistem distrik (single member constituency) Sistem distrik adalah sistem pemilihan umum, dimana wilyah negara atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam distrik atau wilayah pemilihan dimana tiap wilyah akan dipilih satu wakil atau calon wakil yang mendapatkan suara terbanyak diwilyahnya. Kelebihan dari sistem distrik adalah : 1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai. 2. Wakil adalah tokoh yang dikenal pemilih. 3. partai lebih mudah mencapai kedudukan mayoritas. 4. Sistem ini sederhana, ekonomis dan mudah untuk diselenggarakan Sistem ini memiliki kelemahan sebagai berikut : 1. Sistem ini kurang memperhatikan partai kecil. 2. Banyak suara hilang 3. Kurang efektif dalam masyarakat yang plural 4. wakil terlaluberorentasi pada daerah pemilih.

D. Asas Pemilihan Umum Indonesia Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asal “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. Asas Pemilu yaitu Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang akan diuraikan sebagai berikut : 1. Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara; 2. Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan

umum. Warganegara yang sudah berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial; 3. Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan

haknya,

setiap

warganegara

dijamin

keamanannya,

sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya; 4. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun; 5. Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; 6. Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. E. Syarat Pemilu Demokratis Disepakati bahwa pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat ( badan legislatif) dan pemerintah (badan eksekutif), umumnya

dibentuk melalui pemilu. Walau pemilu merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun demokratis. Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan. 1. Pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak –hak politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat. Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya. 2. Pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut. 3. Pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama

untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat. 4. Pemilih

harus

diberi

keleluasaan

untuk

mempertimbangkan

dan

mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah

tekanan,

dan

akses

memperoleh

informasi

yang luas.

Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin. 5. Penyelenggara

pemilu

yang

tidak

memihak

dan

independen.

Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi. Ada 7 (tujuh) tugas Pemilu menanti anggota KPU yaitu : a)

Merencanakan program, anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu;

b)

Penyesuaian struktur organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU paling lambat 3 bulan sejak pelantikan anggota KPU;

c)

Mempersiapkan pembentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) paling lambat 5 (lima) bulan setelah pelantikan anggota KPU;

d)

Bersama-sama Bawaslu menyiapkan kode etik, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bawaslu terbentuk;

e)

Memverifikasi secara administratif dan faktual serta menetapkan peserta Pemilu;

f)

Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih tetap;

g)

Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan barang dan jasa Pemilu.

F.

Daftar Pemilih Tetap Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah data kependudukan milik pemerintah dan

pemerintah daerah yang telah dimutakhirkan oleh KPU untuk keperluan pemilu. DPT ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Data kependudukan sendiri terdiri dari data penduduk dan data penduduk potensial Pemilih Pemilu (DP4). Jadi, dalam menetapkan DPT KPU menggunakan data kependudukan yang diberikan pemerintah

dan

pemerintah

daerah

melalui

Dinas

Kependudukan.

Masalah mengenai DPT yang muncul akhir-akhir ini adalah dugaan adanya manipulasi DPT dalam pemilihan kepala daerah Jawa Timur. Dugaan manipulasi DPT tersebut saat ini sedang diusut pihak Kepolisian. Lepas dari benar-tidaknya dugaan itu, pihak KPU mengakui bisa terjadi bermacam kesalahan dalam proses pemutakhiran data di antaranya technical error, human error, dan political error.

G. Golongan Putih Jika kita berbicara tentang pemilu, maka tidak asing ditelinga kita akan terdengar kata golput atau sering disebut golongan putih. Golput atau golongan putih adalah orang yang berhak ikut dalam pemilu akan tetapi tidak memanfaatkannya atau dalam kata lain tidak memberikan hak pilihnya untuk salah satu Capres dan juga sudah menjadi realitas. Di Indonesia tingkat golput masih sangat tinggi. Mengapa hal golput itu terjadi? Hal itu mungkin terjadi karena Mereka tidak percaya dengan partai atau suatu caleg yang ada, dan mereka tidak tahu dan tidak mengenali caleg tersebut, serta partai juga tidak tahu dan tidak berusaha cari tahu. Mereka merasa suatu sistem yang dipakai tidak sesuai, dan itu hanyalah akal-akalan partai besar saja. Hal diatas mungkin yang menjadi penyebab golput, Mereka para caleg hanya banyak janji , selain itu janji mereka yang dulu akan memberantas Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) malah hanya omong kosong, Mereka bukan memberantas tapi malah melakukanya. Saya rasa Golput itu tidak haram untuk dilakukan, akan tetapi halal dilakukan karena lebih baik tidak memilih daripada kita memilih suatu pemimpin yang salah, tidak jujur dan juga tidak bertanggungjawab untuk bangsa dan negara. Memilih yang benar haruslah berdasarkan kecerdasan dan pemahaman politik yang benar. Memilih harus tahu kriteria dan ciri-ciri dari calon pemimpin dan calon wakil rakyat yang berkualitas dan juga selain dari itu harus tahu mana yang benar-benar dan yang berkualitas, mana yang benar-benar tidak berkualitas menurut para pemilih. Sayangnya, sekitar 70% yang datang ke TPS adalah para orang yang kurang tau adanya politik. Apalagi, 50% dari mereka yang hanya berpendidikan lulusan SD atau tidak tamat SD yang mengikuti sebagai pemilih. Lebih parah lagi,

selama ini rakyat tidak pernah mendapatkan pendidikan dan pencerahan politik. Mereka memilih hanya berdasarkan hal-hal yang tidak rasional yang karena money politic-lah, tergiring hasil survei politiklah, termakan iklan-iklan di TVlah, dan pengaruh-pengaruh lain yang tidak mencerdaskan. Mengkritik adalah hak setiap warganegara yang tidak golput maupun yang golput, ini dijamin UUD 1945 yang menyatakan dengan tegas bahwa berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin undang-undang sejauh tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena rakyat itu lebih berkuasa dari wakil rakyat. Kita bagi Warga Negara yang baik dan berpendidikan, kita harus selalu mengamati partai politik yang ada di Indoneia supaya kita tidak salah memilih partai politik yang bertanggung jawab. kita juga sebagai warga negara yang mengerti olitik juga harus memilih sesuai hak pilih yang sudah diberikan kepada kita, dan juga jika bisa jangan Golput.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2013. Pengertian Ahli . http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-pemilihan-umumpemilu.html, Diunduh tanggal 26 April 2014 Pukul 19.30 WITA. Admin. 2014. Sekedar share aja. http://sekedarshareaja.blogspot.com/2014/02/pengertian-golput-pemilu.html, Diunduh tanggal 26 April 2014 Pukul 19.43 WITA. Admin. 2013. Yahoo answer. https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090323041842AAWl LsW, Diunduh 26 April 2014 Pukul 18.05 WITA. Kompas. 2014. Kompas Politik. http://politik.kompasiana.com/2014/03/30/golput-golongan-putih643055.html, Diunduh 26 April 2014 Pukul 18.26 WITA. Nadia. 2013. http://saiyanadia.wordpress.com/tag/syarat-pemilu/, Diunduh tanggal 26 April 2014 Pukul 19.00 WITA.

Related Documents

Bab Ii Pkn Pemilu.docx
December 2019 15
Uh1 Pkn Smstr Ii
October 2019 6
Bab 2 (pkn).docx
June 2020 8
Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49

More Documents from ""