Bab Ii New.docx

  • Uploaded by: sepri
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii New.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,782
  • Pages: 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Stroke 2.1.1 Definisi Stroke atau Cerebro Vaskuler Accident (CVA) adala kelainan yang terjadi padaorgan otak atau lebih tepatnya adalah gangguan pembuluh darah otak berupa penurunan kualita pembuluh darah otak (Padila, 2014). Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan gejala neurologis fokal dan/atau global yang berkembang dengan cepat, adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal vaskular (Tanto, 2014). Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untu menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Kusuma, 2015).

2.1.2 Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, stroke dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Stroke iskemik Stroke iskemik adalah stoke yang disebabkan oleh trombosis atau emboli. Stroke dikarakterisasi dengan hilangnya secara tiba – tiba sirkulasi darah pada suatu bagian otak, menyebabkan hilangnya fungsi

7

8

neurologik pada area otak yang sama, disebut sebagai cerebrovascular accident atau sindrom stroke yang melingkupi beberapa kumpulan gejala yang berkaitan dengan kegawatdaruratan neurologik (Larasanty, 2013).

2) Stroke hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena adanya perdarahan di bagian otak. Stroke hemoragik terjadi karena melemahnya pembuluh darah yang pecah dan darah keluar mengalir melingkupi otak. Darah akan menggumpal dan menekan jaringan otak. Terdapat 2 tipe stroke perdarahan yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Penyebab melemahnya pembuluh darah yang paling biasanya menyebabkan stroke perdarahan antaralain adalah aneurisma dan malformasi arteriovenous (Larasanty, 2013).

2.1.3 Etiologi Stroke Iskemik (Non Hemoragic) Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah keotak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. b. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. c. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

9

Faktor-faktor yang menyebabkan stroke antara lain: a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible) 1. Jenis kelamin: Pria lebih sering ditemukan menderita stroke disbanding wanita. 2. Usia: Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. 3. Keturunan: Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke

b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible) 1. Hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Kolesterol tinggi 4. Obesitas 5. Diabetes Melitus 6. Polisetemia 7. Stress Emosional

c. Kebiasaan Hidup 1. Merokok 2. Peminum Alkohol 3. Obat-obatan terlarang. 4. Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga, makanan berkolesterol (Nurarif & Kusuma, 2015).

10

2.1.4 Patofisiologi Stroke Iskemik (Non Hemoragic) Pada level makroskopik, stroke iskemik seringkali disebabkan emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial, namun juga dapat disebabkan penurunan aliran darah otak. Pada level selular, setiap proses yang mengganggu aliran darah ke otak akan memicu sebuah episode iskemik yang menyebabkan kematian neuron dan infark serebral. Patofisiologi stroke iskemik berdasarkan penyebabnya antara lain: a. Emboli Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial atau kadang kala sirkulasi sisi kanan (emboli paradoksikal) dengan melewati bagian patent foramen ovale. Sumber dari

emboli kardiogenik termasuk

trombus valvular (misalnya pada stenosis mitral, endokarditis, katup prostetik), trombus mural (misalnya pada infark miokard, fibrilasi atrial, kardiomiopati terdilatasi, gagal jantung kongestif parah dan atrial myxoma. Infark miokard dihubungkan dengan 2-3% kejadian stroke emboli, yang mana sekitar 85% terjadi pada bulan pertama setelah serangan infark miokard (Larasanty, 2013).

b. Trombosis Stroke trombosis dapat dibedakan menjadi trombosis pada pembuluh darah besar termasuk sistem arteri karotid atau trombosis pada pembuluh darah kecil arteri intraserebral termasuk percabangan terhadap lingkaran Willis dan sirkulasi posterior. Tempat yang paling sering mengalami penyumbatan trombosis adalah pada titik percabangan arteri serebral, terutama pada saluran arteri carotid internal. Stenosis arteri dapat

11

menyebabkan aliran darah turbulen, yang dapat meningkatkan resiko pembentukan trombus, atherosklerosis dan perlekatan platelet yang kesemuanya menyebabkan terbentuknya formasi jendalan darah yang mana dapat menyumbat arteri (Larasanty, 2013).

c. Gangguan aliran Gejala stroke dapat muncul akibat tidak adekuatnya aliran darah otak yang disebabkan oleh turunnya tekanan darah (khususnya penurunan tekanan perfusi serebral) atau karena hiperviskositas hematologik yang disebabkan penyakit sel sabit atau penyakit hematologik lainnya seperti multiple myeloma dan polycythemia vera. Pada kasus ini, cedera otak terjadi karena adanya kerusakan pada sistem organ lainnya (Larasanty, 2013).

12

Gambar 2.1 Pathway Stroke 1. 2. 3. 4.

Faktor penyebab: Kualitas pembuluh darah tidak baik Trombosis pembuluh darah (trombosis cerebri) Emboli dari jantung (emboli cerebri) Arteritis sebagai akibat lues/ artrritis temporalis

Penurunan Blood Flow ke otak

Iskemia dan hipoksia jaringan otak

1. Kecemasan ancaman kematian 2. Kurang pengetahuan prognosis dan terapi

Infark jaringan otak

Edema jaringan otak

Kematian sel otak 8. Risiko injury 9. Gangguan nutrisi 10. Inkotnensia urine 11. Inkotnensia alvi 12. Risiko kerusakan integritas kulit 13. Kerusakan komunikasi verbal 14. Inefektif bersihan jalan nafas.

Kerusakan motorik dan sensorik (Deficit neurologis) - Kelumpuhan/ hemiplegi - Kelemahan/ paralyse

Penurunan kesadaran dan dysphagia

(Sumber: Padila, 2014)

3. Jalan napas tidak efektif 4. Risiko peningkatan TIK 5. Intolerasi aktifitas 6. Gg. mobilitas fisik 7. Defisit perawatan diri

13

2.1.5 Manifestasi Klinis a. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala: 1. Perubahan tingkat kesadaranun: penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus. 2. Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas: kelemahan sampai paralysis. 3. Perubahan ukuran pupil: bilateral atau unilateral dilatasi. Unilateral tanda dari perdarahan cerebral. 4. Perubahan tanda vital: nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu tubuh. 5. Keluhan kepala pusing. b. Muntah projectile (tanpa adanya rangsangan). c. Kelumpuhan dan kelemahan. d. Penurunan penglihatan. e. Defisit kognitif dan bahasa (komunikasi ). f. Pelo/disartria. g. Kerusakan nervus kranialis. h. Inkontinensia alvi dan uri (Padila, 2014).

2.1.6 Diagnosis Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium 1. Hitung darah lengkap. 2. Kimia klinik 3. Masa protombin

14

4. Urinalisis. b. Diagnostik 1. CT- Scan kepala 2. Angiografi serebral 3. EEG. 4. Pungsi lumbal 5. MRI 6. X ray tengkorak (Padila, 2014).

2.1.7 Pencegahan a. Kontrol teratur tekanan darah. b. Menghentikan merokok. c. Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin. d. Mempertahankan kadar gula normal. e. Mencegah minum alcohol f. Latihan fisik teratur. g. Cegah obesitas. h. Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke (Padila, 2014).

2.1.8 Penanganan Stroke 1) Penanganan Prehospital Filosofi yang harus dipegang adalah “time is brain” dan “the golden time”. Dengan adanya kesamaan pemahaman bahwa stroke dan TIA merupakan suatu medical emergency maka akan berperan sekali dalam

15

menyelamatkan hidup dan mencegah kecacatan jangka panjang. Untuk mencapai itu, pendidikan dan penyuluhan perlu diupayakan terhadap masyarakat, petugas kesehatan, petugas ambulans dan terutama para dokter yang berada di ujung tombak pelayanan kesehatan seperti di Puskesmas, unit gawat darurat, atau tenaga medis yang bekerja di berbagai fasilitas kesehatan lainnya. Tanggung jawab manajemen prahospital tergantung pada pelayanan ambulans dan pelayanan kesehatan tingkat primer. Dengan penanganan yang benar pada jam-jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak akan berkurang sebesar 30% (Pardossi, 2013). Menurut Pardossi, (2013), penanganan prehospital yang perlu dilakukan antara lain: a) Deteksi Merupakan pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Keluhan pertama kebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar rumah sakit. Hal ini penting bagi masyarakat luas (termasuk pasien dan orang terdekat dengan pasien) dan petugas kesehatan professional (dokter umum dan resepsionisnya, perawat penerima atau petugas gawat darurat) untuk mengenal stroke dan perawatan kedaruratan (Perdossi, 2013). Konsep “Time is brain” berarti pengobatan stroke merupakan keadaan gawat darurat. Jadi, keterlambatan pertolongan pada fase prahospital harus dihindari dengan pengenalan keluhan dan gejala stroke bagi pasien dan orang terdekat. Pada setiap kesempatan, pengetahuan mengenai keluhan stroke, terutama pada kelompok risiko

16

tinggi (hipertensi, atrial fibrilasi, kejadian vaskuler lain dan diabetes) perlu disebarluaskan. Keterlambatan manajemen stroke akut dapat terjadi pada beberapa tingkat. Pada tingkat populasi, hal ini dapat terjadi karena ketidaktahuan keluhan stroke dan kontak pelayanan gawat darurat. Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST (Facial movement, Arm movement Speech, Test all three) (Perdossi, 2013).

b) Pengiriman pasien Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans gawat darurat. Ambulans gawat darurat sangat berperan penting dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke. Semua tindakan dalam ambulansi pasien hendaknya berpedoman kepada protokol.

c) Transportasi/ambulans Utamakan transportasi (termasuk transportasi udara) untuk pengiriman pasien ke rumah sakit yang dituju. Petugas ambulans gawat darurat harus mempunyai kompetensi dalampenilaian pasien stroke pra rumah sakit.

17

d) Memanfaatkan jaringan pelayanan stroke komprehensif yaitu unit gawat darurat, stroke unit atau ICU sebagai tempat tujuan penanganan definitif pasien stroke (Perdossi, 2013).

2) Penanganan di Rumah Sakit a) Penanganan di UGD Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan sedini mungkin, karena jendela terapi dari strok hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah: (1) Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC (2) Mertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas. (3) Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak. (4) Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung dengan memberikan makanan atau minuman lewat mulut. (5) Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks. (6) Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin

18

parsial jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi. (7) Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan hasil CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia.

b) Penatalaksanaan Stroke di Ruang Perawatan (1) Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung 3-6 jam pertama menggunakan trombolisis. (2) Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan stroke yang masih berkembang (jendela terapi sampai 72 jam). Progresivitas stroke terjadi pada 20-40% pasien stroke yang dirawat, dengan risiko terbesar dalam 24 jam pertarna sejak onset gejala. (3) Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari setelah onset gejala stroke). Sekitar 5% pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami serangan stroke kedua dalam 30 hari pertama. Terapi dini dengan heparin mengurangi risiko stroke berulang dini pada pasien dengan kardioemboli (Mansjoer, 2013).

2.1.9 Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian keperawatan terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif dan peneninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan risiko (area

19

perawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda) (Nurarif & Kusuma, 2015). 1. Pengkajian Fisik a) Biodata Pengkajian biodata difokuskan pada : 1) Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan stroke. 2) Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.

b) Keluhan utama Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi penurunan kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.

c) Upaya yang telah dilakukan Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk. Oleh karena itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.

d) Riwayat penyakit dahulu Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIA, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.

20

e) Riwayat penyakit sekarang Kronologis peristiwa sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma.

f) Riwayat penyakit keluarga Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke.

2. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan seharihari dari bantuan sebagaian sampai total, meliputi : a) Mandi b) Makan/minum c) Bab / Bak d) Berpakaian e) Berhias f) Aktifitas mobilisasi

3. Pemeriksaan fisik dan observasi a) B1 ( Bright / pernafasan). Perlu di kaji adanya : 1) Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks batuk. 2) Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang

21

3) Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor. 4) Catat jumlah dan rama nafas

b) B2 ( Blood / sirkulasi ) Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan Darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.

c) B3 ( Brain / Persyarafan, Otak ) Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil unilateral, dan observasi tingkat kesadaran.

d) B4 ( Bladder / Perkemihan ) Tanda-tanda inkontinensia uri.

e) B5 ( Bowel: Pencernaan ) Tanda-tanda inkontinensia alfi.

f) B6 ( Bone: Tulang dan Integumen ) Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda

b. Diagnosis Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadapgangguan kesehatan/ proses kehidupan, atau kerentanan respon dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Perawat mendiagnosis masalah kesehatan, menyatakan risiko, dan kesiapan untuk promosi kesehatan. Diagnosis berfokus masalah tidak

22

boleh dipandang lebih penting daripada diagnosis risiko. Kadang-kadang diagnosis risiko dapat menjadi diagnosis dengan prioritas tertinggi bagi pasien (Nurarif & Kusuma, 2015). Dalam studi kasus ini diagnosis keperawatan yang dapat timbul pada pasien stroke non hemoragic antara lain: a) Gangguan perfusi jaringan otak b/d menurunnya suplay darah cerebral b) Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan; hemiparesis. c) Gangguan

komunikasi

verbal

b/d

gangguan

neuromuskuler;

penurunan fungsi otot fasial/ oral. (Nurarif & Kusuma, 2015).

c. Intervensi Setelah diagnosis diidentifikasi, prioritas diagnosis keperawatan harus

ditentukan.

Prioritas

utama

diagnosis

keperawatan

perlu

diidentifikasi yaitu kebutuhan mendesak, diagnosis dengan tingkat keselarasan dengan batasan karakteristik yang tinggi, faktor yang berhubungan, atau faktor risiko, sehingga perawatan dapat diarahkan untuk menyelesaikan masalah ini, atau mengurangi keparahan atau risiko terjadinya. Intervensi keperawatan didefinisikan sebagai berbagai perawatan berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan hasil klien/pasien. Nursing Interventions Classification (NIC) adalah sebuah taksonomi tindakan konperhensif berbasis bikti yang perawat lakukan diberbagai tatanan perawatan.

23

Kriteria hasil keperawatan mengacu pada perilaku yang terukur atau persepsi yang ditunjukan seorang undividu, keluarga, kelompok atau komunitas yang respon positif terhadap tindakan keperawatan. Nursing Outcome Classification (NOC) adalah suatu sistem yang dapat digunakan untuk memilih ukuran hasil yang berhubungan dengan diagnosis keperawatan (Nurarif & Kusuma, 2015).

24

Tabel 2.1 Rencana Tindakan Keperawatan No. 1.

Diagnosis Keperawatan Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak

Tujuan

Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan

NOC: Status sirkulasi Perfusi jaringan cerebral Kreteria hasil: 1) Mendemonstrtasikan status sirkulasi yang ditandai dengan: - Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan - Tidak ada hipertensi ortostatik - Tidak ada tandatanda peningkatan TIK (tidak lebih dari 15 mmHg) 2) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif ditandai dengan: - Berkomunikasi dengan jelas - Menunjukan perhatian, konsentrerasi dan orientasi - Mampu memproses informasi - Membuat keputusan dengan benar 3) Menunjukan fungsi sensori motori cranial yang utuh: - Tingkat kesadaran membaik - Tidak ada gerakan involunter

- Batuan Karakteristik: - Massa tromboplastin parsial abnormal - Massa protrombin abnormal - Koagulopati (mis: anemia sel sablt) - Embolisme - Trauma kepala - Hiperkolesterolemia - Hipertensi - Stroke

Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam diharapkan NIC: Manajemen sensasi perifer 1) Monitor TTV dan adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas, dingin, tajam atau tumpul. 2) Monitor adanya paratese dan status neurologis 3) Batasi gerakan pada leher, kepala dan punggung 4) Posisi kepala ditinggikan 30-45 º dengan posisi netral 5) Pertahankan tirah baring, batasi pengunjung 6) Cegah mengedan yang terlalu kuat, bantu dengan latihan nafas 7) Kolaborasi pemberian terapi neuroprotektif 8) Diskusikan mengenai perubahan sensasi dan intervensi bersama pasien dan keluarga

1) Mengetahui adanya gangguan sensasi akibat penurunan perfusi 2) Menandakan gangguan perfusi jaringan 3) Meminimalkan risiko terjadinya kerusakan jaringan otak lebih lanjut 4) Menurunkan tekanan arterial dengan membantu drainase vena dan dapat meningkatkan sirkulasi perfusi serebral 5) Stimulasi yang terus menerus dapat meningkatkan TIK 6) Valsava manuver akan meningkatkan TIK dan beresiko terjadinya perdarahan kembali 7) Biasa digunakan untuk meningkatkan aliran darah otak dan mencegah terjadinya embolus, kontraindikasi meliputi hipertensi karena akan meningkatkan resiko perdarahan 8) Dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk membantu pemilihan intervensi

25

2.

Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak. Definisi : Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Batasan karakteristik : - Penurunan waktu reaksi - Kesulitan membolak-balik posisi - Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus - Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar - Keterbatasan rentang pergerakan sendi - Tremor akibat pergerakan

3.

Kerusakan integritas kulit b.d hemiparesis/ hemiplegia, penurunan mobilitas Definisi: kerusakan jaringan misalnya integumen atau subkutan

Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam diharapkan NOC: Joint Movement: Active Mobility Level Self care: ADLs Transfer performance Kriteria Hasil : 1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2) Peningkatan mobilitas 3) Peningkatan kekuatan otot dan kemampuan berpindah

Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam diharapkan NOC: Integritas jaringan; kulit dan mukosa 1) Perfusi jaringan normal 2) Tidak ada tanda-tanda infeksi 3) Ketebalan dan tekstur jaringan normal 4) Menujukan terjadinya proses penyembuhan luka

NIC: Exercise therapy: ambulation 1) Monitoring vital sign dan status motorik klien 2) Rubah posisi tiap 2 jam 3) Ajarkan keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi atau ROM aktif/pasif 4) Tempatkan bantal dibawah aksila sampai lengan bawah 5) Letakkan gulungan padat pada telapak tangan dengan jari-jari mengembang 6) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. 7) Berikan alat bantu jika klien memerlukan. 8) Ajarkan keluarga pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.

1) Memntau keadaan umum. 2) Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur 3) Meningkatkan pengetahuan tentang ambulasi dan Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku 4) Menurunkan stimulasi fleksi jari-jari dan jempol pada posisi fungsional 5) Membantu menstabilkan tekanan darah, membantu memelihara ekstermitas pada posisi fungsional 6) Membantu pemenuhan mobilitas fisik klien 7) Membantu mobilisasi klien 8) Menambah pengetahuan

NIC: Presure ulcer prevention wound care 1) Anjurkan klien menggunakan pakaian yang longgar 2) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering 3) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali 4) Monitor kulit akan adanya kemerahan 5) Oleskan minyak atau baby oil pada area tertekan 6) Ajarkan keluarga

1) Mengurangi tekanan pada kulit 2) Mencegah infesi 3) Melancarkan sirkulasi 4) Melihat tanda-tanda gangguan integritas kulit 5) Menjaga kelembaban kulit 6) Menambah pengetahuan keluarga 7) Mencegah infeksi 8) Mencegah iskemia jaringan

26

tentang perawatan luka 7) Cegah kontaminasi feces dan urine 8) Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka 3.

Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan fungsi otot fasial/ oral. Definisi: Penurunan, kelambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol Batasan Karakteristik: - Tidak ada kontak mata - Tidak dapat bicara - Kesulitan mengekspresikan pikiran secera verbal (mis, afasia, disfasia, apraksia, disleksia) - Kesulitan menyusun kalimat - Kesulitan menyusun kata-kata (mis : afonia, dislalia, disartria) - Kesulitan memahami pola komunikasi yang biasa - Kesulitan dalam kehadiran tertentu - Kesulitan menggunakan ekspresi wajah - Disorientasi orang - Disorientasi ruang - Disorientasi waktu - Tidak bicara - Dispnea - Ketidakmampuan bicara dalam bahasa pemberi asuhan - Ketidakmampuan menggunakan ekspresi tubuh - Ketidakmampuan

Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam diharapkan NOC: - Anxiety self control - Coping - Sensory function: hearing & vision - Fear sef control Kriteria Hasil : 1) Komunikasi: penerimaan, intrepretasi dan ekspresi pesan lisan, tulisan, dan non verbal meningkat 2) Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal dan atau non verbal yang bermakna 3) Komunikasi reseptif (kesulitan mendengar) : penerimaan komunikasi dan intrepretasi pesan verbal dan/atau non verbal 4) Gerakan Terkoordinasi : mampu mengkoordinasi gerakan dalam menggunakan isyarat 5) Pengolahan informasi : klien mampu untuk memperoleh, mengatur, dan menggunakan informasi 6) Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial

NIC: Communication Enhancement : Speech Deficit: 1) Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan 2) Dengarkan dengan penuh perhatian 3) Berdiri didepan pasien ketika berbicara 4) Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar, daftar kosakata bahasa asing, computer, dan lainlain untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal 5) Berikan pujian positive jika diperlukan 6) Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi

1) Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik 2) Meningkatkan percaya diri klien 3) Menunjukan sikap pendengar yang baik 4) Memudahkan komunikasi dengan menggunakan media 5) Memberi reinsforsment positif 6) Menambah dukungan sosial dari keluarga

27

-

menggunakan ekspresi wajah Ketidaktepatan verbalisasi Defisit visual parsial Pelo Sulit bicara Gaga Defisit penglihatan total Bicara dengan kesulitan Menolak bicara

(Sumber: Bulechek, 2015, Moorhead, 2015).

d. Implementasi Dengan

menggunakan

pengetahuan

keperawatan,

perawat

melakukan dua intervensi yaitu mandiri/ independen dan kolaborasi/ interdisipliner. Intervensi kolaorasi tumpang tindih dengan para profesionel kesehatan lain (Nurarif & Kusuma, 2015).

e. Evaluasi Evaluasi harus terjadi pada setiap langkah dalam proses keperawatan serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan. Efektivitas tindakan dan pencapaian hasil yang teridentifikasi harus dievaluasi sebagai penilaian status klien (Nurarif & Kusuma, 2015).

2.2 Range of Motion (ROM) 2.2.1 Definisi Range of Motion (ROM) merupakan latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2010).

28

2.2.2 Tujuan Tujuan dari tindakan Range of Motion antara lain : a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot b. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan c. Mencegah kekakuan dan kontraktur sendi d. Merangsang sirkulas darah

2.2.3 Jenis-Jenis Range of Motion Range of Motion dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. ROM Aktif Merupakan gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan energy sendiri. Perawat memberikan motivasi dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Kekuatan otot yang digunakan mencapai 75%. Gerakan ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secaraaktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh klien secara aktif yakni dari kepala sampai ujung jari kaki klien.

b. ROM Pasif Merupakan gerakan dimana energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal. Kekuatan otot yang digunakan pada gerakan ini adalah 50%. Range of Motion pasif

29

ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot individu lain secara pasif, misalnya perawat membantu mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada

ekstremitas

yang

terganggu

dan

klien

tidak

mampu

melaksanakannya secara mandiri.

2.2.4 Indikasi Range of Motion 1. Pasien stroke atau penurunan tingkat kesadaran 2. Pasien yang memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan persendian sepenuhnya. 3. Fase rehabilitas fisik 4. Klien dengan tirah baring lama.

2.2.5 Kontraindikasi Range of Motion a. Trombus/ emboli pada pembuluh darah b. Kelainan sendi/ tulang c. Klien fasei mobilisasi karena kasus penyakit (jantung).

2.2.6 Prinsip Latihan Range of Motion Adapun prinsiplatihan ROM antara lain : a. Pemeriksaan dan penilaian kelemahan pasien, tentukan prognosis, pencegahan serta rencana intervensi b. Tentukan kemampuan pasien untuk mengikuti program c. Tentukan seberapa banyak gerakan yang dapat diberikan d. Tentukan pola gerak ROM

30

e. Pantau kondisi umum pasien f. Catat serta komunikasikan temuan-temuan serta intervensi g. Lakukan penilaian ulang serta modifikasi intervensi bila diperlukan h. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari i. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki. j. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagianbagian yang di curigai mengalami proses penyakit. k. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.

2.2.7 Gerakan ROM Berdasarkan Bagian Tubuh Menurut Potter dan Perry (2010), Range of Motion terdiri dari gerakan pada persendian sebagai berikut. a. Leher, Spina, Servikal Gerakan Fleksi Ekstensi Hiperektensi Fleksi lateral Rotasi

Penjelasan Menggerakan dagu menempel ke dada Mengembalikan kepala ke posisi tegak Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap bahu Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler

Rentang rentang 45° rentang 45° rentang 40-45° rentang 40-45°

Penjelasan Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin

Rentang rentang 180°

rentang 180°

b. Bahu Gerakan Fleksi Ekstensi Hiperektensi Abduksi Adduksi

rentang 180° rentang 45-60° rentang 180° rentang 320°

31

Rotasi dalam

Rotasi luar Sirkumduksi

Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh

rentang 90°

Penjelasan Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu Meluruskan siku dengan menurunkan tangan

Rentang rentang 150°

Penjelasan Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah

Rentang rentang 70-90°

rentang 90° rentang 360°

c. Siku Gerakan Fleksi

Ektensi

rentang 150°

d. LenganBawah Gerakan Supinasi Pronasi

rentang 70-90°

e. PergelanganTangan Gerakan Fleksi Ekstensi

Hiperekstensi Abduksi Adduksi

Penjelasan Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam arah yang sama Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari

Rentang rentang 80-90°

Penjelasan Membuat genggaman Meluruskan jari-jari tangan Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain Merapatkan kembali jari-jari tangan

Rentang rentang 90° rentang 90° rentang 30-60°

rentang 80-90°

rentang 89-90° rentang 30° rentang 30-50°

f. Jari-Jari Tangan Gerakan Fleksi Ekstensi Hiperekstensi Abduksi Adduksi

rentang 30° rentang 30°

32

g. Ibu Jari Gerakan Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi Oposisi

Penjelasan Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, Menjauhkan ibu jari ke samping, Mengerakan ibu jari ke depan tangan, Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama.

Rentang rentang 90° rentang 90° rentang 30° rentang 30° -

h. Pinggul Gerakan Fleksi Ekstensi Hiperekstensi Abduksi Adduksi Rotasi dalam Rotasi luar Sirkumduksi

Penjelasan Mengerakan tungkai ke depan dan atas Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain Mengerakan tungkai ke belakang tubuh Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika mungkin Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain Menggerakan tungkai melingkar

Rentang rentang 90-120° rentang 90-120°

Penjelasan Mengerakan tumit ke arah belakang paha Mengembalikan tungkai kelantai

Rentang rentang 120-130° rentang 120-130°

Penjelasan Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah

Rentang rentang 20-30°

rentang 30-50° rentang 30-50° rentang 30-50° rentang 90° rentang 90° -

i. Lutut Gerakan Fleksi Ekstensi

j. Mata Kaki Gerakan Dorsifleksi Plantarfleksi

rentang 45-50°

k. Kaki Gerakan Inversi Eversi

Penjelasan Memutar telapak kaki ke samping dalam Memutar telapak kaki ke samping luar

Rentang rentang 10° rentang 10°

33

l. Jari-jari Kaki Gerakan Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi

Penjelasan Menekukkan jari-jari kaki ke bawah Meluruskan jari-jari kaki Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain Merapatkan kembali bersama-sama

Rentang rentang 30-60° rentang 30-60° rentang 15° rentang 15°

2.3 Telaah Jurnal 2.3.1 Jurnal 1 Penelitian Marlina (2017), dengan judul pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke iskemik di RSUDZA Banda Aceh. Desain Penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengn rancangan pretestpostest group desain kelompok intervensi (intervention group) dan kelompok kontro (control group). Analisis bivariat dengan uji t -test independen dan t-test dependen. Sampel berjumlah 50 responden yang terdiri dari 25 group kontrol dan 25 group intervensi dengan pendekata non probability sampling jenis consecutif sampling. Pasien diberikan tindakan latihan range of motion selama 6 hari. Evaluasi hasil penelitian dilakukan setelah 6 hari dengan menilai kekuatan otot. Hasil penelitian menunjukkan nila rata-rata kekuatan otot responden pada latihan ROM sebelum intervensi adalah 3,68 dengan standar deviasi 1,62. Pada pengukuran sesudah intervensi didapat rata-rata 4,60 dengan standar deviasi 0,81. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua 0,92 dengan standar deviasi 1,07. Hasil uji statistik didapatkan nilai (Pvalue=0,000) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang bermakna kekuatan otot sebelum dan sesudah tindakan ROM pada pasien stroke iskemik.

34

2.3.2 Jurnal 2 Penelitian Cahyati (2013), dengan judul perbandingan peningkatan kekuatan otot pasien hemiparese melalui latihan range of motion unilateral dan bilateral. Penelitian menggunakan desain quasi experiment pre dan post test design. Jumlah sampel 30 responden yang terdiri dari kelompok intervensi I dan intervensi II. Evaluasi penelitian dilakukan pada hari pertama dan ketujuh. Teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kekuatan otot meningkat pada kedua kelompok intervensi dan terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok intervensi (p= 0,018, α= 0,05 ). 2.3.3 Junal 3 Penelitian Rahmadani (2016), dengan judul asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan aktivitas / latihan: mobilisasi pada tn.s di Ruang Cempaka RSUD dr. Soedirman Kebumen. Dari hasil pengkajian didapatkan data kelemahan ektremitas kiri, dengan kekuatan otot 1. Tindakan yang sudah dilakukan yaitu melatih ROM, mengukur kelemahan otot.Dalam evaluasi yang dilakukan selama 3 x 24 jam, kekuatan otot pasien ektremitas kiri mengalami peningkatan menjadi 3 setelah dilakukan tindakan ROM. Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa masalah keperawatan teratasi sebagian. Merekomendasikan untuk mengatasi masalah mobilisasi adalah melakukan ROM secara teratur.

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44
Bab Ii
October 2019 82

More Documents from "Mohamad Shodikin"