1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV / AIDS, mencegah penularan HIV / AIDS, mempromosikan perubahan prilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV / AIDS (Depkes, 2008). Penyakit Aqciured Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyrang sel darah putih (limfosit) didalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh
manusia
sehingga
menyebabkan
Aqciured
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2014). Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV / AIDS telah dilaporkan keberadaannya oleh 433 (84,2%) dari kabupaten / kota di 34 provinsi di Indonesia. Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kelompok umur yang paling berisiko terhadap penularan HIV adalah kelompok umur produktif yaitu 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Penderita HIV / AIDS diperkirakan pada tahun 2020 jumlahnya mencapai 2.000.000, untuk mengubah jalannya epidemik HIV diseluruh Indonesia, diupayakan mencegah penularan sebanyak 1.000.000 orang pada tahun 2020 dengan merencanakan aksi nasional. Ada 8 sasaran kunci yang akan dicapai hingga 2020 diantaranya adalah 80% populasi yang
2
paling berisiko, terjangkau oleh program pencegahan yang komprehensif, perubahan prilaku pada 60% populasi yang berisiko (Metro Lacak, 2007 : 6). Resiko penularan HIV dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi pencegahan, yaitu melalui layanan konseling VCT dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, oleh karena itu, untuk meminimalisir risiko penularan HIV, WHO mengembangkan program penanggulangan HIV berupa Guideline on HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV testing and Counselling in Prison and other closed setting yang dilaksanakan sejak tahun 2007. Indonesia telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007). Konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan pintu masuk (entry point) untuk membantu pasien HIV mendapatkan akses kesemua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi dan dukungan psikososial (Depkes, 2008). B. Rumusan Masalah Peningkatan pasien HIV kemudian disusul dengan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada anak menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan dan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya peningkatan kasus HIV, pasien HIV dianjurkan melakukan konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status HIV dirinya. Praktik pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumberdaya dalam melakukan VCT juga memengaruhi tindakan pasien HIV dalam melakukan VCT, oleh karena itu pembuatan makalah ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap klien terhadap pemanfaatan layanan VCT. C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap klien terhadap pemanfaatan layanan VCT 2. Untuk mencegah penularan HIV / AIDS dengan melakukan upaya pencegahan melalui pelayanan VCT
3
3. Untuk merubah prilaku hidup seseorang pada penderita HIV / AIDS dengan melakukan metode VCT
BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Konseling
4
Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain. (Depkes RI, 2000). Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Saifuddin, 2001). Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan, dan perasaan klien (Lukman, 2002). B. Ciri-ciri Konseling 1. Konseling sebagai profesi bantuan Sebagai profesi bantuan, konseling merupakan pelayanan masyarakat yang diberikan oleh konselor profesional yang memiliki kepribadian, pengetahuan dan keterampilan serta pengalamannya dalam bidang konseling, ia mengabdikan diri untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusian dan mengembangkan diri individu serta menjadikan masyarakat memiliki motivasi yang tinggi. 2. Konseling sebagai hubungan pribadi Yaitu proses hubungan timbal balik antara seorang konselor dan konseli, dimana individu memberikan pelayanan konseling dengan seorang konseli atau kelompok konseli. 3. Konseling sebagai bentuk intervensi Yaitu bantuan yang diberikan oleh konselor profesional untuk memengaruhi konseli agar ia dapat merubah prilakunya kearah yang lebih maju. Contoh : individu yang memiliki kebiasaan merokok menjadi dapat berhenti merokok. 4. Konseling untuk masyarakat luas
5
Konseling tidak hanya diberikan kepada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan juga kepada masyarakat agar masyarakat dapat memperoleh kebahagian hidup. 5. Konseling sebagai pelayanan psokopedagogis Konseling merupakan pelayanan profesional yang menggunakan ilmu psikologis dan pendidikan. 6. Ditujukan kepada klien yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian klien yang terpadu 7. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan feeling, bukan segi intelektual 8. Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi sosialpsikologis masa kini dan bukan pengalaman masa lalu 9. Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal-self dan actual-self 10. Peran yang aktif dalam konseling dipegang oleh klien, sedangkan konselor adalah pasif-reflektif, artinya tidak semata-mata diam dan pasif akan tetapi berusaha mambantu agar klien aktif memecahkan masalahnya C. Tujuan Utama Konseling Ada beberapa tujuan konseling diantaranya adalah : 1. Membantu seorang individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahapan perkembangan, tuntutan positif lingkungannya dan predisposisi yang dimilikinya seperti kemampuan dasar dan bakatnya, dalam berbagi latar belakang yang ada seperti keluarga, pendidikan, atau status ekonomi. 2. Membantu seseorang mengenali dirinya sendiri dengan memberi informasi kepada individu tentang dirinya, potensinya, kemungkinankemungkinan yang memadai bagi potensinya dan bagaimana memanfaatkan pengetahuan sebaik-baiknya. 3. Memberi kebebasan kepada individu untuk membuat keputusan sendiri serta memilih jalurnya sendiri yang dapat mengarahkannya. 4. Dalam menjalani hidup menjadikan individu lebih efektif, efesien dan sistematis dalam memilih alternatif pemecahan masalah.
6
5. Konseling membantu individu untuk menghapus / menghilangkan tingkah laku maladatif (masalah) menjadi tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. D. Konseling HIV/AIDS Konseling HIV atau AIDS merupakan dialog antara seseorang (klien) dengan pelayan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadapatasi diri dengan stres dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIV atau AIDS. Konseling HIV berbeda dengan jenis konseling lainyan, walaupun keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama. Konseling HIV menjadi hal yang unik karena : 1. Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang inteveksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS 2. Membutuhkan pembahasan mengenai praktik seks yang bersifat pribadi 3. Membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proses kematian 4. Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan pendapat dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dalam nilai yang dianut oleh konselor itu sendiri 5. Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV yang positif 6. Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan maupun anggota keluarga klien E. Tujuan Konseling HIV 1. Mencegah penularan HIV dengan cara merubah prilaku. Untuk mengubah prilaku ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) tidak hanya membutuhkan informasi belaka, tetapi jauh lebih penting adalah pemberian dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka, 2.
misalnya dalam prilaku seks aman, tidak ganti ganti jarum suntik, dll Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baik medis,psikologis,sosial dan ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan untuk memberikan dukungan kepada ODHA agar mampu hidup secara positif
7
Dalam hal ini konselor juga diharapkan dapat membantu mengatasi rasa putus asa, rasa duka yang berkelanjutan, kemungkinan stigma, diskriminasi,
penyampaiaan
status
HIV pada
pasangan
seksual,
pemutusan hubungan kerja, dll
F. Definisi VCT Voluntary counselling and tersting atau bisa disingkat VCT merupakan kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratorium. Tes HIV
dilakukan
menandatangani
setelah
klien
informed
terlebih
consent
dahulu
(surat
memahami
persetujuan)
dan
setelah
mendapatkan persetujuan yang lengkap dan benar. Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas, memberikan waktu, perhatian, dan keahliannya untuk membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. VCT penting, karena merupakan jalan masuk keseluruh layanan HIV dan AIDS, menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini tentang HIV dan AIDS, mengurangi
stigma
negatif
masyarakat,
merupakan
pendekatan
menyeluruh baik kesehatan fisik maupun mental, memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien, baik kesehatan maupun psikososial (Ditjen P2PL, 2003). G. Ciri-ciri Konseling VCT Konseling merupakan kegiatan membantu klien agar dapat : a. Agar mampu akses informasi yang benar. b. Memahami dirinya dengan lebih baik. c. Agar mampu menghadapi masalahya. d. Agar mampu berkomunikasi lebih lancar. e. Mengatisipasi harapan-harapan, kerelaan, dan perubahan prilaku.
8
Konseling bukan merupakan percakapan tanpa tujuan, juga bukan memberi nasihat atau intruksi pada orang unutk melalkukan sesuatu sesuai kehendak konselor. Konseling bersifat sangat prbadi, sehingga membutuhkan pengembangan rasa yang percaya. Hal ini bukan suatu hal yang baru, dapat bervariasi tergantung kondisi daerah/wilayah,latar belakang klien, dan jenis layanan media/sosial yang tersedia. Konseling bersifat tidak esklusif, artinya setiap orang yang diberi pelatihan kahusus dapat konselor. H. Tujuan VCT Konseling HIV mempunyai tujuan 1. Menyediakan dukungan psikologis 2. Mencegah penularan HIV Menyediakan informasi tentang prilaku beresiko tinggi HIV Membantu mengembangkan keahlian pribadi yang diperlukan untuk mendukung perilaku hidup sehat 3. Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin, termasuk alternatif pemecahan berbagai masalah Tujuan umum VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku yang mengurangi risiko mendapat infeksi dan penyebaran infeksi HIV. Tujuan khusus VCT bagi orang dengan HIV / AIDS (ODHA) : 1. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang diketahui terinfeksi HIV. Kurang dari 2,5% orang yang diperkirakan telah terinfeksi HIV mengetahui bahwa dirinya terinfeksi. 2. Mempercepat diagnosis HIV Sebagian besar ODHA di Indonesia baru mengetahui dirinya terinfeksi setelah mencapai tahap simtomatik dan masuk ke stadium AIDS, bahkan dalam keadaan hampir meninggal. Dengan diagnosa lebih dini, ODHA mendapat kesempatan untuk melindungi dirnya dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesi.
9
3. Meningkatkan penggunaan layanan kesehtan dan mencegah terjadinya infeksi lain pada ODHA ODHA yang belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV tidak dapat mengambil manfaat profilaksis terhadap infeksi oportunistik, yang sebetulnya sangat murah dan efektif. Selain itu mereka juga tidak dapat memperoleh terapi antiretroviral secara lebih awal, sebelum sistem kekebalan tubuhnya rusak total dan tidak dapat dipulihkan kembali. 4. Meningkatkan kepatuhan pada terapi antiretroviral Agar virus tidak menjadi resisten dan efektifitas obat dapat dipertahankan diperlukan keptuhan yang tinggi terhadap pengobatan. Kepatuhan tersebut didorong oleh pemberian informasi yang lengkap dan pemahaman terhadap informasi tersebut, serta dukungan oleh pendamping. 5. Meningkatkan jumlah ODHA yang berprilaku hidup sehat dan melanjutkan perilaku yang kurang berisiko terhadap penularan HIV dan infeksi menular seksual (IMS) Jika sebagian besar ODHA tahu status HIV-nya, dan berpilakuhidup sehat agar tidak menulari orang lain, maka rantai epidemik HIV akan terputus (Ditjen P2PL, 2003). I. Ketersedian sarana dan prasarana Klinik konseling VCT Konseling HIV dapat dilakukan ditempat yang menjamin keberhasilan. Layanan VCT dapat dilakukan ditempat berikut : 1. Pada layanan antenatal : dengan memperhatikan penularan dari ibu ke anak 2. Pada layanan penggunaan napza suntuk : dengan sasaran pengguna 3. 4. 5. 6. 7.
napza suntik Pada layanan reproduksi : bagi remaja dan pasangan usia subur Pada layanan terapi penyakit infeksi Pada layanan transfusi darah, donor jaringan manusia Pada layanan kesehatan kerja dan skrining tenaga kerja Pada layanan laboratorium
10
Layanan VCT dapat dilakukan oleh pemerintah, LSM, masyarakat, maupun swasta dan merupakan suatu bentuk intervensi kesehatan masyarakat (P2PL, 2003). Syarat ruang konseling VCT : 1. Nyaman dan aman, karena konseling memerlukan waktu yang lama serta harus menjaga kerahasiaan 2. Ruang tertutup dan suara tidak dapat didengar dari ruang lain untuk menjaga kerahasian 3. Satu arah dengan pintu masuk dan keluar yang berbeda 4. Akses mudah, untuk menuju klinik yang merujuk atau menuju laboratorium pemeriksaan darah 5. Pencahayaan cukup, agarproses konseling dan edukasi yang memerlukan alat peraga dapat dilakukan dengan jelas Didalam ruang konseling terdapat : 1. Tempat duduk yang nyaman bagi klien dan konselor 2. Alat peraga dan alat bantu pendidikan klien untuk menjelaskan cara pemasangan kondom, penggunan alat pelindung, cara menolong diri pasca pajanan, dan sebagainya 3. Tisu untuk menghapus keringat atau air mata klien 4. Alat pendokumentasian keadaan klien dan peroses konselingnya (Ditjen P2PL, 2003). J. Sasaran VCT Konseling ditujukan untuk mereka yang sudah terinveksi HIV dan keluarganya, mereka yang akan dites HIV, mereka yang mencari pertolongan karena merasa telah melakukan tindakan berisiko dimasa lalau, dan merencanakan masa depannya, mereka yang tidak mencari pertolongan, tapi berisiko tinggi. Sasaran konseling dalam VCT adalah : 1. Memberikan kesempatan klien mengenali dan mengekspresikan 2.
perasaan mereka. Memberi informasi
tentang
narasumber
atau
lembaga,
baik
pemerintahan maupun LSM yang dapat membantu kesulitan dalam berbagai aspek
11
3.
Membantu klien menghubungi narasumber atau lembaga yang
4.
dimaksud Membantu klien memperoleh dukungan dari jaringan sosial, keluarga,
5. 6. 7. 8. 9.
dan teman Membantu klien mengatasi kesedihan dan kehilang Memberikan advokasi pada klien untuk mencegah penyebaran infeksi Mengingatkan klien atas hak hukumnya Membantu klien memelihara kendali atas hidupnya Membantu klien menemukan arti hidupnya
Berbagi motivasi yang mendorong seseorang mengikuti konseling :
Ingin tahu status HIV dirinya Pernah melakukan hubungan seksual yang berisiko Sangat cemas Terpajan risiko dan menduga dirinya terinfeksi dengan atau tanpa
gejala sakit Pasangan atau anak meninggal dunia Berencana menikah atau berencana untuk hamil Sedang hamil Berganti pasangan Dipersyaratkan ditempat kerja Sebagai persyaratan untuk permohonan keimigrasian atau pendidikan (P2PL, 2003) K. Prinsip pelayanan VCT 1. Sukarela dalam melaksanakan testing VCT Pemeriksaan status HIV hanya dapat dilaksanakan atas persetujuan
klien, tanpa paksaan dan tanpa tekanan. Keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan testing ada ditangan klien. Testing HIV dalam VCT bersifat sukarela, sehingga tidak ada testing wajib untuk pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, penasun, rekruitmen tenaga kerja, asuransi kesehatan dan tahanan 2. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas Layanan harus bersifat profesional, dan menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus terjaga kerahasiaannya
oleh
konselor
dan
petugas
kesehatan,
tidak
diperkenankan didiskusikan diluar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh orang yang tidak mempunyai hak untuk mengakses
12
3. Mempertahankan relasi hubungan konselor-klien yang efektif Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing HIV dan mengikuti konseling pasca-testing. Dalam konseling pascatesting ini konselor juga membicarakan perasaan klien ketika menerima hasil testing dan membantu klien untuk menerima kondisi dirinya apabila hasil tesnya positif. 4. Testing merupakan salah satu kompenen VCT WHO dan kementrian kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Konseling pascatesting dilakukan pada saat yang bersamaan dengan saat penerimaan hasil testing dengan didampingi oleh konselor yang disetujui oleh klien. (Setiawan, 2011). L. Faktor yang berpengaruh dengan partisipasi VCT Karakteristik soiodemografi 1. Pendidikan Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan formal yang ditempuh oleh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu proses menuju kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat terlepas dari proses belajar. Dengan belajar pada hakikatnya merupakan upaya penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan luar dan hidup masyarakat. Pendidikan merupakan upaya atau kegiatan untuk menciptakan prilaku masyarakat yang kondusif. (Natoadmodjo, 2003) Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pemanfaatan klinik VCT (Setiawan, 2011). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat pemanfaatan klinik VCT-nya. 2. Pekerjaan Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pemasukan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan.
13
Status
pekerjaan
seseorang
secara
tidak
langsung
dapat
menggambarkan tingkat pendapatkan dan kesejahteraan seseorang. Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatan akses seseorang pelayanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik. Penelitian di Botswana, menunjukkan bahwa perempuan memiliki kerentanan yang lebih buruk terhadap penularan HIV (Chillisa dan bennel, 2001). Faktor sosial dan budaya memperkuat peran laki-laki yang mengakibatkan lemahnya posisi perempuan dalam hubungan seksual. Hal ini diperburuk karna perempuan tidak dapat memiliki hak untuk memutuskan pilihan terkait hak reproduksinya dan tidak berdaya secara ekonomi (Chillisa dan bennel, 2001) 3. Jenis tindak pidana Jenis pelanggaran hukum adalah jenis kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seseorang yang didalam masyarakat yang menggerakan suatu peraturan hukum tertentu sehingga ketentuanketentuan yang tercantum didalamnya lalu diwujudkan (Rahardjo, 1982). Perbuatan pidana adalah suatu perubahan fisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana (Simanjuntak, 1994) Berdasarkan hasil penelitian direktorat jendral pemasyarakatan, kementrian hukum dan HAM (2010) disebutkan bahwa dua pertiga tahanan dengan kasus narkoba adalah pengguna. Hal ini berarti meningkatkan peluang untuk menemukan kasus HIV positif pada tahanan. 4. Gejala infeksi menular seksual Riwayat infeksi menular seksual atau INS membuat seseorang lebih menyadari pentingnya pencegahan sebelum terinfeksi. Hubungan seksual merupakan salah satu kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi, karna itu perlu adanya usaha yang meminimalkan risiko untuk terinfeksi INS atau HIV, salah satunya dengan menggunakan kondom lateks (CDC, 2001). Seseorang dengan riwayat INS dan memiliki risiko untuk terinfeksi HIV sangat perlu untuk mendapatkan konseling mengenai pentingnya pemeriksaan HIV (Borucki,1997).
14
INS akan meningkatkan risiko seseorang terkena HIV dari hubungan seksual menjadi 2-10 kali lipatnya. Jika seseorang terkena INF, maka pada kulit atau mukosa permukaan organ reproduksinya akan terdapat infeksi. Dalam bahasa ilmiahnya disebut inflamasi atau proses peradangan. Jika terjadi peradangan maka akn banyak sekali sel darah putih yang berkumpul dipermukaan. Sel darah putih sendiri sangat disukai oleh virus HIV. HIV akan segera berlekatan dengan sel-sel darah putih, sehingga proses masuknya virus HIV dalam tubuh manusia dipercepat. Itulah mengapa salah satu cara untuk memutuskan penyebaran HIV adalah dengan memutuskan mata rantai penyebaran INS (admin, 2012). M. Tahapan VCT Pada dasarnya tahap-tahap dalam pelaksanaan VCT ada tiga tahap yaitu: 1.
Konseling pre tes HIV Yang diberikan dalam konseling pre tes HIV a.
Prilaku yang berisiko menularkan HIV
b.
Pengenalan HIV/AIDS, pencegahan dan pengobatannya
c.
Untungnya jika ikut VCT dan kerugiannya bila ditolak
d.
Makna bila hasil tes positif atau negatif
e.
Rencana perubahan perilaku
f.
Dampak atas pribadi, keluarga dan sosial terhadap hasil tes HIV
Informed Consent a. Semua pasien sebelum testing harus membuat persetujuan tertulis * Aspek penting didalam persetujuan: 1) pasien telah diberikan penjelasan cukup 2) pasien mengerti dan mampu menyatakan persetujuannya secara intelektual dan psikiatris 3) pasien tidak dalam paksaan 4) untuk pasien yang tidak mampu mengambil keputusan untuk dirinya, konselor harus bersikap jujur dan obyektif
15
dalam
menyampaikan
informasi,
sehingga
pasien
memahami dan dapat menyatakan persetujuannya. b. Informed consent pada anak. dalam melakukan testing HIV pada anak dibutuhkan persetujuan dari orang tua/wali c. Batasan umur untuk dapat menyatakan persetujuan testing HIV d. Persetujuan yang dilakukan orang tua buat anak 2.
Tes HIV Hasil Tes HIV yang perlu diketahui a. Reaktif dalam tubuh klien ada HIV (sudah jadi ODHA) b. Non reaktif HIV belum ada dalam tubuh klien c. Indeterminate tes perlu diulangi karena hasil tidak jelas Masa/periode jendela masa antara masuknya HIV kedalam tubuh sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV (umumnya 2 minggu sampai 6 bulan), namun HIV dapat ditemukan dalam darah, sehingga sudah infeksius. Pada periode jendela (window periode) ini sangat membahayakan karena disangka negatif, padahal HIV positif
3.
Konseling pasca tes HIV Yang diberikan dalam konseling post tes HIV a.
Konselor memberi penjelasan tentang hasil tes HIV.
b.
Bila belum dimengerti, klien bisa bertanya sampai jelas maknanya.
c.
Setelah hasil tes dimengerti, maka klien mungkin menangggapi secara emosional. Dalam keadaan demikian konselor HIV/AIDS mendampingi klien mengendalikan reaksi emosional mereka.
d.
Setelah klien tenang dan dapat menerima hasil tes HIV, maka konselor akan memberikan penjelasan kembali tentang: a)
Cara pencegahan dan penularan HIV/AIDS terlepas hasil tes klien positif atau negatif.
b) Memberi dukungan sesuai yang dibutuhkan. c)
Membuat rencana lebih lanjut.
16
N. Pelaksanaan VCT Tahapan Pelayanan VCT Bagan 1: Tahap pelayanan VCT meliputi : Konseling Pre-Test VCT a. Membangun kepercayaan klien pada konselor b. Menjelaskan proses VCT c. Menjelaskan tentang HIV/AIDS, pencegahan dan pengobatannya d. Mencari tahu tingkat pengetahuan klien mengenai HIV dan AIDS
Konseling Test VCT a. Menilai perilaku berisiko yang dapat menjadi sarana penularan HIV b. Menjelaskan keuntungan melakukan tes HIV & kerugian jika menolak atau menunda c. Menjelaskan makna hasil testing HIV positif atau negatif d. Memberikan penjelasan mengenai dampak pribadi, keluarga, dan sosial terhadap hasil testing HIV e. Mendiskusikan kemungkinan tindak lanjut setelah ada hasil tes (rencana perubahan perilaku)
Konseling Post-Test VCT a. Testing serologis untuk mendeteksi antibody HIV dalam serum atau plasma b. Metode rapid testing atau testing cepat
Hal yang perlu diketahui dari hasil testing HIV adalah :
17
1) Tanda Non reaktif berarti HIV belum ada di dalam tubuh 2) Tanda reaktif berarti HIV sudah ada pada tubuh 3) Indeterminate berarti perlu adanya pengulangan testing HIV karena hasil testing HIV tidak jelas 4) Masa jendela berarti masa inkubasi HIV yaitu masa antara masuknya virus HIV ke dalam tubuh manusia sampai terbentuknya antibody terhadap HIV atau disebut HIV positif (umumnya 2 minggu – 6 bulan). Penyampaian hasil testing negatif dan positif, meliputi: 1) Memberikan waktu bagi klien untuk memahami hasil tes dan bereaksi. 2) Mendampingi klien dalam mengendalikan reaksi emosional. 3) Menjelaskan makna reaktif atau nonreaktif . 4) Menjelaskan
kembali
cara
pencegahan
dan
penularan
HIV/AIDS, terlepas hasil tes negatif/positif . 5) Memberikan dukungan yang sesuai . 6) Membuat rencana lebih lanjut . 7) Membahas tindak lanjut medis dan strategi perubahan perilaku Hasil Test VCT Hasil Test (-) - Menegaskan penularan
kembali dan
Hasil Test (+) cara - Sampaikan berita dengan hati-
pencegahan
HIV/AIDS. -
-
Membantu
hati. -
Sediakan waktu untuk diskusi.
merencanakan -
Bantu adaptasi dengan situasi.
perubahan perilaku yang lebih -
Buat rencana tepat dan rasional.
sehat dan aman.
Konseling
Memberi
dukungan
untuk
melibatkan kelurga, teman, dan
mempertahankan perilaku yang lebih sehat.
berkelanjutan
lingkungan. -
Dorongan
untuk
mengurangi
18
-
Anjuran untuk melakukan VCT
penularan,
kembali 3 bulan berikutnya.
menurunkan risiko penularan. -
motivasi
untuk
Kenali sumber dukungan lain, termasuk layanan medik RS dan perawatan rumah.
-
Merujuk pada manajemen kasus.
Alur Pemeriksaan IMS / VCT
Administasi : Pendaftaran Pembayaran
Konseling Pre Test Informasi HIV/AIDS Informed consent
Konseling Test Pengambilan darah
Hasil
Laboratorium
Konseling Post Test Informasi hasil Konseling hasil test
Negatif
Positif
Periksa ulang 3 bulan kemudian
Analisa kesiapan pasien Manajemen reaksi emosi dan dukungan reaksi psikologis Perencanaan dukungan dan perawatan Info layanan klinik, KDS, MK, ARV Rencana penurunan resiko Rukukan konseling, MK, KDS, layanan kesehatan, PL, PMTCT
19
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain. (Depkes RI, 2000). Konseling HIV atau AIDS merupakan dialog antara seseorang (klien) dengan pelayan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadapatasi diri dengan stres dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIV atau AIDS. Voluntary counselling and tersting atau bisa disingkat VCT merupakan kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratorium. Tes HIV
dilakukan
menandatangani
setelah informed
klien
terlebih
consent
dahulu
(surat
memahami
persetujuan)
dan
setelah
mendapatkan persetujuan yang lengkap dan benar. Tujuan umum VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku yang mengurangi risiko mendapat infeksi dan penyebaran infeksi HIV.
20
Layanan VCT dapat dilakukan oleh pemerintah, LSM, masyarakat, maupun swasta dan merupakan suatu bentuk intervensi kesehatan masyarakat (P2PL, 2003). Pada dasarnya tahap-tahap dalam pelaksanaan VCT ada tiga tahap yaitu: Konseling Pre test HIV, Tes HIV dan Konseling Pasca tes HIV B. Saran Masyarakat diharapkan untuk lebih mengerti, memahami penyakit, faktor risiko dan gejala-gejala HIV/AIDS, merubah perilaku dari unsafe seks menjadi safe seks. Dan juga masyarakat diharapkan untuk menyadari pentingnya deteksi dini HIV/AIDS melalui tes VCT dan melakukan tes VCT tiap 3 bulan sekali setelah melakukan perilaku berisiko.