Bab Ii Lebih Lengkap.docx

  • Uploaded by: wahyu
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Lebih Lengkap.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,457
  • Pages: 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gizi Buruk Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang mengalami ketidakcukupan energi atau nutrisi, untuk menjalani kehidupan yang aktif dan sehat secara fisik. Kondisi ini dinyatakan sebagai kekurangan zat gizi, atau dengan kata lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori atau keduaya18. Dalam buku standar antopometri 2010, gizi buruk (severely underweight) dinyatakan sebagai status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U)

19

.

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses

terjadinya kekurangan gizi menahun. Prevalensi tertinggi gizi buruk terjadi pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita) 20. Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun. Balita disebut gizi buruk apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) < -3 SD (standar deviasi)18. B. Penyebab Menurut UNICEF ada tiga penyebab gizi buruk pada anak yaitu penyebab langsung, tidak langsung dan penyebab mendasar 1. Penyebab langsung gizi buruk adalah asupan makanan yang tidak memadai, kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalori maupun protein, hambatan utilisasi gizi,

adanya penyakit infeksi dan investasi cacing yang menghambat proses absorbsi20. Kurangnya asupan gizi dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah asupan makanan yang dikonsumsi atau makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan. Sedangkan infeksi menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan dengan baik 1. Penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu tidak cukup pangan, pola asuh yang tidak memadai, sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadahi 1. Selain itu bisa disebabkan juga karena jumlah anak yang terlalu banyak dan rendahnya pendidikan umum serta pendidikan gizi sehingga kurang adanya pemahaman peranan zat gizi bagi manusia 20. Penyebab mendasar atau akar masalah gizi buruk adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam 1. Dalam hal ini penyebab paling dominan adalah kemiskinan dan pendapatan rendah akibatnya daya beli terhadap makanan terutama yang berprotein rendah

20

. Perekonomian negara

juga mempengaruhi status gizi masyarakat, jika ekonomi negara mengalami krisis moneter menyebabkan kenaikan harga barang, termasuk bahan makanan sumber energi dan protein.

C. Indikator dan klasifikasi gizi anak Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dan TB anak disajikan dalam bentuk tiga indikator antopometri yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Kemudian angka berat badan dan tinggi badan dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri WHO. 1. Berdasarkan indikaror BB/U Menurut buku antopometri kementrian kesehatan tahun 2010, status gizi buruk didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) 19. Berat badan merupakan parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak seperti penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi1. Berat badan adalah parameter antopometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur . Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran gizi1.

Gambar 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks BB/U

Pemantuan pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antopometri berat badan menurut umur dapat dilakukan menggunakan kurva pertumbuhan pada kartu menuju sehat (KMS). Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan dua cara yaitu dengan menilai garis pertumbuhannya, atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan dengan kenaikan berat badan minimum 1. Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan dikatakan naik jika grafik BB mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan BB sama dengan kenaikan berat badan minimal (KBM) atau lebih. Tidak naik jika grafik BB mendatar atau menurun memotong garis pertumbuhan di bawahnya atau kenaikan BB kurang dari KBM. Kementrian Kesehatan tahun 2010 menyatakan bahwa berat badan balita dibawah garis merah menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan pada balita yang membutuhkan konfirmasi status gizi lebih lanjut 1.

Gambar 2.2. Kurva BB/U 2. Berdasarkan indikator TB/U Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal, dimana dalam keadaan normal pertumbuhan tinggi badan sejalan dengan umur. Pertumbuhan tinggi badan relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi sehingga indikator TB/U baik untuk melihat keadaan gizi masa lampau terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita 1.

Gambar 2.3. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks TB/U

3. Berdasarkan indikator BB/TB BB/TB merupakan indikator pengukuran antopometri yang paling baik, karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Berat badan berberkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya perkembangan berat badan diikuti pertambahan tinggi badan 1.

Gambar 2.4. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks BB/TB

D. Metode pengukuran status gizi Status gizi ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain: 1. Pengukuran Klinis Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan kekurangan gizi. Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau tidak. Pemeriksaan klinis biasanya dilakukan dengan bantuan perabaan, pendengaran, pengetokan, penglihatan, dan lainnya

21

. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, rambut,

atau mata . Pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement dermatosis) 22.

Gambar 2.5. Anak menderita odema pada kedua kaki Penggunaan metode klinis untuk menilai status gizi mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu a. Kelebihan metode klinis 1) Mudah dilakukan dan pemeriksaannya dapat dilakukan dengan cepat 2) Tidak memerlukan alat-alat yang rumit 3) Tempat pemeriksaan klinis dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan ruangan khusus. 4) Kalau prosedur dilakukan dengan tepat, maka metode klinis menghasilkan data yang cukup akurat dalam menilai status gizi. b. Kelemahan metode klinis 1) Pemeriksaan klinis untuk menilai status gizi memerlukan pelatihan khusus. Setiap jenis kekurangan gizi akan menunjukkan gejala klinis yang berbeda, masing-masing harus dilakukan pelatihan yang berbeda.

2) Ketepatan hasil ukuran terkadang dapat bersifat subjektif. 3) Untuk kepastian data status gizi, terkadang diperlukan data pendukung lain, seperti data pemeriksaan biokimia. 4) Seseorang yang menderita gejala klinis kekurangan gizi, biasanya tingkat defisiensi zat gizi cenderung sudah tinggi. 5) Waktu pelaksanaan pengukuran dengan metode klinis, dipengaruhi oleh lingkungan, seperti bising, anak rewel, tebal kulit/pigmen, dan pengaruh yang lain 21. 2. Pengukuran Antopometri Metode antropometri dapat diartikan sebagai mengukur fisik dan bagian tubuh manusia. Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi. Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi adalah konsep dasar pertumbuhan 21. Antopometri sebagai indikator status gizi dapat diukur menggunakan beberapa parameter. Parameter antopometri antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit. Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak digunakan untuk keperluan penentuan status gizi anak balita di masyarakat baik dalam kegiatan program maupun penelitian yaitu pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas.

Gambar 2.4. Menimbang berat badan balita dengan dacin Penggunaan metode antopometri untuk menilai status gizi mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu a. Kelebihan metode antopometri 1) Prosedur pengukuran antropometri umumnya cukup sederhana dan aman digunakan. 2) Untuk

melakukan

pengukuran

antropometri

relatif

tidak

membutuhkan tenaga ahli, cukup dengan dilakukan pelatihan sederhana. 3) Alat untuk ukur antropometri harganya cukup murah terjangkau, mudah dibawa dan tahan lama digunakan untuk pengukuran. 4) Ukuran antropometri hasilnya tepat dan akurat. 5) Hasil ukuran antropometri dapat mendeteksi riwayat asupan gizi yang telah lalu. 6) Hasil antropometri dapat mengidentifikasi status gizi baik, sedang, kurang dan buruk.

7) Ukuran antropometri dapat digunakan untuk skrining (penapisan), sehingga dapat mendeteksi siapa yang mempunyai risiko gizi kurang atau gizi lebih. b. Kelemahan metode antopometri 1) Hasil ukuran antropometri tidak sensitif, karena tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu, terutama zat gizi mikro misal kekurangan zink. 2) Faktor-faktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas ukuran. 3) Kesalahan

waktu

pengukuran

dapat

mempengaruhi

hasil.

Kesalahan dapat terjadi karena prosedur ukur yang tidak tepat, perubahan hasil ukur maupun analisis yang keliru. Sumber kesalahan bisa karena pengukur, alat ukur, dan kesulitan mengukur. 3. Pengukuran Laboratorium Penentuan status gizi dengan metode laboratorium adalah salah satu metode yang dilakukan secara langsung pada tubuh atau bagian tubuh. Tujuan penilaian status gizi ini adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai akibat dari asupan gizi dari makanan. Metode laboratorium mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji fungsi fisik. Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh atau jaringan tubuh atau ekskresi urin. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia atau tes fisik. Sebagai

contoh tes penglihatan mata (buta senja) sebagai gambaran kekurangan vitamin A atau kekurangan zink 21. Penggunaan metode laboratorium untuk menilai status gizi mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu a. Kelebihan metode laboratorium 1) Metode laboratorium dapat mengukur tingkat gizi pada jaringan tubuh secara tepat, sehingga dapat dipastikan apakah seseorang mempunyai kadar zat gizi yang cukup atau kurang, bahkan dalam jumlah kecil sekalipun dapat terdeteksi. 2) Dengan mengetahui tingkat gizi dalam tubuh, maka kemungkinan kejadian yang akan datang dapat diprediksi. Dengan demikian dapat segera dilakukan upaya intervensi untuk mencegah kekurangan gizi yang lebih parah. 3) Data yang diperoleh pemeriksaan laboratorium hasilnya cukup valid dan dapat dipercaya ketepatannya. b. Kelemahan metode laboratorium 1) Pada umumnya pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium memerlukan peralatan yang harganya cukup mahal. 2) Peralatan laboratorium umumnya sangat sensitif dan mudah pecah, sehingga alat laboratorium sulit untuk dibawa ke tempat yang jauh. 3) Pada waktu melakukan pemeriksaan dengan metode laboratorium, umumnya memerlukan tempat dan kondisi yang khusus agar pemeriksaan berjalan dengan baik dan aman.

4) Batasan kecukupan zat gizi setiap individu tidak mutlak, tetapi berdasarkan kisaran. 4. Pengukuran konsumsi pangan Kekurangan gizi diawali dari asupan gizi yang tidak cukup. Ketidakcukupan asupan gizi dapat diketahui melalui pengukuran konsumsi pangan (dietary methode). Asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi status gizi individu. Seseorang yang mempunyai asupan gizi kurang saat ini, akan menghasilkan status gizi kurang pada waktu yang akan datang 21. Pengukuran konsumsi makanan sering juga disebut survei konsumsi pangan, merupakan salah satu metode pengukuran status gizi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi kurang. Tujuan umum dari pengukuran konsumsi pangan adalah untuk mengetahui asupan gizi dan makanan serta mengetahui kebiasaan dan pola makan, baik pada individu, rumah tangga, maupun kelompok masyarakat 21. Penggunaan metode konsumsi pangan untuk menilai status gizi mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu a. Kelebihan konsumsi pangan 1) Hasil ukur pengukuran konsumsi pangan dapat memprediksi status gizi yang akan terjadi di masa yang akan datang. 2) Hasil pengukuran konsumsi pangan cukup akurat untuk menilai asupan gizi atau ketersediaan pangan.

3) Pengukuran konsumsi pangan mudah dilakukan dengan pelatihan yang khusus. 4) Pelaksanaan pengukuran tidak memerlukan alat yang mahal dan rumit. b. Kelemahan konsumsi pangan 1) Pengukuran konsumsi pangan, tidak dapat untuk menilai status gizi secara bersamaan, karena asupan gizi saat ini baru akan mempengaruhi status gizi beberapa waktu kemudian. 2) Hasil pengukuran konsumsi pangan, hanya dapat dipakai sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan atau kelebihan gizi pada seseorang. 3) Lebih efektif bila hasil pengukuran konsumsi pangan disertai dengan hasil pemeriksaan biokimia, klinis atau antropometri. E. Klasifikasi Gizi Buruk 1. Marasmus Marasmus berasal dari bahasa yunani yang berarti membuang. Marasmus merupakan salah satu bentuk KEP yang diakibatkan oleh difisiensi energi dan zat gizi

20

. Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang

paling sering ditemukan pada balita. Marasmus yang terjadi pada balita identik dengan busung lapar. Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis. Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan

untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa. Ciri-ciri marasmus yaitu otot lemah dan lunak, merasa lapar dan cengeng, defisiensi mikronutrien, gagal pertumbuhan, tidak ada lemak dijaringan bawah kulit, wajah tampak tua (monkey face), tidak ada edema, warna rambut tidak berubah, sering terjadi pada bayi <12 bulan, sering disertai : penyakit infeksi, umumnya kronis berulang dan diare 20. 2. Kwashiorkor Kurang energi protein (KEP) memiliki nama lokal yaitu kwashiorkor atau lebih dikenal dengan rambut merah. Kwashiorkor disebabkan karena defisiensi protein. Kwashiorkor disebut sebagai penyakit yang diderita bayi yang berhenti menyusu dikarenakan ibunya melahirkan lagi, jadi hal ini terjadi akibat pengabaian seorang ibu dalam kewajibannya menyusui. Berbagai ibu di Indonesia juga berpendapat bahwa kwashiorkor terjadi karena ekonomi yang kurang dan “kesundulan” 20. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam

amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema. Ciri-ciri kwashiorkor yaitu otot lemah dan lunak, susah diberi makan dan cengeng, gejala anemia dan defisiensi nutrient, pertumbuhan terhambat, wajah bulat (moon face), rambut menjadi merah dan mudah rontok serta mudah dicabut tanpa rasa sakit, ada edema terutama pada kaki dan tungkai bawah, masih ada jaringan lemak bawah kulit, kelainan kulit berupa bercak merah muda meluas dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas ( crazy pavement dermatosis ), biasa terjadi pada anak 1-3 bulan, sering disertai : penyakit infeksi akut, anemia, diare 20. 3. Marasmus-kwashiorkor Marasmus-kwasiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis marasmus dan kwashiorkor dengan berat badan menurut umur (BB/U) 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok 20. Tabel 2.1. Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome Trust 20 Berat Badan % dari Baku >60 % <60%

Edema Tidak ada Gizi kurang Marasmus

Ada Kwashiorkor Marasmus Kwashiorkor

Klasifikasi lain yang banyak digunakan adalah menurut Gomez20 Tabel 2.2. Kalsifikasi MEP berat menurut Gomes 20 Kategori 0 = Normal 1 = Ringan 2 = Sedang 3 = Berat

BB/U (%) >= 90 % 89-75 % 74-60 % <60 %

F. Faktor penyebab gizi buruk Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita adalah sebagai berikut : 1. Pola Asuh dalam Praktek Pemberian Makanan Pola asuh merupakan pola interaksi orang tua dan anak bagaimana cara, sikap, perilaku orangtua saat berinteraksi dengan anak termasuk memberi perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik 23. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Anak usia enam bulan hingga lima tahun memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan gizi tidak tercukupi maka tubuh akan menggunakan cadangan gizi yang ada dalam tubuh, yang akibatnya

semakin

menyebabkan

lama

terjadinya

cadangan

semakin

kekurangan

yang

habis akan

dan

akan

menimbulkan

peribahan pada gejala klinis 24. Pola asuh gizi berupa sikap dan praktek ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,

kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Sedangkan menurut Engle et al dikutip dari Ritayani menekankan bahwa terdapat tiga faktor yang berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal yaitu makanan, kesehatan dan asuhan. Untuk tumbuh dengan baik anak tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan asal menyuapi anak nasi. Akan tetapi anak membutuhkan perhatian orangtuanya dalam memberi makan. Pola Asuh ibu yang salah akan menyebabkan kurangnya asupan makanan. Selain itu, asupan makanan yang kurang juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, dan anak tidak mendapat makanan dengan gizi seimbang Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam. Berarti balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah. 2. Pengetahuan ibu tentang gizi dan pendidikan Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluarga khususnya pada anak balita. Pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan zat gizi berpengaruh

terhadap jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Menurut Suhardjo jika tingkat pengetahuan ibu baik, maka diharapkan status gizi ibu dan balitanya baik 24. Ibu yang cukup pengetahuan gizi akan memperhatikan kebutuhan gizi yang dibutuhkan anaknya supaya dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat

akan

tahu

bagaimana

menyimpan

makanan

dan

menggunakan pangan yang baik. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan desa Haryana India pada 1999 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam hal manfaat gizi dari berbagai jenis makanan yang akan disediakan, dan berpengaruh pada kemmapuannya untuk mengatur sumber daya yang ada dalam menyediakan makanan yang akan dikonsumsi oleh anggota keluarga. Wanita pengasuhan

yang berpendidikan dan

berinteraksi

lebih

baik

dalam

melakukan

dengan

anak

serta

lebih

bisa

menstimulasi anak. Ibu rumah tangga yang berpendidikan akan cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam mutu dan jumlahnya, dibanding dengan ibu yng pendidikannya lebih rendah. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Pada keluarga dengan tingkat

pendidikan dan pengetahuan yang rendah, sering anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi yang disebabkan oleh ketidaktahuan ibu tentang gizi. 3. Status sosial ekonomi Faktor ekonomi yang memepengaruhi status gizi diawali dari tingkat pendidikan yang berpengaruh terhadap jenis pekerjaan. Kemudian jenis pekerjaan akan berpengaruh pada pendapatan. Pendapatan yang rendah merupakan kendala bagi keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi, karena berdampak pada rendahnya daya beli pada keluarga tersebut.

Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi. 4. Penyakit infeksi Penyakit infeksi menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik 1. Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan gizi buruk antara lain cacar air, batuk rejan, TBC, malaria, diare, dan cacing misalnya cacing Ascaris Lumbricoides yang dapat menurunkan daya tahan tubuh 20.

5. Besar anggota keluarga Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak. Adapun pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer makanan, sandang dan tempat tinggal 20. 6. Jarak kelahiran Jarak kelahiran antara dua bayi yang terlalu dekat akan mengakibatkan keluarga tidak mampu untuk merawat anak-anak dengan baik. Keluarga yang tidak melaksanakan pengaturan kelahiran dapat mempunyai anak banyak sekali, akibatnya kurang cukup pangan yang terjadi teru menerus akan mengakibatkan anak-anak mengalami gizi buruk 20. 7. Sanitasi dan air bersih Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88 persen kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare berkontribusi terhadap masalah gizi yaitu gizi buruk, sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi maksimal mereka. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang 25.

8. Pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga sebagai upaya pencegahan penyakit dan pemeliharan kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit dan lainnya. Pelayanan kesehatan yang tidak dapat dijangkau masyarakat akibat jarak yang jauh, tidak mampu membayar, kurang pengetahuan dan penyebab lainnya merupakan masalah dan kendala masyarakat dalam memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia yang pada akhirnya berakibat pada kondisi status gizi anak yang buruk 20.

G. Kerangka Teori Berdasarkan model penyebab gizi buruk yang di kembangan UNICEF

20

.

Gizi buruk disebabkan oleh penyebab langsung, tidak langsung dan penyebab mendasar 1. Gizi Buruk

Dampak

Makanan Tidak seimbang

Penyebab Langsung

Penyebab Tidak Langsung

Persediaan pangan kurang

Pola asuh tidak memadai

Penyakit infeksi

Sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak memadai

Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan

Pokok Masalah di Masyarakat

Penyebab Mendasar/ Akar

Masalah

Kurangnya sosialisasi ibu dan masyarakat, pemanfaatan sumber daya

Krisis ekonomi, politik dan sosial

Gambar 2.5. Penyebab Gizi Buruk disesuaikan dari UNICEF dalam Merryana Andriani 1

H. Kerangka Konsep Dari kerangka teori tersebut, dapat disusun bagan hubungan faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk pada balita. Pola asuh dalam praktek pemberian makan: 1. Interaksi orang tua (pemberian kasih sayang) 2. Pola pemberian makan 3. Jumlah asupan makan yang dikonsumsi balita 4. Kebersihan

Faktor yang memepengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita

Pengetahuan ibu tentang gizi dan pendidikan 1. Pengetahuan ibu tentang gizi balita 2. Pendidikan yang dimiliki ibu

Sosial Ekonomi : 1. Pekerjaan kepala rumah tangga 2. Pendapatan 3. Jumlah anggota keluarga

Gambar 2.6. Kerangka konsep faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48

More Documents from ""