Bab Ii Laporan.docx

  • Uploaded by: Rina Yosefina
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Laporan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,588
  • Pages: 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Mata 1. Kelopak Mata Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan, sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus. Pada kelopak terdapat bagian-bagian kelenjar : Kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut dan kelenjar meibom pada tarsus. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada margo palpebra. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar meibom (40 di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah). Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah arteri palpebra. Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunya sel goblet yang menghasilkan musin.

Gambar 2.1 Anatomi Kelopak Mata

2. Sistem Lakrimalis Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal yang terletak di bagian depan rongga orbita, air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.

Gambar 2.2 Sistem Lakrimalis

3. Bola Mata

Gambar 2.3 Anatomi Bola Mata a. Sklera Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata serta bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi tekanan bola mata. b. Kornea Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:

1) Epitel a) Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. b) Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. c) Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. d) Epitel berasal dari ektoderm permukaan 2) Membran Bowman a) Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. b) Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi 3) Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4) Membran Descement a) Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. b) Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm. 5) Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden.

Gambar 2.4 Anatomi Lapisan Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. 4. Aqueous Humor Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.

Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.

5. Lensa Lensa merupakan bagian dari sistem optik yang mempunyai sifat transparan, avaskuler, dan tidak berwarna. Bersama dengan kornea, lensa berfungsi untuk menfokuskan cahaya ke elemen sensoris retina. Untuk dapat melaksanakan fungsinya tersebut, diperlukan sifat transparan dari lensa dan juga indek refraksi yang lebih tinggi dari cairan disekelilingnya. Transparansi tergantung pada organisasi struktur seluler dari lensa dan matrik protein pada serat sitoplasma lensa. Lensa mempunyai kekuatan refraksi 15-20 dioptri dan mempunyai kemampuan untuk berubah bentuk saat akomodasi karena bantuan otot-otot siliaris. Kemampuan akomodasi lensa akan berkurang seiring bertambahnya usia.(2) Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar. Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

c. Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa: a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia, b. Keruh atau apa yang disebut katarak, c. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat. Secara umum lensa dapat dibagi menjadi beberapa komponen yaitu kapsul lensa, sel epitel lensa, korteks, dan nukleus (Gambar 2.1). Lensa di bungkus oleh kapsul lensa pada bagian luar dan berbentuk bikonvek. Kapsul lensa merupakan membran elastis dan aseluler yang melapisi lensa. Kapsul tersusun dari serat-serat kolagen tipe IV, beberapa serat kolagen lain dan komponen matriks ekstraseluler seperti glikosaminoglikan, laminin, fibronektin dan proteoglikan. Kapsul lensa merupakan membran halus, homogen dan tidak mengandung pembuluh darah serta bersifat semipermeabel sehingga dapat dilalui oleh air dan elektrolit. Kapsul lensa terdiri dari kapsul anterior dan kapsul posterior. Kapsul anterior melapisi bagian epitel lensa anterior dan berukuran lebih tebal dibandingkan bagian posterior. Ketebalan kapsul lensa bervariasi dimana yang paling tebal terdapat di daerah ekuator dan yang paling tipis di daerah polus posterior. Kelengkungan bagian anterior lensa berbeda dengan kelengkungan bagian posterior dimana kelengkungan bagian posterior dengan radius kurvatura 10.0 mm sedangkan kelengkungan anterior dengan radius kurvatura 6.0 mm.(2,4)

Gambar 2.1 Anatomi Lensa(4)

Pada bagian anterior lensa terjadi aktivitas metabolisme dan transpor aktif yang membawa keluar seluruh hasil aktivitas sel normal termasuk Deoxyribonucleic Acid (DNA), Ribonucleic Acid (RNA), protein dan sintesis lipid. Di sini pula terbentuk

Adenosine Triphosphate (ATP) yang dibutuhkan oleh lensa untuk transport nutrisi karena lensa merupakan organ avaskuler.(4) Korteks lensa merupakan bagian yang lebih lunak daripada nukleus lensa. Nukleus merupakan serat massa lensa yang terbentuk sejak lahir dan korteks merupakan serat baru yang terbentuk setelah lahir. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus berproduksi, sehingga lama kelamaan lensa menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang. Lensa secara terus menerus membentuk seratserat baru dimana serat yang lebih dulu dibentuk akan tergeser dan tertekan ke bagian tengah lensa sehingga menjadi bagian dari nukleus lensa yang tidak elastis, oleh karena itu ukuran nukleus lensa yang tidak elastis akan bertambah besar.(2,4) Energi

yang

dibutuhkan

lensa

terutama

dihasilkan

melalui

jalur

metabolisme glikolisis anaerob. Hal ini adalah konsekuensi lensa sebagai jaringan avaskuler, dimana kadar oksigen di dalam lensa lebih rendah dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Glukosa sebagai sumber utama energi lensa berasal dari aqueous humor dan masuk ke dalam lensa secara difusi. Selain glikolisis anaerob, lensa memiliki jalur metabolisme glukosa alternatif yaitu jalur sorbitol dan hexose monophosphat (HMP) shunt. Kedua jalur ini akan teraktivasi pada kondisi stres oksidatif yang akan timbul pada keadaan glukosa yang berlebihan. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa jalur HMP shunt yang teraktivasi akan menghasilkan nicotinamide-adenine dinucleotide phosphate (NADPH) tereduksi. Senyawa ini diperlukan untuk menghasilkan glutation reduktase, suatu enzim yang berperan pada sistem reduksi-oksidasi di lensa. Enzim ini memiliki fungsi menetralisir radikal bebas yang terbentuk pada kondisi stres oksidatif dengan cara mengkatalis reaksi antara radikal bebas dan glutation. Sebagian kecil glukosa juga akan mengalami metabolisme aerob melalui siklus krebs. Proses ini terutama berlangsung di sel epitel lensa dan sel serat lensa superfisial. Metabolisme aerob ini akan menghasilkan radikal bebas endogen yang dapat mengganggu fungsi fisiologi lensa.(4,9)

6. Badan Vitreous (Badan Kaca) Badan vitreous menempati daerah mata di belakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada

pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis. 7. Uvea Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak mengandung pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput pelangi mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Badan siliar mengandung otot untuk melakukan akomodasi sehingga lensa dapat mencembung dan merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Koroid itu sendiri lapis tengah pembungkus bola mata yang banyak mengandung pembuluh darah dan memberikan makan lapis luar retina. 8. Pupil Pupil pada anak-anak berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Pada waktu tidur pupil mengalami pengecilan akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan miosis. Mengecilnya pupil berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi.

9. Retina Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor dan akan meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa bayangan. Dalam retina terdapat macula lutea atau bintik kuning yang merupakan bagian kecil dari retina dan area sensitif paling rentan pada siang hari.

10. Saraf Optik

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak

11. Cara Kerja Indra Penglihatan

Mata manusia memiliki cara kerja otomatis yang sempurna, mata dibentuk dengan 40 unsur utama yang berbeda dan kesemua bagian ini memiliki fungsi penting dalam proses melihat kerusakan atau ketiadaan salah satu fungsi bagiannya saja akan menjadikan mata mustahil dapat melihat. Lapisan tembus cahaya di bagian depan mata adalah kornea, tepat dibelakangnya terdapat iris, selain member warna pada mata iris juga dapat merubah ukurannya secara otomatis sesuai kekuatan cahaya yang masuk, dengan bantuan otot yang melekat padanya. Misalnya ketika berada di tempat gelap iris akan membesar untuk memasukkan cahaya sebanyak mungkin. Ketika kekuatan cahaya bertambah, iris akan mengecil untuk mengurangi cahaya yang masuk ke mata. System pengaturan otomatis yang berkeja pada mata bekerja sebagaimana berikut. Ketika cahaya mengenai mata sinyal saraf terbentuk dan dikrimkan ke otak, untuk memberikan pesan tentang keberadaan cahaya, dan kekuatan cahaya. Lalu otak mengirim balik sinyal dan memerintahkan sejauh mana otot disekitar iris harus mengerut. Bagian mata lainnya yang bekerja bersamaan dengan struktur ini adalah lensa. Lensa bertugas memfokuskan cahaya yang memasuki mata pada lapisan retina di bagian belakang mata. Karena otot-otot disekeliling lensa cahaya yang datang ke mata dari berbagai sudut dan jarak berbeda dapat selalu difokuskan ke retina.Semua system yang telah kami sebutkan tadi berukuran lebih kecil, tapi jauh lebih unggul daripada peralatan mekanik yang dibuat untuk meniru desain mata dengan menggunakan teknologi terbaru, bahkan system perekaman gambar buatan paling modern di dunia ternyata masih terlalu sederhana jika dibandingkan mata. Jika kita renungkan segala jerih payah dan pemikiran yang dicurahkan untuk membuat alat perekaman gambar buatan ini kita akan memahami betapa jauh lebih unggulnya teknologi penciptaan mata. Jika kita amati bagian-bagian lebih kecil dari sel sebuah mata maka kehebatan penciptaan ini semakin terungkap. Anggaplah kita sedang melihat mangkuk Kristal yang penuh dengan buah-buahan, cahaya yang datang dari mangkuk ini ke mata kita menembus kornea dan iris kemudian difokuskan pada retina oleh lensa jadi apa yang terjadi pada retina, sehinggasel-sel retina dapat merasakan adanya cahaya ketika partikel cahaya yang disebut foton mengenai sel-sel retina. Ketika itu mereka menghasilkan efek rantai layaknya sederetan kartu domino yang tersusun dalam barisan rapi. Kartu domino pertama dalam sel retina adalah sebuah molekul bernama 11-cis retinal. Ketika sebuah foton mengenainya molekul ini berubah bentuk dan kemudian mendorong perubahan protein lain yang berikatan kuat dengannya yakni rhodopsin. Kini rhodopsin berubah menjadi suatu bentuk yang memungkinkannya berikatan dengan protein lain yakni transdusin. Transdusin ini sebelumnya sudah ada dalam sel

namun belum dapat bergabung dengan rhodopsin karena ketidak sesuaian bentuk. Penyatuan ini kemudian diikuti gabungan satu molekul lain yang bernama GTP kini dua protein yakni rhodopsin dan transdusin serta 1 molekul kimia bernama GTP telah menyatu tetapi proses sesungguhnya baru saja dimulai senyawa bernama GDP kini telah

memiliki

bentuk

sesuai

untuk

mengikat

satu

protein

lain

bernama

phosphodiesterase yang senantiasa ada dalam sel. Setelah berikatan bentuk molekul yang dihasilkan akan menggerakkan suatu mekanisme yang akan memulai serangkaian reaksi kimia dalam sel. Mekanisme ini menghasilkan reaksi ion dalam sel dan menghasilkan energy listrik energy ini merangsang saraf-saraf yang terdapat tepat di belakang sel retina. Dengan demikian bayangan yang ketika mengenai mata berwujud seperti foton cahaya ini meneruskan perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik. Sinyal ini berisi informasi visual objek di luar mata.Agar mata dapat melihat sinyal listrik yang dihasilkan dalam retina harus diteruskan dalam pusat penglihatan di otak. Namun sel-sel saraf tidak berhubungan langsung satu sama lain ada celah kecil yang memisah titik-titik sambungan mereka lalu bagaimana sinyal listrik ini melanjutkan perjalanannya disini serangkaian mekanisme rumit terjadi energy listrik diubah menjadi energy kimia tanpa kehilangan informasi yang sedang dibawa dan dengan cara ini informasi diteruskan dari satu sel saraf ke sel saraf berikutnya. Molekul kimia pengangkut ini yang terletak pada titik sambungan sel-sel saraf berhasil membawa informasi yang datang dari mata dari satu saraf ke saraf yang lain. Ketika dipindahkan ke saraf berikutnya sinyal ini diubah lagi menjadi sinyal listrik dan melanjutkan perjalanannya ke tempat titik sambungan lainnya dengan cara ini sinyal berhasil mencapai pusat penglihatan pada otak disini sinyal tersebut dibandingkan informasi yang ada di pusat memori dan bayangan tersebut ditafsirkan akhirnya kita dapat melihat mangkuk yang penuh buah-buahan sebagaimana kita saksikan sebelumnya karena adanya system sempurna yang terdiri atas ratusan kompenen kecil ini dan semua rentetan peristiwa yang menakjubkan ini terjadi pada waktu kurang dari 1 detik.Secara singkat Mekanisme melihat adalah : a. Cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil. b. Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya sehingga bayangan benda yang dimaksud jatuh tepat di retina mata. c. Kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan bayangan benda tersebut ke otak. Otak kemudian memproses bayangan benda tersebut sehingga kita dapat melihat benda tersebut.

12. Otot Penggerak Mata

Gambar Otot Penggerak Mata

Otot ini menggerakan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu : a. M. Oblik inferior, aksi primer sekunder

: -ekstorsi dalam abduksi : -elevasi dalam aduksi -abduksi dalam elevasi

Oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal, berinsersi pada sclera posterior 2 mm dari kedudukan macula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakan mata ke atas, abduksi dan eksiklorotasi b. M. Oblik superior, aksi primer : -intorsi pada abduksi sekunder

: -depresi dalam abduksi

Mempunyai origo pada annulus zinn superior dipersarafi saraf ke IV arau saraf troklearis yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat. Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata melihat ke arah nasal. Berfungsi menggerakan bola mata untuk depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi. c. M. Rectus inferior, aksi primer : -depresi pada abduksi sekunder

: -ekstorsi pada abduksi -aduksi pada depresi

Rektus inferior mempunyai origo pada annulus zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola mata atau sclera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligament lockwood.

Rectus inferior dipersarafi oleh N III Fungsi menggerakan mata : depresi, eksoklotorsi, aduksi Rectus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan. d. M. Rectus lateral, aksi

: -abduksi

Rectus lateral mempunyai origo pada annulus zinn di atas dan di bawah foramen optic. Rectus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakan mata terutama abduksi. e. M. Rectus Medius, aksi

: -aduksi

Rektus medius mempunyai origo pada annulus ziin dan pembungkus dura saraf optic yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakan mata bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rectus medius merupakan otot mata paling tebal dengan tendon terpendek. Menggerakan mata untuk aduksi. f. M. Rectus Superior, aksi primer :-elevasi dalam abduksi sekunder

:- intorsi dalam aduksi - aduksi dalam elevasi

Rektus superior mempunyai origo pada annulus zinn dekat fisura orbita superior beserta lapus dura saraf optic yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm dibelakang limbus dan dipersarafi cabang superior N III. Fungsinya menggerakan mata elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral, aduksi, terutama bila melihat ke lateral dan insiklotorsi. B. Katarak 1. Definisi Katarak merupakan kekeruhan pada lensa mata yang mengenai satu atau kedua mata dan dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, metabolik, traumatik dan proses degenerasi.

Gambar Katarak

2. Epidemiologi Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.(3,6) 3. Etiologi Etiologi katarak bersifat multifaktorial dan sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya katarak antara lain umur, genetik, diabetes melitus, kekurangan gizi antara lain defisiensi vitamin A,C,E, pemakaian obat-obatan tertentu serta faktor lingkungan seperti paparan sinar ultraviolet dan merokok. Faktor terpenting yang mempengaruhi terjadinya kekeruhan lensa pada katarak senilis adalah usia.(6,27) Namun secara spesifik sangat sulit menentukan faktor yang paling berperan dalam etiologi katarak. (5,6)

4. Patofisiologi Katarak Kejernihan lensa dihasilkan dan dipertahankan oleh struktur sel serat lensa yang teratur, kadar protein kristalin yang tinggi, keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme aerob yang minimal dan sistem reduksi oksidasi untuk mengatasi stres oksidatif dalam lensa. Katarak dapat terjadi karena disorganisasi struktur seluler serat lensa dan protein lensa, serta terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi peningkatan volume air pada lensa yang menyebabkan kekeruhan lensa. Proses terbentuknya katarak ditandai dengan terjadinya hidrasi akibat perubahan tekanan osmotik atau perubahan permeabilitas kapsul lensa serta denaturasi protein yang ditandai dengan peningkatan protein tidak larut air sehingga terjadi kekeruhan lensa.(1,3,16) Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.(22) Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:

a. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa. b. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.(3) 5. Manifestasi Klinis Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.(16,29) Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut: a. Penurunan visus b. Silau c. Perubahan miopik d. Diplopia monocular e. Halo bewarna f.

Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya b. Pemeriksaan iluminasi oblik c. Shadow test d. Oftalmoskopi direk e. Pemeriksaan sit lamp Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut: Grade of Hardness

Description of Hardness

Colour of nucleus

Grade I

Soft

White or greenish yellow

Grade II

Soft Medium

Yellowish

Grade III

Medium Hard

Amber

Grade IV

Hard

Brownish

Grade V

Ultrahard (rock hard)

Blackish

Gambar 2.3 Derajat Kekerasan Nukleus(3)

6. Klasifikasi Katarak Klasifikasi katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria berbeda, yakni:(14) a. Klasifikasi Morfologik 1) Katarak Kapsular 2) Katarak Subkapsular 3) Katarak Nuclear 4) Katarak Kortikal 5) Katarak Lamellar 6) Katarak Sutural b. Klasifikasi berdasarkan etiologinya 1) Katarak yang berhubungan dengan usia 2) Trauma: pembedahan Intraoculer sebelumnya seperti Vitrectomy pars plana, pembedahan glukoma (trabeculoctomy atau iridotomy). 3) Metabolik: a) Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan katarak senilis. b) Galactosemia c) Toxic pada obat-obatan steroid yang dapat menyebabkan katarak subcapsular. c. Klasifikasi berdasarkan kejadian 1) Kongenital 2) Didapat seperti : a) Katarak juvenile b) Katarak presenil c) Katarak senile

7. Diagnosa Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.(3,22) Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.(3,22) Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus

dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai. (3,22)

8. Diagnosis Banding Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti: a. Retinoblastoma b. Retinopathy of prematurity c. Persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV). (22)

9. Tatalaksana Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract extraction (ICCE) dan ekstra capsuler cataract extraction (ECCE).(12)

10.Indikasi Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan kosmetik.(17) a. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya. b. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina. c. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.

11. Persiapan Pre-Operasi(17) a. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi b. Pemberian informed consent c. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5% d. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam e. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas f. Pada hari operasi, pasien dipuasakan. g. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan diberikan tiap 15 menit h. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi. 12. Anestesi(31) a. Anestesi Umum Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri. b. Anestesi Lokal : 1) Peribulbar block Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest) Komplikasi : a) Perdarahan retrobulbar b) Rusaknya saraf optik c) Perforasi bola mata d) Injeksi nervus opticus e) Infeksi 2) Subtenon Block Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan diantar ekuator bola mata.

3) Topical-intracameral anesthesia Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%, lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.

13. Prosedur Operasi Katarak Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi

katarak

yang

sering

digunakan

yaitu

ICCE,

ECCE,

dan

Fakoemulsifikasi, SICS. Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Pembedahan Katarak(19,20) Jenis tehnik

Keuntungan

Kerugian

bedah katarak Extra

capsular a. Incisi kecil

a. Kekeruhan pada kapsul

cataract

b. Tidak ada komplikasi vitreus

extraction

c. Kejadian

(ECCE)

posterior b. Dapat

endophtalmodonesis

lebih

sedikit

terjadi

perlengketan iris dengan kapsul

d. Edema sistoid makula lebih jarang e. Trauma terhadap endotelium kornea lebih sedikit f.

Retinal

detachment

lebih

sedikit g. Lebih mudah dilakukan

Intra

capsular Semua

cataract

komponen

lensa a. Incisi lebih besar

diangkat

extraction (ICCE)

b. Edema

cistoid

pada

makula c. Komplikasi pada vitreus d. Sulit pada usia < 40 tahun e. Endopthalmitis

Fakoemulsifikasi a. Incisi paling kecil b. Astigmatisma jarang terjadi c. Pendarahan lebih sedikit d. Teknik paling cepat

a. Memerlukan

dilatasi

pupil yang baik b. Pelebaran luka jika ada IOL

Small

Incision a. Lebih

Cataract Surgery (SICS)

murah

dibanding a. Insisi

fakoemulsifikasi b. Rehabilitasi cepat c. Tidak

bergantung

kekerasan nukleus

lebih

besar

dibandingkan fakoemulsifikasi pada b. Komplikasi astigmatisma

sering

terjadi

14. Komplikasi Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).17 a. Komplikasi preoperatif 1) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan. 2) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala. 3) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari. 4) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari. b. Komplikasi intraoperatif 1) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan. 2) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi ke bilik mata depan. 3) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom. 4) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya) 5) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE. c. Komplikasi postoperatif awal Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.

d. Komplikasi postoperatif lanjut Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi. e. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucomahyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).

15. Preventif dan Promotif Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat.(20) Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi radikal bebas yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan sayuran. Lindungilah mata dari sinar ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata gelap ketika berada di bawah sinar matahari. Lindungi juga diri dari penyakit seperti diabetes.(31)

16. Prognosis Tindakan

pembedahan

secara

defenitif

pada

katarak

senilis

dapat

memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.(3)

C. Fakoemulsifikasi 1. Definisi Fakoemulsifikasi Fakoemulsifikasi berasal dari 2 kata, yaitu phaco (lensa) dan emulsification (menghancurkan menjadi bentuk yang lebih lunak). Fakoemulsifikasi merupakan salah satu teknik operasi pembedahan katarak dengan menggunakan peralatan ultrasonic yang akan bergetar dan memecahkan nukleus lensa mata menjadi fragmen-frgmen kecil, kemudian lensa yang telah hancur berkeping-keping akan dikeluarkan dengan menggunakan alat phaco.(21) 2. Prinsip Fakoemulsifikasi Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak menggunakan sayatan kecil sekitar 1,5 mm sampai 3 mm dengan implantasi lensa intra okular lipat (foldable) sehingga penutupan luka dapat tanpa jahitan. Cara kerja sistem fakoemulsifikasi adalah menghancurkan lensa melalui ultrasonic probe yang mempunyai tip needle yang mampu bergetar dengan frekuensi yang sangat tinggi yaitu setara dengan frekuensi gelombang ultrasound. Massa lensa yang sudah dihancurkan akan diaspirasi melalui rongga pada tip fakoemulsifikasi untuk kemudian dikeluarkan dari dalam mata melalui selang aspirasi pada mesin fakoemulsifikasi.(30)

3. Indikasi dan Kontraindikasi Fakoemulsifikasi Indikasi pembedahan katarak dengan menggunakan teknik fakoemulsifikasi adalah sebagai berikut: a. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit endotel, b. Pada pemeriksaan dijumpai bilik mata yang dalam, c. Pupil pasien dapat dilebarkan hingga 7 mm. Sedangkan kontraindikasi untuk dilakukannya teknik fakoemulsifikasi adalah: a. Dijumpai adanya tanda-tanda infeksi, b. Adanya luksasi atau subluksasi lensa.(26)

4. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Operasi Fakoemulsifikasi Secara

teori

operasi

katarak

dengan

teknik

Fakoemulsifikasi

mengalami

perkembangan yang cepat dan telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi setelah operasi yang ringan, penyembuhan luka yang cepat.

(26)

astigmat akibat

operasi yang minimal dan

Kelebihan penggunaan teknik fakoemulsifikasi pada operasi katarak menurut Kanski dan Bowling dalam Clinical Ophtalmology A Systemic Approach adalah sebagai berikut: (26) a. Kinder cut, pemotongan yang lebih nyaman untuk pasien. b. Smaller incision, insisi terdahulu biasanya 2,7 mm, dengan MICS hanya 1.8 mm. Implikasinya adalah insisi tersebut terlalu kecil untuk dapat menyebabkan kornea melengkung dengan abnormal, dan menyebabkan astigmatisme (efek samping yang biasa terjadi pada operasi katarak) serta kecilnya insisi tersebut juga sangat menekan resiko terhadap terjadinya infeksi. c. Easy to operate, karena sedikit sekali cairan yang mungkin keluar dari insisi mikro

tersebut

maka

tekanan

pada

mata

cenderung

stabil,

sehingga

memudahkan para dokter melakukan tindakan operasi. d. Heals faster, setelah 1-2 hari tindakan, pasien sudah bisa kembali beraktivitas. Rasa tidak nyaman setelah operasi, hilang dalam 3 hari.(7)

Tujuan dari teknik operasi ini adalah agar penderita katarak dapat memperoleh tajam penglihatan terbaik tanpa koreksi dengan cara membuat sayatan sekecil mungkin untuk mengurangi induksi astigmatisme pasca operasi. Prosedur ini efisien, terutama jika operasi yang lancar umumnya dikaitkan dengan hasil penglihatan yang baik. Insiden CME pada teknik fakoemulsifikasi yang mengalami komplikasi intra operatif lebih rendah karena konstruksi insisi luka yang kecil dan stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan teknik bedah katarak lain. Kelemahan fakoemulsifikasi diantaranya mesin yang mahal, learning curve lebih lama, dan biaya pembedahan yang tinggi. (26) 5. Penyulit Penyulit yang terjadi untuk dilakukannya teknik fakoemulsifikasi adalah katarak hipermatur atau katarak yang keras menyebabkan susahnya penghancuran nucleus lensa dan pemisahan nukleus yang telah rusak dari epinukleus yang berdekatan. (26)

Diakses di https://www.academia.edu/11327167/Anatomi_Fisiologi_Mata pada 24 Maret 2019 pukul 12.58 PM WIB

Diakses di https://www.academia.edu/11327167/Anatomi_Fisiologi_Mata pada 24 Maret 2019 pukul 12.58 PM WIB https://www.pdfcoke.com/document/356176625/Referat-Fakoemulsifikasi diakses pada hari sabtu 30 Maret 2019 pada 10.25 PM

D. Pemeriksaan Sebelum Operasi Katarak 1. EKG untuk mengetahui kondisi jantung 2. Retinometri untuk mengetahui kondisi syaraf mata 3. Specular Mikroskop untuk mengetahui kondisi kornea 4. Biometri untuk mengetahui ukuran lensa mata yang akan diimplantasikan 5. Laboratorium untuk mengetahui kondisi tubuh secara umum https://www.klinikmatanusantara.com/id/ketahui-lebih-lanjut/info-kesehatan-mata-dari-kmneyecare/artikel/persiapan-menuju-operasi-katarak/ diakses pada Rabu/3 April 2019 pukul 2.19 PM WIB

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44
Bab Ii
October 2019 82

More Documents from "Mohamad Shodikin"