Bab Ii Kuuu.docx

  • Uploaded by: Murniningtyas Putri Ratnasiwi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Kuuu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,325
  • Pages: 18
PENGARUH HEALTH EDUCATION BASIC LIFE SUPPORT TERHADAP MOTIVASI MENOLONG KORBAN KECELAKAAN DENGAN HENTI JANTUNG PADA PETUGAS PMR SMAN 1 KAWEDANAN

PROPOSAL RISET KEPERAWATAN Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Riset Keperawatan

Oleh: Murniningtyas Putri Ratnasiwi NIM. 10216023

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2019

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kecelakaan 2.2.Konsep Henti jantung 1. Definisi Henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang

memang didiagnosa dengan

penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2015). 2. Tanda-tanda henti jantung. Tanda- tanda henti jantung menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010) yaitu: 1) Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak ataupun cubitan. 2) Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan pernafasan dibuka. 3) Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis). 3. Proses terjadinya cardiac arrest Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

1) Fibrilasi ventrikel Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi. 2) Takhikardi ventrikel Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama. 3) Pulseless Electrical Activity (PEA) Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehinggatekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.

4) Asistole Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR 2.3.KONSEP BASIC LIFE SUPPORT 1. Definisi Basic life support (BLS) atau bantuan hidup dasar merupakan dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung. Aspek dasar dari BLS meliputi pengenalan langsung terhadap Sudden Cardiac Arrest (SCA) dan aktivasi sistem tanggap darurat, Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrilator eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian dari BLS (Berg et al, 2010). Tindakan

kesatuan

lengkap

pada

Bantuan

Hidup

Dasar

disebut

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal untuk mencegah kematian biologis (Muttaqin, 2009). Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) sebagai usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai diperoleh kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan (American Heart Association, 2015). 2. Pelaksanaan bantuan hidup dasar Setiap orang bisa menjadi penolong untuk korban henti jantung. Keterampilan CPR dan penerapannya tergantung pada pelatihan, pengalaman, dan keyakinan yang dimiliki oleh seorang penyelamat. Penekanan atau pijat

dada adalah merupakan dasar dari CPR. Semua penyelamat meskipun dirinya tidak pernah mengikuti pelatihan harus memberikan kompresi dada pada korban henti jantung. Karena sangat penting, penekanan dada atau CPR sangat penting bagi semua korban tanpa memandang usia. Tim penyelamat yang mampu harus menambah ventilasi untuk kompresi dada (Travers et al, 2010) . CPR telah sangat berkembang dari teknik yang dilakukan oleh dokter maupun tenaga professional. Keterampilan menyelamatkan nyawa cukup mudah untuk di lakukan bagi siapa saja yang ingin belajar. Namun, peneliti telah menunjukkan beberapa factor yang menghalangi masyarakat untuk melakukan suatu tindakan, yakni rasa takut ketika melakukan pertolongan bahwa mereka akan melakukan kesalahan dalam tindakan, takut tanggung jawab hokum, maupun takut adanya infeksi jika dilakukan melalui mulut ke mulut. Keefektifan CPR yang diberikan segera setelah henti jantung memiliki dua atau tiga kesempatan untuk korban dapat hidup, tetapi hanya 32 persen dari korban henti jantung mendapatkan bantuan hidup dasar dari penyelamat. Sayangnya, kurang dari delapan persen dari penderita henti jantung di luar rumah sakit dapat bertahan hidup ( American heart association, 2015). 3. Bantuan Hidup Dasar Dewasa dan Kualitas CPR: CPR Penolong Tidal Terlatih. Berikut adalah masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi Pembaruan Pedoman 2015 untuk CPR orang dewasa oleh penolong tidak terlatih hubungan penting dalam rantai kelangsungan hidup pasien dewasa di luar rumah sakit tidak berubah sejak 2010, dengan tetap menekankan pada algoritma BLS (bantuan hidup dasar) yang disederhanakan. Algoritma BLS dewasa telah diubah untuk menunjukkan fakta bahwa penolong dapat mengaktifkan system tangap darurat (melalui penggunaan ponsel) tanpa meninggalkan korban. Masyarakat yang anggotanya beresiko terkena serangan jantung disarankan menerapkan program PAD. Rekomendasi diperkuat dengan mengenalkan lagsung terhadap kondisi korban yang tidak menunjukkan reaksi, pengaktifan system tangap darurat, dan insiasi CPR jika penolong tidak terlatih menemukan korban dengan tanda korban tidak menunjukkan reaksi bernafas

atau

tidak

bernafas

normal

(tersengkal).

Identifikasi

cepat

terhadap

kemungkinan serangan jantung oleh operator telah di tingkatkan melalui penyediaaan intruksi CPR secepatnya kepada pemanggil (CPR yang di pandu oleh operator ). Urutan yang di sarankan untuk satu-satunya penolong telah di konfrimasi : penolong diminta untuk melkukan komprensi dada sebelum melakukan nafas buatan ( C-A-B, bukan A-B-C ) agar dapat mengurangi penundaan komprensi pertama. Satu-satunya penolong harus memulai CPR dengan 30 kompresi dada diikuti oleh 2 kali napas buatan. Terdapat penekanan lanjutan pada karakteristik CPR berkualitas tinggi : mengkompresi dada dengan kecepatan dap kedalaman yang memadai, membolehkan recoil dada sepenuhnya setelah setiap kompresi dada, meminimalkan ganguan dalam kompresi dada dan mencegah ventilasi yang berlebihan. Kecepatan kompresi dada yang disarankan adalah 100 hingga 120 /min ( diperbaharui dari minimum 100/ min ) rekomendasi yang diklasifikasikan untuk kedalaman kompresi dada pada orang dewasa minimum 2 inci (5cm), namun tidak lebih besar dari 2,4 (6cm). Perubahan ini dirancang untuk menyederhanakan pelatihan penolong tidak terlatih dan menekankan pentingnya kompresi dada di awal bagi korban serangan jantung mendadak. 4. Rantai Kelangsungan Hidup Rantai Kelangsungan Hidup terpisah telah direkomendasikan yang akan mengidentifikasi jalur penawaran yang berbeda antara korban yang mengalami serangan jantung di rumah sakit dan yang di luar rumah sakit. Pasien yang mengalami OHCA mengandalkan masyarakat untuk memberikan dukungan. Penolong tidak terlatih harus mengenali serangan, meminta bantuan, dan memulai CPR, serta memberikan defibrilasi (misalnya, PAD/public-access defibrillation) hingga tim penyedia layanan medis darurat (EMS / emergency medical service) yang terlatih secara profesional mengambil alih tanggung jawab, lalu memindahkan pasien ke unit gawat darurat dan/atau laboratorium kateterisasi jantung. Pada akhirnya, pasien dipindahkan ke unit perawatan kritis untuk perawatan lebih lanjut. Sebaliknya, pasien yang mengalami HCA

mengandalkan sistem pengawasan yang sesuai (misalnya, sistem tanggapan cepat atau sistem peringatan dini) untuk mencegah serangan jantung. Jika terjadi serangan jantung, pasien mengandalkan interaksi sempurna dari berbagai unit dan layanan institusi serta bergantung pada tim penyedia profesional multidisipliner, termasuk dokter, perawat, ahli terapi pernapasan, dan banyak lagi (Americab Heart Association, 2015). 5. Menerapkan teknologi Media Sosial untuk Memanggil Penolong (OHCA) Menerapkan teknologi media sosial untuk memanggil penolong yang berada dalam jarak dekat dengan korban dugaan OHCA serta bersedia dan mampu melakukan CPR adalah tindakan yang wajar bagi masyarakat . Alasannya Terdapat sedikit bukti untuk mendukung penggunaan media sosial oleh operator untuk memberi tahu calon penolong korban serangan jantung terdekat, dan pengaktifan media sosial belum terbukti dapat meningkatkan kelangsungan hidup korban OHCA. Namun, dalam penelitian terbaru di Swedia, terjadi peningkatan yang signifikan pada jumlah CPR yang dilakukan pendamping bila sistem operator ponsel digunakan. Dengan tingkat bahaya rendah dan potensi manfaat yang tersedia, serta keberadaan perangkat digital di mana pun, pemerintah kota dapat mempertimbangkan untuk menerapkan teknologi ini ke dalam sistem perawatan OHCA mereka (AHA, 2015).

6. Saat untuk menghentikan RJP menurut American Heart Association (2015) Ada alasan yang kuat bagi penolong untuk menghentikan RJP antara lain:

a. Penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami kelelahan atau jika petugas medis sudah sampai untuk mengambil alih pertolongan. b. Penderita yang sudah tidak merespon setelah dilakukan pertolongan bantuan hidup jantung lanjutan semala minimal 20 menit. c. Adanya tanda-tanda kematian pasti Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa penderita sudah mengalami mati biologis, yaitu : a. Kebiruan (livor mortis) Tanda merah tua sampai kebiruan pada bagian tubuh bagian bawah (kalua penderita dalam keadaan terkentang, pada pingang bagian bawah). b. Kekakuan (rigor mortis) Anggota tubuh dan batang tubuh kaku, mulai 4 jam, menghilang setelah 10 jam. c. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk. d. Cedera yang tidak mungkin penderita hidup seperti terputusnya kepala dll. 7. Komplikasi yang disebabkan RJP menurut American Heart Association, (2015) Walaupun dilakukan dengan benar RJP dapat menyebabkan komplikasi diantaranya : a. Patah tulang iga terutapa pada orang tua. b. Penemotorak (udara dalam ronga dada, tetapi di luar paru-paru, sehingga menyebab kan pengguncupan paru-paru) c. Hemotorak (darah dalam ronga dada, tetapi di luar paru-paru, sehingga menyebabkan pengguncupan pada paru-paru) d. Luka dan memar pada paru-paru e. Luka pada hati dan limpa f. Distensi pada abdomen (perut kembung) akibat dari peniupan yang salah. 8. Posisi pemulihan (Recovery Position) Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi dalam posisi pemulihan, masing-masing memiliki tujuan. Tida ada satu posisi tunggal yang paling

sempurna untuk korban. Posisi harus stabil, setengah lateral dengan kepala dependen dan tidak ada halangan pada bagian dada. Untuk menempatkan pemuliah pada seseorang : a. Berlutut di lantai di salah satu sisi korban b. Tempatkan lengan terdekat dari anda kekanan tubuh korban diluruskan kearah kepala. c. Selipkan tangan korban yang lain untuk di selipkan ke kepala korban, sehingga punggung tangan korban menyentuh pipi korban. d. Menekuk sudut terjauh dari anda kesudut kanan e. Memiringkan korban kearah penolong dengan hati-hati dengan menarik lutut yang di tekuk. f. Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah untuk menahan agar korban tidak bergulir terlalu jauh. g. Membuka jalan nafas dengan memiringkan kepala korban dan membuka daku secara perlahan. h. Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan nafas korban. i. Tetap bersama korban dan monitor pernafasan dan denyut nadi terus menerus sampai bantuan tiba. j. Jika memungkinkan ubah posisi miring yang lain setelah 30 menit.

Gambar II . 2 Recovery Position ( http://kampus2ku.blogspot.com/2016/10/posisi-pemulihan-pada-korbantidak-sadar.html?m=1 )

2.4. Konsep Health Education/Pendidikan Kesehatan 1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsureunsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan. (Notoadmojo, 2012) 2. Tujuan Pendidikan Kesehatan Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku tersebut Green dalam (Notoadmojo, 2012) yaitu : 1) Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi Promosi kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan penigkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakatnya. Disamping itu, dalam konteks promosi kesehatan juga memberikan pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan dengan penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, billboard, dan sebagainya. 2) Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat) Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan dengan cara memberikan kemampuan dengan cara bantuan teknik, memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana. 3) Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin) Promosi kesehatan pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan sendiri dengan

tujuan agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu : 1) Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya. 2) Tingkat Sosial Ekonomi Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru. 3) Adat Istiadat Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan. 4) Kepercayaan Masyarakat Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orangorang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi. 5) Ketersediaan waktu di masyarakat Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan. 4. Metode Pendidikan Kesehatan Menurut Notoadmojo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu: 1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Metode ini bersifat individual dan biasanya digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu : a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling) b. Wawancara 2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok Penyuluh

berhubungan

penyampaian

promosi

dengan

sasaran

kesehatan

dengan

secara

kelompok.

metode

ini

Dalam

kita

perlu

mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya kelompok, yaitu : a. Kelompok besar b. Kelompok kecil 3) Metode berdasarkan pendekatan massa Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesanpesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa. 5. Media Pendidikan kesehatan Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-alat bantu tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoadmojo, 2012) 1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan 2) Mencapai sasaran yang lebih banyak 3) Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman 4) Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan – pesan yang diterima oran lain. 5) Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan

6) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/ masyarakat 7) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik 8) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh 2.5. Konsep Motivasi 1. Definisi Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang.Hal ini termasuk faktor- faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah

tekad

tertentu

(Nursalam,

2009). Sarwono (2000) mengungkapkan

bahwa motivasi menunjuk pada proses gerakan termasuk situasi yang mendorong seseorang berbuat sesuatu yang timbul dari dalam individu. Motivasi berasal dari kata motif yang memiliki makna daya penggerak yang akan menjadi aktif jika disertai dengan kebutuhan yang akan terpenuhi (Setiawati, 2008). Motivasi adalah semua hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon (Stevenson, 2001). Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal (Hasibuan, 2009). Motivation questioner digunakan untuk memahami dan mengeksplorasi kondisi yang meningkatkan atau menurunkan motivasi (Motivasion Questionar, 2017). 2. Tujuan Motivasi Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 2010). 3. Indikator motivasi Indikator motivasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Hamzah, 2011): 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil 2) Adanya dorongan dan kebutuhan 3) Adanya harapan dan cita-cita 4) Adanya penghargaan dalam 5) Adanya kegiatan yang menarik 6) Adanya lingkungan yang kondusif . 4. Teori Motivasi Munculnya teori motivasi modern dilandasi oleh perilaku kebutuhan, penguatan, kesadaran, karakteristik pekerjaan, dan perasaan atau emosi (Asmuji, 2012), yaitu sebagai berikut ini : Teori Motivasi Kebutuhan Teori motivasi kebutuhan muncul didasarkan bahwa individu dalam

hidupnya

ingin

memenuhi

kebutuhannya,

baik

fisiologis maupun psikologis secara baik atau cukup. Kebutuhan diartikan sebagai kekurangan fisiologis atau psikologis yang mendorong timbulnya perilaku (Asmuji, 2012). Beberapa teori kebutuhan motivasi yang terkenal antara lain sebagai berikut : 1) Teori motivasi Maslow Teori ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Teori ini didasarkan pada teori holistik dinamis yang mencakup kebutuhan fisiologis,

kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi. Oleh karena itu, teori motivasi ini dikenal dengan “Teori Kebutuhan”. Teori

ini

didasarkan

pada

hierarki

kebutuhan mulai dari yang paling dasar menuju kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Artinya, seseorang akan memenuhi kebutuhan tingkat pertama dulu sebelum mereka memenuhi kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya. 2) Teori kebutuhan McClelland Teori McClelland ini dikenal juga dengan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi

yang

dikemukakan

oleh

David McClelland. Teori ini

menyatakan bahwa seseorang mempunyai motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu kebutuhan akan prestasi (nach-need for Achievement); kebutuhan akan kekuasaan (npow-need for Power); dan kebutuhan akan kelompok pertemanan/afiliasi (naff-need for Affiliation). Menurut McClelland, karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum, yaitu (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi ketika kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, bukan karena

faktor-faktor lain, seperti keberuntungan atau

kemujuran; (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. 3) Teori motivasi Herzberg

Teori ini sering dikenal dengan teori dua faktor, yaitu faktor motivasional dengan faktor hygiene atau pemeliharaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Berdasarkan teori ini, yang dimaksud faktor motivasional adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang berprestasi yang sifatnya intrinsik atau bersumber dari dalam dirinya, antara lain pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier, dan pengakuan orang lain. Adapun, yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik, yang bersumber dari luar diri, yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang, antara lain status seseorang dalam kehidupan seseorang, antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, sistem administrasi dalam organisasi, dan sistem imbalan yang berlaku. 4) Teori ERG (Existence Relatedness Growth ) dari Clyton Alderfer Teori ERG ini dikemukakan oleh Clyton Alderfer. Akronim ERG dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu E = Existence (kebutuhan akan eksistensi); R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain); dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Secara konseptual, terdapat persamaan antara teori atau model yang dikemukakan oleh Maslow dan Alderfer. Existense dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama (physiological needs) dan kedua (safety needs) dalam teori Maslow; Relatedness identik dengan hierarki

kebutuhan ketiga (love needs) dan keempat (esteem needs) menurut konsep Maslow dan Growth mengandung makna sama dengan self actualization menurut Maslow; dan teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. 5) Teori peguatan Thorndike dan Skinner Berpendapat bahwa perilaku individu dikendalikan oleh konsekuensinya. Individu akan mengulangi perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang mendukung dan menghindari perilaku yang mengakibatkan konsekuensi yang tidak mendukung. Artinya, seseorang yang dapat melakukan pekerjaan secara maksimal sampai akhirnya mengalami kepuasan kerja dapat menjadi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi. Bahkanpenghargaan dari organisasi juga dapat mempengaruhi motivasi individu dalam kinerjanya. 6) Teori keadilan Teori keadilan mengemukakan bahwa individu dalam organisasi akan cenderung membandingkan antara segala sesuatu yang diberikan kepada organisasi dan penghargaan yang dia dapatkan. Individu juga akan membandingkan penghargaan yang dia terima dengan

yang diterima

individu lain dalam pekerjaan dan tanggung jawab yang sama. Individu akan mempunyai motivasi tinggi jika penghargaan yang dia terima atas pekerjaan dan tanggung jawabnya dirasa memenuhi keadilan. 5. Jenis dan Faktor yang Mempengaruhi 1) Motivasi Intrinsik

Berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas (Purwanto, 2010). Factor yang mempengaruhi motivasi intrinsik adalah kebutuhan untuk mengetahui dan kebutuhan untuk mencapainyan sebagai motivasi utama (Berlyne, 1954) 2) Motivasi Ekstrinsik Berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Perilaku

yang

dilakukan

dengan

motivasi

ekstrinsik penuh dengan

kekhawatiran, kesangsian apabila tidak tercapai kebutuhan dan factor yang mempengaruhinya antara lain dorongan keluarga, media dan lingkungan (Purwanto, 2010).

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44
Bab Ii
October 2019 82

More Documents from "Mohamad Shodikin"