Bab Ii Kti 2019.docx

  • Uploaded by: Yessi Natalia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Kti 2019.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,190
  • Pages: 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bayi Berat Lahir Rendah 1.

Pengertian Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram atau lebih rendah (WHO, 1961). Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram sampai dengan 2499 gram. Menurut Ikadan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2004), bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, tanpa memandang masa gestasi, berat lahir rendah adalah yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah bayi lahir. Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang ditimbang dalam 1 jam setelah bayi lahir.

2.

Klasifikasi BBLR Menurut Saifuddin (2000) Hassan dan Nursalam (2005) BBLR dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Menurut Ukuran 1) Bayi BBLR : bayi yang lahir dengan berat badan <2500 gr tanpa memperhatikan usia gestasi. 2) Berat badan lahir sangat rendah sekali atau bayi berat badan lahir eksterm rendah : bayi yang lahir dengan berat badan <1000 gr. 3) BBL sangat rendah : bayi yang lahir dengan berat badan <1500 gr. Berat badan lahir rendah sedang : bayi yang lahir dengan berat badan antar 1500-2500 gr.

4) Bayi berat sesuai usia gestasi : bayi yang lahir dengan berat badan berada diantara persentil ke-10 dan ke-90 pada kurva pertumbuhan intra uterin. 5) Bayi kecil untuk kelahiran atau kecil untuk usia gestasi : bayi yang lahir dengan berat badan berada dibawah persentil ke-10 pada kurva pertumbuhan intra uterin. b. Menurut penanganan dan harapan hidup 1) Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram 2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir 1000 gram 3) Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), berat lahir kurang dari 1000 gram. c. Menurut golongan 1) Prematuritas murni Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badanya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut noenatus kurang bulan-sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK). 2) Dismaturitas Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK). d. Menurut Usia Gestasi 1) Bayi Prematur (praterm) : Bayi yang lahir sebelum gestasi minggu ke-37, tanpa memperhatikan berat badan lahir. 2) Bayi full-term : Bayi yang lahir antara awal minggu ke-38 sampai akhir gestasi minggu ke- 42 tanpa memperhatikan berat badan lahir. 3) Bayi postmatur (posterm) : Bayi lahir lebih dari usia gestasi, tanpa memperhatikan berat badan lahir.

1.

Etiologi Penyebab terbanyak terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah sebagai berikut (Idai, 2004). a. Faktor ibu, penyakit seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH dan sebagainya. komplikasi yang terjadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.Usia Ibu dan paritas yaitu faktor kebiasaan ibu seperti ibu perokokm ibu pecandu alkohol dan pengguna narkotik b. Faktor Janin, premature, hidramion, kehamilan kembar / ganda (gemeli), kelainan kromosom c. Faktor Lingkungan, yaitu tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (Sitohang, 2004 dan WHO 2007).

2.

Patofisiologi Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering

melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia (Nelson, 1999). Sistem pernapasan pada dasarnya cenderung kurang berkembang pada bayi prematur. Kapasitas vital dan kapasitas residual fungsional paruparu pada dasarnyakecil berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat napas sering merupakan penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada bayi premature adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila prematuritas bayilebih dari dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir selalu inadekuat. Absorpsi lemak juga sangat buruk sehingga bayi premature harus menjalani diet rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki kesulitan dalam absorpsi kalsium yang tidak lazim dan oleh karena itu dapat mengalami rikets yang berat sebelum kesulitan tersebut dikenali. Imaturitas organ lain yang sering menyebabkan kesulitan yang berat pada bayi premature meliputi system imun yang menyebabkan daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin, serta bayi premature relatif belum sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik sehingga bayi premature beresiko mengalami infeksi, system integumen dimana jaringan kulit masih tipis dan rawan terjadinya lecet, system termoregulasi dimana bayi premature belum mampu mempertahankan suhu tubuh yang normal akibat penguapan yang bertambah karena kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya sehingga beresiko mengalami hipotermi atau kehilangan panas dalam tubuh (Ngastiyah, 2005).

3. Manifestasi Klinik Menurut Prawirohardjo (2002), tanda dan gejala yang mudah ditemukan pada bayi berat lahir rendah adalah sebagai berikut : a). Kepala lebih besar dari badan. b). Kulit tipis, Transparan, lanugo banyak dan lemak subkutan kurang. c). Tangis lemah atau jarang. d). Pernafasan tidak teratur, sering timbul apnea. e). Sikap selalu dalam keadaan abduksi kedua paha dengan sendi lutut dan pergelangan kaki dalam Fleksi / lurus. f). Reflek moro positif. g). Reflek Tonik leher lemah. h) Usia < 20 atau > 35 tahun.

4.

Komplikasi Menurut Subramanian(2006), komplikasi pada masa awal bayi berat lahir rendah antara lain yaitu : a). Hipotermia. b). Hipoglikemia. c). Gangguan cairan dan elektrolit. d). Hiperbilirubinemia. e). Sindroma gawat nafas (asfiksia). f). Paten suktus arteriosus. g). Infeksi. h). Perdarahan intraventrikuler. i). Apnea of prematuruty. j). Anemia Komplikasi pada masa berikutnya yaitu : a). Gangguan perkembangan. b). Gangguan pertumbuhan. c). Gangguan penglihatan (retionopati). d). Gangguan pendengaran. e). Penyakit paru kronis.

f). Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit. g). Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.

7.

Penatalaksanaan Klinis Menurut Prawirohardjo (2002), penanganan bayi dengan berat badan lahir rendah adalah sebagai berikut : a.

Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator.

b.

Bungkus bayi dengan kain lunak, kering, selimut, pakai topi untuk menghindari kehilangan panas.

c.

Pelestarian suhu tubuh : Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 37 C. Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 0 C, bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat kurang dari 2000 gram.

d.

Inkubator : Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator. Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih mudah.

e.

Pemberian oksigen : Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.

f.

Pencegahan infeksi : Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan infeksi dan sakit kulit.

g.

Pemberian makanan : Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk

membantu

mencegah

terjadinya

hipoglikemia

dan

hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm. 8.

Diagnosis Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu yang dalat diketahui dengan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. a.

Anamnesis Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamnesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR (Idai, 2004). 1) Umur ibu 2) Riwayat hari pertama haid terakhir 3) Riwayat persalinan sebelumnya 4) Kenaikan berat badan selama hamil

5) Aktivitas 6) Penyakit yang diderita selama hamil 7) Obat-obatan yang diminum selama hamil b. Pemeriksaan fisik Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada BBLR antara lain : 1) Berat badan <2500 gram 2) Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan) 3) Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan) c.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain 1) Pemeriksaan skor ballard 2) Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan 3) Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah 4) Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/ diperkirakan akan terjasi sindrom gawat nafas 5) USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan. Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (Idai, 2004). 1) Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, incubator atau ruangan hangat yang tersedia ditempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk 2) Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin 3) Ukur suhu tubuh berkala 4) Jaga dan pantau patensi jalan nafas 5) Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit 6) Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera

7) Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Menurut Mary (1999), pengkajian pada bayi berat lahir rendah adalah sebagai berikut : a. Sirkulasi : Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam batas normal(120-160 dpm). Mur-mur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktusarteriosus paten (PDA). b. Makanan/cairan : Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz). c. Neurosensori : Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan, fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata mungkin merapat(tergantung usia gestasi). Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen pertama dari refleks Moro (ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan) tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen kedua (fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32. d. Pernafasan : Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur; pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt). Mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi, menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS). e. Keamanan : Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah mungkin memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus pandang, warna mungkin merah.

muda/kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin pendek. f. Seksualitas : Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum.

2.

Diagnosa Keperawatan Menurut Doenges (2000), rumusan masalah (diagnosa) pada bayi dengan berat lahir rendah adalah sebagai berikut : a. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas sistem pernafasan. b. Kecemasan orang tua berhubungan dengan situasi krisis, kurang pengetahuan. c. Resiko tinggi tidak efektifnya termoregulasi : hipotermi berhubungan dengan mekanisme pengaturan suhu tubuh immatur. d. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan immaturitas fungsi imunologik. e. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan. f. Resiko gangguan integritas kulit : tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.

3.

Perencanaan Rencana keperawatan adalah strategi perawat yang isinya kegiatan dan tindakan yang disusun serta akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan

kriteria

hasil

yang

dibuat

berdasarkan

SMART

(Spesifik,

Measureable, Achieveable, Realita, Time). Diagnosa I : Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas sistem pernafasan. Tujuan : Setelah mendapat tindakan keparawatan 3x24 jam tidak terjadi gangguan pola nafas(nafas efektif)

Kriteria Hasil : Akral hangat. Tidak ada sianosis. Tangisan aktif dan kuat RR : 30-40x/menit. Tidak ada retraksi otot pernafasan Intervensi : a. Monitor pernafasan (kedalaman, irama, frekuensi ). Rasional : pengawasan ketat dibutuhkan karena organ pernafasan yang tidak sempurna. b. Atur posisi kepala lebih tinggi. Rasional : Melancarkan jalan nafas. c. Monitor keefektifan jalan nafas. Rasional : Monitor yang tepat akan memudahkan tindakan pada bayi. Jika perlu dapat dilakukan suction. d. Lakukan auskultasi bunyi nafas tiap 4 jam. Pertahankan pemberian O2. Rasional : Dengan kemampuan organ pernafsaan yang tidak kuat maka bayi membutuhkan bantuan pemberian O2 untuk memnuhi kebutuhannya. e. Pertahankan bayi pada inkubator dengan penghangat. Rasional : Mencegah hipotermi yang dapat memperparah kondisi dan organ pernafasan bayi. f. Pertahankan bayi pada inkubator dengan penghangat. Kolaborasii untuk X foto thorax. Rasional : Memberikan gambaran organ pernafasan bayi.

Diagnosa II : Kecemasan orang tua berhubungan dengan situasi krisis, kurang pengetahuan. Tujuan :Cemas berkurang Kriteria hasil :Orang tua tampak tenang. Orang tua tidak bertanya-tanya lagi.Orang tua berpartisipasi dalam proses perawatan Intervensi : a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua. Rasional : Cemas berlebihan ditunjukkan orangtua karena tidak memahami kondisi bayi, tidak ada pamahaman bahwa kondisi bayi akan menunjukkan perbaikan akan memperburuk kondisi orang tua dan bayi. b. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.

Rasional : Membantu menganalisa masalah secara sederhana dengan mandiri. c. Libatkan keluarga dalam perawatan bayinya. Rasional : Orang tua akan terlatih dalam meerawat BBLR. d. Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua. Rasional : Sebagai motivasi orag tua. e. Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang. Rasional : Perawatan mandiri harus sudah dapat dilakukan ketika bayi sudah pulang.

Diagnosa III : Resiko tinggi tidak efektifnya termoregulasi : hipotermi berhubungan dengan mekanisme pengaturan suhu tubuh immature Tujuan : Setelah mendapatkan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi gangguan terumoregulasi Kriteria Hasil :Badan hangat. Suhu : 36,5-37C Intervensi : a. Pertahankan bayi pada inkubator dengan kehangatan 37C. Rasional : Mempertahankan suhu bayi untuk terhindar dari hipotermia. b. Beri popok dan selimut sesuai kondisi. Ganti segera popok yang basah oleh urine atau feces. Rasional : Popok yang basak akan mempercepat kehilangan panas pada bayi sehingga berisiko besar terjadi hipotermia. c. Hindarkan untuk sering membuka penutup. Rasional : Dapat menyebabkan fluktuasi suhu dan peningkatan laju metabolism. d. Atur suhu ruangan dengan panas yang stabil. Rasional : Mempertahankan suhu bayi semakin baik.

Diagnosa IV: Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan immaturitas fungsi imunologik. Tujuan : Setelah mendapat tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil :Tidak ada tanda-tanda. Infeksi (tumor, dolor, rubor, calor, fungsiolaesa).Suhu tubuh normal (36,5-37C) Intervensi : a. Monitor tanda-tanda infeksi. Rasional : Termasuk di dalamnya (tumor, dolor, rubor, calor, fungsiolaesa). b. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi. Rasional : Tindakan aseptic dibutukan untuk mencegah infeksi silang. c. Anjurkan kepada ibu bayi untuk memakai jas saat masuk ruang bayi dan sebelum dan/sesudah kontak cuci tangan. Rasional : Mencegah bayi terkontaminasi dengan zat-zat pathogen yang mungkin terbawa dari baju dan tangan ibu dari luar ruangan. d. Barikan gizi (ASI/PASI) secara adekuat. Rasional : ASI dapat menambah kekebalan tubuh bayi secara alami, dan PASI (susu formula) terkini juga mengandung antibody yang baaik untuk mencegah infeksi. e. Kolaborasi. Berikan antibiotika sesuai program. Lakukan perawatan tali pusat setiap hari. Rasional : Antibiotik dibutuhkan untuk menekan infeksi, dan tali pusat yg tidak terawatt dng baik dapat menjadi pencetus awal infeksi.

Diagnosa V : Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan Tujuan : Setelah tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi gangguan nutrisi Kriteria Hasil : Diet yang diberikan habis tidak ada residu. Reflek menghisap dan menelan kuat. BB meningkat 100 gr/3hr. Intervensi : a. Kaji refleks menghisap dan menelan.

Rasional : Mengetahui kemampuan fungsi pencernaan bayi. b. Monitor input dan output. Raional : Indikator langsung keadekuatan nutrisi. c. Berikan minum sesuai program lewat sonde/spin. Rasional : Membantu pemenuhan nutrisi. d. Sendawakan bayi sehabis minum. Rasional : Menambah kemampuan lambung untuk menampung dan mencerna nutrisi. e. Timbang BB tiap hari. Rasional : Berat badan bayi diharapkan meningkat setiap saatnya.

Diagnosa VI: Resiko gangguan integritas kulit : tipisnya jaringan kulit, imobilisasi. Tujuan :Gangguan integritas kulit tidak terjadi Kriteria hasil :Suhu 36,5-37 C. Tidak ada lecet atau kemerahan pada kulit.Tanda-tanda infeksi (-) Intervensi : a. Observasi vital sign. Rasional : Memberikan informasi tanda-tanda vital. b. Observasi tekstur dan warna kulit. Raional : Kulit bayi akan terlihat berbeda dengan kulit bayi lainnya, teksturnya mungkin berkerut dengan warna kemerahan, pucat atau transparan. c. .Lakukan tindakan secara aseptic dan antiseptic dan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi. Rasional : Mencegah infeksi silang dan kerusakan integritas kulit yang dapat mengakibatkan infeksi. d. Jaga kebersihan kulit bayi. Ganti pakaian setiap basah. Jaga kebersihan tempat tidur. Rasional : Mencegah iritasi kulit pada bayi e. Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. Monitor suhu dalam incubator.

Rasional : Mencegah penekanan pada kulit bayi dan suhu yang baik akan menjaga kelembapan kulit sehingga dapat menurunkan risiko.

4. Implementasi Dalam proses keperawatan, pelaksanaan atau implemnetasi adalah tahap dimana perawat melaksanakan / menerapkan semua rencana asuhan keperawatan yang telah disusun. Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. yang terbiasa adalah rencana tidak tertulis yaitu yang dipikirkan, dirasakan ini yang dilaksanakan, hal ini sangat membahayakan pasien dan perawat jika berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal(Keliat, 2000).

5. Evaluasi Menurut Bezt & Cecily (2002), evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang dapat digunakan sebagai alat ukut penilaian suatu rencana keperawatan yang telah dibuat. Meskipun evaluasi dianggap sebagai tahap akir keperawatan, evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi klien dalam menentukan apakah rencana tersebut dapat diteruskan atau dirubah atau dihentikan. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian dan masalah belum teratasi. Atau muncul masalah baru. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dan evaluasi akhir. Evaluasi proses adalah hasil dari setiap tindakan yang dilakukan. Sedangkan evaluasi akhir adalah evaluasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara diagnosa keperawatan dan tujuan hasil nyata yang dicapai.

Related Documents

Bab Ii Kti Baru.docx
May 2020 18
Bab Ii Kti 2019.docx
November 2019 18
Kti Bab Iii.docx
May 2020 14
Kti Bab I Fixxxx.docx
December 2019 25
Bab I Kti Bintang.docx
June 2020 18
Kti
October 2019 77

More Documents from "Sulfiani Marzuki"

Bab Ii Kti 2019.docx
November 2019 18
Pase Vehicular(1).pdf
May 2020 13
May 2020 7
Tarea3.docx
May 2020 7