MAKALAH KEPERAWATAN ANAK TENTANG DEMAM THYPOID
Disusun Oleh : KELOMPOK 9 1. OVITRA MULYAWATI 2. SITI RAHMAH 3. FARA ANNISA 4. FIZA ISOLPIA 5. MAWADDAH TURRAHMAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2019
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami kirimkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat membuat dan menyelesaikan makalah kami yang berjudul “DEMAM TYPOID”. Pada makalah ini kami tampilkan hasil diskusi kami, kami juga mengambil beberapa kesimpulan dari hasil diskusi yang kami lakukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, diantaranya : 1. Yang terhormat Ibu Ns. Dwi Novrianda, M.Kep selaku dosen mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak. 2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pelaksanaan maupun proses penyelesaian makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat digunakan dan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun pembahasan dalam makalah ini, sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut sehingga makalah ini dapat sangat bermanfaat bagi kita semua.
Padang, 25 Februari 2019
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………………………………………………. DAFTAR ISI ………………………………………………………… BAB I : PENDAHULUAN …………………………………………. 1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………….. 1.3 Tujuan BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Penyakit 2.1.1
Pengertian Demam Typoid
2.1.2
Penyebab
2.1.3
Patogenesis
2.1.4
Tanda dan Gejala
2.1.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi nya
2.1.6
Komplikasi
2.1.7
Pemeriksaan Diagnostik
2.2 Asuhan Keperawatan 2.3 Kasus Pemicu
BAB III : ANALISIS JURNAL
BAB IV : PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran ................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemic) di Indonesia, mulai usia balita sampai orang dewasa. Prevalensi demam typhoid paling tinggi pada usia 5 - 9 tahun karena pada usia tersebut orang-orang cenderung memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat dikatakan sibuk dengan pekerjaan dan kemudian kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih makan di luar rumah, atau jajan di tempat lain, khususnya pada anak usia sekolah, yang mungkin tingkat kebersihannya masih kurang dimana bakteri Salmonella thypii banyak berkembang biak khususnya dalam makanan sehingga mereka tertular demam typhoid. Pada usia anak sekolah, mereka cenderung kurang
memperhatikan
kebersihan/hygiene
perseorangannya
yang
mungkin
diakibatkan karena ketidaktahuannya bahwa dengan jajan makanan sembarang dapat menyebabkan tertular penyakit demam typhoid (Robert, 2007). Demam Typhoid masih merupakan masalah kesehatan yg penting di berbagai negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti demam typhoid di dunia ini sangat sukar ditentukan, Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus penyakit typoid yang berawal dari buruknya perilaku masyarakat tentang hidup bersih.
1.2 Rumusan Masalah 1. Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan sebagai berikut: ”Bagaimana merawat klien dengan demam typhoid ?”. 2. Apa saja tanda dan gejala demam typoid ? 3. Apa saja faktor yang mempengaruhi demam typoid ? 4. Bagaimana pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada kasus demam typoid ?
1.3 Tujuan 1. Tujuan umum Agar perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien demam typhoid. 2. Tujuan khusus Penulisan / pembuatan makalah ini agar pembaca mengetahui tentang: a. Penulis mampu melaksanakan dan melakukan pengkajian data klien dengan gangguan sistem pencernaan: demam typhoid. b. Mengidentifikasikan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan: demam typhoid. c. Menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan: demam typhoid. d. Melakukan implementasi pada klien dengan gangguan system pencernaan: demam typhoid. e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan: demam typhoid.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Penyakit 2.1.1Pengertian Demam typhoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (FK, Unair 1996) Demam typhoid merupakan suatu penyakit inflamasi usus yang disebabkan oleh bakteri atau kuman gram negatif salmonela thypi yang sering dihubungkan dengan status sosial ekonomi rendah dan kurangnya kebersihan (Mweu & English, 2008) 2.1.2 Penyebab Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhosa, yang mempunyai ciri-ciri : a) Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora b) Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen: yaitu antigen O (Somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (Flagella) dan antigen Vi. Dalam serum pasien, terdapat zat anti (aglutinin) terhadap letiga macam antigen tersebut c) Memfermentasi Laktosa 2.1.3 Patogenesis Mekanisme masuknya kuman adalah diawali infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan. Basil melalui pembuluh limfe pada usus halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ – organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian, basil masuk kembali ke dalam darah (bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak terbentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. Prognosis Prognosis demam typhoiddd pada anak baik asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak baik apabila terdapat gambaran klinik yang berat, seperti demam tinggi (hiperpireksia), febris kontinua, kesadaran sangat menurun (spoor, koma, atau delirium), dan terdapat komplikasi yang berat, misalnya: dehidrasi dan asidosis, perforasi.
2.1.4 Tanda dan gejala a. Masa inkubasi 10-12 hari; mungkin ditemukan gejala prodromal tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat. b. Demam berlangsung selama 3minggu, febris remitten, suhu tidak terlalu tinggi 1) Minggu I, suhu tubuh biasanya meningkat pada sore/malam hari dan menurun di pagi hari. 2) Minggu II, demam persisten/menetap. 3) Minggu III, suhu berangsur turun, dan mendekati normal. c. Gangguan pada saluran cerna 1) Pada mulut: bibir pecah-pecah, bau mulut, lidah kotor/tertutup selaputputih, ujung dan tepi lidah kemerahan, kehilangan nafsu makan, dan diare 2) Pada abdomen: distensi abdomen, nyeri tekan, hepatomegali, dankadangkadang ditemui splenomegali d. Ganggun kesadaran pada keadaan yang berat 1) Kesadaran menurun, mengantuk, bingung, dan apatis 2) Disorientasi, menggigau e. Gangguan lain: nafas cepat dangkal, muncul bintik merah (rose spot) di kulit. 2.1.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi a. Jenis kelamin b. Usia. Prevalensi demam tipoid paling tinggi adalah usia 3-19 tahun karena pada usia tersebut cenderung memiliki aktifitas fisik yang banyak dan kurang memperhatikan pola makan. Akibatnya merka memilih makan diluar rumah atau jajan sembarangan.
c. Status Gizi. Gizi yang menurun akan mengakibatkan anak mudah terserang penyakit, bahkan status gizi buruk dapat meyebabkan angka mortalitas demam tipoid semakin tinggi. Penurunan gizi
pada penderita diakibatkan karena
kurangnya nafsu makan. d. Kebiasaan Jajan e. Kebiasaan cuci tangan f. Pendidikan orang tua g. Tingkat penghasila orang tua h. Sumber air 2.1.6 Komplikasi Komplikasi
yang sering adalah pada usus, tapi jarang terjadi. Apabila
komplikasi ini dialami oleh seorang anak, dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini dapat berupa berikut ini:
Perdarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda kejadian
Perforasi usus Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak
Peritonitis Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan
Komplikasi di luar usus Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat spesies (baktermia), yaitu meningitis, kolesitis, ensefelopati dan lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
2.1.7 Pemeriksaan diagnostik Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melaluipemeriksaan laboratorium. Penegakan diagnosis demam tifoid berdasarkan hasilpemeriksaan fisik dan anamnesis belum tepat, karena bisa saja ditemukan gejalayang sama pada beberapa penyakit lain pada anak. Oleh karena itu, selain menilaigejala spefisik juga diperlukan pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnyauntuk
konfirmasi
penegakan
diagnosis
demam
tifoid.
Pemeriksaan
laboratoriumuntuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok,yaitu: a.
Pemeriksaan darah tepi. Anemia, pada umumnya terjadi krena supresi sumsum tulang, defisiensi besi dan perdarahan usus.
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/μl.
Limfosistosis relatif.
Trombositopenia terutama pada demam tifoid berat.
b. Pemeriksaan bakteriogis dengan isolasi dan biakan kuman. Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhidalam biakan dari darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri
akan lebih
mudahditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan padastadium berikutnya dapat ditemukan juga dalam urine dan feses. c. Uji serologis Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal (2) tes TUBEX® (3) metode enzyme immunoassay (EIA) (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
a) Uji Widal Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibody aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama
sehingga terjadi aglutinasi. Kenaikan titer S.typhi titer O ≥ 1:120 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesen.
b) Tes TUBEX® Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yangsederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikelyang berwarna
untuk
meningkatkan
sensitivitas.
Spesifisitas
ditingkatkandengan
menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanyaditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalamdiagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dantidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
c) Enzyme immunoassay (EIA) Enzyme immunoassay (EIA) Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgMdan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgMmenunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksiterhadap
IgM
dan
IgG
menunjukkan
demam
tifoid
pada
fase
pertengahaninfeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demamtifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapitidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi.Menurut Narayanappa, et al (2010) Typhidot-M memiliki sensitivitas 92,6%untuk diagnosis awal demam tifoid dan metoda ini lebih sederhana jikadibandingkan dengan tes widal.
d) Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacakantibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadapantigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. Typhi.
d.
Pemeriksaan kuman secara molekuler Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah
mendeteksiDNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknikhibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chainreaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi
2.1.8 Penatalaksanaan a. Medikamentosa 1) Antipiretik bila suhu tubuh > 38,3°C. kartikosteroid dianjurkan pada demam tifoid berat.
Kloramfenikol : 50-100mg/kg BB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari, tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/μl, dosis maksimal 2g/hari.
Amoksisilin 150-200mg/kgBB/hari, oral atau IV selama 14 hari.
Sefriakson 20-80mg/kgBB/hari selama 5-10 hari.
b. Tindakan bedah Tindakan bedah perlu dilakukan segera bila terdapat perforasi usus. c. Pencegahan 1) Higiene perorangan dan lingkungan Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan utamamemutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan hygiene perorangan danlingkungan seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih,dan pengamanan pembuangan limbah feses. 2) Imunisasi Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demamtifoid, terjadi kejadian luar biasa, dan untuk turis yang berpergian ke daerahendemic.
Vaksin polisakarida (cospular Vi polysaccharide), pada usia 2 tahun atau lebih diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 bulan.
Vaksin tifoid oral (Ty21-a), diberikan pada usia > 6 tahun dengan interval selang sehari (hari 1, 3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang berpergian ke daerah endemik.
2.2 Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1. Identitas Pasien : Sering ditemukan pada pasien berumur di atas satu tahun
2. Keluhan Utama : Klien mengeluh tidak enak badan, letih, nyeri kepala, bibir pecahpecah, tidak nafsu makan, nyeri kepala, demam terutama sore/ malam hari. 3. RKD : Riwayat sakit saluran cerna, riwayat peny kandung empedu 4. RKK : Riwayat keluarga menderita typoid, higiene keluarga jelek 5. TTV : Suhu meningkat, nafas cepat dangkal, nadi bradikardi relatif, TD normal/menurun. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 6. Tingkat kesadaran : Menurun. Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik – bintik merah karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadangkadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar. 7. Pemeriksaan Fisik
Mata cekung
Mulut; terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecahpecah, lidah berselaput putih/kotor sementara ujung dan tepinyaa berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
Abdomen ; distensi abdomen, nyeri tekan, splenomegali, hepatomegali. Bisa terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal.
Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan
Integumen ; rose spot
Ekstremitas; kekuatan otot menurun, kelemahan
8. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leeukopenia, limfositosis relative dan aneosinofilia
Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feses.
Pemeriksaan widal. Untuk membentuk diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.
b. Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh(hipertermi) b/d efek sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, peningkatan metabolism
Pemenuhan nutrsi:
Intoleransi aktivitas b/d penurunan kekuatan
Perubahan persepsi sensori
Resiko kekurangan volume cairan
c. Intervensi 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d ↑metabolisme, efek sirkulsi endotoksin o Tujuan: suhu tubuh normal o Kriteria
hasil:
suhu
dalam
rentang
normal,
tidak
ada
komplikasi
sehubungandengan peningkatan suhu o Intervensi : Pantau suhu klien (derajat dan pola) Pantau suhu ligkungan Beri kompres hangat Kolaborasi utk pemberian antipiretik dan antibiotik
2.3 Kasus pemicu Seorang anak usia 3 tahun, dirawat karena demam naik turun. Demam tertinggi pada sore dan malam hari. Ibu mengatakan bahwa sudah 2 minggu ini anak demam. Anak juga mengeluh mual dan kadang-kadang muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lidah kotor, hepar teraba 1 cm bawah arcus costarum dan anak apatis. Tanda-tanda vital anak (TD: 90/70 mmHg, nadi: 120x/menit, nafas: 40x/menit dan suhu 38,7°C) , kulit teraba hangat dan kemerahan.
Pertanyaan kasus: a. Apakah masalah yang dialami anak tersebut? b. Apakah penyebab anak mengalami masalah tersebut? c. Jelaskan patofisiologi penyakit anak disertai dengan WOC. d. Apa tanda dan gejala yang khas pada anak? e. Apakah pemeriksaan diagnostik standar untuk menegakkan diagnosis medis anak? f. Bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak tersebut? g. Bagiamanakah prognosis dan komplikasi dari penyakit pada anak tersebut? h. Jelaskan hal apa saja yang perlu dikaji anak bayi? i. Rumuskan masalah keperawatan yang muncul pada anak dan buat analisa datanya! j. Buatlah rencana intervensi sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul pada anak! Penyelesaian Kasus : a. Masalah ayang dialami oleh anak tersebut adalah Demam Typoid. b. Penyebab anak mengalami masalah tersebut adalah : salmonella thypi atau Paratyphi A, Paratyphi B. c. Patofisiologis penyakit pada anak tersebut adalah Kuman masuk kedalam saluran pencernaan melalui makanan/minuman yang mengandung salmonella thypi. Kuman masuk melewati lambung dan mencapai usus halus (ileum). Kuman kemudian menembus dinding usus halus dan masuk ke folikel limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman ikut dalam aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakterimia primer) dan mencapai jaringan RES (hepar, lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakterimia kedua, kuman menyebar ke organ lain (intra dan ekstra intestinal) melalui sirkulasi darah. Masa inkubasi adalah 10-14 hari (Sastroasmoro. dkk, 2007). d. Tanda dan gejala khas pada anak yaitu: 1. Demam sudah dua minggu. 2. Mual dan muntah. 3. Lidah kotor. 4. Hepar teraba 1cm dibawah arcus kostarum 5. Anak apatis. 6. Napas cepat daan dangkal 40x / menit
7. Suhu tinggi pada sore dan malam hari 38,7°C 8. Nadi 120x/ menit. 9. Tekanan darah menurun 90/70 mmHg 10. Kulit teraba hangat dan kemerahan (rose spot) e. Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan : 1. Pemeriksaan darah tepi.
Anemia, pada umumnya terjadi krena supresi sumsum tulang, defisiensi besi dan perdarahan usus.
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/μl.
Limfosistosis relatif.
Trombositopenia terutama pada demam tifoid berat.
2. Pemeriksaan bakteriogis dengan isolasi dan biakan kuman. Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya dapat ditemukan juga dalam urine dan feses. 3. Uji serologis Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal (2) tes TUBEX® (3) metode enzyme immunoassay (EIA) (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). 4. Pemeriksaan kuman secara molekuler Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi. f. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak tersebut: Antipiretik bila suhu tubuh > 38,3°C. kartikosteroid dianjurkan pada demam tifoid berat.
Kloramfenikol : 50-100mg/kg BB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari, tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/μl, dosis maksimal 2g/hari.
Amoksisilin 150-200mg/kgBB/hari, oral atau IV selama 14 hari.
Sefriakson 20-80mg/kgBB/hari selama 5-10 hari.
g. Prognosis dan komplikasi dari penyakit anak tersebut: Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan, akan muncul komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Prognosis juga menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti : 1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu 2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium 3. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein) h. Hal yang perlu dikaji pada anak : 1. RKS; klien mengeluh tidak enak badan, letih, nyeri kepala, bibir pecah-pecah, tidak nafsu makan, nyeri kepala, demam terutama sore/ malam hari. 2. RKD; riwayat sakit saluran cerna. 3. RKK; riwayat keluarga menderita typoid, higiene keluarga jelek 4. Pemeriksaan Fisik:
Mata cekung
Mulut; bibir kering dan pecah-pecah, lidah berselapu/kotor
Abdomen ; distensi abdomen, nyeri tekan, splenomegali, hepatomegali
Integumen ; rose spot
5. Keadaan umum 6. Tingkat kesdaran: menurun 7. TTV: suhu meningkat, nafas cepat dangkal, nadi bradikardi relatif, TD normal/menurun 8. Pengkajian sistem tubuh 9. Ekstremitas; kekuatan otot menurun, kelemahan i. Rumusan masalah, intervensi, criteria hasil keperawatan yang muncul pada anak:
DIAGNOSA NANDA 1.
NOC
Hipertermia : suhu inti tubuh
diatas
NIC
1. Termogulasi
1. Perawatan
kisara Indicator:
normal diurnal karena kegagalan termogulasi. d/d :
demam
a. Tingkat pernapasan b. Penurunan suhu tubuh.
Aktivitas: a. Pantau
suhu
dan
c. Hipertermia
tanda – tanda vital
a. Kulit kemerahan
d. Perubahan warna kulit
lainnya.
b. Kulit terasa hangat
e. Melaporkan
b. Monitor asupan dan
c. Takikardia
kenyamanan
d. Takipnea
tubuh
perubahan
2. Tanda – tanda vital
kehilangan
b/d: a. Penyakit b. Peningkatan metabolisme
laju
suhu
keluaran,
a. Suhu tubuh
yang
b. Tingkat pernapasan
dirasakan.
c. Tekanan darah sistolik. d. Tekanan nadi
sadari
cairan tidak
c. Monitor warna kulit dan suhu. d. Tutup
pasien
dengan selimut atau pakaian
ringan,
tergantung
fase
demam. e. Pantau komplikasi – komplikasi
yang
berhubungan dengan demam serta tanda kondisi
dan
gejala
penyebab
demam. f. Tingkatkan sirkulasi udara. 2. Pengaturan suhu Aktivitas: a. Monitor suhu paling
tidak 2 jam sesuai kebutuhan. b. Pasang alat monitor inti
suhu
secara
kontinu,
sesuai
kebutuhan. c. Monitor darah,
tekanan nadi,
respirasi
dan sesuai
kebutuhan. d. Monitor suhu dan warna kulit. e. Monitor
dan
laporkan
adanya
tanda dan gejala dari hipotermia. 2. Ketidakefektifan pola
napas
1. Status pernapasan : Indicator:
inspirasi dan/ tidak ekspirasi yang tidak memberi
inspirasi
adekuat. d/d :
b. Irama pernapsan
jalan napas Aktivitas: a. Buka jalan napas
c. Kedalaman inspirasi
dengan teknik chin
d. Kepatenan jalan napas.
lift atau jaw trust sebagaimana
pola
pernapasan
(kecepatan,
mestinya. b. Posisiskan
abnormal
a. Frekuensi pernapasan.
1. Manajemen
irama,
pasien
untuk
kedalama)
memaksimalkan
Takikardia
ventilasi. c. Lakukan fisioterapi dada
sebagaimana
mestinya. d. Auskultasi
suara
napas,
area
catat
yang
ventilasinya
menurun atau tidak ada
atau
adanya
suara tambahan. 2. Monitor pernafasan Aktivitas: a. Monitor kepatenan, irama,
kedalaman,
dan
kesulitan
bernafas. b. Catat
pergerakan
dada, catat ketidak simetrisan, penggunaan otot – otot
bantu
nafas,
dan retraksi pada orot supraklavikulas dan intrakosta. c. Monitor suara napas tambanhan
seperti
ngorok atau mengi, d. Monitor ola nafas. e. Auskultasi
suara
nafas,
area
catat
dimana
terjadi
penurunan tidak
atau adanya
ventilasi
dan
keberadaan
sura
nafas tambahan. 3. Resiko ketidakseimbangan
1. Keparahan dan muntah
mual
1. Pantauan elektrolit.
elektrolit
: a. Frekuensi mual
a. Monitor
kerentanan
b. Intensitas mual
mengalami
c. Frekuensi muntah
perubahan
kadar d. Intensitas muntah
elektrolit
serum,
yang
dapat
serum
elektrolit b. monitor ketidakseimbangan
2. Keseimbangan cairan
asam basa. c. Identifikasi
mengganggu
a. Tekanan darah
kemungkinan
kesehatan.
b. Denyut nadi radial
penyebab
c. Keseimbangan
ketidakseimbangan
Factor resiko: muntah
intake
dan output dalam 24 jam
elektrolit. d. Kenali dan laporkan adanya ketidakseimbangan elektrolit. e. Monitor
adanya
kehilangan
cairan
dan elektrolit bila diperlukan. 2. Manajemen mual a. Dorong untuk
pasien memantau
pengalaman
diri
terhadap mual. b. Dorong untuk
pasien memantau
pengalaman
diri
terhadap mual. c. Evaluasi dari
dampak pengalaman
mual pada kualitas hidup. d. Identifikasi factor –
factor yang dapat menyebabkan
atau
berkontribusi terhadap mual. e. Identifikasi strategi yang sudah berhasil dilakukan upaya
dalam
mengurangi
mual. 3. Manajemen muntah a. Dapatkan lengkap
riwayat perawatan
sebelumnya. b. Dapatkan
riwayat
makanan
seperti
makanan
yang
disukai, yang tidak disukai,
dan
preferensi
makan
yang sesuai budaya. c. Identifikasi fakto
factor-
yang
apat
menyebabkan
atau
berkontribusi terhadap muntah. d. Kendalikan factor – factor
lingkungan
yang
mungkin
membangkitkan keinginan
untuk
muntah. e. Berikan
dukungan
fisik selama muntah.
BAB III ANALISIS JURNAL A. Judul Jurnal ” Analisis Risiko Kejadian Demam Thypoid Berdasarkan Kebersihan Diri Dan Kebiasaan Jajan Di Rumah ” B. Kata Kunci demam thypoid, faktor risiko demam thypoid, kebersihan diri, kebiasaan jajan C. Penulis Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul D. Latar Belakang Masalah Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. penularan demam thypoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sumber penularan utama demam thypoid adalah penderita itu sendiri dan carrier yang dapat menularkan berjuta-juta bakteri Salmonella typhi dalam tinja yang menjadi sumber penularan. Debu yang berasal dari tanah mengering yang dapat mencemari makanan yang dijual di pinggir jalan dan debu tersebut dapat mengandung tinja atau urin dari penderita atau carrier demam tifoid apabila makanan atau minuman tersebut dikonsumsi oleh orang sehat terutama pada anak usia 7-12 tahun yang banyak jajan sembarangan maka rawan untuk tertular demam thypoid E. Tujuan Penelitian Menganalisis perbandingan faktor risiko kejadian demam thypoid berdasarkan kebersihan diri dan kebiasaan jajan di rumah pada anak usia 7–12 tahun di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo. F. Metodelogi penelitian Jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik di mana peneliti hanya mengamati variabel yang akan diteliti tanpa memberikan perlakuan pada subyek. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien 7-12 tahun yang terdiagnosis demam tifoid pada 1 tahun terakhir di unit teratai RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo. sedangkan untuk populasi kontrol adalah semua anak usia 7-12
tahun yang bertempat tinggal dekat (tetangga) dengan kasus dan tidak menderita demam tifoid. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data melakukan wawancara langsung kepada responden yang masuk dalam kriteria penelitian yang telah ditetapkan. G. Hasil Penelitian Karakteristik Responden Hasil penelitian menunjukkan sebagai besar berusia > 9 tahun (10–12 tahun) terdiagnosis menderita demam thypoid yaitu sebesar 55%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jenis kelamin responden sebagian besar laki-laki terdiagnosis menderita demam thypoid yakni sebesar 62,5% sedangkan sebagian besar yang tidak terdiagnosis menderita demam thypoid berjenis kelamin perempuan yakni sebesar 42,5%. Pada umumnya penyakit lebih sering di derita anak-anak dari pada dewasa, anak yang terdiagnosis menderita demam thypoid lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan, dikarenakan laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah sehingga mengkonsumsi makanan siap saji atau makanan warung yang biasanya banyak mengandung penyedap rasa dan kebersihan yang belum terjamin, dibandingkan wanita yang lebih menyukai masakan dari rumah daripada masakan dari luar rumah sehingga perempuan lebih memperhatikan kebersihan makanan yang akan dikonsumsi. Kebiasaan mencuci Tangan Sesudah Buang Air Besar di Rumah Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai OR 3,67 yang artinya anak yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air besar yang kurang baik saat berada di rumah mempunyai risiko 3,67 kali mengalami demam thypoid dibandingkan dengan anak yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air besar yang baik saat berada di rumah. Kebiasaan mencuci Tangan Sebelum makan di Rumah Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai OR 4,33 yang artinya anak yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang kurang baik saat berada di rumah mempunyai risiko 4,33 kali mengalami demam tifoid dibandingkan anak dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang baik saat berada di rumah. Kejadian Demam Thypoid Berdasarkan Kondisi Kuku Jari Tangan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai OR 6,07 yang artinya anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan panjang kotor mempunyai risiko 6,07 kali
mengalami demam thypoid dibandingkan anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek bersih, nilai OR 7,79 yang artinya anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek kotor mempunyai risiko 7,79 kali mengalami demam thypoid dibandingkan anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek bersih dan nilai OR 1,89 anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan panjang bersih mempunyai risiko 1,89 kali mengalami demam thypoid dibandingkan anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek bersih namun hasil tersebut bermakna sehingga tidak ada hubungan anak dengan kondisi kuku jari tangan pendek bersih dengan terjadinya demam thypoid. Kejadian Demam Thypoid Berdasarkan Frekuensi Jajan di Rumah Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai OR sebesar 3,67 yang artinya anak yang memiliki frekuensi sering jajan saat berada di rumah mempunyai risiko 3,67 kali mengalami demam thypoid dibandingkan dengan anak yang memiliki frekuensi jarang jajan saat berada di rumah. Kejadian Demam Thypoid Berdasarkan Tempat Jual Jajan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai OR sebesar 3,95 yang artinya anak yang membeli jajan di pedagang kaki lima saat berada di rumah mempunyai risiko 3,95 kali mengalami demam thypoid dibandingkan dengan anak yang membeli jajan di swalayan saat berada di rumah. Kejadian Demam Thypoid Berdasarkan Kemasan Jajan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai OR 3,5 yang artinya anak yang membeli jajan saat berada di rumah dengan kemasan terbuka mempunyai risiko 3,5 kali mengalami demam thypoid dibandingkan anak yang membeli jajan saat berada di rumah dengan kemasan tertutup. H. Kesimpulan Pada penelitian ini sebagian besar berusia > 9 tahun (10–12 tahun) terdiagnosis menderita demam thypoid sedangkan sebagian besar berusia ≤ 9 tahun (7–9 tahun) tidak terdiagnosis menderita demam tifoid. kemudian sebagian besar berjenis kelamin laki-laki lebih banyak terdiagnosis menderita demam tifoid dibandingkan berjenis kelamin perempuan. Kejadian demam thypoid berdasarkan kebersihan diri didapatkan kondisi kuku jari tangan pendek kotor memilki risiko 7,79 kali mengalami demam thypoid dibandingkan dengan kondisi kuku jari tangan pendek bersih. Kejadian demam thypoid berdasarkan kebiasaan jajan didapatkan bahwa anak
yang membeli jajan di pedagang kaki lima memiliki risiko 3,95 kali mengalami demam tifoid dibandingkan anak yang membeli jajan di swalayan. I. Kelebihan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu : 1) Penelitian sudah menjelaskan demam tifoid, resiko demam thypoid berdasarkan kebersihan diri dan kebiasaan jajan di rumah. 2) Model penelitian sudah menggunakan analisis data dengan menggunakan statcalc pada epi info dengan cara membandingkan antara odds ratio subyek sakit (kasus) dengan odds ratio subyek tidak sakit (kontrol) 3) Batasan variabel dan poplasi kontrol yang di gunakan sudah cukup konsisten dalam pembahasan penelitiannya J. Manfaat penelitian yang di dapat pada jurnal ini bagi kesehatan, yaitu : 1) Memberikan sumber referensi bagi para peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian dalam hal yang sama. 2) Dapat mengetahui resiko dan penanganan lebih serius dari kebiasaan yang tidak terkontrol 3) Penelitian ini dapat menjadikan landasan teori orangtua dalam pemberian dukungan mencegah dan mengatasi resiko demam thypoid. 4) Bagi perawat dapat memberikan suatu edukasi dan tindakan dalam menangani permasalahan demam thypoid.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Demam thypoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi di Negara yang sedang berkembang Karena berbagai faktor seperti akibat kemiskinan, kriminalitas, dan kekurangan air bersih. Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemic) di Indonesia, mulai usia balita sampai orang dewasa. Prevalensi demam typhoid paling tinggi pada usia 5 - 9 tahun karena pada usia tersebut orang-orang cenderung memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat dikatakan sibuk dengan pekerjaan dan kemudian kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih makan di luar rumah, atau jajan di tempat lain, khususnya pada anak usia sekolah, yang mungkin tingkat kebersihannya masih kurang dimana bakteri Salmonella thypii banyak berkembang biak khususnya dalam makanan sehingga mereka tertular demam typhoid.
4.2 Saran Demikian lah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA