BAB II KAJIAN TEORI
A.
Kemampuan Mengenal Warna pada Anak Usia 4-5 Tahun
1.
Pengertian Anak Usia Dini dan Karakteristiknya Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Dalam hal ini M. Hariwijaya (2007:14), mengemukakan bahwa PAUD dapat diartikan sebagai salah satu bentuk jalur pendidikan dari usia 0-6 tahun, yang diselenggarakan secara terpadu dalam satu program pembelajaran agar anak dapat mengembangkan segala guna dan kreativitasnya sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan ciri yang menonjol pada anak usia sekitar 4-5 tahun. Anak memiliki sikap berpetualang (adventurousness) yang begitu kuat. Anak akan banyak
memperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau didengarnya. Secara khusus, anak pada usia ini juga memiliki keinginan yang kuat untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri, anak senang dengan nyanyian, permainan, dan/atau rekaman yang membuatnya untuk lebih mengenal tubuhnya. Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak seusia ini senang ikut bepergian ke daerah-daerah sekitar lingkungannya. Anak akan sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu, karenanya pengenalan terhadap binatang-binatang piaraan dan lingkungan sekitarnya dapat merupakan pengalaman yang positif untuk pengembangan minat keilmuan anak. Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif melakukan berbagai aktivitas. Kebutuhab anak untuk melakukan berbagai aktivitas ini sangat diperlukan baik bagi pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Pengembangan otot-otot kecil ini terutama diperlukan anak untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar akademik, seperti belajar menggambar dan menulis. Anak masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk dan berdiam diri, menurut Berg (Solehuddin: 2000) sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia dini sekitar 5 tahun ini untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Gerakan-gerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognitif. Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik dapat membuatnya bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan-gerakan fisik dapat membantu anak dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, sama halnya dengan orang dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami konsep hamper sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hand-on experiences). Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak semakin berminat dengan teman-temannya. Anak mulai menunjukkan hubungan dan kemampuan kerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya, biasanya ia memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Abilitas untuk memahami pembicaraan dan pandangan
orang
lain
semakin
meningkat
sehingga
keterampilan
komunikasinya juga meningkat. Penguasaan keterampilan berkomunikasi membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain. Sampai di usia ini anak masih memerlukan waktu dan cara yang tidak terstruktur untuk mempelajari sesuatu serta untuk mengembangkan minat dan kesadarannya
akan
bahan-bahan
tertulis.
Solehuddin
(2002)
mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak usia prasekolah sebagai berikut : 1.
Anak bersifat unik. Anak sebagai seorang individu berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan ini dapat dilihat dari aspek bawaan, minat, motivasi
dan
pengalaman
yang
diperoleh
dari
kehidupannya
masing-masing. Ini berarti bahwa walaupun ada acuan pola perkembangan anak secara umum, dan kenyataan anak sebagai individu berkembang dengan potensi yang berbeda-beda.
2.
Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan. Ekspresi perilaku secara spontan oleh anak akan menampakan bahwa perilaku yang dimunculkan anak bersifat asli atau tidak ditutup-tutupi. Dengan kata lain tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang dirasakan oleh anak. Anak akan membantah atau menentang kalau ia merasa tidak suka. Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang, sedih, dan menangis kalau ia dirangsang oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi tersebut.
3.
Anak bersifat aktif dan energik. Bergerak secara aktif bagi anak usia prasekolah merupakan suatu kesenangan yang kadang kala terlihat seakanakan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan energik ini akan tampak lebih intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan menyenangkan.
4.
Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingan sendiri.
5.
Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Anak pada usia ini juga mempunyai sifat banyak memperhatikan,
membicarakan dan mempertanyakan berbagai hal yang dilihat dan didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.
6.
Anak bersifat eksploratif dan petualang. Ada dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat terhadap segala sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih senang untuk mencoba, menjelajah, dan ingin mempelajari hal-hal yang baru. Sifat seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak ingin membongkar pasang alat-alat mainan yang ada.
7.
Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang bersifat imajinatif. Oleh karena itu,mereka mampu untuk bercerita melebihi pengalamannya. Sifat ini memberikan implikasi terhadap pembelajaran bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode belajar.
8.
Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah atau menangis apabila suatu kejadian tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sifat ini juga terkait dengan sifat lainnya seperti spontanitas dan egosentris.
9.
Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu. Apakah suatu aktivitas dapat berbahaya atau tidak terhadap dirinya, seorang anak bahaya belum memiliki pertimbangan yang matang untuk itu.Oleh karena itu, lingkungan anak terutama untuk kepentingan pembelajaran perlu terhindar dari hal atau keadaan yang membahayakan.
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak umumnya memiliki daya perhatian yang pendek kecuali untuk hal-hal yang sangat disenanginya.
11. Anak merupakan usia belajar yang paling potensial. Dengan mempelajari sejumlah ciri dan potensi yang ada pada anak, misalnya rasa ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan mempunyai daya ingat lebih kuat, maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat kesempatan belajar yang sangat potensial. Dikatakan potensial karena pada
usia ini anak secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan hakikat dari proses belajar. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran untuk anak perlu dikembangkan sesuai potensi yang dimilikinya.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman Anak mempunyai keinginan yang tinggi untuk berteman. Anak memiliki kemampuan untuk bergaul dan bekerja sama dengan teman lainnya.
Dari beberapa karakteristik anak usia 4-5 tahun tersebut dapat diketahui bahwa setiap anak berdasarkan pada usianya memiliki karakteristik yang berbeda. Pemberian stimulus kepada setiap anak juga berbeda. Terutama pada proses pembelajaran, anak usia 4-5 tahun untuk perkembangan kognitif disesuaikan dengan karakteristik anak. Untuk itu, pada observasi ini pemilihan indikator mengenal warna adalah mampu menyebutkan macam warna, mampu menyampaikan hasil percobaan tentang warna dan mampu mengelompokkan warna.
2. Perkembangan Kognitif Anak Usia 4-5 Tahun Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana perkembangan berpikir anak. Perkembangan Kognitif Anak Menurut Piaget tahapan perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1)
Sensori Motor (usia 0-2 tahun) Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang,
karena
didorong
oleh
keinginan
untuk
mengetahui reaksi dari perbuatannya. Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'. Menyampaikan cerita pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2)
Pra-operasional (usia 2-7 tahun) Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit. Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3)
Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun) Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
4)
Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas) Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga. Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia 4-5 tahun pada tahap praoperasional telah mampu mengenali simbol, bahasa dan gambar, namun cara berpikirnya masih terpusat pada satu perhatian saja dan belum bisa berpikir terbalik. Pada observasi ini tentunya dalam mengenalkan warna memperhatikan perkembangan kognitif anak usia 4-5 tahun yaitu mulai untuk mengenalkan beberapa simbol warna dengan cara melakukan percobaan sederhana tentang warna. Indikator dalam mengenal warna pada observasi ini adalah anak mampu untuk menyebutkan macam warna, menyampaikan hasil percobaan sederhana tentang warna, dan mampu mengelompokkan warna.
3. Pengertian Kemampuan Mengenal Warna
Kemampuan (abilities) seseorang akan turut serta menentukan perilaku dan hasilnya. Yang dimaksud kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara fisik atau mental yang iaperoleh sejak lahir, belajar, dan dari pengalaman (Soehardi, 2003:24). kemampuan adalah kecakapan seorang individu untuk melakukan beberapa tugas dalam suatu pekerjaan. Pengertian dari mengenal yaitu yang berkata dasar kenal yang artinya tahu dan mengenal berarti mengetahui (Poerwadarminta, 2002: 478). Sulasmi Darmaprawira (2012: 12) menyebutkan bahwa menurut teori Brewster, warna dasar terdiri dari tiga warna yaitu warna merah, biru, dan kuning yang juga merupakan lingkaran warna, teori ini dilihat dari pendidikan seni rupa. Sedangkan ahli psikologi berpendapat bahwa warna utamanya ada empat yaitu merah, kuning, hijau dan biru, warna-warna tersebut disebut sebagai unitary atau warna persatuan. Ketiga warna primer yang masih dipakai sampai saat ini, yaitu merah seperti darah, biru seperti langit/ laut, dan kuning seperti kuning telur, warna tersebut dikenal sebagai warna pigmen primer yang dipakai dalam seni rupa (Sulasmi Darmaprawira, 2012: 44). Dapat dikatakan warna dasar terdiri dari warna merah, kuning dan biru, sedangkan warna-warna lain yang terbentuk dari kombinasi warna-warna primer disebut komplimen warna. Berikut gambar lingkaran warna beserta komplemen warna lain menurut teori Brewster