Bab Ii Inokulasi 3 4 12 Fix Print.docx

  • Uploaded by: marisa anggraini
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Inokulasi 3 4 12 Fix Print.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,823
  • Pages: 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengenalan Starter Starter adalah inokulum yang ditambahkan pada suatu substrat sehingga

substrat tersebut akan berubah atau mengalami fermentasi. Pembuatan makanan fermentasi di Indonesia digunakan khamir, kapang, maupun bakteri. Starter merupakan media yang berisi mikroba tertentu dan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan dari mikroba yang diharapkan. Wujud starter beragam, tergantung kebutuhan inokulum yang diinginkan dan mikroba yang dikandung. Mikroba yang terkandung dalam starter sudah non aktif (immobile) karena dalam keadaan non aktif, kebutuhan dari mikroba terhadap energi relatif rendah. Starter komersil banyak dijual, misalnya ragi peuyeum, ragi kue, starbia, dan lain-lain. Starter yang mengandung jamur atau ragi dapat berbentuk kering (tepung), sedangkan starter bakteri berbentuk cair (Gupte, 1990). Starter dapat dibuat dengan mengendalikan lingkungan hidup mikroba sehingga mikroba yang diharapkan tetap hidup dan mikroba lain tidak dapat tumbuh dan berkembang. Kegagalan pengendalian medium yang diharapkan dapat menyebabkan populasi dari mikroba yang diharapkan menjadi menurun atau aktivitasnya menurun. 2.2.

Pembuatan Starter Media starter biasanya identik dengan media fermentasi. Media ini

diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar (umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Permukaan starter akan tumbuh mikroba dan membentuk lapisan tipis berwarna putih. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah berumur 9 hari tidak dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fisiologis mikroba tidak optimum bagi fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% volume media yang akan difermentasi menjadi lapisan putih. Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak dianjurkan karena tidak ekonomis. 3

4

2.3.

Manfaat Starter fermentasi mengandung banyak mikroba antara lain Lactobacillus sp,

Saccharomyces sp, Aspergillus sp, dan Rhizopus sp. Nilai pH yang rendah terkait dengan terbentuknya asam laktat oleh Lactobacillus sp. Selama proses fermentasi berlangsung, bakteri Lactobacillus sp menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Ekstrak fermentasi layak digunakan sebagai starter yang bersifat probiotik dalam proses fermentasi. Bakteri Lactobacillus plantarum adalah bakteri asam laktat dari famili Lactobacilliceae dan merupakan bagian dari genus Lactobacillus. Jenis bakteri asam laktat ini digunakan untuk menghambat penurunan mutu daging fillet ikan nila merah sehinga dapat disimpan dalam waktu lebih lama untuk dikirim. 2.4.

Fermentasi Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim

dari beberapa bakteri, khamir, dan jamur di dalam media pertumbuhan. Contoh perubahan kimia dari proses fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati, dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida (Fitri dan Yasmin, 2011). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dari luar (starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam hal ini tentu sebagai mediumnya adalah sayuran) dan medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Proses fermentasi walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi sayuran dapat mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita rasa yang khas. Mikroba yang melakukan fermentasi adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Kehadiran garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel. Gula dalam cairan merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik. Suhu selama proses fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30ºC untuk pertumbuhan mikroba (Arisandi, 2017).

5

Fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif (sebagian besar hasil akhir merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil akhir berupa asam laktat, asam asetat, etanol, dan CO2). Secara garis besar, keduanya memiliki kesamaan dalam mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu piruvat akan diubah menjadi laktat (atau asam laktat) dan diikuti dengan proses transfer elektron dari NADH menjadi NAD+ (Claus, 1989). Pola fermentasi ini dapat dibedakan dengan mengetahui keberadaan enzim-enzim yang berperan di dalam jalur metabolisme glikolisis. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksose isomerase tetapi menggunakan enzim fosfochetolase dan menghasilkan CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan menggunakan heksose (golongan karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui jalur heksose monophosfate atau pentose phosfate sedangkan, homofermentatif melibatkan aldolase dan heksose aldolase namun tidak memiliki fosfochetolase serta hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan CO2 (Benson, 1998). Jalur metabolisme dari yang digunakan pada homofermentatif adalah lintasan Embden-Meyerhof-Pathway (Dwijoseputro, 1998). Persiapan proses dan pelaksanaan fermentasi tergantung dari tujuan atau hasil yang hendak dicapai, dan jenis mikroba tertentu yang akan digunakan untuk melakukan perombakan secara kimia atau fisik sehingga memberi bentuk, tekstur, dan flavor pada hasil akhirnya. Proses biokimia fermentasi dapat dijelaskan bahwa hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Mikroba dalam keadaan aerob mengubah glukosa menjadi air, CO2, dan energi (ATP) yang digunakan untuk kegiatan pertumbuhan. Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat setengah terurai (Plczar, 1986). Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama fermentasi. Fermentasi sayur asin sangat sensitif terhadap suhu, jika konsentrasi asam yang dikehendaki telah tercapai, maka suhu dapat dinaikkan untuk menghentikan fermentasi. Pembuatan sayur asin terdapat 3 macam mikroba yang akan mengubah gula dari kubis menjadi asam asetat, asam laktat, dan hasil

6

hasil lainnya. Mikroba tersebut adalah Leuconostoc mesentroides, Lactobacillus cucumeris, dan Lactobacillus pentoaceticus. Mikroba Leuconostoc mempunyai suhu optimum yang lebih tinggi yaitu pada suhu diatas mikroba lainnya, Leuconostoc tidak dapat tumbuh sehingga tidak terbentuk asam asetat, tetapi pada suhu ini akan diproduksi bakteri asam laktat oleh Lactobacillus. Penambahan garam akan menyebabkan pengeluaran air dan gula dari sayur-sayuran dan menyebabkan timbulnya bakteri asam laktat (Ganjar, 2016). Semakin lama waktu (3-9 hari) fermentasi pada kubis maka jumlah bakteri asam laktat yang diperoleh semakin meningkat. Meningkatnya jumlah bakteri asam laktat selama proses fermentasi disebabkan kondisi dari substrat yang masih memungkinkan berlangsungnya metabolisme bakteri asam laktat tersebut (Suriawira, 1983). Fermentasi sayur asin merupakan fermentasi spontan yaitu proses fermentasi tanpa digunakan starter dan terjadi dengan sendirinya dengan bantuan mikroflora alami. Karakteristik proses ini adalah adanya berbagai bakteri asam laktat yang termasuk bakteri heterofermentatif. Bakteri asam laktat penting dalam pencapaian produk yang stabil dengan rasa dan aroma yang khas. Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, ester, dan gas CO2. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, tetapi akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut. Jika cara pengawetan pangan yang lainnya dijadikan untuk mengurangi jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya didalam makanan. Tetapi jenis mikroba sangat terbatas dengan hasil akhir yang ada. Hasil hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Perubahan selama fermentasi, mikroba selama fermentasi dapat mengubah karbohidrat dan turunan-turunannya terutama menjadi alkohol, asam dan CO2 (Plczar, 1986). Mikroba proteolitik dapat memecah protein dan komponen nitrogen lainnya sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak diinginkan sedangkan mikroba lipolitik akan memecah atau

7

menghidrolisa lemak fosfolipida dan turunannya dengan menghasilkan bau yang tengik. Alkohol dan asam yang dihasilkan oleh mikroba fermentatif cukup tinggi maka pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat. Jadi prinsip pengawetan pangan dengan cara fermentasi sebenarnya adalah mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme dari mikroba pembentuk alkohol dan asam, dan menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan juga lipolitik (Claus, 1989). Lactobacillus pada keasaaman yang tinggi akan mati dan kemudian tumbuh ragi dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Kapang akan mengoksidasi asam sedangkan ragi akan menghasilkan hasil hasil akhir yang bersifat basa dari reaksi proteolisis sehingga keduanya akan menurunkan asam sampai titik dimana bakteri pembusuk proteolitik dan lipolitik akan mencerna curd dan menghasilkan gas serta bau busuk (Noverita, 2009). Nutrient hasil fermentasi digunakan oleh mikroba untuk biomassa, sehingga asam-asam yang dihasilkan baik asam amino atau asam organik akan menurun. Asam-asam yang dihasilkan bila diurai lebih lanjut akan menjadi senyawa volatil seperti dihasilkannya amoniak, gas CO2 dari hasil proses fermentasi (Gupte, 1990). 2.5.

Khamir Khamir merupakan fungi bersel satu, tidak berfilamen, berbentuk oval

atau bulat, tidak berflagela, dan berukuran lebih besar dibandingkan sel bakteri, dengan lebar berkisar 1-5 mm dan panjang berkisar 5-30 mm. Khamir bersifat fakultatif, artinya khamir dapat hidup dalam keadaan aerob ataupun anaerob. Koloni khamir sepintas seperti koloni bakteri tetapi koloninya tidak mengkilat. Warna yang dimiliki oleh koloni tersebut seperti mentega. Khamir tidak sama dengan ragi. Ragi ialah campuran suatu mikroorganisme yang terdiri dari kapang, khamir, dan bakteri. Sel khamir ini sendiri biasanya berbentuk telur, tetapi beberapa diantaranya ada yang berbentuk memanjang atau berbentuk bola. Spesies mempunyai bentuk yang cukup khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat banyak variasi yang cukup luas dalam hal ukuran dan bentuk. Sel-sel individu, tergantung kepada umur dan lingkungannya sendiri. Khamir tak dilengkapi dengan organ flagellum. Struktur sel yeast (Saccharomyces cerevisiae) dibedakan menjadi yang sedang bertunas (budding), dan ada juga yang

8

mempunyai bekas yang tertinggal dari sebuah pertunasan (bud scar). Bud scar sebagai tanda berapa kali sel tersebut pernah bertunas. Sel yeast secara ultrastruktur tidak berbeda dengan jaringan hifa yang terbentuk (Benson, 1998). 2.6.

Kapang Kapang (molds) adalah fungi yang tumbuh cepat dan bereproduksi secara

aseksual merupakan organisme aerob sejati, tubuh kapang (thallus) dibedakan menjadi dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filamen yang disebut dengan hifa. Bagian dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi disebut hifa vegetatif. Bagian hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi disebut hifa reproduktif atau hifa udara (aerial hypha), karena pemanjangannya akan mencapai bagian atas pada tempat permukaan media. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 μm, dibandingkan dengan sel bakteri yang biasa.

Gambar 2.1. Kapang yang Telah Membentuk Misellium dan Spora (Sumber: Gupte, 1990)

Kapang dapat melakukan penyebaran menggunakan spora. Spora kapang terdiri dari dua jenis, yaitu spora seksual dan spora aseksual. Spora aseksual dihasilkan lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan spora seksual (Plczar, 1983). Jamur tidak dapat hidup secara autotrof, melainkan secara heterotrof. Jamur hidup dengan cara menguraikan bahan-bahan organik ataupun anorganik yang ada di lingkungan tinggalnya. Habitat kapang sangat beragam, namun pada umumnya kapang dapat tumbuh pada substrat yang mengandung sumber karbon organik. Umumnya jamur hidup secara saprofit, artinya hidup dari

9

penguraian sampah sampah-sampah organik seperti bangkai, sisa tumbuhan, makanan, dan kayu lapuk. Jamur uniseluler misalnya ragi dapat mencerna tepung hingga terurai menjadi gula dan gula yang dihasilkan dicerna menjadi alkohol (Ganjar, 2015). Jamur multiseluler salah satu contohnya adalah jamur tempe. Jamur tersebut dapat menguraikan protein pada kedelai menjadi protein sederhana dan asam amino. Pencernaan ekstraseluler yang hampir sama seperti pada bakteri. Hifa terbagi menjadi dua yaitu yang mempunyai sekat (septa) dan hifa yang tidak mempunyai sebuah sekat (senositik). Phylum Ascomycota dan Basidiomycota mempunyai hifa bersepta sedangkan untuk pada Oomycota dan Zygomycota tidak bersepta. Hifa milik jamur jenis basidimycota mempunyai ciri yaitu dalam satu kompartemen dengan ciri pori sentral sempit yaitu 100-150 nm. Kapang merupan salah satu dari mikroorganisme yang memerlukan air untuk pertumbuhannya. Media yang paling umum digunakan untuk menganalisis kapang pada produk makanan termasuk yang dimasukkan dalam metode SNI 2332.7.2009 adalah potato dextrose agar. Masalah yang akan dihadapi dalam penggunaan potato dextrose agar sebagai media untuk menghitung jumlah kapang adalah adanya pertumbuhan yang melebar pada jenis kapang tertentu hingga memenuhi cawan petri dan menghambat pertumbuhan kapang lain (Noverita, 2009). Masalah tersebut dapat terjadi terutama bila terdapat kapang yang sifat koloninya mudah menyebar seperti jamur Rhizopus dan Mucor. Masalah terhambatnya pertumbuhan pada kapang yang diteliti juga dapat menyebabkan peneliti pada saat proses penghitungan jumlah koloni yang ada. Perhitungan jumlah koloni yang tidak akurat dapat terjadi karena adanya koloni yang terhambat pertumbuhannya pada proses perkembangan sedang berlangsung. Analisis jumlah kapang dilakukan dengan metode tuang (pour plate). 2.7.

Aspergillus Niger Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan

mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase, dan sellulosae. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), pada

10

suhu 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum), dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam dan bulat. Konidiospora memiliki dinding yang halus. Aspergillus niger mempunyai koloni pada medium Cxapek’s Dox.

Gambar 2.2. Aspergillus Niger (Sumber: Nurcahyo, 2011)

Medium tersebut mencapai diameter 4-5 cm dalam 7 hari, dan terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga kuning dan suatu lapisan konidofor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam. Aspergillus niger adalah jamur berfilamen haploid dan merupakan mikroorganisme yang sangat penting dalam bidang biologi. Jamur jenis ini dapat menghasilkan enzim. Enzim yang dihasikan dapat berupa enzim ekstraseluler dan asam sitrat, Aspergillus niger digunakan untuk pengelolaan suatu limbah dan biotransformasi. Penurunan bahan organik dapat disebabkan oleh Aspergillus niger sebagai sumber energinya untuk digunakan bahan penunjang dalam pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan paling menguntungkan dari pertumbuhan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Program linear pertumbuhan bakteri dapat dikombinasikan dengan 37 metabolit lainnya untuk menguji distribusi. Teknik analisis sensitivitas logaritmik, dapat dibuktikan bahwa asam amino banyak di dalam lingkungan ini. Aspergillus niger dapat digunakan untuk produksi asam sitrat maupun digunakan untuk berbagai makanan dan minuman ataupun sebagai pengawet dan peningkat cita rasa. Aspergillus niger juga mengkontaminasi misalnya pada roti tawar. Banyak

11

enzim yang dapat diproduksi oleh industri fermentasi dari Aspergillus niger. Jamur jenis ini paling sering ditemukan pada lingkungan mesofilik seperti vegetasi yang telah membusuk atau tanah. Jamur tersebut memiliki sebuah sistem metabolisme sendiri yang terdiri dari sitoplasma, mitokondria, dan peroksisom. Sistem tersebut akan tergabung dengan metabolisme karbohidrat dan metabolisme asam amino yang terjadi di dua reaksi, yaitu reaksi anabolik dan katabolik. 2.8.

Isolasi Mikroba Isolasi adalah peristiwa mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam

dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan (Arisandi, 2017). Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Isolasi bakteri atau biakan bakteri yang terdiri dari satu jenis mikroorganisme atau bakteri dikenal sebagai biakan murni atau biakan aksenik. Biakan yang berisi lebih dari satu macam mikroorganisme dan dikenal sebagai biakan campuran, jika peristiwanya hanya terdiri dari dua jenis mikroorganisme saja, yang secara dengan sengaja dipelihara satu sama lain di dalam sebuah asosiasi dan dapat disebut juga sebagai biakan dua jenis. Persyaratan utama bagi proses isolasi dan proses kultivasi adalah harus terdapat kondisi optimum untuk pertumbuhan organisme inangnya. Sumber bacteriofage yang paling baik dan paling utama adalah habitat inang sebagai medianya. Contoh bacteriofage koli yang di jumpai di dalam pencernaan dapat diisolasi dari limbah atau pupuk kandang hal ini dilakukan dengan sentifugasi atau filtrasi bahan sumbernya dan penambahan kloroform untuk membunuh dari sel-sel bakterinya. Ada beberapa cara yang digunakan untuk bakteri, fungi, dan khamir dengan metode garis, tuang, sebar, penuangan, serta micromanipulator. Dua diantaranya yang paling sering banyak digunakan adalah teknik cawan tuang dan cawan gores. Kedua metode ini didasarkan pada prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian rupa sehingga individu species dapat dipisahkan. Mikroorganisme dibiakkan di laboratorium pada medium yang terdiri dari bahan nutrient. Pemilihan medium yang dipakai bergantung kepada banyak

12

sekali faktor, yaitu salah satunya bagaimana jenis mikroorganisme yang ditumbuhkan, komposisi bahan dari media yang akan digunakan, dan jenis makanan yang diperlukan mikroorganisme untuk tumbuh (Benson, 1998). 2.9.

Cara Isolasi Bakteri Teknik mengisolasi bakteri terdiri dari beberapa cara, yang pertama

adalah pour late atau shake culture. Beberapa mililiter suspensi bakteri dicampur dengan medium yang masih cair (belum membeku) dengan demikian akan diperoleh piaraan adukan. Setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu, koloni akan tumbuh pada permukaan dan bagian bawah agar. Teknik kedua yaitu streak plate atau culture, ujung kawat inokulasi yang membawa bakteri digesekkan atau digoreskan dengan bentuk zig-zag pada permukaan agar-agar dalam cawan petri sampai meliputi seluruh permukaan (Ganjar, 2016). Demi memperoleh hasil yang baik diperlukan keterampilan, yang biasanya diperoleh dari pengalaman. Metode cawan gores yang dapat dilakukan dengan cara yang sangat baik kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya suatu mikroorganisme yang kita inginkan tersebut. Terdapat dua macam kesalahan yang paling umum sekali dilakukan saat proses isolasi, yaitu tidak memanfaatkan permukaan medium dengan sebaikbaiknya untuk digores sehingga proses pengenceran mikroorganisme pun menjadi kurang lanjut dan cenderung untuk menggunakan inokulum terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel-sel yang akan digores (Suriawira, 1983). Teknik yang ketiga adalah teknik slant culture, yaiu ujung kawat yang membawakan bakteri digesekkan pada permukaan agar-agar miring dalam tabung reaksi, dapat dilakukan dengan cara menggoreskan secara zig-zag pada bidang permukaan agar miring menggunakan jarum ose yang bagian atas dilengkungkan. Cara ini juga dilakukan pada agar tegak untuk meminimalisir pertumbuhan pada mikroba dalam keadaan kekurangan oksigen. Teknik yang terakhir adalah stab culture, yaitu pada ujung kawat yang membawakan bakteri ditusukkan pada media padat yang berupa agar di dalam suatu tabung reaksi, hal tersebut berbeda dengan slant culture yang permukaan dari agar ini tidak miring. Media agar setengah padat dalam tabung reaksi, digunakan untuk menguji gerak bakteri yang dapat dilihat dengan cara makroskopis (mikroskop) (Fitri dan Yasmin 2011).

Related Documents

Bab Ii Fix
October 2019 35
Bab Ii Agak Fix
October 2019 32
Bab 3 Fix Fix.docx
May 2020 28
Bab Ii Fix 6.docx
June 2020 12

More Documents from "Mellan Apriiaty Simbolon"