BAB II BATUAN BEKU
2.1 Pengertian Batuan Beku Batuan beku terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma. Magma adalah cairan silikat pijar di dalam bumi, bersuhu tinggi (900 o – 1300oC), terbentuk secara alamiah dan berasal dari bagian bawah kerak bumi atau bagian atas selimut atau selubung bumi, serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak dan cenderung bergerak menuju ke permukaan bumi. Batuan beku plutonik adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi, sering dikenal sebagai batuan beku intrusi dalam “deep-speated intrusion”. Batuan beku vulkanik adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi, sering disebut sebagai batuan beku ekstrusi (hasil letusan dan leleran), sedangkan batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi dangkal atau dekat permukaan “sub-volcanic intrusion”, sering dikenal sebagai batuan beku korok atau batuan beku gang. Dalam mempelajari, menganalisis dan menginterpretasikan batuan beku terdapat beberapa hal yang sangat mendasar yang harus diperhatikan: [a] Batuan beku selalu diklasifikasikan berdasarkan mineral-mineral primer. Mineral-mineral primer adalah mineral utama yang terbentuk langsung dari magma selama proses pendinginannya atau mengikuti seri Bowen dan mineral tambahan (maks. 3%) misal: magnetit, apatit, zirkon, pirit, sedangkan mineral-mineral sekunder terbentuk kemudian setelah mineral primer, mineral hasil ubahan atau alterasi dari mineral
primer karena pengaruh larutan sisa magma dan mineral hasil pelapukan setelah batuan itu terbentuk. Dalam pemeriannya harus dijelaskan bahwa mineral-mineral primer tertentu telah mengalami ubahan menjadi mineral sekunder yang tertentu pula. Dalam penamaan batuannya juga menggunakan persentase mineral primer sebelum terjadi ubahan, namun dapat digunakan kata terubah lanjut dibelakangnya (misal: andesit terubah lanjut). Derajat alterasi suatu batuan dapat ditunjukkan oleh persentase mineral-mineral primer yang telah mengalami ubahan. [b] Sebaiknya, dalam mempelajari sayatan tipis “thin sections” juga dipelajari bersama-sama contoh setangannya atau sampel. Dikarenakan sayatan tipisnya kadang-kadang tidak mewakli batuan secara menyeluruh, juga presentase kehadiran mineraloginya.
Diagram 2.1. Urutan Seri Reaksi Bowen dengan Kristalisasi Batuannya.
2.2 Tekstur Batuan Beku Tekstur menunjukan hubungan individu butir dengan butir yang ada disekitarnya, tekstur berurusan dengan kenampakan skala kecil “small-scale”. Dalam contoh setangan atau kenampakan di bawah mikroskopis seperti: tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, dan pertumbuhan bersama kristal. Tekstur merupakan kenampakan hubungan antara komponen dari batuan yang dapat merefleksikan sejarah kejadiannya atau petrogenesa. Tekstur tergantung atas beberapa faktor:
2.2.1 Tekstur Umum 1. a.
Derajat kristalisasi Holokristalin: Seluruhnya terdiri dari massa kristal-
kristal berupa granular, mikrolit dan kristalin.
Gambar 2.1. Derajat Kristalisasi Holokristalin
b.
Holohyalin: Seluruhnya terdiri dari massa gelas.
Gambar 2.2. Derajat Kristalisasi Holohyalin
c.
Hipokristalin: Sebagian terdiri dari massa kristal dan
sebagian lagi terdiri dari massa gelas.
Gambar 2.3. Derajat Kristalisasi Hipokristalin
2. Ukuran Butir (Wiliam, Turner dan Gilbert, 1945) 1. Halus
: Ø < 1 mm.
2. Sedang
: Ø 1 – 5 mm.
3. Kasar
: Ø 5 – 30 mm.
4. Sangat kasar
: Ø > 30 mm.
o Tekstur Faneritik, kristal-kristalnya dapat dibedakan dengan mata biasa atau mikroskop.
o Tekstur Afanitik, sangat halus, tidak dapat dibedakan dengan mikroskop (Ø < 0,01 mm).
o Tekstur Equigranular, ukuran besar butir relatif sama atau seragam.
o Tekstur Inequigraular, ukuran butir tidak sama besar atau berbeda, ada fenokris dan matrik.
o Kriptokristalin, terlalu kecil dan bahkan tidak dapat diidentifikasi dengan mikroskop (Ø < 0,01 mm).
o Mikrokristalin, masih dapat dibedakan dengan mikroskop.
3. Kemas atau Fabrik Hubungan antar butir mineral didalam batuan ditunjukan dari dominasi bentuk butirnya.
Euhedral atau Idiomorfik (Automorfik), kristal-kristal mempunyai bentuk lengkap dan dibatasi oleh bidang batas yang jelas.
Anhedral atau Allotriomorfik (Xenomorfik), mineral tidak mempunyai bentuk sendiri yang jelas.
Subhedral atau Hipidiomorfik, bentuk-bentuk kristal kurang baik sebagian sisi kristal tidak jelas batasnya.
Equigranular Tekstur:
Panidiomorfik atau Idiomorfik Granuler, semua atau hampir mineralnya berbentuk euhedral dengan ukuran butir relatif sama dan mempunyai batas-batas yang jelas.
Allotriomorfik Granuler, terdiri dari mineral-mineral yang berbentuk anhedral (dominan) dan batas mineral tidak jelas.
Hipidiomorfik Granuler, terdiri dari mineral-mineral yang subhedral (dominan) dengan butir relatif sama.
Gambar 2.4. Bentuk Kristal: a. Euhedral, b. Subhedral, c. Anhedral
II.3 Tekstur Khusus Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. 1. Tekstur Intergrowth a.
Grafik, tumbuh bersama antara alkali feldspar dengan
kuarsa, disini kuarsa berbentuk runcing-runcing.
Gambar 2.5. Tekstur Grafik
b.
Granoferik, tekstur yang dibentuk oleh kalium feldspar
dan kuarsa dimana kuarsa menginklusi di dalam kalium feldspar.
Gambar 2.6. Tekstur Granoferik
c.
Mirmekitik, kuarsa yang terbentuk manjari diinklusi
oleh plagioklas asam (oligoklas).
Gambar 2.7. Tekstur Mirmekitik
d.
Intergranular, tekstur dimana ruang antar butir
plagioklas ditempati oleh olivin, piroksen, atau bijih besi.
Gambar 2.8. Tekstur Intergranular
e.
Diabasik, plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen,
disini piroksen tidak terlihat jelas, plagioklas radier terhadap piroksen.
Gambar 2.9. Tekstur Diabasik
f.
Ofitik, plagioklas tumbuh secara acak dan merata
ditutupi oleh piroksen atau olivine yang utuh.
Gambar 2.10. Tekstur Ofitik
g.
Subofitik, plagioklas tumbuh secara acak dan merata
bersamaan dengan piroksen, dimana ukuran plagioklas lebih besar dibandingkan dengan mineral piroksen dan olivin yang ditutupinya.
Gambar 2.11. Tekstur Subofitik
h. Intersertal, hampir sama dengan intergranular tetapi disini ruang antar plagioklas diisi oleh masa gelas, kriptokristalin atau mineral sekunder dan mineral tambahan.
Gambar 2.12. Tekstur Intersertal
i.
Poikilitik, merupakan suatu tekstur dalam hornblende
peridotit. Dalam suatu mineral hronblende yang utuh menutupi mineral olivin dan diopsid.
Gambar 2.13. Tekstur Poikilitik
j.
Porfiritik, mengandung mineral-mineral yang memiliki
ukuran yang berbeda, fenokris augit, olivin dan leusit tertanam dalam masadasar kristalin atau juga gelas.
Gambar 2.14. Tekstur Porfiritik
k. Corona, tekstur dimana mineral yang lebih awal dikelilingi atau dilingkupi butiran memanjang kristal yang lain yang radial atau menyebar, biasanya olivin dilingkupi oleh piroksen ortho.
Gambar 2.15. Tekstur Corona
l.
Perthitic, tekstur yang terbentuk oleh plagioklas dan
kalium feldspar. Alkali feldspar tumbuh lebih besar.
Gambar 2.16. Tekstur Perthitic
m.
Vitrofirik, kenampakan tekstur batuan beku dimana terdapat
fenokris-fenokris yang tertanam dalam masadasar atau matrik gelas.
Gambar 2.17. Tekstur Vitrofirik
2. Tekstur Aliran a. Pilotaksitik, fenokris dan masadasar plagioklas menunjukkan pola kesejajaran. b. Trakitik, fenokris atau mikrolit plagioklas menunjukkan pola kesejajaran. c. Hialopiliti, sama dengan trakitik hanya saja dibentuk oleh mikrolit plagioklas dengan masa gelas.
2.4 Struktur Batuan Beku Struktur batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan struktur batuan vulkanik, struktur batuan plutonik dan struktur dari hasil inklusi. Banyak batuan beku mengandung inklusi dari batuan lain atau material asing yang dikenal sebagai senolit ”xenoliths”. Senolit mungkin accidental bila disusun oleh batuan yang seluruhnya tidak berubah terhadap batuan beku dimana mereka ditemukan atau mungkin cognate bila terbentuk dari batuan yang secara genetik berhubungan dengan batuan beku induk “igneous host rock”. Perbedaan di atas tidak selalu mudah dibedakan. Senolit dapat pula terdiri dari individu kristal yang dikenal sebagai xenocrystal. Beberapa senolit cognate dibentuk oleh fenokris yang mempunyai kelompok dan tumbuh bersama-sama membentuk tekstur glomeroporfiritik. Struktur batuan beku yang pada umunya merupakan kenampakan skala besar sehingga dapat dikenali dilapangan, seperti:
a.
Banding (perlapisan)
b.
Lineasi (laminasi, segregasi)
c.
Kekar (lembar, tiang)
d.
Vesikuler (bentuk, ukuran, pola)
e.
Aliran
Masif, padat dan ketat, tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas, dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava. Contoh: granit, diorit, gabro dan inti andesit.
Skoria, dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur, dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik. Contoh: andesit dan basalt.
Vesikuler, dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur, dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-asam.
Amigdaloidal, dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit, dijumpai pada batuan vulkanik trakitik. Contoh: trakiandesit dan andesit
2.5 Klasifikasi Batuan Beku II.5.1 Klasifikasi Umum 1. Berdasarkan lokasi pembekuan: Batuan beku intrusi dalam (plutonik)
Batuan beku intrusi dangkal (gang, korok atau hypabyssal)
Batuan beku luar
2. Berdasarkan komposisi: Batuan beku ultrabasa (ultramafic)
Batuan beku basa (mafic)
Batuan beku menengah (intermediet)
Batuan beku asam (felsik)
Tabel 2.6. Klasifikasi Umum Batuan Beku Berdasarkan Tekstur dan Komposisi Mineral.
3. Berdasarkan warna: Batuan beku ultrabasa
: sangat gelap (Hypermelanic,mafik.90%)
Batuan beku basa
: gelap ( Mesocratic , mafik 60-90%)
Batuan beku menengah
: abu-abu (Mesocratic, mafik 30-60%)
Batuan beku asam
: terang (Leucocratic, mafik ,30%)
Gambar 2.18. Warna Interferensi Mineral (Kerr, 1959).
2.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Kimia a. Alkali total (Na2O + K2O) versus SiO2 (Le Bas, et al., 1986) b. K2O versus SiO2 (Taylor & Peccerillo, 1979) c. CIPW Norm (Johansen, 1931)
Diagram 2.4. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Kimia (Le Bas, et al., 1986).
2.5.3 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Mineralogi 1. Kelompok Ultramafik
Indeks warna > 70% Nama: pikrit, peridotit, dunit dan piroksen Batuan alterasi: serpentinit
2. Kelompok Gabro
Indeks warna 40-70% Plagioklas lebih basa dari Ab1 An1 Mengandung mineral klinopiroksen, ortopiroksen dan olivin Alkali feldspar dan kuarsa < 10% Banyak mengandung foids disebut gabro alkalin
Nama: gabro, diabas (dolerit) dan basal (dibedakan berdasarkan lokasi pembekuan, tekstur dan struktur) 3. Kelompok Diorit
Indeks warna < 40% SiO2 52 – 66% Nama: diorit dan andesit Batuan alterasi: propilit
4. Kelompok Granit
Norm Q ± 10% Nama: dasit, riolit, pegmatit, granodiorit, obsidian, perlit, pitchstone.
Diagram 2.5. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi (Streckeisen,1976).
2.5.4 Penentuan Jenis Plagioklase Cara penentuan Jenis plagioklase yaitu dengan melihat jenis kembarannya, ada 3 metode dalam penentuan plagioklase yaitu:
1. Metode Michel Levy dengan kembaran Albit: menggunakan kurva Michel-Levy.
Diagram 2.6. Analisa Plagioklas Kembaran Albit (Michel-Levy’s Method).
2. Metode dengan kembaran Carlsbad-Albit: menggunakan kurva After F. E. Wright.
Diagram 2.7. Analisa Plagioklas Kembaran Carlsbad-Albit (After F. E. Wright).
3. Sudut inklinasi dengan kembaran periklin: menggunakan kurva After E. Schmidt.
Diagram 2.8. Analisa Plagioklas Kembaran Carlsbad-Albit (After E. Schmid).
BAB III PETROGRAFI BATUAN GUNUNG API
3.1 Pengertian Batuan Gunung Api Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanis selama erupsi yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan jatuhan kemudian mengalami litifikasi baik sebelum ditransport maupun rewarking oleh air atau es. Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, “Pele's tears” dan “Pele's hair”, bom dan blok gunung api, “accretionary lapilli”, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk
dari proses fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi.
Gambar 3.1. Material Piroklastika.
3.2 Komponen Penyusun Batuan Gunung Api 1. Kelompok Material Esensial (Juvenil) Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari magma yang diteruskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta buih magma. Masa yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok piroklastik, masa cairan akan segera membeku selama diletuskan dan cenderung membentuk bom piroklastik dan buih magma akan menjadi batuan yang porous dan sangat ringan, dikenal dengan batuapung.
2. Kelompok Material Asesori (Cognate)
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bila materialnya berasal dari endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua. 3. Kelompok Asidental (Bahan Asing) Yaitu material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua dibawah gunungapi tersebut, terutama adalahbatuan dinding disekitar leher vulkanik. Batuannya dapat berupa batuan beku, endapan maupun batuan ubahan.
3.3 Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik 1. Endapan Piroklastik Jatuhan (Pyroclastic Fall) Yaitu onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara. Endapan ini pada umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiranbersusun. Endapan ini meliputi Aglomerat, Breksi, Piroklasti, Tuff dan lapili. Ciri-ciri: Berlapis, graded bed, bomb sag, original dip.
Sortasi baik
Bentuk butir meruncing atau permukaan kasar
Ukuran butir menghalus menjauhi sumber
2. Endapan Piroklastik Aliran (Pyroclastic Flow)
Yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi kemudian teronggokan disuatu tempat. Umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500-600oC dan temperaturnya cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi sebab sifat – sifat endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan atasnya datar. Ciri-ciri:
Masif, mungkin ada pipa fumarol Sortasi buruk Bentuk butir meruncing atau permukaan kasar Ukuran butir beragam, abu sampai blok atau bom gunungapi Untuk endapan asal darat kadang mengandung arang
3. Endapan Piroklastik Surge (Pyroclastic Surge) Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas atau uap air yang memiliki rapat masa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan. Umumnya memiliki struktur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga planar. Yang khas dari endapan ini adalah struktur silang siur, melensa dan bersudut kecil. Endapan surge umumnya kaya akan keratan batuan dan kristal.
Ciri-ciri:
Cross beds, melensa, melidah, antidunes dan laminasi Berbutir halus sampai sedang (abu – lapili)
Gambar 3.2. Mekanisme Pembentukan Material Endapan Piroklastik.
3.4 Tekstur Batuan Piroklastik 1. Tekstur umum Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada di dalamnya yang meliputi Glassy dan Fragmental. Glassy, merupakan tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuan tersebut ialah glass.
Fragmental, merupakan tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuan tersebut ialah fragmen-fragmen hasil letusan gunungapi. 2. Tektur Khusus Vitrovirik, merupakan tekstur batuan beku dimana fragmennya berupa batuan piroklastik yang dikelilingi oleh masadasar.
Gambar 3.3. Tekstur Vitrovirik
Perlitik, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana terdapat benang-benang perlit berwarna kuning keemasan.
Gambar 3.4. Tekstur Perlitik
Hyalopilitic, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana feldspar dikelilingi oleh masadasar berupa gelas vulkanik.
Gambar 3.5. Tekstur Hyalopilitic
Intersertal,
merupakan
tekstur
batuan
beku
yang
ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal plagioklas, mikrolit plagioklas yang berada di antara atau dalam masadasar gelas interstital.
Gambar 3.6. Tekstur Intersertal
Intergranular, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana mineral piroksen dan olivin terdapat atau sering dijumpai
diantara mineral plagioklas yang memanjang dan tidak teratur.
Gambar 3.7. Tekstur Intergranular
3.4.1 Ukuran Material Batuan Piroklastik 1. Bomb, merupakan gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar dari 64 mm, bentuknya membulat. 2. Block, merupakan material piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dengan ukuran besar dari 64 mm, bentuknya meruncing. 3. Lapili, berasal dari bahasa latin “lapillus”, yaitu nama untuk material hasil letusan gunungapi yang berukuran 2 – 64 mm. 4. Debu atau Ash, merupakan material piroklastik yang berukuran 2 – 1/256 mm. Dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat letusan gunungapi.
Gambar 3.8. Material Gunungapi Produk Letusan (vide Compotn, 1985).
3.5 Klasifikasi Batuan Piroklastik 1. Tuf Merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk tekstur piroklastika.
Gambar 3.9. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
Diagram 3.1. Klasifikasi Tuf Berdasar Komposisi (Schmid, 1981).
2. Batulapili Merupakan batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 264 mm, biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung api. Batulapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litikyang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau Kristal mineral.
Gambar 3.10. Breksi pumis (batulapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan tertanam dalam massa dasar tuf halus.
3. Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite) Glass shards yang dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabangcabang slender yang berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan.
Gambar 3.11. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.
4. Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite) yaitu gelas shards dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan:
Bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas
atau gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y. Arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik. Lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal. Jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme. Derajat pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini sering berasosiasi
dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.
Gambar 3.12. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garisgaris oval.
Gambar 3.13. [a] Tuf terelaskan dari Idaho, [b] Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, [c] Tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal.