Bab Ii, Iii, Iv.docx

  • Uploaded by: jaessi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii, Iii, Iv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,528
  • Pages: 54
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat, karunia dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang ‘’Asuhan Kolaborasi Antar Profesi pada Tn.B dengan Hipertensi’’. Dan kami juga berterima kasih kepada ibu Dra. Mumun Munigar, MA.Kes dan Mumpuni Skp., M. Biomed. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Interprofessional Education . Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kolaborasi antar profesi keperawatan, kebidanan, dan keperawatan gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan keluarga. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat diwaktu yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya khususnya bagi kami, sebelumnya kami minta maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Jakarta, Juni 2018

Penyusun

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ............................................................................................................. 1 1.2 Tujuan penulisan ......................................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang lingkup neonatus, bayi dan balita .................................................................... 3 A. Pengertian neonatus, bayi dan balita ............................................................................ 3 B. Konsep bayi baru lahir. ................................................................................................ 4 2.2 Konsep perubahan fisiologis pada bayi baru lahir ...................................................... 7 A. Perubahan fisiologis berdasarkan karakteristik biologis .............................................. 7 B. Perubahan fisiologis berdasarkan karakteristik perilaku .............................................. 8 2.3 Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus ........................................ 20 A. Reactivitas I.................................................................................................................. 20 B. Tidur tidak berespon..................................................................................................... 21 C. Reactivitas II ................................................................................................................ 21 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 23 3.2 Saran ........................................................................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kolaborasi interprofesional merupakan strategi untuk mencapai kualitas hasil yang diinginkan secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsure penting untuk meningkatkan kualitas keperawatan dan keselamatan pasien (Reni. A al.2010) Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi. Para professional utama yang memberikan asuhan kepada pasien dirumah sakit adalah staff medis, meliputi dokter, perawat, bidan, perawat gigi, ahli gizi, farmasi, analis dan lain-lain. Upaya peningkatan kualitas pelayanan tersebut diperlukan keselarasan langkah yang dinamis antar berbagai klinis dan disiplin keilmuan untuk membangun tim pelayanan dengan tatanan dan kultur pendekatan interdisiplin atau interprofesional. (Mitchell&Crittenden, 2000) Kesehatan masyarakat merupakan kombinasi antara teori (ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat), melalui upaya-upaya pengorganisasian masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Partisipasi masyarakat atau Peran Serta Masyarakat (PSM) di bidang kesehatan sangat penting, agar individu, keluarga maupun masyarakat umum bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakat lingkungannya. Pada UU RI No. 23 tahun 1992, tentang kesehatan Bab VII pasal 71. Departemen Kesehatan merumuskan visinya, sebagai “Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat” dan misinya yaitu “Membuat masyarakat sehat”, dengan strategi, yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring, dan informasi kesehatan, meningkatkan pembiayaan kesehatan (Depkes RI, 2006). Setiap tahun angka harapan hidup(life ecpectancy) di Indonesia terus meningkat. Hal inidapatdilihat daritahun 2011 angka harapan hidup di Indonesia mencapai 69,65 sedangkan dari tahun 2012 sampai 2014 menigkat menjadi 72 tahun. Meningkatnyaangka harapan hidup ini justru membawa beban bagi masyarakat, karena Populasi penduduk usia lanjut yang meningkat mengakibatkan Kelompok resiko dalam masyarakat menjadi lebih tinggi (Kemenkes RI, 2015). Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga pada unit atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui pegobatan sebagai saran atau penyalur. (Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya, 1978) Berikut data demografi wilayah yang menjadi tempat praktik kolaborasi antar profesi pada Tn.B keluarga di RT 003/08 Kelurahan pondok labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Kelurahan pondok labu RW 08 terdiri dari 6 RT, 368 Kartu Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 1.227 jiwa, laki-laki 599 jiwa dan

perempuan 628 jiwa. Luas wilayah RW 08 4,2 ha bagian utara RW 012 cilandak barat, bagian selatan RW 3 pondok labu, bagian timur Lap. Tembak marinis, bagian barat RW 09 pondok labu. Data demografi terdiri dari, jumlah dasa wisma 21 kelompok, jumlah KRT 286, jumlah KK/jiwa 368/1.227 jiwa, jumlah perempuan 628, jumlah laki-laki 599, jumlah balita (L) 48, jumlah balita (P) 42, jumlah PUS 209, jumlah WUS 368, jumlah ibu hamil 21, jumlah ibu menyusui 24, jumlah lansia 150, jumlah masjid 3, jumlah gereja 4, sekretariat RW 1, jumlah pos kamling 5, jumlah posyandu 1, jumlah posbindu 1. Lokasi RT 003 berada di wilayah bagian selatan RW 08, berbatasan dengan bagian utara masjid, bagian timur gereja, bagian selatan pos kamling, bagian barat waserda dan fasilitas kesehatan. 1.2.Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami konsep dari kolaborasi antar profesi sehingga dapat menerapkan proses kerjasama dalam pelayanan kesehatan dan memperoleh gambaran tentang penerapan kolaborasi antar profesi dalam pemberian pelayanan kesehatan dengan konteks keluarga. 1.2.2. Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar kolaborasi antar profesi. 2. Mahasiswa mampu mempraktikkan nilai/etik antar profesi pada tatanan yang nyata. 3. Mahasiswa mampu mempraktikkan peran dan tanggung jawab antar profesi pada tatanan yang nyata. 4. Mahasiswa mampu mempraktikkan komunikasi efektik antar profesi pada tatanan nyata. 5. Mahasiswa mampu mempraktikkan kerjasama team antar profesi pada tatanan nyata. 1.3.Manfaat 1.3.1. Manfaat Bagi Institusi 1. Memberi kesempatan kepada staf akademik untuk bekerjasama anatar profesi. 2. Pendidikan antar profesi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan resources yang ada diinstitusi pendidikan. 3. Meningkatkan kerjasama antar prodi atau fakultas. 1.3.2. Manfaat Bagi Mahasiswa 1. Mahasiswa dapat belajar cara berkomunikas interprofesi.

2. Mahasiswa dapat memahami peran profesi kesehatan lain. 3. Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk bekerjasama di dalam team dan memecahkan masalah klien. 4. Mahasiswa mendapatkan pengalama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada klien dengan melibatkan multidisiplin. 1.3.3. Manfaat bagi profesi atau tenaga kesehatan 1. Meningkatkan moral profesi. 2. Menurtunkan hambatan dalam berkomunikasi dengan profesi lain. 3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah bersama profesi lain.

1.4.Sistematika Penulisan Laporan ini disusun berdasarkan sumber yang diperoleh melalui buku dan modul. Adapun unsur masing-masing bagian dan penjelasannya secara detail serta pengertian lengkap di uraikan sebagai berikut: 1. Bagian awal sistematika penulisan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut: a. Lembar judul adalah identitas yang memberikan gambaran mengenai isi laporan. b. Kata pengantar berisikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu pembuatan laporan. c. Daftar isi adalah suatu daftar yang membuat gambaran isi laporan secara menyuluruh. 2. Bagian isi sistematika penulisan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut: a. Bab I pendahuluan 1). Latar belakang. 2). Tujuan penulisan laporan. b. Bab II tinjauan teori: Adalah kumpulan teori yang digunakan dalam pembuatan laporan. c. Bab III tinjauan kasus: Berisi kasus yang diangkat oleh kelompok 3 beserta proses kolaborasi dalam pelayanan kesehatan yang terdiri dari hasil pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. d. Bab IV pembahasan: Adalah penjelasan mengenai proses kolaborasi antar profesi dalam penyeelesaian masalah kasus yang diangkat oleh kelompok. 3. Bagian penutup sistematika penulisan terdiri dari beberapa unsure sebagai berikut:

a. Kesimpulan. b. Saran. 4. Bagian akhir dalam format sistematika penulisan terdiri dari beberapa unsure sebagai berikut: Daftar pustaka memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yan di gunakan untuk penulisan laporan.

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.Hipertensi 2.1.1. Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai peningkatan dari tekanan darah sistolik (TDS) pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada level 90 mmHg atau lebih (Black, J dan Hawks, J. 2014). Menurut WHO (2015) hipertensi merupakan suatu kondisi tekanan darah dikatakan abnormal ataupun tinggi yaitu ketika terjadi tekanan darah sama atau diatas 140 mmHg pada saat jantung berdetak (sistolik) dan tekanan darah sama dengan atau diatas 90 mmHg pada saat jantung berelaksasi (diastolik). 2.1.2. Klasifikasi Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.

Adapun pembagian derajat keparahan

hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension, 2013)

2.1.3. Etiologi 1. Hipertensi Primer Klien dengan peningkatan sistolik dan diastolik tekanan darah didiagnosis dengan Hipertensi Primer, disebut juga dengan esensial atau hipertensi idiopatik (Black, J dan Hawks, J. 2014). Etiologinya banyak faktor: a. Tidak dapat diketahui b. Berkaitan dengan hemoistatik c. Peningkatan progresif d. Resistensi arteri

2.

Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder yang disebakan oleh keadaan penyakit atau masalah yang spesifik (dapat diidentifikasi) (Black, J dan Hawks, J. 2014). Etiologi, sebagai berikut: a. Faktor personal dan lingkungan b. Durasi status yang menyertai

2.1.4. Manifestasi Klinis Menurut Black, J dan Hawks, J, (2014): 1. Sakit kepala terus-menerus, 2. Kelelahan, 3. Pusing, 4. Berdebar-debar, 5. Sesak, 6. Sakit pada tengkuk leher 7. Pandangan kabur atau penglihatan ganda atau mimisan. 2.1.5. Petofisiologi Volume cairan ekstraselular, tekanan perfusi ginjal dan kadar garam dalam tubuh dapat mempengaruhi produksi renin. Saat ketiga komponen tersebut menurun maka dapat terjadi peregangan arteri glomerulus dan menghasilkan renin. Renin dan angiotensinogen dapat mempengaruhi tekanan darah pada manusia. Renin dan angiotensinogen bertemu berubah menjadi angiotensin I dan angiotensin II. Pada angiotensin II mempengaruhi stimulus korteks adrenal dan pembuluh darah. Pada stimulus korteks adrenal angiotensin dapat meningkatkan produksi aldosteron, lalu meningkatkan volume cairan ekstraseluler, meningkatkan beban jantung, dan meningkatnya kontraksi pada vena. Semua peningkatan ini menyebabkan ventrikel hipertensi. Pada Pembuluh darah, angiotensin meningkatkan tekanan darah dan tekanan pada arteri. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan penebalan pada jaringan ikat, mempengaruhi fungsi vaskuler dan pembekuan darah menyebabkan terjadinya trombosis. 2.1.6. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal. Obat berikutnya mungkin ditambahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. 2. Penatalaksanaan Keperawatan 1. Penururnan Berat Badan 2. Mengurangi Asupan Garam 3. Olahraga 4. Mengurangi Konsumsi Alkohol 5. Berhenti Merokok (Black, J dan Hawks, J. 2014) 2.1.7. Komplikasi Menurut Elisabeth J Corwin, (2015) komplikasi hipertensi terdiri dari: 1. Stroke 2. Infark miokardium 3. Gagal ginjal 4. Ensefalopati (kerusakan otak) 2.1.8. Penunjang 1. Pemeriksaan Diagnostik a. Elektrokardiogram (EKG) b. Foto Thorax 2. Pemeriksaan Laboratorium a. Hb/Ht b. BUN/kreatinin c. Glukosa d. Urinalisa (Bahrudin, 2013)

2.2.Benigna Prostat Hiperplasia 2.2.1.

Definisi Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price & Wilson, 2005). Benigna Prostat Hiperplasia adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan

menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002) 2.2.2.

Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Teori Penyebab BPH menurut Purnomo (2011): 1. Teori Dehidrotestosteron (DHT) 2. Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron) 3. Faktor interaksi stroma dan epitel-epitel 4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis) 5. Teori sel stem.

2.2.3.

Manifestasi Klinis Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih. 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas 3. Gejala diluar saluran kemih

2.2.4.

Patofisiologi Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk, 2007).

2.2.5.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2011) meliputi : 1. Laboratoriuma. a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin

b. Pemeriksaan faal ginjal c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) 2. Radiologisa. a. Foto polos abdomen b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ) c. Pemeriksaan USG transektal 2.2.6.

Komplikasi Menurut Sjamsuhidajat, Wim de Jong (2007) komplikasi BPH adalah : 1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi 2. Infeksi saluran kemih 3. Involusi kontraksi kandung kemih 4. Refluk kandung kemih. 5. Hidroureter dan hidronefrosis 6. Gagal ginjal 7. Hematuri 8. Hernia atau hemoroid

2.2.7.

Penatalaksanaan Menurut Sjamsuhidjat (2009) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis 1. Stadium I Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama. 2. Stadium II Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra). 3. Stadium III Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

4. Stadium IV Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka. Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH. 2.3.Kolesterol 2.3.1. Definisi Kolesterol adalah salah satu komponen dalam membentuk lemak.Di dalam lemak terdapat berbagai macam komponen yaitu seperti zat trigliserida, fosfolipid, asam lemak bebas, dan juga kolesterol.Secara umum, kolesterol berfungsi untuk membangun dinding didalam sel (membran sel) dalam tubuh.Bukan hanya itu saja, kolesterol juga berperan penting dalam memproduksi hormonseks, vitamin D, serta berperan penting dalam menjalankan fungsi saraf dan otak (Mumpuni & Wulandari, 2011). Menurut Stoppard, (2011) kolesterol adalah suatu zat lemak yang dibuat didalam hati dan lemak jenuh dalam makanan. Jika terlalu tinggi kadar kolesterol dalam darah maka akan semakin meningkatkan faktor resiko terjadinya penyakit arteri koroner.Kolesterol sendiri memiliki beberapa komponen, yang dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu berdasarkan jenis dan kadar kolesterolnya. 2.3.2. Klasifikasi Klasifikasi Kolesterol dibagi menjadi 2 jenis: 1. Low Density Lipoprotein (LDL) LDL atau sering juga disebut sebagai kolesterol jahat, LDL lipoprotein deposito kolesterol bersama didalam dinding arteri, yang menyebabkan terjadinya pembentukan zat yang keras, tebal, atau sering disebut juga sebagai plakat kolesterol, dan denganseiring berjalannya waktu dapat menempel didalam dinding arteri dan terjadinya penyempitan arteri (Yovina, 2012).

2. High Density Lipoprotein (HDL) HDL adalah kolesterolyang bermanfaat bagi tubuh manusia,fungsi dari HDL yaitu mengangkut LDL didalam jaringan perifer ke hepar akan membersihkan lemak-lemak yang menempel di pembuluh darah yang kemudian akan dikeluarkan melalui saluran empedu dalam bentuk lemak empedu (Sutanto, 2010). 2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Kolesterol Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah yaitu sebagai berikut: 1. Makanan: lemak hewani seperti daging kambing, lemak nabati seperti santan dan minyak kelapa. 2. Kurang aktivitas fisik: faktor pemicu yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yaitu kurangnya aktivitas fisik ataupun olahraga. 3. Kurang pengetahuan 4. Kepatuhan (Yovina, 2012) 2.3.4. Proses Kolesterol dalam Tubuh Lipoprotein yang mengangkut lemak menuju hati atau sering disebut juga dengan kilomikron. Di dalam hati, ikatan lemak tersebut akan diuraikan sehingga akan membentuk kembali keempat unsur lemak. Kemudian, asam lemak yang yang telah terbentuk akan digunakan sebagai sumber energi dan bila jumlahnya berlebih maka akan disimpan dalam jaringan lemak. Bila asupan kolesterol tidak dapat mecukupi, maka sel hati yang akan memproduksinya. Di mulai dari hati, kolesterol akan diangkut oleh lipoprotein.Jika terjadi kelebihan kolesterol maka kan diangkut kembali oleh lipoproteinyang sering disebut juga sebagai HDL untuk kemudian akan dibawa ke hati, yang akan diuraikan dan dibuang ke dalam kandung empedu. LDL yang mengadung banyak lemak dibandingkan dengan HDL, akan mengmbang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah apolipoprotein B, dan apolipoprotein A merupakan protein utama yang membentuk

HDL.

HDL

memliki

kandungan

lemak

yang

lebih

sedikitdibandingkan dengan LDL dan mempunyai kepadatan tinggi atau lebih berat (Sutanto, 2010). 2.3.5. Manifestasi Klinis

Kadar kolesterol yang tinggi biasanya tidak memunculkan gejala apapun. Akan tetapi kadang-kadang jika kadar kolesterol sudah sangat tinggi maka endapan lemak akan membentuk suatu pertumbuhan yang sering disebut juga sebagai xantomadi dalam tendon (urat daging) dan di dalam kulit. Kadar trigliserida yang cukup tinggi (sampai dengan 800 mg/dl atau lebih) dapat menyebabkan pembesaran pada hati dan limpa serta timbulnya gejala-gejala dari pakreatitis (misalnya nyeri perut yang hebat) (Dewanti, 2010). 2.3.6. Cara Mengendalikan Kolesterol Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengendalikan kadar kolesterol dalam darah. 1. Pemberian edukasidan konseling Pemberian edukasi sangat mempengaruhi dalam peningkatan pengetahuan pada penderita kolesterol. 2. Olahraga Salah satu olahraga yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kadar kolesterol dalam darah yaitu dengan melakukan senam secara teratur. 3. Pemeriksaan kolesterol rutin Pemeriksaan kolesterol secara rutin sangat baik dilakukan sebagai salah satu langkah dalam pencegahan primer terhadap komplikasi dari terjadinya peningkatan kadar kolesterol seperti penyakit kardiovaskuler. 4. Home Visit Home visit atau kunjungan rumah ke pasien merupakan salah satu cara dalam mengontrol kadar HDL, LDL, dan juga trigliserida dalam tubuh. (Yuliana, 2015). 2.4.Menopause 2.4.1.

Definisi Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti yang terdiri dari kata men dan pauseis yang berasal dari bahasa Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Ini merupakan suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen yang dihasilkan ovarium (indung telur). Menopause mulai pada umur yang berbeda umumnya adalah sekitar

umur 50 tahun, meskipun ada sedikit wanita memulai menopause pada umur 30-an (Sarwono P, 2008). Menopause adalah suatu fase dari kehidupan seksual wanita, dimana siklus menstruasi berhenti. Bagi seorang wanita, dengan berhentinya menstruasi ini berarti berhentinya fungsi reproduksi (tidak dapat hamil dan mempunyai anak), namun tidak berarti peranannya dalam melayani suami di bidang kebutuhan seksual berhenti dengan sendirinya (Hawari, 1996). 2.4.2.

Faktor yang Mempengaruhi Menurut

Blackburn

dan

Davidson

(1990),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi menopause adalah: 1. Umur sewaktu mendapat haid pertama kali (menarch) 2. Kondisi kejiwaan dan pekerjaan 3. Penggunaan obat-obat Keluarga Berencana (KB) 4. Merokok 5. Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari pemukaan laut 2.4.3.

Fisiologi Setelah fase ini terdapat suatu fase dengan kadar estrogen yang fluktuatif dan ditandai dengan adanya siklus haid yang mulai tidak teratur. Setelah folikel de Graft tidak dapat berkembang lagi, maka kadar estrogen akan turun mencapai 10-20 pg/ml yang mengakibatkan haid terhenti (Purwoastuti, 2008). Ovarium tidak merespon FSH dan LH

Penurunan jumlah folikel

Penurunan sel telur yang dilepaskan

Keluaran estrogen dan progeteron menurun

Lapisan rahim berhenti menebal

Proses menstruasi berhenti

Rahim dan ovarium mengkerut 2.4.4.

Perubahan Fisik dan Psikologis

1. Perubahan Fisik Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu: a. Ketidakteraturan Siklus Haid b. Gejolak Rasa Panas (hot flushes) c. Kekeringan Vagina d. Menurunnya gairah seks Berbagai

organ

reproduksi

juga

akan

mengalami

perubahan

karena berhentinya haid. Perubahan tersebut menurut Kasdu, 2002: 58, yaitu: a. Uterus (kandungan): Uterus mengecil, disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat. b. Tuba Falopii (saluran Telur): Lipatan – lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis dan mengkerut c. Serviks (mulut rahim): Serviks akan mengkerut d. Vagina (liang kemaluan): Terjadinya penipisan vagina e. Perineum dan anus: Lemak subcutan menghilang, atrofi otot f. Vesica Urinaria (kandung kencing): Tampak aktivitas kendali spincter hilang g. Kelenjar payudara: Lobulus menciut. Puting susu mengecil 2. Perubahan Psikologis Selain fisik perubahan psikis juga sangat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause sangat tergantung pada masing-masing individu, pengaruh ini sangat tergantung pada pandangan masing-masing wanita terhadap menopause, termasuk pengetahuannya tentang masa menopause. Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. 2.4.5.

Respon Seksual Normal dan Disfungsi Seksual 1. Respon Seksual Normal Siklus respon seksual yang normal, merupakan suatu rangkaian proses yang dialami oleh setiap orang, baik perempuan maupun laki-laki pada

saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Hal ini terjadi secara alamiah dan terdiri atas 4 tahap atau fase, yaitu: a. Fase gairah atau minat b. Fase terangsang (arousal) c. Fase orgasme d. Fase resolusi 2. Disfungsi Seksual Pada Masa Menopause Menurut Manan (2013), disfungsi seksual merupakan penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan jenisnya, baik pria maupun wanita. Gangguan ini dapat terjadi karena berbagai hal, baik secara medis maupun psikologis, serta memberikan efek yang kurang baik terhadap keharmonisan hubungan suami istri. a. Gangguan minat/ keinginan seksual (desire disorders) b. Gangguan birahi/perangsangan (arousal disorder) c. Gangguan orgasme (orgasmic disorder) d. Gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder) 2.4.6.

Masalah – Masalah Yang Biasa Terjadi Pada Masa Menopause 1. Penyakit degeneratif a. Kanker b. Demensia Tipe Alzheimer ( pikun ) c. Berat badan meningkat d. Penyakit jantung koroner 2. Osteoporosis 3. Penyakit Ginekologi a. Kanker saluran reproduksi b. Kanker payudara 4. Penyakit Sistem Sirkulasi

2.4.7. Asuhan pada Menopause Asuhan yang dapat dilakukan pada masa menopause diantaranya : 1. Mengetahui tentang gejala serta masalah yang sering muncul pada masa menopause seperti rasa panas, sering berkeringat, susah tidur, nyeri otot, mudah tersinggung. 2. Mengkonsumsi makanan bergizi yang mengandung kalsium untuk mengurangi osteoporosis, vitamin B kompleks untuk mecegah stress

dengan mengkonsumsi susu, daging, dan hati,

vitamin E untuk

mengurangi kolestrol dan mengurangi hot flush misalnya gandum, kacang, kuning telur, buncis, brokoli, minyak ikan serta fitoestrogen misalnya kacang-kacangan terutama kacang kedelai. 3. Mengurangi mengkonsumsi minum teh atau kopi karena banyak mengandung kafein yang dapat memperlambat penyerapan kalsium serta memicum hot flush 4. Menjaga personal hygiene terutama daerah genitalia 5. Olahraga secara teratur 2.5.Imunisasi pada Anak 2.5.1. Definisi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Hadiyanti, dkk, 2015) 2.5.2. Jenis Imunisasi 1. Imunisasi Aktif a. Alamiah Dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit misalnya anak telah menderita campak. Setelah sembuh anak tidak akan terserang campak lagi, karena tubuhnya telah membuat zat penolakan terhadap penyakit tersebut. b. Buatan Kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin (imunisasi), misalnya anak diberikan vaksinasi BCG, DPT, HB, Polio dan lainnya. 2.

Imunisasi Pasif Kekebalan pasif yaitu tubuh anak tidak membuat zat anti body sendiri tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolakan, sehingga proses cepat tetapi tidak tahan lama.

2.5.3. Tujuan Pemberian

1. Untuk mencegah terjadinya infeksi tertentu. 2. Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian. 2.5.4. Syarat Pemberian 1. Bayi dalam keadaan sehat 2. Bayi umur 0-11 bulan 2.5.5. Tujuh Macam Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi Adapun 7 (tujuh) macam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah sebagai berikut : 1. TBC 2. Polio myelitis (kelumpuhan) 3. Difteri 4. Pertusis 5. Tetanus 6. Hepatitis 7. Campak 2.5.6.

Imunisasi Dasar Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang diantaranya adalah : 1. BCG Gunanya

: Memberikan kekebalan terhadap penyakit tuberkolosis (TBC). Kekebalan yang diperoleh anak tidak mutlak

100%, jadi kemungkinan

anak akan menderita penyakit TBC ringan, akan tetapi terhindar dari TBC berat-ringan. Tempat penyuntikan

: Pada lengan kanan atas.

Kontra indikasi

: - Anak yang sakit kulit atau infeksi kulit ditempat penyuntikan. - Anak yang telah menderita penyakit TBC.

Efek samping Reaksi normal

:

1. Setelah

2-3

minggu

pada

tempat

penyuntikan

akan

terjadi

pembengkakan kecil berwarna merah kemudian akan menjadi luka dengan diameter 10 mm. 2. Hal ini perlu diberitahukan kepada ibu agar tidak memberikan apapun pada luka tersebut dan diberikan atau bila ditutup dengan menggunakan kain kasa kering dan bersih. 3. Luka tersebut akan sembuh sendiri dan meninggalkan jaringan parut (scar) dengan diametr 5-7 mm.

2. DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) Gunanya

: Memberikan kekebalan terhadap penyakit dipteri, pertusis, tetanus.

Tempat penyuntikan

: Di paha bagian luar

Kontra indikasi

: - Panas diatas 38º C - Reaksi berlebihan setelah pemberian imunisasi DPT

sebelumnya seperti panas tinggi dengan

kejang, penurunan kesadaran dan syok. Efek samping

:

Reaksi lokal 1. Terjadi pembengkakan dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan disertai demam ringan selama 1-2 hari. 2. Pada keadaan pertama (reaksi lokal) ibu tidak perlu panic sebab panas akan sembuh dan itu berarti kekebalan sudah dimiliki oleh bayi.

3. Hepatitis B Gunanya

: Memberi kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis

Tempat penyuntikan

: Di paha bagian luar

Kontra indikasi

: Tidak Ada

Efek samping

: Pada umumnya tidak ada

4. Polio Gunanya

: Memberikan kekebalan terhadap penyakit polionyelitis

Cara pemberian

: Diteteskan langsung kedalam mulut 2 tetes

Kontra indikasi

: - Anak menderita diare berat - Anak sakit panas

Efek samping

: - Reaksi yang timbul bisaanya hampir tidak ada,kalaupun ada hanya berak-berak ringan. - Efek samping hampir tidak ada,bila ada hanya berupa kelumpuhan pada anggota gerak dan tertular kasus polio orang dewasa. - Kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi polio adalah 45-100%.

5. Campak Gunakan

: Memberi kekebalan terhadap penyakit campak.

Tempat penyuntikan

: Pada lengan kiri atas

Kontra indikasi

:- Panas lebih dari 38ºC - Anak yang sakit parah - Anak yang menderita TBC tanpa pengobatan - Anak yang defisiensi gizi dalam derjat berat - Riwayat kejang demam

Efek samping

: - Panas lebih dari 38ºC - Kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 - Dapat terjadi radang otak dalam 30 hari setelah penyuntikan tetapi kejadian ini jarang terjadi.

2.5.7.

Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar No

Jenis

Jadwal

1

BCG

diberikan 1 kali (pada usia 1 bulan)

2

DPT

diberikan 3 kali (pada usia 2,3,dan 4 bulan)

3

Polio

diberikan 4 kali (pada usia 1,2,3, dan 4 bulan)

4

Campak

diberikan 1 kali (pada usia 9 bulan)

5

Hepatitis B

diberikan 1 kali (pada usia 0-7 hari)

2.6.Tumbuh dan Kembang Anak 2.6.1. Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan

Tumbuh kembang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai dewasa itu mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu: 1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. 2. Terdapat masa percepatan dan masa perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan organ-organ. 3. Pola

perkembangan

anak

adalah

sama

pada

semua

anak,tetapi

kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya. 4. Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf 5. Aktifitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas. 6. Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal. 7. Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai. Yang perlu di ingat mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak adalah setiap anak adalah individu yang unik, karean adanya faktor bawaan dan lingkungan yang berbeda, maka pertumbuhan dan pemcapaiannya kemampuan dalam nerkembangnya juga berbeda. Tetapi akan tetap menuruti patokan umum.

2.6.2. Prinsip pertumbuhan dan perkembangan Untuk memahami anak usia dini lebih mendalam, orang tua, guru maupun pemerhati perlu mempunyai gambaran yang tepat mengenai prinsip-prinsip dan pola perkembangan anak usia dini dan kebutuhan –kebutuhan seperti kebutuhan jasmani, kebutuhan sosial , kebutuhan psikologi ini merupakan kebutuhan dasar dalam perkembangan anak usia dini. Jika kebutuhankebutuhan ini tidak terpenuhi secara memadai akan sangat mempengaruhi keutuhan perkembangan diri anak dimasa remaja dan dewasa. Orang tua, guru dan para pemerhati pendidikan juga harus memahaminya untuk mengetahui dengan mudah kebutuhan –kebutuhan yang diperlukan anak usia dini, pengetahuan tersebut sangat penting sehingga orang tua dan guru tidak mengharapakan sesuatu yang berlebihan kepada anak. Prinsip-prinsip perkembangan adalah pola-pola umum dalam suatu proses perubahan alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan, yang dimaksud dengan perubahan yang teratur adalah pertumbuhan pada manusia

yang berjalan normal mengikuti tata urutan yang saling berkaitan. prinsip dasar pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut : 1. Perkembangan merupakan hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu. 2. Perkembangan merupakan sesuatu yang terarah dan berlangsung terus dalan cara sebagai berikut : a. Cephalocaudal, pertumbuhan berlangsung dari kepala ke arah bawah dari bagian tubuh. b. Proximosdital, perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat (proksimal) tubuh ke arah luar. c. Differantiation, ketika perkembangan berlangsung terus dari hal yang mudah kearah yang lebih kompleks. 3. Perkembangan merupakan hal yang komplek. Dapat diprediksi, terjadi dengan pola yang konsisten dan kronologis. 4. Perkembangan merupakan hal yang unik untuk individu dan untuk potensi genetik, dan setiap individu cenderung untuk mencari potensi maksimum perkembangan 5. Perkembangan terjadi melalui konflik dan adptasi, dan aspek yang berbeda berkembang pada waktu yang berbeda, menciptakan periode dari keseimbangan dan ketidakseimbangan. 6. Perkembangan meliputi tantangan bagi individu dalam bentuk tugas yang pasti sesuai umur kemampuan. 7. Tugas

perkembangan

membutuhkan

praktik

dan

tenaga,

fokus

perkembangan ini berbeda sesuai dengan setiap tahap perkembangan dan tugas yang dicapai. 2.7.Karies Gigi 2.7.1. Penyakit Karies Gigi 1. Definisi Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik pada suatu karbohidrat yang dapat diragikan menjadi masa yang asam yang menyebabkan demineralisasi pada email.Tanda-tanda karies adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.Yang dapat menyebabkan

terjadi invasi

bakteri dan kematian pulpa bahkan penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. 2. Mekanisme Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh empat faktor utama yang berperan dalam proses terjadinya karies yaitu, host, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Keempat faktor tersebut akan bekerjasama dan saling mendukung satu sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat misalnya sukrosa kemudian hasil dari fermentasi tersebut menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 1-3 menit sampai pH 4,5-5.0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam waktu 30-60 menit, dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terusmenerus maka akan menyebabkan demineralisasi email

gigi. Kondisi

asam seperti ini sangat disukai oleh bakteri streptococcus mutans dan lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies gigi. Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi sedangkang lactobacillus sp, berperan dalam pada proses perkembangan dan kelanjutan karies gigi dengan tanda pertamakali terjadinya karies yaitu terlihat white spot pada permukaan email kemudian proses ini akan berjalan secaran perlahan-lahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblast, dan apabila karies telah mencai dentin dan tidak dilkukan pencegahan atau pengobatan proses karies berlanjut ke pulpa. 3. Faktor yang Mempercepat a. Plak b. Karbohidrat c. Permukaan gigi d. Waktu e. Keturunan f. Jenis kelamin g. Umur h.

Saliva

2.7.2.

Rampan Karies 1. Definisi Rampan karies Yaitu karies yang terjadi secara cepat mengenai bebrapa gigi serta sering menimbulkan rasa sakit sehingga anak menjadi rewel, karies ini sering ditemukan pada anak usia 5 tahun. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pada anak yang minum susu atau cairan manis lainnya melalui botol pada waktu tidur maka cairan dari botol atau susu yang diminum anak akan tergenang didalam mulut dalam waktu yang lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi rampan karies). Selain itu keadaan lain yang dapat menyebabkan rampan karies adalah substrat lama berada dalam mulut, kebiasaan anak menahan makanan didalam mulut dimana makanan tersebut tidak cepat ditelan. Dapat disimpulkan bahwa anak minum susu formula melalui botol dengan frekuwensi sering dan berlangsung lama maka anak menderita rampan karies. 2. Komposisi Susu Formula 1. Lemak susu: mengandung sumber utama lipid yang dibutuhkan pada hari pertama setelah lahir. 2. Protein susu: mengandung beberapa protein khusus karbihidrat atau gula susu yang hanya ditemukan dalam susu dan hanya dapat dibentuk oleh mamalia. 3. Laktosa 4. Vitamin: Vitamin adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh dalam proses kehidupan. 5. Mineral:Susu formula dilengkapi dengan mineral seperti kalsium dan fosfor. 3. Mekanisme Rampan Karies Akibat Komsumsi Susu Formula Karies gigi merupakan penyakit yang berhubungan dengan faktor yang saling mempengaruhi. Ada empat faktor utama yaitu gigi, saliva, mikroorganisme dan waktu sebagai. Proses terjadinya rampan karies sama dengan karies biasa hanya terjadi lebih cepat, banyak ahli menghubungkan dengan kondisi anak itu sendri dimana email gigi sulung lebih tipis. Bila rampan karies berlangsung lebih awal terutama pada anak yang minum

susu botol dalam waktu yang lama akan timbul corak karies tertentu, disebut rampan karies atau nursing bottle caries. 4. Dampak Asupan Susu Formula Pada Gigi Anak

Gambar 1. Karies Rampan 5. Pencegahan Dan Perawatan Rampan Karies Hal pertama yang dilakukan dalam penanggulangan rampan karies adalah mengurangi aktivitas bakteri untuk menghentikan karies dan mencegah penjalaran yang cepat kearah pulpa. Untuk mengurangi perkembangan bakteri serta adanya bau mulut perlu pula dilakukan oral profilaksis. Oral profilaksis dapat dilakukan dengan menyikat gigi secara benar maupun dengan menggunakan alat bur atau alat lainnya yang lebih canggih seperti air scaler maupun sand blaster Perawatan rampan karies yang utama adalah menhilangkan rasa sakit, adanya rasa sakit perlu segera ditanggulangi karena dapat mengganggu aktivitas sehari-hari anak tersebut. Adapun pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies botol antara lain: 1. Setelah diberi makan, bersihkan gusi anak dengan kain/ lap bersih. Kemudian bersihkan/ sikat gigi anak, jika giginya sudah erupsi. Bersihkan dan pijat gusi pada area yang ompong dan pemakaian flossing semua gigi anak yang telah erupsi, biasanya pada usia 2- 2,5 tahun 2. Pergunakan botol hanya ketika makan saja jangan gunakan botol minuman sebagai dot, jangan biarkan anak berjalan sambil meminumnya dalam waktu yang lama. Ini tidak hanya menyebabkan karies, tetapi juga anak dapat menderita cedera pada giginya ketika mereka terjatuh sambil mengedot. 3.

jangan pernah membiarkan anak tertidur sambil minum melalui botol yang berisi susu, formula atau jus buah atau larutan yang manis

4.

Jika anak membutuhkan botol atau dot untuk pemberian makan yang reguler, pada malam hari, atau hingga tertidur, berilah anak dot bersih yang direkomendasikan oleh dokter gigi atau dokter anak. Jangan pernah memasukkan dot dengan minuman yang manis

5.

Hindari mengisi botol minum anak dengan larutan seperti air gula dan soft drink

6. Jika air yang akan diberikan kepada anak tidak mengandung fluoride

2.8.Konsep Dasar Kolaborasi Antar Profesi 2.8.1.

Kebijakan Pemerintah Tentang Pendidikan Antar Profesi Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia No. 257/M/KPT/2017 tentang nama program studi pada perguruan tinggi, saat ini di rumpun pendidikan kesehatan terdapat 9 jenis pendidikan profesi kesehatan, 28 Program Studi Diploma III Kesehatan dan 16 Program Studi Diploma IV Kesehatan (Sarjana Terapan Kesehatan). Pendidikan Interprofesi dalam implementasinya di Poltekkes Kemenkes, telah berjalan sejak tahun 2015. Pengembangan pendidikan interprofesi ini diawali dengan membangun persepsi dan konsep pendidikan interprofesi di 10 Poltekkes sebagai Pilot Project – dibawah bimbingan Unit HPEU (Health Professional Education Unit) Kedokteran UGM - yang selanjutnya dilakukan secara bertahap pada seluruh Poltekkes di Indonesia. Tindak lanjut Project ini adalah terbentuknya Unit HPEU atau yang dikenal di Poltekkes sebagai Unit Pengembangan Pendidikan Profesional Kesehatan (UP3K). Unit inilah yang mengawal perjalanan implementasi program pembelajaran interprofesi di Poltekkes masing-masing. Kegiatan interprofesi saat ini berfokus pada pengembangan kolaborasi di dalam komunitas/masyarakat dalam bentuk PKL (Program Kerja Lapangan). Kegiatan ini dilaksanakan secara bersama dalam bentuk kolaborasi antara dosen dan mahasiswa dari berbagai jenis Program Studi guna menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang ada dalam masyarakat. Disamping itu, implementasi pembelajaran interprofesi juga dilaksanakan dalam proses pembelajaran yaitu dalam bentuk Proyek dan Program. Proyek pembelajaran

interprofesi dilaksanakan pada Program Orientasi mahasiswa baru dan ekstrakurikuler Pramuka pada Semester I. Program interprofesi dilaksanakan melalui matakuliah pembelajaran interprofesi yang mempunyai bobot sks tertentu. Namun bagi Prodi yang kesulitan dalam penambahan sks di kurikulumnya, maka implemetasinya dilaksanakan dengan menyisipkan pembelajaran interprofesi pada mata kuliah tertentu yang telah disepakati bersama. 2.8.2.

Konsep Pendidikan Antar Profesi 1. Deskripsi Singkat Masalah kesehatan saat ini sangat kopleks akibat dari berbagai faktor seperti perubahan status demografi, peubahan pola hidup dan karatkeristik masyarakat. Perubahan

tersebut menuntut adanya perubahan dalam

system pelayanan kesehatan termasuk system pemberian pelayanan kesehata yang lebih komprehensif mencakup aspek promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan “people-centered care”. Pelayanan yang berpusat pada orang dalam hal ini tidak hanya berupa pelayann yang berfokus pada penerima layanan kesehatan seperti individu, keluarga dan masyarakat, akan tetapi juga berfokus kepada tenaga kesehatan sebagai pemberian layanan kesehatan agar dapat memberikan layanan yang berkualitas, aman, efektif dan efisien. Praktik kolaborasi antar profesi merupakan pendekatan pelayanan yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan kesehatan dan berfokus pada orang dan masyarakat, utuk dapat melakukan praktek kolaborasi antar profesi dalam tim kesehatan diperlukan kompetensi kolaborasi antar profesi yang harus disiapkan dan di berikan dalam tahap pendidikan yang disebut atau dikenal dengan Pendidikan antar profesi (Interprosseional education/IPE). 2. Pengertian Pendidikan Antar Profesi Menurut WHO (2010), pendidikan Antar profesi atau IPE adalah proses pendidikan yang melibatkan dua atau lebih jenis profesi. Pendidikan antar profesi bisa terjadi apabila beberapa mahasiswa dari berbagai profesi belajar tentang profesi lain, belajar bersama satu sama lain

untuk

menciptakan

kolaborasi

efektif

meningkatkan outcome kesehatan yang diinginkan.

dan

pada

akhirnya

Pendidikan antar profesi merupakan tahap yang penting dalam upaya mempersiapkan lulusan atau professional kesehatan yang siap untuk bekerja di dalam tim dan melakukan praktek kolaborasi dengan efektif untuk merespon atau memecahkan masalah yang ada di masyarakat. 3. Pengertian Praktek Kolaborasi Antar Profesi Praktek kolaborasi terjadi apabila beberapa katagori professional atau tenaga kesehatan bekerja bersama dengan pasien, keluarga dan masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang tinggi. Sistem kesehatan dan sistem pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, dimana sistem pendidikan akan memberikn input pada sistem kesehatan sebagain pengguna lulusan, kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkan akan mempenaruhi baik tidaknya pelyaan kesehatan, sebaliknya sistem pendidikan dipengaruhi oleh sistem kesehatan misalnya kurikulum akan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan kesehatan masyarakat saat ini jugakompetensi lulusan harus disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dan kebijakan di bidang kesehatan saat ini. Untuk dapat memahami konsep praktek kolaborasi antar profesi perlu dipahami dulu konsep insterprofesionalism. Antar profesionality adalah sebuah proses dimana beberapa prodesional merencanakan, melaksanakan, dan mengintegrasikan suatu jawaban atau respon yang kohesif terhadap kebutuhan atau tuntutan klien, keluarga dan masyarakat. Proses ini melibatkan interaksi yang kontinyu, berupa tukar menukar informasi dan pengetahuan yang diorganisasikan melibatkan partisipasi pasien, keluarga dan masyarakat. Antar profesioalitas memerlukan adanya perubahan paradigma karena antar profesionalitas memiliki karakteristik khusus seperti nilai, code of conduct dan cara bekerja yang spesifik anta profesi. (D’Amour and Oandasan, 2005). Praktek kolaborasi dapat meningkatkan akses pada layanan kesehatan yang terkoodrdinir, meningkatkan penggunaan tenaga spesialis yang tepat, meningkatkan derajat kesehatan pasien dengan penyakit kronis, dan meningkatkan keamana pasien. Praktek kolaboratif dapat menurunkan komplikasi pada pasien, lama rawat, konflik antar tim kesehatan, angka rawat dirumah sakit, kesalahan klinik atau malpraktek dan menurunkan angka kematian.

4. Manfaat Pendidikan Antar Profesi Beberapa sumber menjelaskan mandaat Pendidikan antar profesi untuk peserta didik, institusi pendidikan, pelayanan kesehatan dan manfaat bagi profesi kesehatan itu sendiri. Di dalam modul ini akan dirangkum beberapa manfaat tersebut. a. Manfaat bagi mahasiswa 1) Mahasiswa dapat belajar berkomunikasi interprofesi; 2) Mahasiswa dapat memahami dan menghargai peran profesi kesehatan lain 3) Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk bekerja-sama di dalam tim dan memcahkan masalah klien 4) Mahasiswa

mendapatkan

pengalaman

untuk

memberikan

pelayanan kesehatan yang berfokus pada klien dengan melibatkan multidisiplin; 5) Mahasiswa dapat belajar tentang peran dan fungsi yang overlapping antara satu profesi dengan profesi lainnya, dan bagaimana menangani ovelapping itu dengan baik utuk mencapai layanan kesehatan yang aman, efektif dan efisien b. Manfaat bagi institusi pendidikan 1) Memberi kesempatan kepada staff akademik untuk bekerja bersama antar profesi 2) Pendidikan antar profesi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan resources yang ada di institusi pendidikan 3) Meningkatkan kerja-sama antar prodi atau fakultas c. Manfaat bagi pelayanan kesehatan 1) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan 2) Meningkatkan efisiensi pelayanan dengan menurunkan duplikasi tindakan yang tidak diperlukan dari berbagai profesi dan duplikasi pecatatan dan pelapor 3) Meningkatkan keselamatan klien 4) Meningkatkan outcome kesehatan pasien. d. Manfaat bagi profesi atau tenaga kesehatan 1) Meningkatkan moral profesi

2) Menurunkan hambatan dalam beromunikasi dengan prorfesi lain 3) Meningkatkan kecintaan akan profesi 4) Meninkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah bersama profesi lain 5) Meningkatkan kepuasan kerja.

5. Prisip-prinsip

Mengintegrasikan

Pendidikan

Antar

Profesi

dalam

Pendidikan Tenaga Kesehatan Pendidikan antar profesi menyiapkan mahasiswa didik dengan kompetensi untuk bekerja-sama di dalam tim sesuai dengan peran dan fungsi serta lingkup kerja masing masing masing profesi. Lulusan pendidikan tenaga kesehatan nantinya diharapkan dapat bekerja dalam tim yang memiliki tujuan utama yaitu memberikan pelayanan yang aman bagi klien, keluarga dan masyarakat. Prinsip-prinsip dalam menginstegrasikan pendidikan antar profesi dalam pendidikan tenaga kesehatan adalah : a. Pendidikan antar profesi haus merupakan bagian integral dari semua pendidikan tenaga kesehatan b. Ada kemauan politik yang ditunjukan dengan adanya kebijakan yang mendukung pelaksanaan pendidikan antar profesi ini c. Ada komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademi di institusi pendidikan untuk terlibat dalam pendidikan antar profesi yag efektif d. Pendidikan antar profesi ini harus melibatkan lahan praktek, sehingga pelaksanaan pendidikan antar profesi bisa dilaksanakan pada tahap praktek klinik e. Perlibatan tim dari antar profesi harus dimulai sedini mungkin pada tahap awal persiapan dan dipertahankan sampai tahap evaluasi f. Kohesifitas tim pengembang pendidikan antar profesi harus solid dan harus mengurangi ego masing-masing profesi. Proses dan aktifitas tim ini juga harus merefleksikan kolaborasi g. Pendidikan antar profesi harus dimulai dengan metode yang lebih mudah terlebih dahulu, misalnya dengan merancang projek ekstra kurikuler yang melibatkan kerjasama antar profesi h. Kompetensi yang dirumuskan harus memperhatikan prinsip-prinsip : 1) Berfokus pada klien (individu, keluarga dan masyarakat)

2) Memperhatikan proses bukan hanya penyampaian kompetensi 3) Dapat di aplikasikan pada semua profesi 4) Merupakan komptensi belajar sepanjang hayat 5) Menstimulasi active learning Berdasarkan prinsip pembelajaran orang dewasa. i. Dalam

mengintegrasikan

pendidikan

antar

profesi

harus

mempertimbangkan standard pendidikan masing-masing profesi dan masuk dalam sistem akreditasi pendidikan tenaga kesehatan yang ada. 6. Kompetensi Inti Pendidikan Antar Profesi Barr (1998), membedakan kompetensi profesi menjadi 3 bagian besar: Kompetensi dasar, kompetensi masing-masing profesi dan kompetensi antar profesi. Kompetensi dasar yang harus memiliki oleh semua tenaga kesehatan meilputi menggunakan teknologi informasi, memberikan pelayanan yang berfokus pada klien, melakukan praktek profesi berdasarkan bukti ilmiah dan hasil! Penelitian dan mempertahankan kualitas

pelayanan

(International

occupational

medicine,

2011).

Kompetensi masing-masing profesi yang dideskripsikan dan ditentukan oleh masing-masing profesi, misalnya dokter memiliki kompetensi spesifik yang memberdakan profesi dokter dengan profesi lainya seperti perawat, bidan, ahli gizi, ahli ke sehatan lingkungan dan sebaliknya. Kompetensi inin akan merujuk pada peran, kewenangan dan lingkup praktik masing-masing profesi dan diatur oleh undang-undang yang berlaku. Kompetensi antar profesi atau kopetensi yang juga penting dimiliki oleh semua tenaga kesehatan. Kompetensi inti kolaborasi antar profesi diperlukan sebagai landasan dalam membuat kurikulum pada berbagai pendidikan profesi terlibat, menentukan strategi pembelajaran dan evaluasi yang akan dilakukan. Ada 4 dominan dalam kompetensi antar profesi, yaitu nilai dan etik antar profesi, peran dan tanggung jawab, komunikasi antar profesi dan kerja tim. Berikut akan dijelaskan dominan-dominan tersebut secara detil : a. Domain 1 : Nilai dan Etik Kolaborasi antar Profesi Nilai antar profesi dan etik yang terkait dengannya meupakan hal penting baik untuk profesi secara mandiri maupun dalam hubungannya

dengan kolaborsi antar profesi. Nilai dan etik antar profesi meliputi : pelayanan harus berfokus pada klien dengan orientasi komunitas, masing-masing profesi berbagai peran dan tanggung jawab untuk meningkatkan derajat

kesehatan, semua

profesi

bersama-sama

memiliki komitmen untuk dapat menciptakan pelayanan yang aman, efisien dan efektif, pelayanan diberikan secara komprehensif dengan melibatkan klien dan keluarganya. Pernyataan umum komptensi value dan etik antar profesi kerja adalah bekerja sama dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling menghargai dan berbagi nilai serta etik bersama. Pernyataan umum kompetensi value dan etik antar profesi adalah bekerja sama dengan klien dan keluarganya. Pernyataan umum kompetensi value dan etik antar profesi adalah bekerja sama dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling menghargai dan berbagi nilai serta etik bersama. Pernyataan umum kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi khusus berupa : 1) Menempatkan kebutuhan klien dan populasisebagai pusat dari kolaborasi antar profesi untuk memberikan pelayanan kesehatan 2) Menghargai

martabat

mempertahankan

dan

kerhasiaan

privasi dalam

klien

dengan

memberikan

tetatp

pelayanan

kesehatan berbasis tim 3) Tetap memperhatikan perbedaan individu yang dimiliki oleh klien, populasi dan tim antar profesi 4) Menghargai keunikan budaya, nilai, peran, dan tanggung jawab, serta keahlian anggota tim antar profesi 5) Bekerja sama dengan klien, anggota tim dan semua yang berkontribusi dalam pelayanan kesehatan 6) Menciptakan hubungan saling percaya dengan klien, keluarga klien, dan tim antar profesi 7) Mendemontrasikan sikap etik dan kualitas pelayanan yang tinggi 8) Mengelola dilema etik yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kepada klien dalam tim antar profesi 9) Berperilaku jujur dan menjaga integritas dalam berintegrasi dengan klien. Keluarga klien dan anggota tim antar profesi

10) Menjadi kompetensi profesinya masing-masing sesuai dengan lingkup prakteknya. b. Domain 2 : Peran dan Tanggung Jawab Untuk dapat melakukan kolaborasi antar profesi, setiap profesi terlebih dahulu harus memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing dan bagaimana peran dan tanggung jawab profesi lain dalam rangka memberikan pelayanan kepada klien (individu, keluarga, dan masyarakat). Setiap profei harus mengetahui dan menghargai peran dan tanggung jawab profesi lain yang bekerja sama di dalam tim. Pemahaman peran dan sikap menghargai peran masing-masing merupakan hal penting dalam kolaborasi antar profesi, karena banyak terjadi konflik antar profesi diakibatkan karena kurang penghargaan terhadap peran dan tanggung jawab profesi lain yang dapat diakibatkan kurang pamahaman peran dan tanggung jawan profesi lan di dalam tim. Pernyataan umum kompetensi peran dan tanggung jawab adalah menggunakan pengetahuan tentang peran profesi sendiri, dan profesi peran lain di dalam tim untuk mengkaji dan memberikan pelayanan yang tepat kepada klien dan populasi. Pernyataan umum tersebut terdiri dari kopetensi spesifik berupa : 1) Mengkomukasikan peran profesi sendiri dan peran profesi lain secara jelas kepada klien, keluarga dan tim profesi kesehatan lain 2) Mengenali

keterbatasan

kemampuan

pengetahuan

dan

keterampilan profesi lain dalam tim 3) Melibatkan semua profesi yang terkait dalam pelayanan atau pemenuhan kebutuhan klien 4) Menjelaskan peran dan tanggung jawab profesi lain dan bagaimana antara profesi dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kepada klien 5) Menggunakan semua pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang tersedia di dalam tim antar profesi untuk dapat memberikan pelayanan yang aman, tepat, waktu, efektif, efisien, dan adil 6) Berkomuikasi dengananggota tim untuk mengklarisikasi peran masing-masing anggota dalam pelayanan kesehatan kepada klien dan masyarakat

7) Menciptakan hubungan saling bertanggung jawab dengan profesi lain untuk meningkatkan pelayanan dan saling menghargai 8) Terlibat dalam pengemangan profesi danpengembangan antar profesi untuk meningkatkan performa tim 9) Menggunakan kemampuan yang unik dan tambahan dari masingmasing profesi untuk mengoptimalkan pelayanan yang diberikan oleh tim; c. Domain 3 : Komunikasi antar Profesi Komunikasi merupaka kompetensi inti pada semua profesi kesehatan, karena semua profesi kesehatan memberikan pelayanan kesehatan ada klien (individu, keluarga dan masyarakat) yang tentu saja memerlukan kmunikasi yang efektif, akan tetapi kompetensi komunikasi antar profesi belom menjadi perhatian semua profesi. Komunikasi antar profesi dapat disebut sebagai kompetensi utama dalam melakukan kolaborasi tim antar profesi, sehingga semua profesi yang terlibat di dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien harus mampu berkomunikasi untuk menyampaikan pesan secara efektif kepada anggota tim. Banyak situasi konflik terjadi akibat adanya barier atau hambatan dalam komunikasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tim tidak berfungsi secara optimal. Pernyataan umum kompetesnsi komunikasi antar profesi adalah : berkomunikasi dengan klien (individu, keluarga, dan komunikasi), dan profesi kesehatan lain dengan cara yang tepat dan bertanggung jawab untuk mendukung pendekatan tim. Pernyataan umum kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi spesifik : 1) Memilih alat dan teknik komunikasi yang efektif, termasuk teknologi dan sisem informasi untuk memfasilitasi diskusi dan interaksi antar profesi yang dapat meningkatkan fungsi tim 2) Mengorganisasikan dan mengkomunikasikan informasi kepada klien, dan angota tim antar profesi dengan cara yang dapat dimengerti dan menghindari termonologi yang hanya dimengerti oleh profesi sendiri 3) Kemukakan pengetahuan yang dimiliki tentang klien dam perawat klien dengan jelas, percaya diri, dan sikap menghargai

4) Mendengarkan secara aktif dan mendorong anggota lain untuk mengmukakan ide dan pendapatnya tentang klien dan perawatnya 5) Memberikan umpan balik yang tepat waktu, sensitif dan konstruktif kepada anggota tim dengan menghargai pendapat dan penilaian profesi lain terhadap hasil kerja 6) Menggunkan bahasa yang sesuai dan sopan ketika menghadapi situaso yang sulit, percakapan yang sensitif dan konflik antar profesi 7) Mengenal keunikan profesi masing-masing termasuk spesialisasi, budaya, pengaruh, dan hiraki agar tercipta komunikasi yang efektif 8) Berkomunikasi secara konsisten tentang pentingnya kerja tim dalam pelayanan berpusat pada klien. d. Domain 4 : Bekerja di dalam tim Belajar untuk berkolaborasi antar tim berarti jugta belajar menjadi pemain yang baik di dalam tim tersebut. Perilaku kerja tim dapat diaplikasikan setiap saat dimana ada interaksi antar anggota tim antar profesi dengan tujuan yang sama yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, (individu, keluarga, dan masyarakat). Sering sekali terjadi konflik didalam tim antar profesi diakibatkan oleh ketidak mampuan anggota tim berperan sesuai dengan peran nya didalm. Oleh karena itu kepemimpinan didalam tim antar profesi sangat diperlukan agar mamfasilitasi komunikasi dan kerja sama antar anggota untuk untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Peran pemimpin juga sangat diperlukan untuk memfasilitasi keahlian masing-masing anggota tim sehingga

dengan

demikian

pelayanan

kepada

klien

dapat

di

koordinasikan dengan tepat dan efektif. Pernyataan umum kompetensi untuk bekerja di dalam adalah memaplikasikan nilai-nilai membangun kelompok dan membangun prinsip dinamika kelompok muntuk melaksanakn fungsi tim secara efektif. Pernyataan umum kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi spesifik : 1) Mendeskripsikan proses pengembangan tim dan berlatih tentang tm yang efektif

2) Membangun konsensus tentang prinsip-prinsip etik untuk memadu semua aspek pelayanan kepada klien dan kerja tim 3) Melibatkan profesi kesehatan lain yang sesuai apabila diperlukan untuk situasi tertentu 4) Mengintegrasikan pengetahuan dan ketermpilan proses lain yang sesuai untuk situasi tertentu tertentu 5) Mengaplikasikan prinsip-prinsip kepemimpinan yang mendukung praktek kolaborasi dan efektivitas tim 6) Motivasi diri sendiri dan anggota tim lainnya untuk dapat mengelola ketidak setujuan secara konstruksi. Ketidak setujuan biasanya berkaitan dengan nilai, peran, tujuan dan tindakan 7) Berbagai akontabilitas dengan profesi lain, dengan pasien dan komunitar untuk mencapai tujuan promosi kesehatan 8) Memperlihatkan pencapaian performance yang tinggi secara individu untuk meningkatkan performan kelompok 9) Menggunakan teknik atau strategi perbaikan kelompok untuk meningkatkan efektifitas kerjasama antar profesi 10) Menggunakan bukti-bukti yang tersedia untuk melakukan praktek kerja tim 11) Melakukan kerja sesuai peran dan fungsinya di dalam tim di dalam situasi yang berbeda. 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pendidikan antar Profesi Terdapat beberapa faktor penghambat dan aktor pendukung terlaksananya pendidikan antar profesi bagi tenaga kesehatan. Identifikasi faktor pedukung dan faktor penghambat diperlukan untuk dapat mengantisipasi hambatan pelaksanaan pendidikan antar profesi dan merumuskan upaya untuk menurangi atau menghilangkan faktor penghambat tersebut. Sedangkan faktor pendukung perlu diidentifikasi untuk dapat dimaksimalkan. Faktor-faktor tersebut adalah : a. Faktor Pendukung 1) Komitemen yang jelas dari seluruh anggota profesi atau seluruh program studi yang akat terlibat di dalam pendidikan antar profesi 2) Kesiapan mahasiswa untuk siap dan aktif dalam mengikuti pendidikan antar profesi

3) Adanya role model untuk kolaborasi antar profesi baik di tatanan akademik maupun lahan praktek baik rumah sakit maupun di masyarakat 4) Tuntutan yang besar dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehaan yang komprehensif dan terintegrasi 5) Dukungan dari manajemen (prodi atau fakultas) termasuk dukungan logistik, keuangan dan administrasi. b. Faktor penghambat 1) Adanya ego masing masing profesi 2) Kultur kerja sama yang kurang 3) Resisten terhadap perubahan 4) Perbedaan profesi dan tujuan masing profesi 5) Kurikulum yang kaku dan terpusan 6) Beban kerja dosen dan mahasiswa yag terlalu tinggi.

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1.Pengkajian Tn. B sebagai kepala keluarga pekerjaan sehari-hari menjaga warung di daerah Pamulang, memiliki suku bangsa batak Indonesia dan memiliki istri bernama Ny. M pekerjaan sehari-hari Ibu Rumah Tangga dan mengurus cucu, anak Tn. S pekerjaan sehari-hari sebagai wiraswasta, dan cucu bernama An. C. Tn.B memiliki menantu namun tidak terdapat dipengkajian dikarenakan menantu Tn. B kerja hingga malam. Keluarga Tn. B beragama Katolik dengan tipe keluarga adalah keluarga besar. Penghasilan keluarga 3.000.000/bulan.

No Nama

Jenis kel

Usia Hubungan Pendidikan

Pekerjaan

Status

Masalah

imunisasi kes

saat

ini 1.

Satryus

Laki-laki

bangun 2.

Maria

63

Suami

SLTA

Wiraswasta Tidak tau Hipertensi

Istri

SLTA

Ibu Rumah Tidak tau Hipertensi

th perempuan 57 th

3.

Suaprysal Laki-laki

37

Tangga Anak

AKADEMI Wiraswasta Lengkap

th 4.

Cilla

Perempuan 4 th

rapuh Cucu

Belum sekolah

Genogram:

Gigi

-

Lengkap

Gigi berlubang

Keterangan:

= Perempuan

= Laki-Laki

= Tinggal serumah Keluarga tinggal di satu rumah berukuran 60 m2, status kepemilikkan rumah pribadi, terdapat 4 ruangan dan 2 lantai, kebersihan rumah baik, ventilasi dan pencahayaan baik, sumber air diperoleh dari sumur bor dengan kondisi air baik, pengelolahan sampah diambil oleh petugas kebersihan 3 hari sekali. Rumah Tn. B memiliki jamban modern dengan keadaan bersih, pengelolaan air limbah baik dan terdapat dibelakang rumah, tidak memiliki hewan peliharaan di sekitar rumah dan terdapat vektor penyakit yaitu nyamuk, ancaman didalam rumah yaitu risiko kebakaran karena berjualan gas. Kependudukan didaerah rumah Tn. B jarak rumahnya dekat antar rumah, didalam keluarga setiap harinya Tn. B pergi kerja daerah Pamulang, Ny. M seminggu sekali menginap di Pamulang. Fasilitas kesehatan yang digunakan keluarga Tn.B Puskesmas dan Rumah Sakit, alat komunikasi yang digunakan yaitu telpon genggam dan kendaraan yang digunakan keluarga Tn.B sehari-hari ialah motor. Keluarga Tn.B mendapatkan kunjungan dari kader PKK dalam rangka memastikan kondisi keluarga Tn. B dalam kondisi baik. Kunjungan keluarga dari anak untuk bersilaturahmi dan memastikan kesehatan Tn.B dan Ny.M.

Pola komunikasi yang dilakukan di keluarga Tn.B adalah bentuk pemecahan masalah dengan cara bermusyawarah antar keluarga. Struktur peran: -

Bapak sebagai kepala rumah tangga, bapak, suami, kakek, mertua, pembuat keputusan dan mempunyai tugas pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga

-

Ibu sebagai ibu, ibu rumah tangga, istri, nenek, mertua

-

Anak sebagai anak, ayah, mencari nafkah

-

Cucu sebagai cucu

Struktur kekuatan dikeluarga adalah saling menghargai satu sama lain. Nilai-nilai yang terdapat dikeluarga adalah menerapkan aturan sesuai dengan ajaran agama dan rumah masing-masing. Pemeriksaan Fisik: N

Aspek

o 1.

Nama Anggota Keluarga Bangun

Maria

Suaprysal

Cilla

Masalah

Ca.Prostat,

Hipertensi

Tidak ada

Tidak ada

Kes Lalu

Hipertensi,

Hipertensi

Tidak ada

Tidak ada

65kg, 162cm

62kg, 170cm

17kg, 110cm

Kolestrol 2.

Masalah

Hipertensi

Kes Kini 3.

BB&Tingg 60kg, 165cm i Badan

4.

IMT

22,2

25

21,3

7,5

5.

Tekanan

140/80mmHg

140/90mmHg

120/80mmHg

Tidak terkaji

18x/mnt,

19x/mnt,

19x/mnt,

18x/mnt,86x/m

73x/mnt

90x/mnt

81x/mnt

nt

Rambut

Rambut

Rambut

Rambut tampak

Darah 6.

7.

RR & HR

Kepala

terlihat botak tampak hitam tampak hitam, hitam, didepan, tidak dan

beruban, tidak

ada benjolan, tidak

8.

Mata

ada benjolan

tidak rambut

kotor

tidak

rontok,

tidak

ada pendek, tidak kotor,

beruban, tidak benjolan, rontok,

rontok, panjang,

rontok, rambut

rambut terlihat tidak

rambut

rambut

keriting,

tidak

ada benjolan

pendek

Mata simetris, Mata simetris, Mata simetris, Mata

simetris,

sclera

sclera

sclera

sclera anikterik,

anikterik,

anikterik,

anikterik,

konjungtiva

konjungtiva

konjungtiva

konjungtiva

ananemis,

ananemis,

ananemis,

ananemis,

reflex

reflex

pupil reflex

pupil reflex

pupil +/+,

pupil pupil

+/+,

pupil +/+,

pupil +/+,

pupil isokor, terlihat

isokor, terlihat isokor, terlihat isokor, terlihat bersih, katarak bersih, katarak bersih, katarak bersih, katarak (-), (-),

9.

Gigi

tidak (-),

tidak (-),

tidak

tidak menggunakan

menggunakan

menggunakan

menggunakan

kacamata.

kacamata.

kacamata.

kacamata.

Beberapa gigi Beberapa gigi Gigi tidak ada Beberapa sudah tanggal, sudah tanggal, yang terdapat

gigi terdapat

berlubang, terdapat

plak atau

karena

rapih, makan banyak

gigi dan sisa tidak terdapat permen,

plak makanan,

karang

gigi dan sisa terdapat makanan,

karang

terdapat

klien

karang

tanggal kropos

gigi

gigi, terdapat

klien

sisa

makanan,

gigi, menyikat gigi tidak

terdapat

2x sehari pagi karang

gigi, menyikat gigi dan sore

klien

plak

gigi,

klien menyikat

2x sehari pagi

gigi 2x sehari

menyikat gigi dan sore

pagi dan sore

2x sehari pagi dan sore 10

Mulut

.

Mukosa mulut Mukosa mulut Mukosa mulut Mukosa mulut lembab, terlihat

gigi lembab, tidak terlihat

gigi lembab,

gigi lembab,

tidak terlihat

terlihat

tidak

lengkap, lidah lengkap, lidah lengkap, lidah lengkap, kotor

dan bersih

dan bersih

ada kesulitan ada kesulitan ada kesulitan ada dalam

lidah

dan kotor

dan

simetris, tidak simetris, tidak simetris, tidak simetris,

dalam

gigi

dalam

tidak

kesulitan

dalam menelan,

menelan, tidak menelan, tidak menelan, tidak tidak

ada

ada gangguan ada gangguan ada gangguan gangguan pengecapan, tidak sariawan 11

Telinga

Tidak

pengecapan,

ada tidak sariawan ada Tidak

pengecapan,

ada tidak sariawan ada Tidak

pengecapan,

ada tidak

ada

sariawan ada Tidak

ada

.

serumen, tidak serumen, tidak serumen, tidak serumen, tidak ada

cairan ada

cairan ada

cairan ada cairan yang

yang

keluar, yang

keluar, yang

keluar, keluar, simteris,

simteris, tidak simteris, tidak simteris, tidak tidak

ada

ada penurunan ada penurunan ada penurunan penurunan

12

Leher

.

fungsi

fungsi

fungsi

fungsi

pendengaran

pendengaran

pendengaran

pendengaran

Tidak

ada Terdapat

Tidak

ada Tidak

ada

benjolan, tidak benjolan,

benjolan, tidak benjolan, tidak

ada

adanya

ada

ada pembesaran

pembesaran

pembesaran

pembesaran

kelenjar

getah

kelenjar getah kelenjar getah kelenjar getah bening bening 13 .

Paru-paru

bening

bening

Dada simetris, Dada simetris, Dada simetris, Dada tidak

ada tidak

retraksi

ada tidak

retraksi

simetris,

ada tidak

retraksi

ada

retraksi dinding

dinding dada, dinding dada, dinding dada, dada, gerakan

gerakan

gerakan

dinding

dada dinding

dada dinding

gerakan

dinding

dada

dada simetris,

tidak

simetris, tidak simetris, tidak simetris, tidak ada nyeri tekan, ada

nyeri ada

nyeri ada

nyeri bunyi paru dan

tekan,

bunyi tekan,

bunyi tekan,

bunyi jantung normal,

dan paru

dan paru

paru jantung

jantung

jantung

dan suara

nafas

vesikuler pada

normal, suara normal, suara normal, suara seluruh lapang nafas

nafas

nafas

paru, tidak ada

vesikuler pada vesikuler pada vesikuler pada ronchi

dan

seluruh lapang seluruh lapang seluruh lapang wheezing, paru, tidak ada paru, tidak ada paru, tidak ada bunyi ronchi wheezing,

dan ronchi wheezing,

dan ronchi wheezing,

dan s1

jantung dan

s2

normal, gallop

bunyi jantung bunyi jantung bunyi jantung dan

mur-mur

s1

dan

s2 s1

dan

s2 s1

dan

s2 tidak ada

normal, gallop normal, gallop normal, gallop dan mur-mur dan mur-mur dan mur-mur

14

Payudara

.

tidak ada

tidak ada

tidak ada

Payudara

Payudara

Payudara

Payudara

normal, tidak simetris, agak normal, tidak normal, ada kelainan

kendur, tidak ada kelainan

tidak

ada kelainan

ada kelainan 15

Jantung

.

Tidak

ada Tidak

ada Tidak

ada Tidak ada nyeri

nyeri

dada, nyeri

dada, nyeri

dada, dada, tidak ada

tidak

ada tidak

ada tidak

ada sesak

napas,

sesak

napas, sesak

napas, sesak

napas, suara

jantung

suara jantung suara jantung suara jantung normal,

bunyi

normal, bunyi normal, bunyi normal, bunyi jantung s1 dan jantung s1 dan jantung s1 dan jantung s1 dan s2 s2

normal s2

gallop

normal s2

dan gallop

normal

normal gallop dan mur-

dan gallop

dan mur tidak ada

mur-mur tidak mur-mur tidak mur-mur tidak ada

ada

ada

16

Pencernaa

Abdomen

Abdomen

Abdomen

Abdomen

.

n

terlihat

terlihat

terlihat

terlihat simetris

simetris tidak simetris tidak simetris tidak tidak ada

distensi, ada

distensi, ada

distensi, distensi,

ada tidak

tidak ada nyeri tidak ada nyeri tidak ada nyeri ada nyeri tekan, tekan,

bising tekan,

usus 10x/mnt, usus

bising tekan, 6x/mnt, usus

bising bising

usus

8x/mnt, x/mnt, keluhan

keluhan tidak keluhan tidak keluhan tidak tidak ada ada 17 .

Punggung

ada

Tidak

ada

ada Adanya

Tidak

ada Tidak

keluhan sakit keluhan sakit keluhan sakit keluhan punggung,

punggung,

punggung,

ada sakit

punggung, tidak

tidak

ada tidak

ada tidak

ada ada bekas luka

bekas

luka bekas

luka bekas

luka atau lesi, tidak

atau lesi, tidak atau

lesi, atau lesi, tidak terdapat

terdapat

tulang

terdapat

kelainan tulang

kelainan

belakang

kelainan

belakang

tulang

kifosis sedang

tulang

belakang

belakang

18

Ekstremita

Tidak

ada Tidak

ada Tidak

.

s atas

kelainan

kelainan

kelainan

kelainan dalam

dalam

dalam

dalam

pergerakan,

pergerakan,

pergerakan,

pergerakan,

tidak ada kaku

tidak ada kaku adanya

ada Tidak

kaku tidak ada kaku sendi,

ada

ROM

sendi,

ROM sendi,

ROM sendi,

ROM aktif, tidak ada

aktif,

tidak aktif,

ada aktif,

tidak pembengkakan,

ada

pembengkaka

pembengkaka

n, turgor kulit pembengkaka

n, turgor kulit baik, baik,

baik,

baik,

akral

<2 detik, edema

<2

detik, Kekuatan otot:

(-). Kekuatan otot: edema (-)

5555 5555

Kekuatan otot: 5555 5555

Kekuatan otot: 5555 5555

5555 5555

5555 5555

5555 5555

5555 5555 19

Ekstremita

Tidak

.

s bawah

kesulitan

reffil

detik, capillary reffil (-)

detik, edema (-)

edema

kulit

akral capillary

capillary reffil hangat,

capillary reffil <2 <2

turgor

akral n, turgor kulit hangat,

akral hangat,

hangat,

ada

5555 5555 ada Tidak

ada Tidak

kesulitan

ada Tidak

kesulitan

ada

kesulitan untuk

untuk berjalan untuk berjalan untuk berjalan berjalan

dan

dan

dalam

dan

melakukan

melakukan

melakukan

melakukan

aktivitas, tidak

aktivitas, tidak aktivitas, ada aktivitas, tidak ada nyeri sendi, ada

nyeri nya kekakuan ada

nyeri ROM

sendi,

ROM sendi,

ROM edema (-), tidak

aktif, edema (- aktif, ), tidak ada nyeri

ROM sendi,

aktif,

adanya aktif, edema (- ada sendi, ), tidak ada pembengkakan

pembengkaka

tidak

ada pembengkaka

n

pembengkaka

n

Kekuatan otot 5555 5555

Kekuatan otot: n, turgor kulit Kekuatan otot: 5555 5555 5555 5555

baik,

5555 5555

hangat

akral 5555 5555 5555 5555

Kekuatan otot: 5555 5555 5555 5555

Dari hasil pengkajian diatas, penulis merumuskan diagnosa pada keluarga Tn. B yaitu: 1. Keperawatan Diagnosa

: Ditemukan defisit pengetahuan tentang hipertensi, kanker prostat dan masalah kolestrol.

Intervensi

: - Ukur tanda-tanda vital klien - Kaji tingkat pendidikan klien - Kaji pengetahuan klien terhadap penyakit - Beri edukasi klien sesuai dengan masalah klien

Implementasi : - Mengukur tanda-tanda vital klien - Mengkaji tingkat pendidikan klien - Mengkaji pengetahuan klien terhadapat penyakit - Memberikan edukasi klien sesuai dengan masalah klien Evaluasi

: S = klien mengatakan sudah mengetahui hipertensi, tanda gejala, faktor risiko, pengobatan dan makanan yang harus dipantang O = Hasil TD : 140/90 mmHg Klien dapat menyebutkan kembali hipertensi, tanda gejala, factor risiko, pengobatan dan makanan yang harus dipantang A = masalah defisit pengetahuan (….) telah teratasi P = Intervensi dihentikan.

2. Kebidanan Diagnosa

: Ditemukan bahwa Ny. M kurang pengetahuan tentang menopause serta imunisasi dan tumbuh kembang untuk cucunya yang berumur 4 tahun.

Intervensi

: - KIE tentang menopause serta perubahan pada masa menopause

- KIE tentang personal Hygiene - KIE mengenai imunisasi booster pada anak - KIE tentang tumbuh kembang anak - KIE tentang gizi seimbang anak Evaluasi

:- Ibu tau apa itu menopause dan bisa menyebutkan perubahanperubahan pada masa menopause. - Ibu akan merubah kebiasaan yang semula mengganti celana dalam 2x sehari menjadi minimal 3x sehari. - Ibu mengerti tentang imunisasi dan pentingnya imunisasi booster. - Ibu mengerti tentang tumbuh kembang anak dan akan lebih memperhatikan pola makan anak.

3. Keperawatan Gigi Diagnosa

: Ditemukan bahwa Tn. B kurang pengetahuan kesehatan tentang gigi dan mulut ditandai dengan kebersihan gigi dan mulut yang kurang serta cara dan waktu menyikat gigi yang salah dan juga adanya debris dan kalkulus. Ditemukan juga adanya gangguan fungsi pengunyahan ditandai dengan adanya sisa akar pada gigi 16, 26, 35, 45, 46 dan adanya lubang gigi pada gigi 27 dan 37. Sedangkan pada cucunya yaitu An.C ditemukan adanya gangguan fungsi pengunyahan sehubungan dengan adanya rampan karies pada gigi 51, 53, 61, 62. Lubang gigi pada gigi 55, 65, 75, 85 serta kebersihan mulut yang kurang ditandai dengan lidah yang kotor

Implementasi :- Melakukan penyuluhan tentang cara pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut - Melakukan demonstrasi cara menyikat gigi yang benar. - Menganjurkan untuk dilakukan pembersihan karang gigi. - Menganjurkan untuk dilakukan pencabuan sisa akar diklinik gigi. - Menganjurkan pasien untuk dilakukan penambalan pada gigi 27 dan 37 di klinik gigi Evaluasi

: - Tn. B mengerti cara pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut. - Tn. B mengerti cara menyikat gigi yang baik dan benar dan bisa mempraktikannya - Tn. B akan melakukan pembersihan karang gigi, pencabutan dan penambalan di klinik gigi.

- Orang tua An. C mengerti tentang penyuluhan lubang gigi - An. C mengerti cara menyikat gigi yang baik dan benar, An. C bisa mempraktikannya - An. C Akan melakukan penambalan - An. C akan melakukan pembersihan lidah

BAB IV PEMBAHASAN

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam. Namun, tetap didasari pada prinsip yang sama yaitu mengenai kerja sama, peran, tanggung jawab, dan ethic. Kolaborasi pendidikan dan praktik dapat diwujudkan di dalam pengalaman belajar di kampus dan tempat praktek, dalam hal ini kelompok sudah menerapkan pengalaman belajar di kampus selama satu minggu dan pengalaman praktik selama 1 minggu. Menurut kelompok, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi

tersebut. Kerja

sama

kolaborasi

merupakan

usaha

yang

baik

sebab

menghasilkan outcome yang lebih baik bagi klien dalam mencapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup. Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum, dan berbeda keahlian. Dalam kelompok, memiliki 3 tim pelayanan interdisiplin yang terdiri keperawatan, kebidanan, dan keperawatan gigi, dimana kelompok kolaborasi antarprofesi ini akan berfungsi baik jika terjadi adanya kontribusi meliputi kerjasama, peran, tanggung jawab dan ethic, dimana kelompok sudah menerapkan 4 pilar kolaborasi tersebut kedalam bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat, terutama pada keluarga Tn. B untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi klien dan keluarga. Kelompok telah melakukan praktik pelayanan kesehatan kolaborasi selama kurang lebih satu minggu pada keluarga Tn. B, dalam hal ini kelompok menemukan beberapa faktor penghambat dan beberapa faktor pendukung, diantaranya: 

Faktor penghambat: 1. Waktu Dimana klien (Tn. B) memiliki kemauan yang kuat untuk diberikan pelayanan kesehatan dan memiliki keingin tahuan yang besar mengenai informasi yang perlu

didapatkan, namun klien tidak memiliki banyak waktu dikarenakan pekerjaan yang membuat klien hanya memiliki sedikit waktu untuk mengikuti pelayanan kesehatan. 2. Perbedaan antar profesi perbedaan antar profesi ini terjadi karena proses belajar dan tingkat pengetahuan yang berbeda, sehingga masing-masing profesi memiliki pendekatan, pemikiran serta standar pelaksanaan yang berbeda-beda dalam memberikan pelayanan kesehatan

3. Pendokumentasian yang berbeda antar profesi Dalam penyusunan dokumentasi ditemukan kendala berupa ketidaktahuan cara penulisan sesuai dengan format yang ada, karena masing-masing memiliki susunan dokumentasi yang berbeda. Dengan adanya kerjasama yang baik, komunikasi yang efektif, saling menghargai serta sikap saling menghormati, kelompok dapat menyelesaikan semua hambatan yang kelompok dapatkan pada saat praktik kolaborasi, sehingga kelompok dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi keluarga Tn. B 

Faktor pendukung 1. Adanya proses pembelajaran Kelompok telah dibekali wawasan mengenai Kolaborasi Antar Profesi (KAP) sebelum praktik kolaborasi. 2. Arahan dan dukungan dari pembimbing Arahan dan motivasi yang diberikan pembimbing memberikan kelompok gambaran mengenai tindakan kolaborasi yang akan kelompok lakukan. 3. Adanya kader Adanya kader-kader sebagai fasilitator banyak memberi informasi, baik mengenai keluarga maupun mengenai lingkungan. Disamping itu kader sebagai pendukung dan pendamping kelompok dalam memberikan intervensi sehingga mempermudah kelompok dalam memberikan pelayanan kesehatan. 4. Keluarga yang kooperatif Klien dan keluarga bersikap kooperatif selama kelompok memberikan pelayanan kesehatan, hal ini dikarenakan adanya kemauan dan keingintahuan yang kuat dari keluarga Tn. untuk mendapatkan tingkat kesehatan yang berkualitas.

5. Menerapkan 4 pilar kolaborasi Kerja sama, peran, ethic, serta tanggung jawab masing-masing profesi di kelompok telah didapat terselesaikan dengan baik dan kelompok dapat memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal. 6. Sikap menghargai dan menghormati adanya perbedaan pendapat antar profesi dapat kelompok atasi dengan sikap menghargai dan menghormati dimana dengan sikap tersebut kelompok menemukan jalan keluar dengan jalan musyawarah. 7. Lingkungan yang nyaman dan aman Dimana lingkungan tempat kelompok memberikan pelayanan kesehatan, memiliki suasana yang bersih dan nyaman sehingga memudahkan kelompok dalam melakukan intervensi.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Dari pengkajian yang dilakukan maka didapatkan kesimpulan bahwa keluarga Tn. B secara keseluruhan memiliki tingkat kesehatan yang baik. Dilingkungan rumah juga kebersihan baik. Tn. B didapatkan menderita hipertensi sejak 2 bulan lalu kemudian dan terdapat sisa akar pada gusi Tn. B. kemudian pada istrinya Ny. M , menderita hipertensi dan didapatkan kurangnya pengetahuan tentang masa menopause serta terdapatnya plak gigi juga giginya tanggal. Kemudian Tn. S (anak Tn B dan Ny. M) tidak ditemukan keluhan apapun, kemudian pada cucu nya yaitu a.n C terdapat masalah gigi yaitu rampan dan terdapat lubang gigi.

5.2 Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan kepada Institusi pendidikan agar sebelum mahasiswa dilepaskan sebagai alumni untuk dapat memberikan materi IPE lebih mendalam supaya kolaborasi antar petugas kesehatan dapat berjalan baik untuk keselamatan pasien nantinya. 2. Bagi Mahasiswa Ilmu Kesehatan Diharapkan dapat Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam belajar secara interprofesi, sehingga mempunyai kesiapan untuk berkolaborasi dengan profesi lain saat terjun diluar pendidikan akademik. 3. Bagi Penyelenggara IPE Diharapkan agar Penyelenggara dapat meneruskan pembelajaran ini dengan pembaharuan sistematika yang lebih baik dan lebih matang dalam konsep dan penyelenggaraannya.

DAFTAR PUSTAKA A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension, 2013 http://resource.heartonline.cn/20150515/10_Gm2vGH9.pdf Diakses tanggal 6 Juni 2018 Achmadi UF. 2006. Imunisasi Mengapa Perlu?. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Ali Baziad. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Anwar, Mochamad, dkk. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Arsita Eka Prasetyawati, 2012. Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Dalam Millenium Development Goals (MDGs). Yogyakarta : Nuha Medika. Bahrudin, M. 2012. Neuroanatomi Dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. UMM Press: Malang. Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria. Corwin, Elizabeth J. 2015. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC. Depkes RI. 2010. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Direktorat Kesehatan. Dewanti W, Tri. 2010. Pangan fungsional makanan untuk kesehatan. Malang: Universitas Brawijaya. Eko suparni dan Reni yuli. 2016. Menopause masalah dan penanganannya. Jakarta : Deepublish Publisher. Hadianti, dkk. 2015. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/10/03Buku-Ajar-Imunisasi-06-10-2015-small.pdf Diakses pada tanggal 6 Juni 2018 Hidayat. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika. Hurlock Elizabeth B. 2002. Psikologis Perkembangan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga. Kurniasih, dkk. 2006. Panduan Imunisasi. Jakarta: PT Gramedia. Markum AH. 2001. Imunisasi. Edisi Kedua.Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Mount, G. J., and W. R. Hume. 1998. A New Cavity Classification. Australian Dental Journal 1998;43:(3):153-9.Ramadhan IPA. Mekanisme Terjadinya Karies. Mumpuni Y., Wulandari A. 2011. Cara Jitu Mengtasi Kolesterol. Yogyakarta: Andi. Pakasi Levina S. 2000. Menopause: Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: balai penerbit FKUI. Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol.2. Jakarta : EGC.

Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi,. Jakarta: Sagung Seto. Samaranayake, L. 2006. Essential Microbiology for Dentistry. Hongkong: Elsevier. http://www.prasko.com/ 2012/02/pengertian-karies-gigi-dan-proses.html, Diakses tanggal 6 Juni 2018. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC. Soetjiningsih., & IG. N. Gde Ranuh. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Stoppard, M. 2011. Panduan mempersiapkan kehamilan dan kelahiran untuk calon ibu dan ayah cetakan IX. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Susanto AJ. 2010. Dental Caries (Karies Gigi). staff.ui.ac.id/internal/140142719/material/ DENTALCARIES, Diakses tanggal 6 Juni 2018. Sutanto. 2010. Cekal Penyakit Modern Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol, dan Diabetes. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. WHO,2015http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44641/9789241501958ind.pdf?seq uence=26&ua=1 Diakses tanggal 6 Juni 2018. Yovina, S.2012. Kolesterol. Pinang Merah Publisher, Yogyakarta. Yuliana, F, Adikusuma, W. Qiyaam, N. 2015. Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi di Puskesmas Pagesangan Mataram. Jurnal Pharmascience Vol 2 no 2. Diakses pada tanggal 6 Juni 2018.

Related Documents

File Iii (bab Ii)
October 2019 35
Bab Iii Kala Ii
May 2020 27
Bab Ii-iii Kariogenik.docx
November 2019 28
Bab Ii , Iii
June 2020 20
Bab Ii, Iii, Iv.docx
November 2019 23

More Documents from "jaessi"

Pengalaman Pribadi.docx
November 2019 39
Geo 4.docx
November 2019 20
Isi New.docx
November 2019 20
Bab Iv.docx
November 2019 18
Geo 4.docx
November 2019 20
Cover.docx
November 2019 11