Bab Ii Fix

  • Uploaded by: riska oktarinda utami
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Fix as PDF for free.

More details

  • Words: 5,051
  • Pages: 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prediabetes 2.1.1 Definisi Prediabetes Menurut Heikes, et al, (2008) prediabetes merupakan kondisi dimana kadar gula lebih tinggi dari normal tetapi belum cukup tinggi dikatakan diabetes, prediabetes tidak selalu memiliki gejala tetapi dapat terdiagnosa dari pemeriksaan gula darah. Prediabetes ditandai dengan kadar glukosa darah puasa pagi antar 90-99 mg/dl, atau kadar glukosa darah 2 jam setelah makan anatara 100-199 mg/dl, atau keduanya pada pemeriksaan darah perifer (Depkes, 2008; Soegondo, 2008). American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan prediabetes sebagai keadaan dimana subyek dengan toleransi glukosa darah terganggu (TGT) dan atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (Nasrul & Sofitri, 2012).

2.1.2 Kriteria Prediabetes Kreteria Prediabetes di tentukan dari nilai Impaired Fasting Glucose (IFG) dengan nilai 100-125 mg/dl atau 5,6-6,9 mmol/L dan Impaired Glucose Tolerance (IGT) dengan nilai 140-199 mg/dl atau 7,8-11 mmol/L (Prediabetes Consensus Statement, 2008 dan ADA, 2012).

7

8

2.1.3 Faktor Resiko Prediabetes Berdasarkan data dari penyakit kardiovaskular, kegemukan atau obesitas, gaya hidup, kulit putih, kelainan metabolik, hipertensi, peningkatan trigliserida, LDL atau kolesterol atau keduanya, riwayat diabetes gestational, kelahiran bayi lebih dari 4 kg, polikista ovari serta pengobatan antipshikotik untuk schizofrenia dan penyakit bipolar. Menurut Heikes, et al, (2008) terdapat tiga hal utama yang berkontribusi terhadap pengembangan prediabetes diantaranya yaitu pola makan (kelebihan berat badan akan mempengaruhi kemampuan untuk memproses gula dalam darah), aktivitas (periode tidak beraktifitas aktif seperti menonton televisi sepanjang sore), serta gen yang diwarisi. Beberapa kondisi lain yang dapat berkaitan dengan apa yang dimakan serta aktivitas yaitu peningkatan tekanan darah dan penyakit jantung. Selain itu obat-obatan juga dapat mempengaruhi kondisi prediabetes seperti tablet steroid, dan pengobatan untuk schizofrenia serta AIDS, prediabetes juga dipengaruhi oleh umur. Secara fisiologis pada usia lebih dari 25 tahun akan terjadi kenaikan glukosa darah sekitar 1-2 mg/dl per tahun dan glukosa darah setelah makan sekitar 5,6-13 mg/dl per tahun (WHO dalam wulandari, 2014). Sedangkan pada usia lanjut prediabetes dapat terjadi pada usia 60-79 tahun (Tamayo T, et al, 2014). 2.1.4 Proses Perkembangan Prediabetes Prediabetes merupakan kondisi yang serius karena dapat menyebabkan penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit jantung. Orang dengan prediabetes yang sering dalam kondisi tekanan darah tinggi dua kali mengembangkan penyakit jantung seperti angina, serangan jantung dan stroke. Kondisi ini dipengaruhi juga oleh prilaku

9

merokok, tekanan darah, aktifitas fisik serta umur. Prediabetes juga mengambangkan penyakit diabetes melitus tipe 2 bila tanpa tindakan dalam kurun waktu 6 tahun (Heikes, et al, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elliza & Sofitri (2012) Prediabetes akan menjadi diabetes dalam kurun waktu 5-6 tahun sebanyak 30%. Pendapat lain dikemukakan oleh Mayans (2015) bahwa prediabetes akan mengembangkan diabetes mellitus tipe 2 dalam kurun waktu 3 tahun tanpa adanya modifikasi gaya hidup. 2.1.5 Penatalaksanaan Prediabetes 1.

Modifikasi gaya hidup (Lifestyle modification) Menghindari obesitas, hipertensi, dislipidemia, dan hiperglikemia. Melakukan program latihan fisik tingkat intensitas sedang selama 30-60 menit per hari, selam 5 hari dalam seminggu. Melakukan diet rendah kalori, meningkatkan diet tinggi serat dan membatasi masukan karbohidrat (Garber et al, 2008). Menurut Heikes, et al, (2008) perubahan gaya hidup dapat dilakukan :

a)

Peningkatan aktifitas fisik. Tujuan utama dari peningkatan aktivitas fisik yaitu 30 menit aktivitas dalam 5 hari setiap minggunya (ini dapat meningkatkan frekuensi nafas dan frekuensi nadi lebih cepat). Akan tetapi prediabetes dianjurkan untuk mencoba olah raga selama 20 menit selama 3 hari dalam 1 minggu pada bulan pertama karena dapat membantu insulin dalam mengontrol kadar gula darah. Jenis olahraga yang dimaksud dapat berupa jalan kaki selama 30 menit pada jam makan siang, mengikuti klub dansa atau yoga, berenang bersama anak –anak dan menambah

10

hobi pada semua aktivitas yang dilakukan. Untuk mendukung jalan kaki dapat menggunakan alat untuk mengukur langkah kaki (pedometer). Selain itu mencoba untuk menemukan sesuatu yang menyenangkan dan berguna seperti berkebun, menari dan bermain dengan anak – anak. b)

Mengkonsumsi makanan sehat Makanan yang seharusnya di konsumsi oleh prediabetes yaitu tinggi serat (seperti sayur, makanan dari gandum), rendah gula, rendah lemak jenuh (seperti yang ditemukan dalam daging, mentega, dan makanan olahan dari susu) serta rendah garam. Pembatasan jumlah makan diperlukan pada kondisi prediabetes. Beberapa makanan kemasan banyak mengandung lemak, garam atau gula halus sehingga perlu dihindari oleh prediabetes. Membaca label dari komposisi makanan kaleng sangat dianjurkan. Makanan lain yang perlu dihindari adalah biskuit dan keripik karena mengandung tinggi kalori. Hampir semua makanan mengandung gula (termasuk dalam wortel dan kentang). Akan tetapi terdapat jenis makanan yang melepas gula lebih lambat. Gula terdiri dari dua jenis yaitu gula sederhana dan gula kompleks. Gula sederhana dapat ditemukan dalam makanan seperti manisan, coklat, minuman manis dan roti. Gula jenis ini dapat meningkatkan dengan cepat kadar gula darah dan lebih cepat bila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan ini dapat menyebabkan insulin meningkat diatas rata-rata. Selain gula sederhana terdapat gula komplek. Gula komplek dapat ditemukan dalam bahan makanan seperti; roti berwarna coklat, kentang, beras, pasta, cereal, dan kacang kedelai. Gula

11

komplek ini secara lambat dapat meningkatkan kadar gula tetapi lebih baik bagi prediabetes. Begitupula dengan gula yang terkandung dalam buah merupakan gula alami yang sangat baik bagi kesehatan daripada gula sederhana. Gula dalam beras merah, pasta cokelat dan roti gandum cokelat akan dipecah lebih lambat dari gula dalam roti putih, nasi putih dan pasta putih. Bahan makanan lain yang perlu dihindari adalah alkohol karena alkohol mengandung gula (seperti beer dan wine) yang dapat meningkatkan kadar gula darah dengan cepat. c)

Berhenti merokok Merokok tidak hanya menjadi penyebab kanker paru tetapi juga meningkatkan resiko stroke dan penyakit jantung serta prediabetes.

2.

Medical weight loss strategies Penurunan berat badan yang dianjurkan bagi prediabetes yaitu menurunkan berat badan dengan body mass index lebih besar dari 49 kg m² (Garber et al, 2008). Menurut Heikes, et al, (2008), menurunkan berat badan 5% dari berat tubuh selama beberapa bulan dapat membuat banyak perubahan dalam tubuh. Berat badan setidaknya diturunkan 2,5 kg dalam 2-3 bulan pertama.

3.

Pengobatan pada Prediabetes

a)

Glikemia Tujuan utama dari pengobatan glikemia pada prediabetes yaitu normal gula darah dan mencegah komplikasi. Pilihan pengobatan yang aman bagi prediabetes adalah thiazolidinediones, yang memberikan keuntungan bagi β-cell

12

dan efektif untuk pencegahan diabetes. Selain itu glucagonlike peptide 1 agonists and dipeptidyl peptidase IV inhibitor dalam jangka panjang dapat mencegah terjadinya diabetes. Sedangkan menurut ADA, 2016 terdapat pilihan pengobatan yang aman bagi penderita prediabetes yaitu dengan metformin. Metformin tidak hanya aman bagi prediabetes karena tidak mempengaruhi fungsi jantung dan tidak menyebabkan penurunan kadar gula darah secara cepat. b)

Lipid Menjaga profil lipid pada level 100 mg/dl atau dibawahnya sangat penting diinformasikan. Begitu pula dengan cholesterol 130 mg/dl atau kurang.

c)

Tekanan Darah (Blood pressure) Menjaga tekanan darah kurang dari 130-80 mmHg dapat meminimalkan progres prediabetes. Bila terjadi peningkatan tekanan darah maka aspirin dapat direkomendasikan untuk prediabetes tanpa ada kelainan pada pencernaan, intrakranial dan kondisi perdarahan (Garber, et al, 2008).

d)

Peran dokter dalam mendukung prediabetes Peran perawat atau dokter dalam mendukung prediabetes sangat penting. Peran dokter dan perawat dalam upaya pencegahan primer penyakit DM dengan sasaran prediabetes sangat diperlukan untuk menghambat progres penyakit DM (Fajribayanti & Ayubi, 2008). Selain itu dokter juga perlu memberikan dukungan untuk melakukan perubahan gaya hidup serta monitor kondisi prediabetes. Pemberian dukungan dapat dilakukan dengan memberikan

13

informasi kesehatan berupa makanan sehat, cara menurunkan berat badan, aktivitas fisik serta bahaya merokok. Sedangkan monitor kondisi dapat dilakukan dengan memberikan informasi setidaknya melakukan general check up minimal 1-2x/ tahun termasuk cek kadar gula darah, berat badan, tekanan darah, kolesterol (Heikes, et al, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sovia, Rekawati & Kuntarti (2008) peran perawat diharapkan dapat meningkatkan program untuk pemeriksaan gula darah minimal 1 bulan sekali pada kondisi prediabetes. e)

Tool Screening untuk prediabetes Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heikes (2008) terdapat suatu alat noninvansif untuk skrining yang dirancang dan divalidasi untuk mendeteksi prediabetes maupun diabetes dan sudah diterapkan di Amerika Serikat. Alat ini disebut dengan Diabetes Risk Calculator (DRC). DRC yang digunakan sangat sederhana tergantung dari jawaban responden. DRC ini dirancang untuk kecenderungan prediabetes selain pengukuran hasil lab IFG (gula darah puasa) dan atau IGT (sesaat). Alat ini memiliki kepekaan sekitar 72-86%.

2.1.6

Patogenesis Regulasi glukosa post prandial tergantung pada stimulasi sekresi insulin pada sel beta pankreas yang akan mensupresi glukoneogenesis hepar dan menekan glikogenolisis. Insulin dilepaskan untuk meningkatkan ambilan glukosa di otot dan jaringan perifer. Kadar glukosa puasa tergantung pada produksi glukosa hepar (glikogenolisis dan glukoneogenesis), kadar insulin puasa dan

14

sensitivitas insulin. Dalam keadaan normal insulin bekerja mempertahankan kadar glukosa plasma supaya selalu dalam batas normal (normoglikemia) saat puasa ataupun post prandial. Hipoglikemia tidak terjadi saat puasa karena hati memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, sebaliknya sesudah makan glukosa plasma tidak terlalu meningkat karena sel beta pankreas menghasilkan insulin yang meningkatkan asupan glukosa pada otot dan jaringan adiposa. Perjalanan menjadi diabetes melitus (pra diabetes) awalnya masih terjadi normoglikemia, pada tahap lanjut akan terjadi kenaikan kadar glukosa plasma puasa dan post prandial. Insulin yang disekresikan tidak efektif menghambat glukoneogenesis hati dan kemampuannya meningkatkan ambilan glukosa di otot dan adiposa berkurang. Selain itu juga ditandai dengan gangguan respons terhadap fisiologi insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid dan protein serta pengaruh terhadap fungsi endotel. Glucose transporter 2/GLUT-2 merupakan transporter glukosa yang terdapat terutama di hepar dan sel beta pankreas yang berespons cepat dalam menjaga kadar glukosa dalam plasma. Glucose transporter 4/GLUT 4 terdapat pada otot dan jaringan adiposa yang berperan dalam ambilan glukosa. Gangguan transpor glukosa inilah yang tejadi pada pasien dengan resistensi insulin. Peningkatan insulin plasma (hiperinsulinemia) yang terjadi untuk mengompensasi resistensi insulin yang terjadi akan berefek pada sel beta pankreas dan akhirnya kelelahan sehingga tidak mampu menormalkan kadar glukosa menjadi normoglikemia lagi. Beberapa kepustakaan menyebutkan pada tahap

15

pra diabetes sebenarnya sudah mulai terjadi defek sel beta pankreas hingga 70%. Pada saat itu kadar glukosa plasma berkisar 100-125 mg/dL disebut sebagai glukosa darah puasa terganggu (GDPT) dan kadar glukosa plasma setelah pembebanan 75 gram glukosa 140-199 mg/dL disebut sebagat toleransi glukosa terganggu(TGT).3 Peningkatan kadar glukosa plasma pada GDPT dan TGT menduga terdapat mekanisme yang berbeda dalam patogenesisnya. Glukosa darah puasa terganggu dan TGT berbeda pada tingkat dan lokasi dominan terjadinya resistensi insulin. Individu dengan GDPT predominan mempunyai resistensi insulin di hepar tetapi normal sensitivitas insulin di otot. Sedangkan individu dengan TGT memiliki sensitivitas insulin hepar yang normal atau sedikit menurun dan resistensi insulin sedang sampai berat di otot. Pada subjek yang sekaligus mengalami GDPT dan TGT sudah terjadi resistensi insulin baik pada otot maupun hepar. Setelah puasa 8-10 jam di hati akan terjadi glikogenolisis untuk mencegah hipoglikemia. Setelah itu insulin fase awal (3-5 menit) pertama akan berespons mensupresi glikogenolisis supaya mempertahankan darah dalam keadaan normoglikemia. Proses ini terganggu pada individu yang mengalami GDPT. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana terjadinya peningkatan glukosa darah puasa pada GDPT. Respons insulin fase lambat (50120 menit) setelah post prandial normal pada GDPT, sehingga glukosa darah 2 jam setelah pembebanan 75 Gram glukosa oral normal. Respons sekresi insulin fase awal pada TGT juga terganggu dan setelah 2 jam pemberian glukosa oral sudah

16

terjadi defek berat pada sekresi insulin fase lambat. Hal ini dapat menerangkan peningkatan glukosa plasma setelah 2 jam pembebanan glukosa oral tetapi peningkatannya belum bisa dikategorikan sebagai DM (Ellyza & Sofitri, 2012).

2.2 Diabetes Melitus Diabetes Melitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama yang khas, yakni urine yang berasa manis dalam jumlah besar. Istilah “diabetes” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “siphon”, ketika tubuh menjadi suatu saluran untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan, dan “mellitus” dari bahasa Yunani dan latin yang berarti madu. Kelainan yang menjadi penyebab mendasar dari Diabetes Mellitus adalah defisiensi relatif atau absolut dari hormon insulin (Bilous R, et al, 2014).

2.2.1 Klasifikasi Diabetes Klasifikasi diabetes saati ini berdasarkan pada etiologi penyakit, terdapat empat kategori diabetes: 1.

Diabetes tipe 1 (disebabkan oleh penghancuran sel pulau pancreas).

2.

Diabetes tipe 2 (disebabkan oleh kombinasi resistansi insulin dan disfungsi sekresi insulin sel β).

3.

Diabetes tipe khusus lain (disebabkan oleh kondisi seperti endokrinopati, penyakit eksokrin pancreas, sindrom genetic, dll)

17

4.

Diabetes gestasional (diabetes yang terjadi pertama kali saat kehamilan). Tabel 2.1 Perbedaan Gambaran klinik Diabetes tipe 1 dan 2

GAMBARAN KLINIS DIABETES TIPE 1 DAN T1PE 2 Diabetes tipe 1 Awitan mendadak gejala berat dari haus dan ketoasidosis (muntah hiperventilasi, dehidrasi) Penurunan berat badan terkini. Biasanya tampak kurus Mengancam hidup; memerlukan penggantian insulin darurat

Diabetes tipe 2 Biasanya awitan tersembunyi dari kelainan, haus, poliuria, nokturia Tidak ditemukan ketoasidosis

Biasanya berat badannya berlebih atau obesitas; seringkali tidak tampak penurunan berat badan terkini Tidak ditemukan rantai C-peptida Rantai C-peptida dapat di deteksi. Penanda autoimun ditemukan (seperti sel Seringkali menunjukkan gambaran lain antibodi pada sel pulau pancreas) sindrom metaboik; hipertensi. Ketosis spontan Infeksi yang sering, seperti urine, kulit, dada.

Kategori diabetes mellitus tipe lain yang spesifik dapat didasarkan pada sekumpulan kondisi yang besar, yang mencakup defek genetik pada sekresi insulin, maturity-onset diabetes of the young atau disingkat MODY dan insulinopati. Defek genetic pada kerja insulin (misalnya sindrom resistensi insulin kronik), pankreatitis, dan gangguan eksokrin lain, tumor penyekresi hormon seperti akromegali (hormon pertumbuhan) dan sindrom Cushing (kortisol). Beberapa kasus disebabkan oleh pemberian obat seperti glukokortikoid. Beberapa sindrom genetik terkadang berhubungan dengan diabetes (seperti sindrom down, sindrom klinefelter, dan lain-lain) (Bilous R, et al, 2014).

18

2.2.2 Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polydipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksia (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara: 1.

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat tanpa memperlihatkan waktu makan terakhir.

2.

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

Glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/ dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang

19

setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air (Purnamasari D, 2009). Cara pelaksanaan TTGO : 1.

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

2.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

3.

Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa.

4.

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

5.

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

6.

Di periksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.

Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Purnamasari D, 2009). Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu: 1.

< 140 mg/dL

:

2.

140 - 200 mg/dL :

3.

≥ 200mg/ dL

:

Normal Toleransi glukosa terganggu Diabetes

20

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu atau glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 2.2 (Purnamasari D, 2009) Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnois DM (mg/ dL) (Purnamasari D, 2009) Konsentrasi glukosa darah sewaktu Konsentrasi glukosa Darah puasa

2.3

Plasma vena Darah kapiler Plasma vena Darah kapiler

Bukan DM < 100 <9 < 100 < 90

Belum pasti

DM

100 – 199 90 – 199 100 - 125 90 - 99

≥ 200 ≥ 200 ≥ 126 ≥ 100

Kolesterol Kolesterol adalah lipid amfipatik dan merupakan komponen struktural esensial

pada membran dan lapisan luar lipoporotein plasma. Senyawa ini disintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA dan merupakan prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Botham KM, Mayes PA, 2006).

21

2.3.1 Sumber Kolesterol dan Penyimpanannya dalam Tubuh Kolesterol adalah lipid amfipatik dan merupakan komponen struktural esensial pada membran dan lapisan luar lipoporotein plasma. Senyawa ini disintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA dan merupakan prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Botham KM, Mayes PA, 2006). 2.3.2 Jalur untuk Pembentukan Kolesterol Sebagai produk tipikal metabolisme hewan, kolesterol terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan misalnya kuning telur, daging, hati, dan otak. Kolesterol terdapat di jaringan dan plasma sebagai kolesterol bebas atau dalam bentuk simpanan, yang berikatan dengan asam lemak rantai-panjang sebagai ester kolesteril. Lipoprotein berdensitas rendah (LDL) plasma adalah kendaraan untuk membawa kolesterol dan ester kolesteril ke banyak jaringan. Kolesterol bebas dikeluarkan dari jaringan oleh lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) plasma dan diangkut ke hati, tempat senyawa ini dieliminasi dari tubuh tanpa diubah atau setelah diubah menjadi asam empedu dalam proses yang dikenal sebagai transport kolesterol terbalik. Kolesterol berasal sama banyak dari makanan dan dari biosintesis. Sekitar separuh kolesterol tubuh berasal dari proses sintesis (sekitar 700 mg/hari) dan sisanya diperoleh dari makanan. Hati dan usus masing-masing menghasilkan sekitar 10% dari sintesis total pada manusia. Hampir semua jaringan yang mengandung sel berinti mampu membentuk kolesterol, yang berlangsung di reticulum endoplasma dan sitosol (Botham KM, Mayes PA, 2006).

22

2.3.3 Pengaturan Pembentukan Kolesterol Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi lima tahap (Botham KM, Mayes PA, 2006) : 1.

Biosintesis melanovat HMG-KoA (3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA) dibentuk melalui reaksi-reaksi yang digunakan di mitokondria untuk membentuk badan keton. Namun, karena sintesis kolesterol berlangsung diluar mitokondria, kedua jalur ini berbeda. Pada awalnya, dua molekul asetil Ko-A bersatu membentuk asetoasetil-KoA yang dikatalisis oleh tiolasesitosol. Asetoasetil-KoA yang lain dikatalisis oleh HMG-KoA sintase untuk membentuk HMG-KoA yang direduksi menjadi mevanolat oleh NADPH dan dikatalisis oleh HMG-KoA reduktase. Ini adalah tahap regulatorik utama di jalur sintesis kolesterol dan merupakan tempat kerja golongan obat penurun kadar kolesterol paling efektif, yaitu inhibitor HMGKoA reduktase (golongan statin).

2.

Pembentukan Unit Isoprenoid Mevalonat mengalami fosfolirasi secara sekuensial oleh ATP dengan tiga kinasem dan setelah dekarboksilasi terbentuk unit isoprenoid aktif, yaitu isopentenil difosfat.

3.

Enam Unit Isoprenoid Membentuk Skualen Isopentenil difosfat mengalami isomerisasi melalui pergeseran ikatan rangkap untuk membentuk dimetilalil difosfat, yang kemudian bergabung dengan

23

molekul lain isopentenil difosfat untuk membentuk zat antara 10 karbon geranil difosfat. Kondensasi lebih lanjut dengan isopentenil difosfat membentuk farnesil difosfat. Dua molekul farnesil difosfat bergabung di ujung difosfat untuk membentuk skualen. Padaawalnya, pirofosfat anorganik dieliminasi, yang membentuk praskualen difosfat, yang kemudian mengalami reduksi oleh NADPH disertai eliminasi satu molekul pirofosfat anorganik lainnya. 4. Pembentukan Lanosterol Skualen dapat melipat membentuk suatu struktur yang sangat mirip dengan inti steroid. Sebelum terjadi penutupan cincin, skualen diubah menjadi skualen 2,3epoksida oleh oksidase berfungsi campuran, yaitu skualen epoksidase di reticulum endoplasma. Gugus metal di C14 dipindahkan ke C13 dan yang ada di C8 ke C14 sewaktu terjadi siklisasi, dikatalisis oleh oksidoskualen: lanosterol siklase. 5.

Pembentukan Kolesterol Pembentukan kolesterol dari lanosterol berlangsung di membran reticulum endoplasma dan melibatkan pertukaran-pertukaran di inti steroid dan rantai samping. Gugus metal di C14 dan C4 dikeluarkan untuk membentuk 14desmetil lanosterol dan kemudian zimosterol. Ikatan rangkap di C8-C9, kemudian dipindahkan ke C5-C6 dalam dua langkah, yang membentuk desmosterol. Akhirnya ikatan rangkap rantai samping direduksi, dan menghasilkan kolesterol. Poli-isoprenoid dolikol dan ubikuinon dibentuk dari farnesil difosfat melalui penambahan residu isopentenil difosfat hingga 16

24

(dolikol) atau 3-7 (ubikuinon) buah. Sebagian protein pengikat GTP di membran sel mengalami prenilai oleh residu farnesil atau geranilgeranil (20karbon). Prenilasi protein diperkirakan mempermudah melekatnya protein pada membran lipoid dan mungkin juga berperan dalam interaksi antarprotein dan pemindahan protein di membran. 2.3.4 Pengaturan Keseimbangan Kolesterol Pengaturan sintesis kolesterol dilaksanakan menjelang awal jalur reaksi, di tahap HMG-KoA reduktase. Berkurangnya pembentukan kolesterol pada hewan yang kelaparan disertai oleh berkurangnya aktivitas enzim. Namun, proses yang dihambat oleh kolesterol dalam makanan hanyalah sintesis di hati. HMG-KoA redukstase di hati dihambat oleh mevalonat, produk langsung jalur tersebut, dan oleh kolesterol, produk utamanya. Kolesterol dan metabolit-metabolitnya menekan transkripsi sterol regulatory element-binding protein (SREBP, protein pengikat elemen pengatur sterol). SREBP adalah suatu famili protein yang mengatur transkripsi berbagai gen yang berperan dalam penyerapan dan metabolisme kolesterol serta lipid lain oleh sel. Pada sintesis kolesterol dan aktivitas reduktase dijumpai adanya variasi diurnal. Selain mekanisme-mekanisme yang mengatur laju sintesis protein ini, aktivitas enzim juga dimodulasi secara lebih cepat melalui modifikasi pascatranslasi. Insulin atau hormon tiroid meningkatkan aktivitas HMGKoA reduktase, sementara glucagon atau glukokortikoid menurunkannya. Aktivitasnya dimodifikasi secara reversibel oleh mekanisme fosforilasidefosforilasi yang sebagian diantaranya bergantung pada cAMP sehinggga cepat berespons terhadap glucagon. Upaya-upaya untuk menurunkan kadar

25

kolesterol plasma dalam diet memberikan hasil bervariasi. Secara umum, penurunan 100 mg kolesterol dalam makanan menyebabkan penurunan sekitar 0,13 mmol/L kolesterol serum. Di jaringan, keseimbangan kolesterol diatur oleh berbagai faktor.Peningkatan kolesterol sel terjadi karena penyerapan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh reseptor, misalnya reseptor LDL atau scavenger receptor, penyerapan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya kolesterol ke membran sel; sintesis kolesterol; dan hidrolisis ester kolesterol oleh enzim ester kolesteril hidrolase. Penurunan disebabkan oleh efluks kolesterol dari membran ke HDL melalui ABCA-1 atau SRB1; Esterifikasi kolesterol oleh ACAT (asil-KoA: kolesterol asiltransferase); dan pemakaian kolesterol untuk membentuk steroid lain, misalnya hormon atau asam empedu di hati. Reseptor LDL (apo-B-100, E) terdapat pada permukaan sel di cekungancekungan yang diselubungi di sisi sitosolik membran sel oleh suatu protein yang disebut klatrin (clathrin). Reseptor glikoprotein menembus membran dengan regio pengikat B-100 yang terletak di ujung terminal amino yang terpajan. Setelah terjadi pengikatan, LDL diserap secara utuh melalui proses endositosis. Apoprotein dan ester kolesteril kemudian dihidrolisis di lisosom, dan kolesterol dipindahkan ke dalam sel. Reseptor didaur-ulang ke permukaan sel. Influks kolesterol ini menghambat transkripsi gen-gen yang menyandi HMG-KoA sintase. HMG KoA reduktase serta enzim-enzim lain yang berperan dalam sintesis kolesterol serta reseptor LDL itu sendiri melalui jalur SREBP sehingga secara terpadu menekan sintesis dan penyerapan kolesterol. Selain itu, aktivitas ACAT menjadi terstimulasi yang

26

mendorong esterifikasi kolesterol. Dengan cara ini, aktivitas reseptor LDL di permukaan sel diatur oleh kebutuhan kolesterol untuk membentuk membran, hormon steroid, atau asam empedu (Botham KM, Mayes PA, 2006). 2.3.5 Siklus Enterohepatik dan Transpor Kolesterol Kisaran normal kadar kolesterol plasma total pada manusia adalah < 5,2 mmol/L dengan bagian terbesar berada dalam bentuk teresterifikasi. Di dalam plasma, kolesterol diangkut di dalam lipoprotein, dan pada manusia proporsi tertinggi terdapat pada LDL. Kolesterol dari makanan mencapai keseimbangan dengan kolesterol plasma dalam beberapa hari dan dengan kolesterol jaringan dalam beberapa minggu. Ester kolesteril dalam makanan dihidrolisis menjadi kolesterol yang kemudian diserap oleh usus bersama dengan kolesterol tak teresterifikasi dan lipid lain dalam makanan. Bersama dengan kolesterol yang disintesis di usus, kolesterol ini kemudian dimasukkan ke dalam kilomikron. Dari kolesterol yang diserap, 80-90% mengalami esterifikasi dengan asam lemak rantai panjang di mukosa usus. Sekitar 95% kolesterol kilomikron disalurkan ke hati dalambentuk sisa kilomikron (chylomicron remnants), dan sebagian besarkolesterol yang disekresikan oleh hati dalam bentuk VLDL dipertahankanselama pembentukan IDL dan akhirnya LDL yang diserap oleh reseptor LDL di hati dan jaringan ekstra hepatik. Aktivitas LCAT berkaitan dengan HDL yang mengandung apo AI. Sewaktu kolesterol di HDL mengalami esterifikasi, tercipta gradientkonsentrasi yang menarik kolesterol dari jaringan dan dari lipoprotein lainsehingga HDL dapat berfungsi dalam transport kolesterol terbalik (reverse cholesterol transport).

27

Protein transfer ester kolesteril yang berikatan dengan HDL, ditemukan dalam plasma manusia dan banyak spesies lain. Protein ini mempermudah pemindahan ester kolesteril dari HDL ke VLDL, IDL, dan LDL untuk dipertukarkan dengan triasilgliserol, yang membebaskan inhibisi aktivitas LCAT pada HDL oleh produk. Oleh karena itu pada manusia, banyak ester kolesteril yang dibentuk oleh LCAT mengalir kehati memalui sisa VLDL (IDL) atau LDL. HDL2 yang diperkaya triasilgliserol menyalurkan kolesterolnya ke hati dalam siklus HDL (Botham KM, Mayes PA, 2006).

2.3.6 Ekskresi Kolesterol Setiap hari sekitar 1 gram kolesterol dikeluarkan dari tubuh. Sekitar separuhnya dieksresikan di dalam feses setelah mengalami konversi menjadi asam empedu. Sisanya dieksresikan sebagai kolesterol. Koprostanol adalah sterol utama dalam feses; senyawa ini dibentuk dari kolesterol oleh bakteri di usus bagian bawah. Asam empedu primer disintesis di hati dari kolesterol. Asam-asam ini adalah asam kolat (cholic acid; ditemukan dalam jumlah besar) dan asam kenodeoksikolat (chenodeoxycholic acid). Bagian 7α-hidroksilasi pada kolesterol adalah tahap regulatorik pertama dan terpenting dalam biosintesis asam empedu dan dikatalisis oleh kolesterol 7α-hidroksilase, suatu enzim mikrosom. Enzim mini, suatu monooksigenase tipikal, memerlukan oksigen, NADPH, dan sitokrom P450. Tahap-tahap

28

hidroksilasi selanjutnya juga dikatalisis oleh mono-oksigenase. Jalur biosintesis asam empedu pada awalnya terbagi menjadi satu subjalur yang menghasilkan kolil-KoA, yang ditandai oleh tambahan gugus α-OH diposisi 12, dan jalur lain yang menghasilkan kenodeoksikolil-KoA. Jalurkedua di mitokondria yang melibatkan 27hidroksilasi kolesterol oleh sterol 27-hidroksilase sebagai langkah pertama menghasilkan cukup banyak asam empedu primer. Asam empedu primer memasuki empedu sebagai konjugat glisin atau taurin. Konjugasi berlangsung di peroksisom. Pada manusia, rasio konjugat glisin terhadap taurin normalnya adalah 3:1. Pada empedu yang alkalis, asam-asam empedu dan konjugatnya diasumsikan berada dalam bentuk garam sehingga muncul istilah “garam empedu”. Sebagian asam empedu primer di usus mengalami perubahan lebih lanjut akibat aktivitas bakteri usus. Perubahan-perubahan tersebut mencakup dekonjugasi dan 7α-dehidroksilasi yang menghasilkan asam empedu sekunder, asam deoksikolat dan asam litokolat. Meskipun produk pencernaan lemak, termasuk kolesterol, diserap di 100 cm pertama usus halus, namun asam empedu primer dan sekunder diserap hampir semata-mata di ileum, dan 98-99% dikembalikan ke hati melalui siklus porta. Hal ini dikenal sebagai sirkulasi entero hepatik.Namun pada asam litokolat, karena sifatnya yang tidak larut, tidak dapat direabsorpsi dalam jumlah bermakna. Hanya sebagain kecial garam empedu yang lolos dari absorpsi sehingga dikeluarkan melalui feses. Bagaimanapun, jalur ini merupakan jalur utama untuk eliminasi kolesterol. Setiap

29

hari sejumlah kecil asam empedu (3-5g) didaur memalui usus 6-10 kali dan asam empedu dalam jumlah setara dengan jumlah yang keluar melalui feses dibentuk dari kolesterol sehingga ukuran kompartemen asam empedu dapat dipertahankan konstan. Hal ini dicapai melalui suatu sistemkontrol umpan-balik. Tahap penentu laju utama dalam biosintesis asam empedu adalah di reaksi kolesterol 7α-hidroksilase. Aktivitas enzim ini diatur secara umpan balik melalui reseptor pengikat asam empedu nucleus, yaitu reseptor farnesoid X (FXR). Jika ukuran kompartemen asam empedu. dalam sirkulasi meningkat, FXR diaktifkan dan transkripsi gen 7α-hidroksilase juga ditingkatkan oleh kolesterol yang berasal dari makanan dan endogen sera diatur oleh hormon insulin, glucagon, glukokortikoid,dan tiroid. 2.3.7 Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kadar Kolesterol Faktor herediter memiliki peranan paling besar dalam menentukan kadar kolesterol serum seseorang; namun, faktor makanan dan lingkungan juga berperan, dan yang paling bermanfaat adalah menggunakan asam lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal sebagai pengganti asam lemak jenuh dalam makanan. Minyak nabati, seperti minyak jagung dan minyak biji bungan matahari mengandung banyak asam lemak tak-jenuh ganda, sedangkan minyak zaitun mengandung banyak asam lemak tak jenuh tunggal. Di pihak lain, lemak mentega, lemak sapi, dan minyak palem mengandung banyak asam lemak jenuh. Dibandingkan dengan karbohidrat

30

lain, sukrosa dan fruktosa menimbulkan efek yang lebih besar dalam meningkatkan kadar lipid darah, terutama triasilgliserol. Penyebab asam lemak tak jenuh ganda dapat menurunkan kolesterol masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, sudah jelas bahwasalah satu mekanisme yang terlibat adalah penambahan jumlah (upregulation) reseptor LDL oleh asam lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal dibandingkan dengan asam lemak jenuh sehingga terjadi peningkatan laju katabolik LDL, yaitu lipoprotein aterogenik utama. Selain itu, asam lemak jenuh menyebabkan terbentuknya partikel VLDL berukuran lebih kecil yang mengandung kolesterol relatif lebih banyak serta digunakan oleh jaringan ekstra hepatik secara lebih lambat ketimbang partikel yang lebih besar, kecenderungan yang dapat dianggap bersifat aterogenik. Faktor yang menyebabkan peningkatan FFA plasma diikuti oleh meningkatnya pembebasan triasilgliserol dan kolesterol ke dalam sirkulasi VLDL adalah stres emosional dan minum kopi. Wanita prameopause tampaknya terlindung dari efekefek merugikan ini, dan hal ini diperkirakan berkaitan dengan efek positif estrogen. Terdapat keterkaitanantara konsumsi alcohol dalam jumlah sedang dan penurunan insidens

penyakit

jantung

koroner.

Hal

ini

mungkin

disebabkan

oleh

peningkatankadar HDL akibat meningkatnya sintesis apo A-I dan perubahan aktivitasprotein transfer ester kolesteril. Olahraga teratur menurunkan LDL plasma, namun meningkatkan HDL. Kadar triasilgliserol juga berkurang, kemungkinan besar karena meningkatnya sensitivitas insulin yang meningkatkan ekspresi lipoprotein lipase.

31

Merokok akan menurunkan HDL dan meningkatkan LDL dalamdarah sehingga menyebabkan gangguan metabolisme lemak, namun belumada penelitian lebih lanjut tentang mekanisme penurunan HDL oleh rokok. Pada perokok ditemukan kadar HDL rendah, berarti pembentukan kolesterol baik yang bertugas membawa lemak dari jaringan ke hati terganggu; sementara kadar LDL-nya meningkat yang berarti lemak dari hati justru dibawa kembali ke jaringan tubuh sehingga transportasi lemak menuju ke hati menjadi terganggu. Rokok juga mengandung oksigen reaktif yang merusak asam lemak tak jenuh yang menghasilkan formasi lipid hidroperoksidase. Lipid hidroperoksidase dapat merusak asma amino transmembran protein yang dapat menyebabkan perubahan membrantrombosit (platelet) sehingga mengganggu modulasi fosfolipid yang dapat meningkatkan kadar kolesterol total, LDL dan meningkatkan agregasi trombosit (platelet) (Botham KM, Mayes PA, 2006).

2.3.8 Hubungan Kolesterol Total Dengan Kondisi Prediabetes Homeostasis kolesterol merupakan hal fundamental terkait dengan fungsi sekresi insulin sel β, akumulasi kolesterol berlebihan pada sel β dapat menimbulkan lipotoksisitas yang menginduksi hiperglikemia, mengurangi sekresi insulin, menyebabkan disfungsi sel β dan mengurangi massa sel β. Beberapa studi mendapatkan bahwa orang-orang dengan diabetes atau prediabetes memiliki nilai kolesterol total lebih tinggi jika dibandingkan individu dengan toleransi glukosa normal. Beberapa studi telah mendokumentasikan bahwa disfungsi sel β pankreas

32

yang disebabkan dislipidemia dapat mengarah menjadi diabetes melitus (DM) tipe 2 dan merupakan faktor independen timbulnya DM tipe 2 (Zarmal, 2016).

2.4 Kerangka Teori

Faktor resiko: Kadar kolesterol Total dalam darah tinggi Akumulasi kolesterol berlebihan pada sel β

Disfungsi sel β

Ketidakmampuan mengangkut glukosa ke sel β melalui glucose transporter 2

Sekresi insulin menurun

Ketidakmampuan sintesis insulin

Kadar glukosa darah meningkat

Kondisi Prediabetes

Diabetes Mellitus

33

Gambar 2.1 Kerangka Teori (Beaudry JL, Riddell, 2012; Zheng T, Gao Y, Tian H, 2012) 2.5 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian ini dengan mengacu pada latar belakang dan landasan teori, maka dalam penelitian ini dibuat kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel independen

Variabel dependen

Kadar Kolesterol Total

Kondisi Prediabetes

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.6

Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatas diperoleh hipotesis sebagai berikut : Ho :

Tidak terdapat hubungan antara Kadar Kolesterol Total dengan

Kondisi Prediabetes Ha :

Terdapat hubungan antara Kadar Kolesterol Total dengan Kondisi

Prediabetes.

Related Documents

Bab Ii Fix
October 2019 35
Bab Ii Agak Fix
October 2019 32
Bab Ii Fix 6.docx
June 2020 12
Bab Ii Fix 0%.docx
November 2019 19
77603_4.bab Ii Fix Dani.docx
December 2019 17
Bab Ii Fix K3.docx
May 2020 12

More Documents from "Muhammad Nahl"

18. Bab Iv.docx
September 2019 64
Lapkas Lengkap.docx
December 2019 23
Hasil Idi-1
October 2019 28
Bab Iii.docx
December 2019 25
6.daftar Tabel.docx
October 2019 27
6.daftar Tabel
October 2019 48