BAB II TINJAUAN TEORITIS ALO A. Definisi Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi Secara Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2013).Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan Secara Masif Di Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan Respirasi Dan Ancaman Gagal Napas. (2011). Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terkumpulnya Cairan Ekstravaskuler Yang Patologis Di Dalam Paru. (Soeparman;2010). B. Etiologi Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Edema paru kardiogenik Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem kardiovaskuler. a. Penyakit pada arteri koronaria Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa. b. Kardiomiopati Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi
pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding). c. Gangguan katup jantung Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru. d. Hipertensi Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2. Edema paru non kardiogenik Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Infeksi pada paru b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru. c. Paparan toxic d. Reaksi alergi e. Acute respiratory distress syndrome (ards) f. Neurogenik
C. Manifestasi klinik
Alo dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium), a. Stadium 1 Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas. b. Stadium 2 Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal. c. Stadium 3 Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan nonkardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.
Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik
1. Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluhpembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet. e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema. f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan reexpansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema). g. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema. h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil. E. Pemeriksaan Penunjang
» Pemeriksaan Fisik
- Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
- Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
- Takikardia dengan S3 gallop.
- Murmur bila ada kelainan katup.
» Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
» Laboratorium
- Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
-
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung
dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
» Gambaran Radiologi yang ditemukan :
- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
» Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
» Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilainilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
» Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong noncardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
F. Penatalaksanaan.
- Posisi ½ duduk. - Oksigen (90 – 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker NRBM.
-
Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
-
-
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
-
Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
-
Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
-
Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
-
Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
-
Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
-
Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
-
Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN a. Identitas Pasien Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
No. MR
:
Alamat
:
Pekerjaan
:
Tanggal Masuk
:
Tanggal Pengkajian : Diagnosa Medis
:
b. Riwayat Kesehatan
-
Keluhan Utama : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien.
-
Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
-
Riwayat Penyakit Sekarang : Mengkaji ataupun menanyakan apa yang dirasakan oleh pasien pada saat dilakukan pengkajian
-
Riwayat Penyakit Keluarga : Apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti yang diderita oleh pasien.
c. Pemeriksaan Fisik 1) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki. a) Kepala
: Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala. b) Muka
: Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak. c) Mata
: Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak. d) Hidung
: Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak,
bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak. e) Telinga
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau
tidak. f)
Mulut
: Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak. h) Ketiak
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak. i)
Dada
: Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak. j)
Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak. l)
Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun pengeluaran yang tidak normal. n) Anus
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
2) Pemeriksaan khusus a) Inspeksi Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia. b) Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen. 3) Pemeriksaan Penunjang Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit.
-
Sistem Integumen Subyektif
:
Obyektif
: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
-
Sistem Pulmonal Subyektif
: Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif
:Pernafasan
cuping
hidung,
hiperventilasi,
batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, -
Sistem Cardiovaskuler Subyektif
: sakit dada
Obyektif
:Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
-
-
Sistem Neurosensori Subyektif
: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif
: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal Subyektif
: lemah, cepat lelah
Obyektif
: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
-
-
-
Sistem genitourinaria Subyektif
:-
Obyektif
: produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif Subyektif
: mual, kadang muntah
Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik Hb
: menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal -
d.
Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal
Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas 2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
e. Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa
Tujuan & KH
Intervensi
Rasional
o 1 Ketidakefektifa Pola nafas kembali efektif setelah
1. Berikan HE 1.Informasi yang
n pola nafas dilakukan tindakan keperawatan
pada pasien adekuat
berhubungan
selama 3 × 24 jam, dengan kriteria
tentang
dengan
hasil:
penyakitnya lebih
dapat
membawa pasien
keadaan tubuh
kooperatif
dalam 1.Tidak
terjadi
hipoksia
atau
yang lemah
memberikan hipoksemia 1. Atur posisi terapi 2.Tidak sesak
semi fowler 2.Jalan
nafas
yang longgar dan
3.RR normal (16-20 × / menit)
tidak
ada
4.Tidak terdapat kontraksi otot sumbatan proses bantu nafas
5.Tidak terdapat sianosis 3.Observasi
respirasi
dapat
berjalan
dengan
tanda lancar.
dan gejala sianosis 3.Sianosis merupakan salah satu
tanda
manifestasi ketidakadekuatan
4.Berikan
terapi suply O2
oksigenasi
pada
jaringan
tubuh
perifer .
4.Pemberian oksigen
secara
adequat
dapat
mensuplai
dan
memberikan 5.Observasi
tanda- cadangan oksigen, sehingga
tanda vital
mencegah terjadinya hipoksia.
5.Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan
nafas
6.Observasi timbulnya
disertai
dengan
kerja
jantung
yang
menurun
gagal
nafas. timbul takikardia dan capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6.Ketidakmampu an tubuh dalam proses 7.Kolaborasi
respirasi
diperlukan
dengan tim medis intervensi dalam memberikan kritis pengobatan
yang dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7.Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi sangat membantu dalam
proses
terapi keperawatan
2 Gangguan
Fungsi
pertukaran Gas maksimal berhubungan
pertukaran setelah
gas
dapat
dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 ×
dengan distensi 24 jam dengan kriteria hasil:
1. Berikan HE 1.Informasi yang pada pasien adekuat tentang
dapat
membawa pasien
penyakitnya lebih
kooperatif
kapiler
dalam 8.Tidak terjadi sianosis
pulmonar
memberikan 1. Atur posisi terapi
9.Tidak sesak pasien semi 1. RR normal (16-20 × /
fowler
2.Jalan
nafas
yang longgar dan
menit)
tidak
2. BGA normal:
ada
sumbatan proses
1. partial pressure of oxygen (PaO2): 75-
respirasi
dapat
berjalan
dengan
1. Bantu pasien 100 mm Hg untuk lancer
2. partial pressure of melakukan carbon dioxide reposisi
3.Posisi
yang
(PaCO2): 35-45 secara sering berbeda mm Hg 2. Berikan
menurunkan
3. oxygen content terapi
resiko perlukaan
oksigenasi
akibat imobilisasi
(O2CT): 15-23% 4. oxygen saturation (SaO2): 94-100%
4.Pemberian
5. bicarbonate
oksigen
secara
(HCO3): 22-26
adequat
dapat
mEq/liter
mensuplai
6. pH: 7.35-7.45
dan
memberikan cadangan 1. Observasi tanda –
oksigen, sehingga mencegah
tanda vital
terjadinya hipoksia
5.Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan
nafas
disertai
dengan
kerja
jantung
yang
menurun
1. Kolaborasi dengan tim timbul takikardia medis dalam dan capilary refill memberikan time
yang
pengobatan memanjang/lama.
6.Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi sangat membantu dalam
proses
terapi keperawatan 3 Resiko
tinggi Infeksi
tidak
terjadi
setelah 1.Berikan HE pada 1.Informasi yang
infeksi
dilakukan tindakan keperawatan pasien
berhubungan
selama 3 × 24 jam, dengan kriteria kondisi
tentang adekuat
dapat
yang membawa pasien
dengan
area hasil:
dialaminya
lebih
invasi
kooperatif
dalam 7.Pasien
mampu
mengurangi 2.Observasi
tanda-
mikroorganism
memberikan kontak dengan area pemasangan tanda vital.
e
sekunder
terapi selang endotrakeal
terhadap 2.Meningkatnya pemasangan
8.Suhu normal (36,5oC) suhu tubuh dpat
selang dijadikan sebagai endotrakeal
3.Observasi daerah indicator pemasangan selang terjadinya infeksi endotrakheal 3.Kebersihan area pemasangan 4.Lakukan
tehnik selang
menjadi
perawatan
secara factor
resiko
aseptik
masuknya mikroorganisme
4.Meminimalkan 5.Kolaborasi organisme
yang
dengan tim medis kontak
dengan
pasien
dapat
dalam memberikan pengobatan menurunkan resiko terjadinya infeksi
5.Pengobatan
yang
diberikan
berdasar indikasi sangat membantu dalam
proses
terapi keperawatan
TINJAUAN TEORITIS ADHF A. Anatomi Fisiologi Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Fungsi jantung adalah mengatur distribusi darah ke seluruh bagian tubuh. Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, besarnya kurang lebih sebesar kepalan tangan pemilikny. bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada , diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
Stuktur Anatomi Jantung Pada bagian
permukaan inferior atau diafragma sebagian besar adalah ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Batas kanan jantung dibentuk oleh vena kava superior dan atrium kanan, sedangkan batas kiri jantung dibatasi oleh dinding lateral ventrikel kiri. Basis jantung dibentuk oleh atrium kiri dan sebagian atrium kanan yang berada di iga ke-2. Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium, yang terdiri dari dua lapisan: Pericardium Fibrosa, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada, diafragma dan pleura. Pericardium Serosa, yaitu lapisan dalam dari pericardium terdri dari lapisan parietalis; melekat pada pericardium fibrosa dan lapisan viseralis yang melekat pada jantung yang juga disebut epikardium Diantara kedua lapisan tersebut terdapat ronggga yang disebut rongga pericardium yang berisi sedikit cairan pelumas atau yang disebut cairan pericardium kurang lebih 10-30ml yang berguna untuk mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung. Pericardium juga berfungsi
sebagai barier terhadap infeksi dari paru dan mediastinum. 4 bagian utama jantung yaitu : Right Atrium (Serambi Kanan) Left Atrium ( Serambi Kiri) Right Ventrikel (Bilik Kanan) Left Ventrikel (Bilik Kanan) Fungsi-fungsi ke 4 bagian jantung tersebut adalah sebagai berikut : Serambi kanan menerima darah yang kaya CO2 dari tubuh melalui vena kava superior (kepala dan tubuh bagian atas) dan vena cava inferior (kaki sampai dada bagian bawah). Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot jantung dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang. Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari ventrikel kanan, akan terbuka untuk membiarkan darah yang kaya CO2 dikumpulkan di atrium kanan kemudian mengalir ke ventrikel kanan. Bilik kanan menerima darah kaya CO2 sebagai kontrak atrium kanan. Katup paru menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh, katup trikuspidalis menutup dan katup paru (katup semilunar) terbuka. Penutupan katup trikuspidalis mencegah darah kembali ke atrium kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah mengalir ke arteri pulmonalis menuju paru-paru. Serambi kiri menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru melalui vena paru-paru (vena pulmonal). Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial kemajuan melalui atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri. Bilik kiri menerima darah yang mengandung oksigen dari atrium kiri. Darah melewati katup mitral/bikuspidalis ke ventrikel kiri. Katup aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh, katup mitral menutup dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral mencegah darah mengalir ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta memungkinkan darah mengalir ke aorta dan seterusnya mengalir ke seluruh bagian tubuh
B. Defenisi Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi
sistolik
maupun
diastolik,
abnormalitas
irama
jantung,
atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal Jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Smeltzer & Bare, 2002)
C. Etiologi Penyebab dari Gagal Jantung Kongestif menurut Brunner dan Suddarth (2002) adalah sebagai berikut : 1. Kelainan otot jantung, 2. Aterosklerosis coroner, 3. Hipertensi sistemik atau pulmonal, 4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative, 5. Penyakit jantung lain, 6. Faktor sistemik, Sedangkan faktor predisposisi nya antara lain :
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati) b. Sindroma koroner akut 1. Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik 2. Komplikasi kronik IMA 3. Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler, dll) e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada f. Stenosis katup aorta berat g.
Tamponade jantung
h. Diseksi aorta i. pasca melahirkan j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler 1. Volume overload 2. Infeksi terutama pneumonia atau septikemia 3. Severe brain insult 4. Pasca operasi besar 5. Penurunan fungsi ginjal 6. Asma 7. Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol 8. Feokromositoma
D. Klasifikasi Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu : 1. Stage A Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas. 2. Stage B penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik. 3. Stage C Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas. 4. Stage D Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap. Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional. a. Functional Class I ( FC I ) asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik
b. Class II ( FC II ) hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa. c. Functional Class III ( FC III ) hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan d. Functional Class IV ( FC IV ) ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
E. Patofisiologi Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR X SV dimana curah jantung (CO : Cardiac Output) adalah fungsi frekwensi jantung (HR : Heart Rate) x volume sekuncup (SV: Stroke Volume). Frekwensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekwensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Pada gagal jantung, jika satu atau lebih lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menenukan pengukuran hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasive telah mempermudah diagnose
gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan terapi farmakologis efektif. (Brunner & Suddarth,2002) F. Tanda dan gejala a. Sesak nafas ( dyspnea) b. Orthopnea c. Sesak muncul saat berbaring, d. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari disertai batuk- batuk. e. Takikardi dan berdebar- debar f. Batuk- batuk g. Mudah lelah (fatigue). h. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral i. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan. j.
pembesaran hepar
k. Ascites l. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
G. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : 1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit 2. Elektrolit
: K, Na, Cl, Mg
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH) 4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT.
5. Gula darah 6. Kolesterol, trigliserida 7. Analisa Gas Darah b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : 1. Penyakit jantung koroner : iskemik, infark 2. Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy ) 3. Aritmia 4. Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : 1. Edema alveolar 2. Edema interstitiels 3. Efusi pleura 4. Pelebaran vena pulmonalis 5. Pembesaran jantung
d. Echocardiogram Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
e. Radionuklir 1. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri 2. Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk :
1. Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru 2. Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung 3. Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung 4. Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent 5. Mengetahui beratnya lesi katup jantung 6. Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner 7. Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel kiri) 8. Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
H. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah : 1. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung. 2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan farmakologis 3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan istirahat. 4. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya ) 5. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut : FC I
: Non farmakologi
FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis. FC IV
: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi : 1. Diet rendah garam ( pembatasan natrium ) 2. Pembatasan cairan 3. Mengurangi berat badan 4. Menghindari alkohol 5. Manajemen stress 6. Pengaturan aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi : 1. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin. 2. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ). 3. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin. 4. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll. 5. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin ) a. Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik. b. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Identitas Pasien Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
NO MR
:
Alamat
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
Tanggal masuk
:
Tanggal pengkajian
:
Diagnosa medis
:
2. Keluhan utama Nyeri dada,lemas, nyeri daerah dada menajalar ke leher, nyeri saat beraktivitas, 3. Riwayat penyakit a. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakana sakit sekali pada area tengah dad, denagn kualitas nyeri tumpul, dan menjalar ke leher dan pinggang serta durasi jarang dan lamanya sekitat 3 menit dengan aktifitas. b. Riwayat penyakit dahulu pasien dahulunya pernah di rawat dengan diagnosa yang sama ,
dan memiliki
rowayat penyakit jantung , hipertensi dan perokok sejak usia 20 tahun c. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan ada keluarga yang mempunyai rowayat sakit jantung dan hipertensi 4. Pemeriksaan fisik 4) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki. o) Kepala
: Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala. p) Muka
: Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak. q) Mata
: Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak. r)
Hidung
: Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak,
bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak. s)
Telinga
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau
tidak. t)
Mulut
: Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak. u) Leher
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak. v) Thorax
: untuk mengetahui frekuensi nafas,
suara nafas,
apakah ada sumbatan jalan nafas, dan melihat dinding dada w) Ketiak
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak. x) Dada
: Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
y) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran perut. z) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak. aa) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak. bb) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun pengeluaran yang tidak normal. cc) Anus
: Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
5) Pemeriksaan khusus c) Inspeksi Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia. d) Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen. 6) Pemeriksaan Penunjang Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit. -
Sistem Integumen Subyektif
:
Obyektif
: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
-
Sistem Pulmonal
Subyektif
: Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif
:Pernafasan
cuping
hidung,
hiperventilasi,
batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, -
Sistem Cardiovaskuler Subyektif
: sakit dada
Obyektif
:Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
-
-
Sistem Neurosensori Subyektif
: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif
: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal Subyektif
: lemah, cepat lelah
Obyektif
: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan -
-
Sistem genitourinaria Subyektif
:-
Obyektif
: produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif Subyektif
: mual, kadang muntah
Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
-
Studi Laboratorik Hb
: menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal -
Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal
5. Diagnosa yang sering mucul 1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan Hiperventilasi Penurunan energi /kelelahan 2. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapileralveolar 3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama jantung, stroke, pre load dan afterload, kontraktilitas jantung. 4. Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif berhubungan dengan gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena
6. Intervensi keperawatan Rencana keperawatan
Diagnose keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Pola Nafas tidak efektif berhubungan NOC: dengan Hiperventilasi Penurunan energi
Respiratory status : Ventilation
/kelelahan
Respiratory status : Airway patency Vital sign Status KH
aktifitas
Posisikan pasien untuk Memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan (mampumengeluarkan sputum,
nmampu
tambahan Berikan bronkodilator Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
bernafas dg mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Gangguan Pertukaran gas berhubungan
Respiratory Status : Gas exchange
dengan
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status :ventilation Vital Sign Status
perubahan
membran
kapiler-
alveolar
Keluarkan sekret dengan batuk atau suctio
KH Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan
berhubungan
dengan gangguan irama jantung, stroke, pre
Penurunan
curah
jantung
load dan afterload, kontraktilitas jantung.
tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu Cardiac Pump effectiveness Circulation Status Vital Sign Status Tissue perfusion
KH Ttv normal Dapat mentoleransi aktivitas, tidak
kardiopulmonal
efektif
berhubungan
dengan
Cardiac pump Effectiveness Circulation status Tissue Prefusion : cardiac, peripheral Vital Sign Status
tidak
gangguan
transport O2, gangguan aliran arteri dan
ada
Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites Tidak ada penurunan kesadaran AGD dalam batas normal Tidak ada distensi vena leher Warna kulit normal
jaringan
kelelahan
Perfusi
vena
KH Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan CVP dalam batas Normal
status O2 Catat pergerakan dada,
Evaluasi adanya nyeri dada Catat adanya dosritmia jantung Catat adanya tanda tanda penurunan kardiat output Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung Monitor balance cairan Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Anjurkan untukmenurunkan stress
Monitor nyeri dada durasi, intensitas dan faktor-faktor presipitasi) Observasi perubahan ECG Auskultasi suara jantung dan paru Monitor irama dan jumlah denyut jantung Monitor angka PT, PTT dan AT Monitor elektrolit (potassium dan magnesium) Monitor status cairan
Nadi perifer kuat dan simetris Tidak ada oede m perifer dan asites Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi dalam batas normal
Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi Monitor peningkatan kelelahan dan simetris Tidak ada oedem perifer dan asites Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJ Publishing Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ Publishing Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher