Bab Ii Finish.docx

  • Uploaded by: Rizki Ramdhan Muhammad
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Finish.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,149
  • Pages: 32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Menurut

Notoatmodjo

(2010:27),

pengetahuan

adalah

hasil

pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang di milikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sedangkan menurut Wawan dan Dewi (2010:11), pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Diperjelas lagi oleh Ali (2010:8), bahwa pengetahuan (knowledge) adalah kumpulan tentang segala sesuatu yang diketahui dan telah dimiliki oleh manusia. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia adakalanya bersumber dari pengalaman dan adakalanya dari pikiran. Pengetahuan yang bersumber dari pengalaman meliputi semua hal yang dialami baik oleh panca indra, bahkan adakala yang bersumber dari intuisi dan kata hati (conscience), meskipun pengetahuan yang berasal dari kedua sumber yang disebutkan terakhir itu sulit untuk dipelajari. Adapun yang bersumber dari pikiran adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran.

9

10

Berdasarkan beberapa definisi diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses belajar dari pengalaman, nilai, informasi konsektual dan kepakaran yang dilakukan dengan menggunakan panca indra terhadap suatu objek. 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007:140-142), ada 6 tingkat pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dsb. b. Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui,

dan

dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

11

c.

Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya), aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d.

Analisis (Analysis) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat

bagan),

membedakan,

memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya. e.

Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.

12

f.

Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010:10), cara memperoleh pengetahuan di lakukan dengan cara sebagai berikut: 1.

Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan a.

Cara Coba Salah Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan. Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum

atau tidak mengetahui suatu

memecahkan suatu masalah yang dihadapi.

cara

tertentu dalam

13

b.

Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang digunakan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan itu baik atau tidak kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.

c.

Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman merupakan guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali

pengalaman

yang

diperoleh

dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. d.

Melalui Jalan Pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan

penalarannya

dalam

memperoleh

pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran

14

pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. 2.

Cara Modern Untuk Memperoleh Pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut ‘metode penelitian ilmiah’, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati.

2.1.4 Faktor-faktor Yang mempengaruhi Pengetahuan Menurut Wawan dan Dewi (2010:16-18), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut: 1. Faktor Internal a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk informasi misalnya hal-hal yang menunjang sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010:16-18),

15

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga prilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Sedangkan menurut Nursalam (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010:16-18), pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. b. Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip Nursalam (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010:16-18), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekera bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. c. Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010:16-18), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) dalam Wawan dan Dewi (2010:16-18), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang

16

belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman kematangan jiwa. 2. Faktor Eksternal a. Faktor Lingkungan Menurut Ann.Mariner yang dikutip Nursalam (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010:16-18), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan prilaku orang atau kelompok. b. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. 2.1.5 Cara Mengukur Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007:142), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. 2.1.6 Kriteria Tingkat Pengetahuan Dalam

membuat

kategori

tingkat

pengetahuan

bisa

juga

dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut. 1. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 50%. 2. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 50%. Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka persentasenya akan berbeda.

17

1. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%. 2. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 75%. (Budiman dan Riyanto, 2013:11).

2.2

Sikap

2.2.1 Pengertian Menurut Purwanto (1998:62) dalam Wawan & Dewi (2010:27), sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai objek tadi. Sedangkan menurut Maulana (2012:196), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2010:29), sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Dari beberapa teori di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa sikap

merupakan suatu reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang bersifat mendukung atau memihak maupun tidak memihak yang merupakan suatu reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. 2.2.2 Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2010:30), sikap terdiri dari beberapa tingkatan sebagai beikut:

18

a. Menerima (receiving) Menerima

diartikan

bahwa

orang

(subyek)

mau

dan

mengerjakan

dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). b. Merespon (responding) Memberikan

jawaban

apabila

ditanya,

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. 2.2.3 Komponen Sikap Sikap seseorang terhadap objek itu berbeda satu sama lain, dan ini sangat berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman hidupnya. Secara umum sikap memiliki tiga komponen, yakni kognitif, afektif, dan konaktif (kecenderungan tindakan). Seperti yang dikemukakan oleh Baron, Byrne, Myers, dan Gerungan yang dikutif oleh Wawan dan Dewi (2010:32), berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinanya itu halhal yang berhubungan sebagai berikut :

19

1. Komponen kognitif (komponen konseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap sikap. 2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. 3. Komponen konaktif (komponen perilaku atau action component) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Sedangkan menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007:143), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersamaan membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan ini akan membawa seseorang untuk berfikir dan berupaya dalam menjaga kesehatannya, baik secara preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif.

20

2.2.4 Sifat Sikap Menurut Purwanto (1998:63) dalam Wawan dan Dewi (2010:34), sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Sikap positif adalah

kecenderungan

mengharapakan

objek

tindakan tertentu.

mendekati,

Kemudian

Sikap

menyenangi, negatif

dan

terdapat

kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. 2.2.5 Ciri-Ciri Sikap Ciri-ciri sikap Menurut Purwanto (1998:63) dalam Wawan dan Dewi (2010:34) yaitu: a. Sifat bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. d. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

21

e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. 2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Menurut

Wawan

dan

Dewi

(2010:35),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain : a. Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. b. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c. Pengaruh Kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

22

d. Media Masa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. f. Faktor Emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 2.2.7 Cara Pengukuran Sikap Menurut Azwar (2005) dalam Wawan dan Dewi (2010:37), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau menyatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sifat, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.

23

Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan yang favourable dan tidak favourable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau mendukung sama sekali obyek sikap. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:57), pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. 2.2.8 Skala Sikap Menurut Sugiyono (2010:93), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan Skala Likert. a. Pernyataan positif diberi skor : Sangat setuju (SS)

:4

Setuju (S)

:3

Tidak setuju (TS)

:2

Sangat tidak setuju (STS)

:1

b. Pernyataan negatif diberi skor : Sangat setuju (SS)

:1

Setuju (S)

:2

Tidak setuju (TS)

:3

Sangat tidak setuju (STS)

:4

24

2.3

Perawat Puskesmas

2.3.1 Pengertian Perawat Puskesmas Perawat di Puskesmas adalah pejabat fungsional perawat yang bertugas di Puskesmas dan berasal dari lulusan pendidikan keperawatan. Kegiatan perawat Puskesmas mencakup upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang dilaksanakan baik di dalam gedung maupun luar gedung Puskesmas. Tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak penuh diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan keperawatan kesehatan kepada masyarakat (Depkes, 2006). Tugas pokok perawat kesehatan masyarakat di Puskesmas adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok,dan masyarakat khususnya yang mempunyai masalah kesehatan akibat ketidaktahuan, ketidakmauan, dan ketidakmampuan. Perkesmas dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang keperawatan atau kesehatan (Depkes, 2006). 2.3.2 Tanggung Jawab Perawat Puskesmas Tanggung jawab perawat Puskesmas sesuai dengan penyelenggaraan fungsi

Puskesmas.

Fungsi

Puskesmas

sebagai

pusat

penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan memberikan tanggung jawab perawat untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko kesehatan yang timbul di

25

masyarakat serta melakukan kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit berdasarkan faktor risiko yang teridentifikasi menimbulkan masalah kesehatan (Depkes, 2006). Fungsi kedua Puskesmas yaitu sebagai pusat pemberdayaan masyarakat memberikan tanggung jawab perawat untuk memberdayakan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk mampu menyelesaikan masalah kesehatannya secara mandiri. Terakhir, Puskesmas berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan prioritas pada masyarakat rentan dan risiko tinggi pada individu dalam konteks keluarga, keluarga, kelompok atau masyarakat (Depkes, 2006). 2.3.3 Peran dan Fungsi Perawat Puskesmas Menurut Depkes (2006), perawat Puskesmas profesional yang ideal adalah perawat komunitas yang memiliki latar belakang pendidikan keperawatan serta kompetensi di bidang keperawatan komunitas. Peran dan fungsi minimal dari perawat kesehatan masyarakat di Puskesmas diharapkan dapat menerapkan enam peran dan fungsinya, yaitu: a. Pemberi pelayanan kesehatan Perawat Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan kepada individu,

keluarga,

keperawatan

kelompok

kesehatan

atau

masyarakat

masyarakat

berupa

yang

(holistik)

utuh

asuhan dan

komprehensif meliputi pemberian asuhan pada pencegahan tingkat

26

pertama, tingkat kedua, maupun tingkat ketiga. Asuhan keperawatan yang diberikan berupa asuhan langsung (direct care) kepada pasien atau klien maupun tidak langsung (indirect care) di berbagai tatanan pelayanan kesehatan klinik Puskesmas, ruang rawat inap Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, sekolah, rumah tahanan (rutan), panti, posyandu, keluarga (rumah pasien atau klien), dan lain-lain (Depkes, 2006). b. Penemu kasus Perawat Puskesmas berperan dalam mendeteksi kasus serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit. Temuan kasus dapat dilakukan dengan mencari langsung di masyarakat (active case finding) atau pada saat pasien atau klien berkunjung ke pelayanan kesehatan (passive case finding) (Depkes, 2006). c. Pendidik atau penyuluhan kesehatan Perawat Puskesmas selaku pendidik kesehatan diharapkan mampu mengkaji kebutuhan pasien atau klien; mengajarkan agar melakukan pencegahan tingkat pertama dan peningkatan kesehatan pasien atau klien yang diberikan pada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat serta pemulihan kesehatan dari suatu penyakit; menyusun program penyuluhan atau pendidikan kesehatan yang meliputi topik sehat maupun sakit seperti nutrisi, olahraga, manajemen stres, penyakit dan pengelolaan penyakit, dan sebaginya; memberikan informasi yang tepat untuk kesehatan dan gaya hidup antara lain informasi yang tepat tentang penyakit,

27

pengobatan, dan lain-lain ; serta menolong pasien atau klien menyeleksi informasi kesehatan yang bersumber dari buku-buku, koran, televisi, atau teman (Depkes, 2006). d. Koordinator atau kolaborator Perawat pelaksana sebagai koordinator dan kolaborator melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan kesehatan yang diterima oleh keluarga dari berbagai program dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan atau keluarga dalam perencanaan pelayanan keperawatan serta sebagai penghubung dengan institusi pelayanan kesehatan dan sektor terkait lainnya (Depkes, 2006). e. Pelaksana konseling keperawatan (konselor) Konseling bertujuan untuk melakukan pemecahan masalah secara efektif. Konseling yang efektif dapat dilakukan atas dasar hubungan yang positf antara konselor dengan pasien atau klien dan kesediaan konselor untuk membantu. Fungsi perawat sebagai konselor untuk membantu pasien atau klien untuk mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi dan dihadapi pasien atau klien (Depkes, 2006). f. Panutan atau model peran (role model) Perawat Puskesmas sebagai role model dimaksudkan bahwa perilaku hidup nya dalam bidang kesehatan pada semua tingkat pencegahan terutama perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dapat dicontoh masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain memberi

28

contoh praktek menjaga tubuh yang sehat baik fisik maupun mental seperti makan makanan bergizi, menjaga berat badan, olahraga secara teratur, tidak merokok, menyediakan waktu untuk istirahat (relax) setiap hari, komunikasi efektif, dan lain-lain. Perawat Puskesmas juga harus menampilkan profesionalisme nya dalam bekerja

yaitu dengan

menerapkan kode etik keperawatan, menggunakan pendekatan sistemik dan efektif dalam pengambilan keputusan (Depkes, 2006).

2.4

Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)

2.4.1 Pengertian Perkesmas Perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) merupakan salah satu upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas sejak konsep Puskesmas diperkenalkan. Kebijakan dasar Puskesmas yang ditetapkan Depkes (2004), menyebutkan bahwa upaya Perkesmas merupakan bagian integral dari upaya kesehatan wajib maupun pengembangan, dan dapat pula ditetapkan sebagai upaya kesehatan pengembangan. Petugas Perkesmas adalah semua tenaga keperawatan di Puskesmas sebagai pelaksana pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab atas daerah binaan serta tenaga kesehatan lainnya yang terlibat aktif dalam kerja sama lintas program (Depkes, 2006). Perkesmas dikelola dan dilaksanakan oleh Puskesmas secara menyeluruh, terpadu dengan pelayanan kesehatan lainnya serta sektor lain dengan

menggunakan

proses

keperawatan.

Pengelolaan

pelayanan

29

Perkesmas di Puskesmas diselenggarakan sesuai dengan perangkat manajemen Puskesmas yang sudah ada, yaitu microplanning, lokakarya mini serta stratifikasi Puskesmas. Selain itu Perkesmas mengutamakan keluarga sebagai unit pelayanan kesehatan di masyarakat dengan penekanan pada pelayanan yang bersifat promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif, rehabilitatif, dan resosialitatif. Perkesmas dilaksanakan dengan peran serta aktif masyarakat baik sebagai subyek maupun obyek pelayanan (Depkes, 2006). 1. Upaya Perkesmas Sebagai Bagian Integral Upaya Kesehatan Wajib Dan Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya Perkesmas sebagai bagian integral upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan secara terpadu baik upaya kesehatan perorangan maupun kesehatan masyarakat dalam enam upaya kesehatan wajib (promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, KIA dan KB, P2M, gizi, dan pengobatan) maupun upaya pengembangan yang wajib dilaksanakan di daerahtertentu. Pelaksanaan Perkesmas diharapkan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat lebih bermutu karena diberikan secara holistik dan komprehensif pada semua tingkat pencegahan terpadu dan berkesinambungan. Sasaran Perkesmas ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai kesepakatan daerah dengan memfokuskan pada keluarga rawan kesehatan yaitu keluarga rentan (miskin) dan keluarga dengan kasus atau masalah risiko tinggi (Depkes, 2006).

30

2. Upaya Perkesmas Sebagai Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya Perkesmas sebagai upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan bila di wilayah kerja Puskesmas terdapat masalah kesehatan yang spesifik dan memerlukan asuhan keperawatan secara terprogram. Upaya Perkesmas dimulai dengan tahap pengkajian keperawatan masyarakat dengan masalah spesifik (misalnya tingginya angka kematian bayi (AKB), penderita tuberculosis, demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan sebagainya). Selanjutnya dirumuskan masalah dan penyebabnya sehingga dapat direncanakan intervensi yang akan dilakukan (Depkes, 2006). 2.4.2 Tujuan Perkesmas Tujuan Perkesmas adalah meningkatnya kemandirian individu, keluarga, kelompok atau masyarakat (rawan kesehatan) untuk mengatasi masalah kesehatan atau keperawatannya sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Prinsip pelaksanaan kegiatan Perkesmas menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Depkes, 2006). 2.4.3 Sasaran Perkesmas Sasaran Perkesmas adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

yang

ketidaktahuan,

mempunyai

ketidakmauan

masalah

kesehatan

akibat

maupun

ketidakmampuan

faktor dalam

menyelesaikan masalah kesehatannya. Prioritas sasaran adalah yang

31

mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah kesehatan prioritas daerah yaitu belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan atau sudah memanfaatkan tetapi memerlukan tindak lanjut. Fokus sasaran Perkesmas adalah keluarga rawan kesehatan dengan prioritasnya adalah keluarga rentan terhadap masalah kesehatan (gakin), keluarga risiko tinggi (anggota keluarga bumil, balita, lansia, menderita penyakit) (Depkes, 2006). Sasaran individu adalah yang mempunyai masalah kesehatan dan termasuk dalam golongan rawan. Individu yang dimaksud dikhususkan pada individu risiko tinggi (risti) seperti yang menderita penyakit, balita, lanjut usia (lansia), atau dengan masalah mental atau jiwa. Sasaran individu dapat dijadikan sebagai titik awal (entrypoint) untuk pembinaan keluarga. Sasaran keluarga adalah keluarga rawan atau rentan terhadap masalah kesehatan. Prioritas pelayanan Perkesmas ditujukan pada keluarga rawan yang belum memanfaatkan pelayanan kesehatan. Keluarga yang menjadi sasaran Perkesmas khususnya ibu hamil (bumil), lansia, menderita penyakit, masalah mental atau jiwa. Sasaran kelompok adalah kelompok khusus yang rentan terhadap masalah kesehatan. Prioritas diberikan pada kelompok khusus yang terikat pada institusi dan kelompok khusus yang tidak terikat pada institusi. Kelompok khusus dengan kesehatan khusus sebagai akibat perkembangan dan pertumbuhan seperti ibu hamil, balita, anak sekolah, dan usia lanjut. Kelompok khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan seperti penderita TBC, AIDS, dan diabetes melitus.

32

Kelompok khusus yang berisiko terserang penyakit seperti wanita tuna susila (WTS), pengguna narkotika, kelompok pekerja. Kelompok khusus di lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi seperti panti werdha, panti asuhan dan penitipan anak. Sasaran masyarakat dalam lingkup wilayah tertentu yang mempunyai masalah kesehatan atau yang berisiko terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehatan. Prioritas pelayanan Perkesmas yaitu daerah endemis suatu penyakit, masyarakat di daerah dengan keadaan lingkungan kehidupan buruk, masyarakat didaerah yang mempunyai masalah kesehatan menonjol dibandingkan daerah sekitarnya, masyarakat di daerah yang mempunyai kesenjangan pelayanan kesehatan lebih tinggi dari daerah di sekitarnya, dan masyarakat di daerah baru yang diperkirakan akan mengalami hambatan dalam melaksanakan adaptasi kehidupannya. 2.4.4 Kegiatan Perkesmas Ruang lingkup kegiatan Perkesmas dilaksanakan di dalam dan luar gedung Puskesmas. Kegiatan di dalam gedung Puskesmas merupakan pelayanan yang dilakukan terhadap sasaran baik di ruang rawat jalan Puskesmas atau Puskesmas pembantu dan ruang rawat inap. Kegiatan di luar gedung Puskesmas merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan terhadap semua sasaran baik yang berada dalam suatu institusi atau diluar institusi. Kegiatan ini meliputi pembinaan kesehatan terhadap sasaran Perkesmas dalam wilayah kerja Puskesmas melalui daerah binaan perawatan, pembinaan kesehatan kelompok khusus, pembinaan

33

kesehatan pada keluaraga rawan, pelayanan keperawatan tindak lanjut di rumah termasuk pembinaan terhadap keluarganya, pelayanan keperawatan terhadap kasus risiko tinggi dirumah termasuk pembinaan terhadap keluarganya. Bentuk kegiatan Perkesmas dapat berupa asuhan keperawatan pasien yang kontak dengan Puskesmas, kunjungan rumah (home visit), kunjungan ke kelompok prioritas terencana, dan asuhan keperawatan pasien rawat inap Puskesmas (Depkes, 2006). 1. Asuhan Keperawatan Pasien Yang Kontak Dengan Puskesmas Asuhan keperawatan pasien (prioritas) yang kontak dengan Puskesmas baik yang berada di poliklinik Puskesmas, Puskesmas pembantu (pustu), Puskesmas keliling (pusling), pos pelayanan terpadu (posyandu), atau pos kesehatan desa-desa. Asuhan keperawatan yang diberikan seperti pengkajian keperawatan pasien sebagai deteksi dini (sasaran prioritas), penyuluhan kesehatan, tindakan keperawatan (direct care), konseling keperawatan, pengobatan (sesuai kewenangan), rujukan pasien atau masalah kesehatan, dan dokumentasi keperawatan. 2. Kunjungan Rumah (home visit/home care) Kunjungan rumah adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan untuk pembinaan keluarga rawan kesehatan dengan memandirikan pasien dan keluarganya. Pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal pasien dengan melibatkan pasien dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi merencanakan kegiatan.

34

Ruang

lingkup

kunjungan

rumah

yaitu

memberi

asuhan

keperawatan secara komprehensif, melakukan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarganya, mengembangkan pemberdayaan pasien dan keluarga. Mekanisme pelayanan kunjungan rumah yaitu: a. Proses penerimaan kasus dari tiap poliklinik di Puskesmas. Selanjutnya koordinator program Perkesmas menunjuk perawat pelaksana Perkesmas untuk mengelola kasus. Perawat pelaksana Perkesmas membuat surat perjanjian dan proses pengelolaan kasus. b. Proses pelayanan kunjungan rumah dimulai dari tahap persiapan untuk memastikan identitas pasien dan sarana prasarana yang diperlukan saat kunjungan rumah. c. Pelaksanaan terdiri dari perkenalan diri dan jelaskan tujuan, observasi lingkungan yang berkaitan dengan keamanan perawat, lengkapi data hasil pengkajian dasar pasien, membuat rencana pelayanan, lakukan perawatan langsung, diskusikan kebutuhan rujukan, kolaborasi, konsultasi dll, diskusikan rencana kunjungan selanjutnya dan aktifitas yang akan dilakukan, dokumentasikan kegiatan. d. Monitoring dan evaluasi antara lain keakuratan dan kelengkapan pengkajian awal, kesesuaian perencanaan dan ketepatan tindakan, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tindakan oleh pelaksana. e. Proses penghentian pelayanan kunjungan rumah, dengan kriteria: tercapai sesuai tujuan, kondisi pasien stabil, program rehabilitasi tercapai secara maksimal, keluarga sudah mampu melakukan

35

perawatan pasien, pasien dirujuk, pasien menolak pelayanan lanjutan, pasien meninggal dunia. 3. Kunjungan Ke Kelompok Prioritas Terencana Kunjungan perawat ke kelompok prioritas terencana (posyandu usila, posyandu balita, panti asuhan dan lain-lain). Asuhan keperawatan yang diberikan dimulai dari pengkajian keperawatan individu di kelompok, pendidikan atau penyuluhan kesehatan, pengobatan (sesuai kewenangan), rujukan pasien atau masalah kesehatan, dan dokumentasi keperawatan. 4.

Asuhan Keperawatan Pasien Rawat Inap Puskesmas Asuhan keperawatan pasien di ruang rawat inap Puskesmas dilakukan sesuai tahapan asuhan keperawatan. Tahap tersebut yaitu pengkajian keperawatan individu, tindakan keperawatan langsung (direct care) dan tidak langsung (lingkungan), pendidikan atau penyuluhan kesehatan, pencegahan infeksi di ruangan, pengobatan (sesuai kewenangan), penanggulangan kasus gawat darurat, rujukan pasien/masalah kesehatan, dan dokumentasi keperawatan.

2.4.5 Pelaksanaan Perkesmas Pelaksanaan Perkesmas terdiri dari perencanaan (P1), penggerakkan pelaksanaan (P2), serta pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3). Tahapan proses perencanaan (P1) yaitu mempelajari petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tingkat Kabupaten atau Kota, pengumpulan data kesenjangan pelayanan kesehatan, pengumpulan data permasalahan

36

keperawatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, menetapkan masalah dan prioritasnya, menetapkan upaya penanggulangan, menetapkan target sasaran, menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan, dan menetapkan sumber daya pendukung yang dapat dipadukan dengan program kegiatan lainnya (Depkes, 2006). Tahap penggerakkan pelaksanaan (P2) meliputi pengaturan organisasi dan tatalaksana pengelolaan Perkesmas, desiminasi informasi lintas program, melaksanakan kegiatan pelayanan keperawatan, menggerakkan peran serta masyarakat,

menyediakan kesempatan konsultasi,

dan

bimbingan teknis kegiatan Perkesmas. Desiminasi informasi lintas program ditujukan agar diperoleh keterpaduan kegiatan Perkesmas dengan kegiatan pokok lain. Pelayanan keperawatan dilaksanakan dengan menggunakan metode proses keperawatan terhadap individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat yang kemudian di dokumentasikan pada format sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan, pengendalian, dan penilaian (P3) meliputi pencatatan kegiatan Perkesmas, pelaporan kegiatan Perkesmas, pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan setiap bulan terhadap hasil cakupan program dan penerapan proses keperawatan, dan penilaian pencapaian hasil kegiatan setiap akhir tahun melalui stratifikasi Puskesmas. 2.4.6 Revitalisasai Upaya Perkesmas Revitalisasi upaya Perkesmas dilakukan oleh Kabupaten atau Kota dengan dimulai dari beberapa Puskesmas, atau seluruh Puskesmas sesuai

37

kondisi wilayah. Revitalisasi upaya Perkesmas akan makin mantap dengan penerapan peningkatan manajemen kinerja (PMK) sesuai dengan peran, fungsi dan tanggung jawab serta kewenangannya. Revitalisasai upaya Perkesmas meliputi empat tahap, yaitu persiapan lapangan, implementasi di Puskesmas, evaluasi hasil revitalisasi upaya Perkesmas, dan tahap tindak lanjut (Depkes, 2006). 1. Persiapan Lapangan Tahap persiapan lapangan merupakan awal revitalisasi upaya Perkesmas. Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, melakukan kegiatan pertemuan persiapan di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, pengkajian lapangan oleh tim pelaksana Kabupaten atau Kota, penetapan perawat penyelia Kabupaten atau Kota oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, dan workshop revitalisasi upaya Puskesmas di Kabupaten atau Kota (Depkes, 2006). Persiapan lapangan mencakup kegiatan Pertemuan persiapan di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, pengkajian lapangan oleh tim pelaksana Kabupaten atau Kota, penetapan perawat penyelia Kabupaten atau Kota, dan workshop revitalisasi upaya Perkesmas di Kabupaten atau Kota. Pertemuan persiapan di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota merupakan pertemuan pemantapan peran, fungsi kewenangan,tanggung jawab perawat Puskesmas termasuk lintas program terkait. Hasil yang diharapkan dalam pertemuan ini antara lain diperolehnya kesepakatan tentang peningkatan atau pemantapan kinerja perawatan Puskesmas

38

melalui revitalisasi upaya Perkesmas, disepakatinya alternatif Puskesmas yang direncanakan akan melaksanakan revitalisasi upaya Puskesmas, dan terbentuknya tim pelaksana Kabupaten atau Kota, yang terdiri dari unsur Sub Dinas di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, organisasai profesi keperawatan, instusi pendidikan keperawatan, pemerintah daerah. 2. Implementasi di Puskesmas Tahap ini merupakan penerapan Rencana Tindak Lanjut yang telah disepakati dalam workshop di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota untuk masing-masing Puskesmas yang telah di tentukan. Penerapan upaya Perkesmas terintegrasi dengan upaya kesehatan Puskesmas yang dilakukan minimal 4-6 bulan (Depkes, 2006). Kegiatan implementasi yang dilakukan antara lain pelatihan teknis perawat Puskesmas sesuai kebutuhan, pelaksanaan pelayanan kesehatan yang holistik, terpadu dan berkisanambungan yang dilaksanakan oleh perawat Puskesmas, bimbingan dan supervisi pelayanan kesehatan oleh perawat Puskesmas, bimbingan dan supervisi pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat penyelia Kabupaten atau Kota, pemantauan dan penilaian penerapan pelayanan Perkesmas oleh Kepala Puskesmas, pertemuan review pelaksanaan pelayanan berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian, dan pembahasan hasil yang dicapai dibandingkan data dasar, serta penyajian hasil evaluasi pelaksanaan pelayanan dari Puskesmas disajikan dalam pertemuan tingkat Kabupaten atau Kota.

39

3. Evaluasi Hasil Revitalisasi Upaya Perkesmas Evaluasi hasil penerapan dilakukan oleh tim pelaksana Kabupaten atau Kota dengan menggunakan teknik observasi lapangan, wawancara dengan beberapa perawat Puskesmas, wawancara dengan kepala Puskesmas, diskusi kelompok terarah (DKT), dan review informasi kesehatan serta pendokumentasiannya (Depkes, 2006). Observasi lapangan merupakan kegiatan pengamatan terhadap kegiatan rutin yang dilakukan oleh Perawat Puskesmas, termasuk pencatatnya adalah tim pelaksana Kabupaten atau Kota. Wawancara dengan beberapa perawat Puskesmas terpilih untuk mengetahui pandangan atau pendapat mereka dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan secara holistik, terpadu dan berkesinambungan. Wawancara dengan kepala Puskesmas oleh tim pelaksana Kabupaten atau Kota untuk mengetahui pendapatnya tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan yang holistik, terpadu dan berkesinambungan. Diskusi kelompok terarah (DKT) difasilitasi oleh tim pelaksana Kabupaten atau Kota untuk menggali lebih dalam informasi tambahan tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh perawat Puskesmas yang dilakukan terhadap 3 kelompok, yaitu kelompok perawat Puskesmas, kelompok klien (individu, keluarga) dan anggota keluarga termasuk pemberi pelayanan kesehatan di keluarga, serta kelompok anggota masyarakat termasuk tokoh masyarakat dan kader kesehatan. Review informasi kesehatan serta pendokumentasian pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat Puskesmas,

40

termasuk semua pencatatan dan pelaporan kegiatan selama proses revitalisasi upaya Perkesmas. 4. Tindak Lanjut Tahap tidak lanjut dilakukan oleh tim pelaksana Kabupaten atau Kota melalui kegiatan analisis data semua informasi untuk menyiapkan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan peningkatan kinerja perawat Puskesmas melalui revitalisasi upaya Puskesmas. Kegiatan lainnya adalah penyebarluasan informasi hasil dengan harapan tersusunnya rencana tidak lanjut pengembangan tingkat Kabupaten atau Kota dan pelatihan teknis terencana bagi perawat Puskesmas, replikasi revitalisasi upaya Perkesmas di Puskesmas lain, bimbingan teknis maupun manajerial oleh perawat penyelia Kabupaten atau Kota atau kegiatan inovasi

lain

yang dikembangkan

Kabupaten

atau

Kota

mempertahankan kinerja perawat Puskesmas (Depkes, 2006).

untuk

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44
Bab Ii
October 2019 82

More Documents from "Mohamad Shodikin"

Makalah Luka Bakar.docx
November 2019 18
Lp Dm-1.docx
November 2019 16
Bab Ii Finish.docx
November 2019 14
Bab 1 Pendahuluan.docx
November 2019 11
Premortem.pdf
April 2020 10