1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Tanaman kopi (Coffea sp.) termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis antara lain Coffea arabica, Coffea canephora dan Coffea liberica. Kopi adalah salah satu sumber antioksidan alami untuk tubuh manusia. Kandungan kimia pada biji kopi seperti karbohidrat, senyawa nitrogen (protein, asam amino bebas, kafein, trigonelline), lemak (minyak kopi, diterpen), mineral, asam dan ester (asam klorogenat, asam kuinat) (Farah, 2012). Dari kandungan biji kopi tersebut, beberapa senyawa yang berpotensi memiliki bioaktivitas yaitu kafein dan polifenol (Bornita, 2007: 188). Berdasarkan cara pengolahannya, dikenal kopi hijau dan kopi hitam. Kopi hijau (green coffee) adalah kopi yang belum mengalami proses pemanggangan menjadi kopi hitam (roasted coffe).
Kandungan kimia utama kopi hijau adalah polifenol (5-O-
caffeoylquinic acid atau asam klorogenat) sebesar 6-12 % yang dikenal sebagai antioksidan poten pada biji kopi yang tidak disangrai (green coffee bean) dengan kadar kafein kurang dari 2% (Clifford,1999). Proses pemanggangan dapat mengurai asam
2
klorogenat menjadi asam quinat dan asam kafeat. (Onakpoya et al., 2011). Selain untuk bahan pangan, kopi dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi. Dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan bahwa konsumsi kopi dapat memberi manfaat kesehatan berupa risiko yang lebih rendah terkena penyakit diabetes mellitus tipe 2, parkinson dan alzheimer. Studi in vitro dan pada hewan menunjukkan adanya antioksidan dan mekanisme lain yang melibatkan senyawa asam klorogenat (Farah, 2012). Selain itu telah banyak penelitian mengenai kafein dan asam klorogenat sebagai salah satu bahan aktif dalam sediaan topikal anti-selulit dan slimming (Sainio et al., 2000; Rawlings, 2006; Lupi, et al., 2006). Beberapa
zat
aktif
antiselulit yang sering digunakan pada sediaan kosmetik topikal yaitu
turunan
metilxantin seperti kafein,
teofilin,
aminofilin,
teobromin. Basir (2014) melakukan penelitian yaitu formulasi transferosom yang mengandung ekstrak biji kopi robusta sebagai antiselulit. Hasilnya yaitu gel transferosom ekstrak biji kopi robusta dapat digunakan secara transdermal dengan kemampuan penetrasi yang baik. Ekstrak biji kopi hijau dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan Shimoda et al. (2006) yang membuktikan bahwa penggunaan ekstrak biji kopi hijau per oral pada hewan coba tikus
3
efektif menurunkan berat badan dan mencegah akumulasi lemak dengan menghambat absorpsi lemak dan mengaktivasi metabolisme lemak di hati. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian terpisah kafein
dan
asam
klorogenat
hanya
memiliki
sedikit
efek
penghambatan absorpsi lemak. Bila diberikan ekstrak biji kopi hijau (kafein dan asam klorogenat), terjadi penurunan berat badan sebesar 35% dibandingkan dengan kontrol tanpa ekstrak. Asam klorogenat bertanggung jawab terhadap efek supresif yang membuat ekstrak biji kopi hijau mampu menurunkan kadar trigliserida. Onakpoya, Terry & Ernst (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui efikasi ekstrak biji kopi hijau sebagai suplemen penurun berat badan. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi ektrak biji kopi hijau 180–200 mg per hari dapat membantu menurunkan berat badan. Anggraeni (2000) menguji penetrasi bentuk sediaan krim, gel dan salep yang mengandung aminofilin sebagai anti-selulit secara in vitro. Hasil uji penetrasi menunjukkan jumlah kumulatif aminofilin yang terpenetrasi dengan kecepatan penetrasi aminofilin terbesar adalah sediaan gel, yang terkecil adalah salep, hasil tengah adalah sediaan krim sehingga formulasi yang dipilih adalah gel. Sistem penghantaran obat merupakan salah satu bidang dalam perkembangan teknologi. Berbagai upaya dilakukan
mulai
dari mikroenkapsulasi, nanopartikel-enkapsulasi, liposom, nukleosom
4
dan etosom (Kareparamban et al.; 2011). Etosom merupakan sistem peningkat penetrasi jenis vesikel (vesicular enhancher) yang merupakan pengembangan dari sistem penghantaran liposomal dan dianggap
memiliki
efektivitas
penghantaran
yang
lebih
baik
dibandingkan liposom konvensional dalam penghantaran obat transdermal (Touitou, 1999). Kandungan kimia utama kopi hijau adalah polifenol yang termasuk dalam golongan flavonoid . Flavonoid adalah molekul yang bersifat polar sehingga sulit untuk melintasi membran biologis sel yang
kaya
akan
lipid
sehingga
mengakibatkan
rendahnya
bioavailabilitas flavonoid tersebut. Terdapat banyak metode yang telah ditemukan untuk meningkatkan bioavailabilitas dari suatu bahan aktif, sperti penambahan peningkat kelarutan, modifikasi struktur dan penggunaan peningkat penetrasi (vesicular enhancher). (Kareparamban et al.; 2011). Berdasarkan penelitian sebelumnya (Illiyin, 2011) etosom terbukti mampu menembus kulit dan memungkinkan penghantaran senyawa kimia dari permukaan kulit ke dalam berbagai stratum kulit, bahkan sirkulasi sistemik. Selain itu biaya penyiapan etosom relatif lebih murah serta dapat dilakukan tanpa pemanasan (metode dingin) sehingga stabilitas bahan aktif terjaga (Toitou, 2007).
5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka akan dilakukan formulasi, evaluasi dan uji permeasi in vitro ekstrak etanol biji kopi hijau (Coffea Arabica L.) dalam sediaan gel etosom. B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah
pengaruh
perbandingan
konsentrasi
antara
fosfatidilkolin dan etanol terhadap permeasi formula gel etosom ekstrak etanol biji kopi hijau (Coffea Arabica L.)? 2. Bagaimana permeasi in vitro formula gel transdermal etosom pada kulit manusia? C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
pengaruh
perbandingan
konsentrasi
antara
fosfatidilkolin dan etanol terhadap permeasi formula gel etosom ekstrak etanol biji kopi hijau (Coffea Arabica L.) 2. Memperoleh sediaan gel transdermal etosom ekstrak biji kopi hijau (Coffea Arabica L.)
D. Manfaat Penelitian
1. Menghasilkan sediaan gel dari etosom ekstrak etanol biji kopi hijau (Coffea Arabica L.)
6
2. Menjadi dasar pengembangan pembuatan gel transdermal ekstrak etanol biji kopi hijau. 3. Menjadi dasar pengembangan penelitian di bidang cosmeceutical