BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Jumlah remaja menjadi lebih dari 42,4 juta atau 19,1 % dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 222 juta pada tahun 2007 (BPS, 1992; BPS, 2006). Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) yang dilakukan pada tahun 2007 didapatkan 5% atau sekitar 1.070.000 orang dari 21.400.000 jumlah remaja berusia 15-19 tahun dan 11,9% atau sekitar 2.510.900 orang dari 21.100.000 jumlah remaja berusia 20-24 tahun yang belum menikah di Indonesia pernah melakukan hubungan seks pra nikah dan lebih banyak terjadi pada remaja di perdesaan (8%). Secara keseluruhan persentase laki-laki berusia 15-24 tahun belum menikah melakukan hubungan seks pra nikah lebih banyak dibandingkan wanita dengan usia yang sama (BKKBN, 2008). Survey komnas perlindungan anak di 33 provinsi januari s/d juni 2008 menyimpulkan 1.) 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 2.) 93,7 % remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, genital simulation (meraba alat kelamin) dan Oral sex (seks melalui mulut) 4.) 21,2 % remaja mengaku pernah aborsi (BKKBN, 2009).
Prilaku remaja sekarang sudah amat mengkhawatirkan survei yang dilakukan BKKBN tahun 2008 menyebut 63 persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia telah melakukan seks pra nikah. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kasus-kasus
seperti aborsi, kehamilan tidak diinginkan ( KTD ), dan infeksi menular seksual ( IMS ) termasuk HIV/ AIDS (suarta, 2007).
Dua tahun sebelumnya, survei yang dilakukan Annisa Foundation menemukan bahwa 42,3 persen remaja SMP dan SMA di Cianjur, Jawa Barat, pernah berhubungan seks. Survei yang dilakukan belakangan ini terhadap sejumlah remaja perempuan juga membuktikan bahwa seks di antara mereka dilakukan tanpa paksaan, dan didasari atas suka sama suka yang akhirnya mengakibatkan terjadinya kehamilan yang
tidak
diinginkan
dikalangan
remaja
tersebut.
(http://lholhox.wordpress.com/2010/01/).
Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang di tempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani oleh orang yang tidak berkompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi standar (hanifah,2007). Data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) mencatat tahun 2007 terdapat 9,1 persen kehamilan yang tidak diinginkan atau terjadi pada hampir sekitar 9 juta perempuan. Kehamilan yang tidak diinginkan ini memicu praktik aborsi mulai dari remaja yang tidak siap, hingga ibu-ibu yang kebobolan KB dan juga tidak siap secara ekonomi, atau karena anak-anaknya masih kecil. (http://www.detikhealth.com / Kamis, 22/04/2010 17:21 WIB). Rabu, 28 September 2011, Dr. dr. Sugiri Syarif. Mengungkapkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) diakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan, AKI di Indonesia bahkan tertinggi di Asia mencapai 390/100.000 kelahiran hidup.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Menurut Sugiri, pendarahan pasca persalinan dan aborsi tidak aman penyebab tingginya AKI di Indonesia. Angka kehamilan tak diinginkan mencapai 9,1 persen atau terjadi pada 9 juta perempuan setiap tahunnya. "Program KB merupakan salah satu solusi untuk menghindari AKI, kehamilan yang tidak diinginkan memicu perbuatan aborsi yang tidak aman, hingga terjadi pendarahan, Pendarahan akibat aborsi ini pun banyak terjadi pada kalangan remaja, akibat dari pergaulan bebas. Karena malu atau takut ketahuan, biasanya mereka mendatangi dukun beranak untuk menggugurkan, bukannya ke dokter atau bidan apalagi rumah sakit. Pendarahan berikutnya banyak terjadi pada ibu yang kurang pengetahuan terhadap kehamilan, biasanya
dialami
ibu-ibu
muda
yang
mengandung
pertama.
(http://www.ambonekspres.com/index) Indonesia adalah salah satu negara yang melarang praktek aborsi. Hal ini ditegaskan dalam UU kesehatan No 23 tahun 1992. Bahkan KUHP dengan tegas melarang tindakan abaorsi apapun alasannya kecuali untuk menyalamatkan nyawa si ibu sebagaimana diatur dalam pasal 346, pasal 347, pasal 348,pasal 349 (Maria, 2006). Sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu,hanya saja muncul dalam bentuk komunikasi pendarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang di sebabkan komlikasi komplikasi sering tidak muncul dalam laporan kematian. Tetapi dilaporkan sebagai pendarahan atau sepsis. Hal itu terjadi hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilalarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, dilain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mudahnya
didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur sertan dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan (hanifah, 2007)
Berdasarkan paparan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang resiko aborsi dari kehamilan tak diinginkan (KTD) dikalangan remaja yang melakukan seks pranikah
1.2. Perumusan Masalah
Adanya resiko aborsi dari kehamilan yang tidak diinginkan terhadap remaja yang melakukan seks pranikah
1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan umum
Melakukan kajian teoritis tentang adanya resiko aborsi dari kehamilan yang tidak diinginkan terhadap remaja yang melakukan seks pranikah
1.3.2. Tujuan khusus
1.
Melakukan kajian teoritis tentang resiko aborsi dari kehamilan yang tidak diinginkan terhadap remaja yang melakukan seks pranikah
2.
Melakukan kajian teoritis tentang cara pencegahan remaja yang melakukan seks pranikah agar tidak melakukan aborsi dari kehamilan tidak diinginkan.
3.
Melakukan kajian teoritis tentang penyebab aborsi
dari kehamilan tidak
diinginkan terhadap remaja yang melakukan seks pranikah.