Bab I.docx

  • Uploaded by: nurlinda
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,760
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Keanekaragaman makhluk hidup dapat terjadi akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya. Sedangkan keanekaragaman dari makhluk hidup yang dapat terlihat dengan adanya persamaan ciri antar makhluk hidup. Untuk dapat mengenal makhluk hidup khususnya pada hewan yang berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya dapat dilakukan melalui pengamatan ciri-ciri morfologi, habitat, cara berkembang biak, jenis makanan, tingkah laku dan beberapa ciri lain yang dapat diamati (Anonim, 2012). Untuk mengetahui keanekaragaman jenis hewan pada suatu tempat dapat menentukan indeks keanekaragaman suatu komunitas, sangatlah diperlukan pengetahuan atau keterampilan dalam mengidentifikasi hewan. Bagi seorang yang sudah terbiasapun dalam melakukan identifikasi hewan sering membutuhkan waktu yang lama, apalagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk kajian dalam komunitas dan indeks keanekaragaman sering didasarkan pada kelompok hewan, misalnya familia, ordo atau kelas dan hal inipun dibutuhkan cukup keterampilan dan pengalaman (Anonim, 2012) Mengingat keanekaragaman spesies dan jumlah hewan yang berada di daerah tropis jauh lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang beriklim dingin. Untuk beberapa tujuan yang praktis ada suatu cara penentuan untuk mendukung indeks keanekaragaman suatu habitat/komunitas tampa harus mengetahui nama masing-masing jenis hewan sama atau tidak/berbeda pada pola pengurutan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak pada saat pengamatan dilapangan secara langsung (Anonim, 2012)

Adapun yang melatar belakangi diadakannya praktikum ini yaitu agar agar kita mengetahui bagaimana cara memasang perangkap dengan metode Light Trap serta dapat mengidentifikasi serangga nocturnal B. Tujuan Praktikum 1. Melatih mahasiswa mengenai cara pemasangan light trap dalam pengambilan sampel serangga nocturnal. 2. Melatih mahasiswa mengidentifikasi serangga nocturnal yang diperoleh dari light trap. 3. Mengamati pola distribusi temporal dan densitas dari serangga nocturnal pada lahan holtikultura. 4. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola distribusi temporal dan densitas dari serangga nocturnal pada lahan holtikultura. C. Waktu dan Tempat Hari/Tanggal

: Senin 20 November 2017

Waktu

: 20:34-22:00 WITA

Tempat

: Pulau Karampuan Mamuju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskriptip Serangga Nokturnal Bumi ini dihuni oleh berjuta jenis hewan yang berbeda dan setiap jenis memiliki perbedaan sendiri. Demikian juga dengan perilaku, hewan memiliki perilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis, dan sedikit pola perilaku yang dimiliki oleh semua jenis. Ketika semua jenis hewan memerlukan reproduksi, makan, dan juga mencoba untuk tidak menjadi santapan oleh makhluk apapun, semua jenis hewan memiliki beberapa tipe perilaku reproduksi, perilaku mencari makan, dan perilaku bertahan. Untuk sekian lama, seleksi alam juga memungkinkan jenis hewan tertentu untuk memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan perilaku, termasuk perilaku komunikasi,

perilaku

penguasaan wilayah, perilaku penyebaran (distribusi) dan perilaku social (Sukarsono, 2009). Perilaku distribusi atau sebaran merupakan gerakan individu makhluk atau bentuk kecilnya (misal spora, biji, telur, kista, larvae, bentuk dewasa, dan lainlain) ke dalam atau ke luar populasi atau daerah populasi. Sebaran ada tiga macam ialah emigrasi ialah gerakan searah ke luar, imigrasi adalah gerakan searah ke dalam dan migrasi adalah gerakan periodic berangkat dan kembali, dan ini yang biasa termasuk dalam distribusi temporal (sebaran yang dibatasi oleh faktor lingkungan abiotik) (Soetjipta, 2006). Menurut Michael (1994), struktur suatu komunitas alamiah tergantung pada cara di mana hewan tersebar atau terpencar di dalamnya. Pola persebaran tergantung pada sifat fisika-kimia lingkungan atau keistimewan biologis moluska itu sendiri. Keanekaragaman tak terbatas dari pola persebaran demikian yang terjadi dalam alam secara kasar dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

a. Persebaran teratur atau seragam, dimana individu-individu terdapat pada tempat-tempat tertentu dalam komunitas, b. Persebaran acak, dimana individu-individu menyebar dalam beberapa tempat dan mengelompok dalam tempat lainnya, c. Persebaran berumpun, dimana individu-individu selalu ada dalam kelompokkelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Pola persebaran acak menunjukkan terdapat keseragaman (homogenitas) kondisi lingkungannya. Pola sebaran random dapat disebabkan oleh pengaruh negative persaingan sumberdaya diantara individu anggota populasi itu. Sedangkan pola sebaran mengelompok dapat disebabkan oleh sifat agregarius adanya keragaman (heterogenitas) kondisi lingkungan ketersediaan makanan, perkawinan, pertahanan, perilaku sosialnya, serta factor persaingan (Dharmawan, dkk, 2005). Prinsip Allee tentang pengelompokkan yaitu,

pengelompokkan dan

kerapatan berkaitan dengan pertumbuhan yang optimal serta kelangsungan hidup suatu populasi berbeda menurut spesies dan kondisi; dengan demikian maka kurangnya tingkat kerapatan (berdesakan) dan

berdesakan secara berlebihan

merupakan pembatas suatu populasi (Dharmawan, dkk, 2005). Salah satu factor yang mempengaruhi pola distribusi temporal atau sebaran daripada

hewan-hewan

dalam

komunitasnya

adalah

tingkah

laku.

Dharmawan,dkk (2005), menyatakan bahwa tingkah laku adalah reaksi terhadap keadaan tertentu yang faktor penyebabnya dapat berasal dari luar dan dari dalam tubuh, faktor dari dalam tubuh dinyatakan sebagai faktor motivasional yang menentukan arah dan intensitas dari penampilan tingkah laku. Reaksi dari suatu hewan ditentukan oleh kemampuan potensial indra. Potensial alat indra itu menyangkut beberapa aspek: yaitu: (1)

kepekaan, (2) Diskriminasi, dan (3)

lokalisasi. Kepekaan adalah kekuatan indra untuk menangkap rangsangan, misalnya penglihatan burung hantu sangat peka karena dapat melihat pada cahaya yang

tidak terang, sedangkan penglihatan kelelawar tidak peka karena tidak dapat melihat meskipun pada siang hari sangat terang. Diskriminasi adalah kemampuan untuk membedakan rangsang, baik kekuatan maupun macamnya. Kemampuan untuk membedakan kekuatan rangsang penting untuk menentukan perlu atau tidaknya respon dan tinggi rendahnya respon. Rangsang yang mengenai hewan dalam satu waktu lebih dari satu macam. Dengan kemampuan deskriminasi hewan dapat menentukan rangsang mana yang perlu direspon lebih dulu, dan rangsang mana yang tidak perlu direspon atau direspon kemudian. Lokalisasi adalah kemampuan untuk menempatkan sumber rangsang dalam ruang. Lokalisasi meliputi aspek arah dan jarak (Dharmawan, dkk, 2005). Untuk mempertahankan hidupnya, organisme perlu melakukan adaptasi tingkah laku terhahap lingkungan. Pada hewan, Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya muncul dalam bentuk gerakan untuk menanggapi rangsangan yang mengenai dirinya. Rangsangan itu dapat berasal dari luar dan dari dalam tubuhnya sendiri. Nokturnal adalah salah satu bentuk adaptasi dari luar (lingkungan). Hewan yang bisa beraktivitas pada malam hari, contohnya pada serangga adalah walang sangit (Dharmawan,dkk, 2005). Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi sekarang ini. Serangga merupakan salah satu kelas Insecta dari phylum Arthropoda yang dalam jumlahnya, mereka melebihi semua hewan melata daratan lainnya dan praktis mereka terdapat di mana-mana. Beberapa ratus jenis yang berbeda telah diuraikan tiga kali lebih banyak daraipada sisa dunia hewan (Borror,dkk, 1992). Serangga berdasarkan aktivitasnya dapat digolongkan dalam dua kategori, yakni serangga nocturnal (serangga yang beraktivitas pada malam hari) dan serangga diurnal (serangga yang dapat beraktivitas disiang hari). Serangga malam merupakan golongan hewan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk beraktivitas pada malam hari. Menurut Odum (1993:194) bahwa kelompokkelompok organisme memperlihatkan pola kegiatan yang sinkron dalam satu daur

hidup siang maupun malam. Seperti misalnya serangga tertentu hanya aktif pada malam hari dan ada yang aktif siang hari. B. Metode Light Trap Pada pengamatan ini kami menggunakan metode light trap. Light trap atau perangkap cahaya pada dasarnya digunakan berdasarkan perilaku kebanyakan serangga yang tertarik akan sumber cahaya. Dapat digunakan pada berbagai panjang gelombang cahaya sebagai agen antraktan. Jenis-jenis variasi perangkap jebakan ini dapat dilengkapi dengan menggunakan corong yang mengarahkan pada bak pengumpulan koleksi. Corong atau bak penampung dapat dibuat dari metal, plastik, kayu dan haed paper. Perangkat jebakan dapat dipasang tannpa pelindung. Namun, jika digunakan untuk beberapa hari diperlukan pelindung untuk mencegah air hujan masuk. Pelindung bisa menggunakan bahan apa saja yang kuat dan kedap air (Odum Menurut Anonim (2012), ada beberapa factor-faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga antara lain : 1. Faktor dalam Faktor dalam yang mempengaruhi daya tahan serangga untuk dapat tetap hidup dan berkembang biak antara lain : a. Kemampuan berkembang biak Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh kecepatan berkembang biak, keperidian dan fekunditas. Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan jenis serangga untuk melahirkan keturunan baru. Serangga umumnya memiliki keperidian yang cukup tinggi. Semakin kecil ukuran serangga, biasanya semakin besar keperidiannya. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor betina untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan, maka lebih tinggi kemapuan berkembang biaknya. Kecepatan berkembang biak dari sejak terjadinya telur sampai menjadi dewasa yang siap berkembang biak, tergantung dari lamanya

siklus hidup serangga. Serangga yang memiliki siklus hidupnya pendek, akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering dibandingkan serangga lainnya yang memiliki siklus hidup lebih lama. b. Perbandingan kelamin Perbandingan jenis kelamin antara jumlah derangga jantan dan betina yang diturunkan serangga betina kadang-kadang berbeda, misalnya antara jenis betina dan jenis jantan dari keturunan penggerak batang (Tryporyza) adalah dua berbanding satu, lebih banyak jenis betinanya. Suatu perbandingan yang menunjukkan jumlah betina lebih besar dari jumlah jantan, diharapkan akan menghasilkan populasi keturunan berikutnya yang lebih besar bila dibandingkan dengan suatu populasi yang memiliki perbandingan yang menunjukkan jumlah jantan yang lebih besar dari pada jumlah betina. Perbedaan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan, diantaranya keadaan musim dan kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat, maka akan lahir jenis betinabetina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan berkembang biak di tempat-tempat yang baru. Pada musim panas, telur-telur betina hasil pembiakan secara parthegenesis akan menghasilkan individu-individu jenis jantan maupun jenis betina yang selanjutnya menghasilkan telur-telur yang di buahi. c. Sifat mempertahankan diri Untuk memepertahankan kelangsungan hidupnya, serangga memiliki alat atau kemampuan untuk melindungi diri dari serangan musuhnya. Misalnya ulat melindungi diri dengan bulu atau selubungnya. Beberapa spesies serangga dapat mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya, atau memiliki alat penusuk untuk membunuh lawan atau mangsanya. Kebanyakan serangga akan berusaha menghindar atau meloloskan diri bila terganggu atau di serang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang dan tenggelam.

Beberapa perlindungan serangga untuk melawan musuhnya yaitu : 1). Kamuflase (penyamaran), Digunakan serangga berbaur pada lingkungan mereka agar terhindar dari pendeteksian pemangsa, seperti menyerupai ranting atau daun tanaman. 2). Taktik menakuti musuh, yaitu serangga tertentu mampu mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga lain agar terhindar dari pemangsanya dengan istilah serangga mimikri. Cara meniru serangga mimikri terhadap serangga lain, misalnya perilaku, ukuran tubuh maupun bentuk pola warna. 3).

Pengeluaran senyawa kimia dan alat penusuk (penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan senyawa kimia beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. Terdapat alat penusuk pada serangga

digunakan

untuk

menyengat

atau

membunuh

lawan/mangsanya. d.

Daur hidup Daur hidup adalah waktu yang dibutuhkan semenjak terjadinya telur sampai serangga menjadi dewasa yang siap untuk berkembang biak. Daur hidup serangga umumnya pendek. Serangga yang memiliki daur hidup yang pendek akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering bila dibandinng dengan serangga lainnya yang memiliki daur hidup lebih lama.

e. Umur imago (serangga dewasa) Pada umumnya imago dari seekor serangga berumur pendek, misalnya ngengat (imago) tryporyza innotata berumur 4-14 hari. Umur imago yang lebih lama, misalnya kumbang betina sitophilos oryzae umurnya dapat mencapai antara 3-5 bulan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk bertelur lebih sering.

2. Faktor luar Faktor luar yang dapat mempengaruhi kehidupan serangga untuk bertahan hidup dan berkembang biak yaitu: a. Faktor fisis 1). Suhu/temperature Setiap spesies serangga mempunyai jangkauan suhu yang efektif adalah suhu minimum. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat mengalami kematian. Efek ini terlihat pada proses fisiologis serangga, dimana pada suhu tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada suhu yang lain. Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15ยบC (suhu minimum), 25ยบC suhu optimum dan 45ยบC (suhu maksimum). Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit. 2). Kelemahan hujan Air merupakan kebutuhan yang mutlak dioerlukan bagi makhluk hidup termasuk serangga. Namun, kebanyakan air seperti banjir dan hujan lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga ternasuk juga berbagai jenis kupu-kupu yang sedang beterbangan serta dapat menghanyutkan larva yang baru menetas. Umumnya serangga memperoleh air melalui makanan yang mengandung air. Secara langsung biasanya serangga tidak terpengaruh oleh curah hujan normal, namun hujan yang lebat secara fisik akan menekan populasi serangga. Curah hujan juga memberikan efek secara tidak langsung terhadap kelembaban suatu lahan, kelembaban diudara dan tersedianya tanaman sebagai

makanan

serangga.

Seperti

halnya

suhu,

serangga

membutuhkan kelembaban tertentu/sesuai bagi perkembangannya. Pada umunya serangga membutuhkan kelembaban tinggi bagi tubunhnya

yang dapat diperoleh langsung melalui udara dan tanaman yang mengandung air. 3). Cahaya, warna dan bau Cahaya adalah faktor ekologi yang besar pengaruhnya bagi serangga, diantaranya lamanya hidup, cara bertelur dan berubahnya arah terbang. Banyak jenis serangga yang memiliki reaksi positif terhadap cahaya dan tertarik oleh sesuatu warna, misalnya warna kuning atau hijau. Beberapa jenis serangga diantaranya mempunyai ketertarikan tersendiri terhadap suatu warna dan bau, misalnya terhadap warna-warna bunga. Akan tetapi ada juga yang tidak menyukai bau tertentu. 4). Angin Angina dapat berpengaruh secara langsung terhadap kelembaban dan proses penguapan badan serangga dan juga berperan besar dalam penyebaran suatu serangga dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Baik memiliki ukuran sayap besar maupun kecil dapat membawa beberapa ratus meter di udara bahkan ribuan kilometer. 5). Makanan Tersedianya makanan baik berkualitas yang cocok maupun kualitas yang cukup bagi serangga akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat. Sebaliknya, apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga dapat menurun. b. Faktor hayati/biologi Faktor hayati atau faktor biologi berupa predator, parasite, patogen atau musuh-musuh alami bagi serangga. 1). Predator Predator yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain. Istilah predatisme adalah suatu bentuk simbiosis dari dua individu yang salah satu diantara individu tersebut menyerang

atau memakan individu lainnya satu atau lebih spesies untuk kepentingan hidupnya yang dapat dilakukan dengan berulang-ulang. Individu yang diserang disebut mangsa. 2). Parasit Parasitisme adalah bentuk simbiosis dari dua individu yang satu tinggal, berlindung atau individu lainnya disebut inang, selama hidupnya atau sebagian dari maa hidupnya. Bagi parasit, inang adalah habitatnya sedangkan mangsa bagi predator bukan merupakan habitatnya, selain itu pada umunya parasit memerlukan suatu individu inang bagi pertumbuhannya, apakah dalam jangka waktu sampai dewasa atau hanya sebagian dari stadia hidupnya. Predator pada umunya lebih aktif dan mempunyai daur hidup yang lebih panjang, sedangkan predator memerlukan beberapa mangsa selama hidupnya. Predator pada umunya lebih aktif dan mempunyai daur hidup yang lebih panjang, sedangkan parasit tidak banyak bergerak, agak menetap dan cenderung memiliki daur hidup yang pendek. Dmikian pula ukuran tubuh predator lebih besar bila dibandingkan dengan mangsanya, sedangkan parasit pada umunya memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil bila dibandingkan dengan inangnya.

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan 1. Alat a.

Jaring serangga berbentuk prisma

b. Botol selei

3 Buah

3 Buah

c. Kain putih berukuran 1 meter

3 Helai

d. Tongkat kayu

12 Batang

e. Tali raffia

1 Rol

f. Kabel listrik

30 Meter

g. Bohlam (bola lampu)

3 Buah

h. Jenset/lampu petromax

1 Buah

i. Meteran

1 Buah

j. Senter

3 Buah

k. Lup

1 Buah

l. Kamera digital

1 Buah

m. SCT meter

1 buah

n. Soil tester

1 buah

o. Thermohigrometer

1 buah

2. Bahan a. Bensin

10 Liter

b. Kertas karton B. Tahapan Praktikum Praktek ini dibagi dalam 4 tahap pelaksanaan penting, yaitu penentuan lokasi pemasangan light trap, pengambilan sampel, identifikasi dan penghitungan densitas nisbi dan penentuan pola distribusi temporal, dan analisis data.

1. Penentuan Lokasi Pemasangan Light Trap Mengingat lahan kebun raya Soerjo sangat luas, kami memilih lahan holtikultura yang ditumbuhi banyak brokoli dan wortel yang masih kecil sebagai tempat pemasangan light trap. Setelah lokasi ditentukan selanjutnya dilakukan pemasangan light trap. 2. Pengambilan Sampel Serangga Nocturnal Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. b. Ukur jarak perangkap pertama dengan perangkap kedua, perangkap kedua dengan perangkap ke 3, usahakan jarak antara satu perangkap dengan perangkap lainnya adalah sama. c. Gabungkan 4 batang tongkat kayu, lalu ikatkan salah satu ujungnya, sedangkan ujung yang lain dibuka dan tancapkan ke dalam tanah hingga membentuk bangun prisma. d. Ikat masing-masing ujung jala serangga pada tongkat kayu yang telah dipancangkan dan kayu tersebut di berikan kain (kain mengelilingi kayu) tempat serangga yang akan di amati nanti. e. Lintaskan saklar listrik pada perangkap yang telah dibuat, kemudian dihubungkan dengan jenset. f. Pasangkan bola lampu listrik 60 watt pada ujung prisma perangkap serangga yang telah dibuat dalam posisi menggantung. g. Tepat pukul 6 nyalakan jenset, kemudian hidupkan stop kontak lampu, agar arus listrik mengalir dan bola lampu yang telah dipasangkan pada perangkap menyala. h. Lakukan pengambilan serangga dengan rentang waktu 1 x 1 jam, demikian seterusnya hingga pengamatan ke 4. i. Masukan serangga yang diambil pada tahapan pengambilan pertama dari 3 perangkap serangga yang telah dipasang pada botol selei yang berbeda. j. Letakan serangga pada kertas karton.

k. Pada saat pengambilan sampel serangga nocturnal, lakukan pula pengukuran factor-faktor fisik seperti suhu tanah dengan SCT meter, derajat keasaman tanah (pH) dan kelembaban tanah menggunakan soil tester, serta suhu dan kelembaban udara menggunakan thermohigrometer pada keempat kali pengamatan tersebut. l. Ulangi kegiatan h, i, j, dan k untuk tahapan pengambilan berikutnya. Gambar Pemasangan Metode Light Trap

Jenset

saklar

perangkap I

perangkap II

Perangkap III

3. Identifikasi spesimen dan penghitungan keanekaragaman Serangga

nocturnal

yang

diperoleh

dari

keempat

pengamatan

diidentifikasi minimal sampai pada tingkat family dengan cara mengamati ciri-ciri morfologi masing-masing spesies dengan menggunakan lup. Ciri-ciri ini dicocokkan dengan buku kunci identifikasi serangga yang telah disiapkan sebelumnya atau minta petunjuk ari dosen yang berkompeten. Setelah itu, hasil data diisikan dalam lembar data yang telah disiapkan di bawah ini, untuk selanjutnya dilakukan analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan Lembar Data Jumlah Individu Berbagai Jenis Serangga Nocturnal Tangkapan Metode Light Trap N o

Spesies serangga nokturnal

Family

Ordo

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

Kupu-kupu (Hypolimnas bolina) Laba-laba (Araneus sp) Jangkrik (Gryllus mitratus) Belalang (Valanga sp) Kumbang (Coleoptera) Nyamuk (Anopheles ludlowi) Lalat buah (Drosophila melanogaster) Semut (Dolichoderus throracicus)

Nymphalidae rafinesque Araaneidae

Lepodoptera Linnaeus Araneae

1

0

0

0

0

0

1

0

2

1

1

3

9

2

0

0

0

0

2

0

2

0

0

0

0

6

Grylidae

Orthoptera

1

1

1

0

0

0

0

0

0

0

0

1

3

Kecoa (Periplaneta orintealis) Jumlah

Blattellidae

2 3 4 5 6 7

8

9

Jumlah individu per pengamatan I II III IV (20:00) (21:00) (22:00) (23:00) U U U U U U U U U U U U

Total

Acrididae

Orthoptera

0

2

5

2

4

0

0

4

0

0

0

0

21

Coccineliadae

Coleoptera

7

0

1

1

1

0

2

1

5

1

2

1

19

Culicidae

Diptera

0

0

5

0

0

2

1

0

1

3

1

4

15

Drosophilidae

Diptera

0

0

5

2

2 0

7

1 7

5

1

1

0

1

68

Formicidae

Hymoptera

0

0

0

0

0

0

2

0

1

6

0

0

5

Orthoptera

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

5

3

1 7

1 2

2 7

1 0

2 2

1 2

1 6

1 1

4

9

147

Tabel 1. Densitas Serangga Nokturnal Pada Lahan Holtikultura

No

Spesies Serangga Nokturnal

Total Perlakuan per jam 20.00 20.30 21.00 21.30

Densitas Relatif (%) 20.00 20.30 21.00

21.30

Kupu-kupu 1

26,44 1

-

3

5

4,16

-

7,31

15,15

2

2

-

-

8,33

4

-

-

2

-

-

-

8,33

-

-

-

7

6

4

5

29,16

12

9,75

15,15

1

4

8

8

4,16

8

19,51

24,24

5

1

7

2

20,83

2

17,07

6,0

6

35

16

12

25

70

39,02

36,36

Laba-laba 2

12,33

Jangkrik

8,33

3 Belalang

66,06

4 Kumbang 5

7,67

Nyamuk

45,96

6 Lalat buah 7 8

Kelompok semut Kecoa

9

170 11,31 -

2

3

-

-

4

7,31

-

-

-

-

1

-

-

-

3,30

24

50

41

33

3,30

Jumlah

351,75

1. Densitas/kerapatan/kepadatan relatif Densitas relative (DR)

๐‘ซ๐‘น =

๐‰๐ฎ๐ฆ๐ฅ๐š๐ก ๐‰๐ž๐ง๐ข๐ฌ ๐ญ๐จ๐ญ๐š๐ฅ ๐ฌ๐ž๐ฅ๐ฎ๐ซ๐ฎ๐ก ๐ฃ๐ž๐ง๐ข๐ฌ

x100%

Tabel 2. Distribusi temporal serangga nocturnal pada lahan holtikultura dengan menggunakan indeks Morista

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Spesies Serangga Nocturnal Kupu-kupu Laba-laba Jangkrik Belalang Kumbang Nyamuk Lalat buah Kelompok semut Kecoa Jumlah

Jumlah Individu Tiap Jebakan 20.00 20.30 21.00 1 3 2 2 2 7 6 4 1 4 8 5 1 7 6 35 16 2 3 24 50 41

X2 21.30 5 5 8 2 12 1 33

81 16 4 484 441 225 4761 25 1 6038

Keterangan

๐šบX= 148 (๐šบX)2= 6038 ๐šบX2=21.904 N=3 11,13

2. Indeks morista Untuk mengetahui pola distribusi atau sebaran spesies digunakan indeks dispersi morista ๏ƒฆ N๏ƒฅ X 2 ๏€ญ๏ƒฅ X I ๏€ฝ๏ƒง ๏ƒง ๏€จ X ๏€ฉ2 ๏€ญ X ๏ƒฅ ๏ƒจ ๏ƒฅ

๏ƒถ ๏ƒท ๏ƒท ๏ƒธ

Dimana : I = Indeks Morista N = Jumlah seluruh jebakan X = Jumlah individu pada setiap jebakan Apabila

I = 1, penyebaran spesies tersebut random I > 1, penyebaran spesies tersebut berkelompok I < 1, penyebaran spesies tersebut teratur

Serangga Malam 6

Kunang-kunang Belalang

5

Kutu daun bersayap Amphididae

Jumlah

4

Kupu-kupu malam Diptera colicidae

3

Formisidae Formisidae merang

2

Dhoropophila (lalat buah) Diptera cilicidae

1

Coleoptera Homipthora

0 0.8

0.9

10.3

12.3

Amphididae

B. Pembahasan Serangga atau insecta adalah salah satu kelas avertebrata didalam filum arthopoda yang memiliki kerangka luar (exoskeleton) berkitin, tubuh yang terbagi atas tiga bagian (kepala, thoraks, dan abdomen), tiga pasang kaki (enam kaki hexapoda) yang pangkalnya menyatu, mata majemuk, dan sepasang antenna. Serangga termasuk salah satu kelompok hewan beragam mencakup lebih dari satu juta spesies dan menggambarkan lebih dari setengah organisme hidup yang telah diketahui hidup di dunia. Serangga noktunal adalah kata sifat yang digunakan untuk menggambarkan organisme yang aktif pada malam hari. Biasanya, hewan yang aktif di malam hari digambarkan sebagai noktunal, tetapi ada banyak jenis tumbuhan yang menunjukkan ini juga. Kendala utama untuk makhluk noktunal adalah sedemikian rupa sehingga malam menjadi berkat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Ada banyak adaptasi yang ditunjukkan oleh hewan noktunal, untuk memaksimalkan penggunaan malam hari. Kebutuhan biologis dasar seperti kegiatanmakan dan berkembang biak dilakukan selama waktu organisme aktif, yang merupakan malam hari dalalm kasus ini. Terlepas dari kurangnya sinar matahari, adanya suara yang sangat rendah di malam hari. Pada praktikum tentang serangga malam yang dilakukan pada tanggal 20 November di Pulau Karampuang, Mamuju, kami mendapatkan hasil bahwa terdapat serangga dari berbagai spesies. Dan pada praktikum dapat diketahui bagaimana tingkat keanekaragaman serangga di sekitar Pulau Karampuang, Mamuju yang menjadi lokasi praktikum kami. Pada hasil pengamatan untuk serangga malam didapatkan 6 spesies serangga dari beberapa jenis kelas insekta. Pada pengamatan pertama pukul

pertama pukul 20.00 ditemukan

beberapa spesies pada kupu-kupu, 1 speses laba-laba dan 1spesies jangkrik. Pada prisma II ditemukan 2 spesies belalang dan I spesies jangkrik, sedangkan pada prisma III terdapat spesies jangkrik, 5 spesies belalang, 1 spesies kumbang, 5 spesies nyamuk dan 5 spesies lalat buah. Untuk pengamatan terakhir pada pukul 21.30 pada prisma I kemabali ditemukan beberapa spesies seperti 1 kupu-kupu, 3 kumbang, 8 lalat buah, Inyamuk dan I belalang. Pada prisma II terdapat 1 kupu-kupu, 1 kumbang, 2 amuk, 3 belalang dan 1 kecoa. Sedangkan pada prisma III ditemukan 4 kumbang, 2 belalang, 3kupu-kupu dan 4 lalat buah. Setelah melakukan perhitungan melalui rumus densitas relatif maka dapat diketahui densitas relatif dari kupu-kupu 26.44, laba-laba 12.33, jangkrik 8,33, belalang 66.06, kumbang 7.67, nyamuk 45.96, lalat buah 170.38, kelompok semut 11.31 dan kecoa 3,30 untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 1. Sedangkan pada perhitungan indeks moritas hewan yang didapatkan dapat diperoleh indeks moritas dari kupu-kupu 81, laba-laba 16, jangkrik 4, belalang 484, kumbang 441, nyamuk 225, lalat buah 4761, kelopak semut 25 dan kecoa 1.

Pada pengamatan yang lain pada

perangkap pertama lebih banyak

seerangga yang terperangkap daripada perangkap yang lain karen pada perangkap pertama cahaya lampu leboh terang sehingga lebih banyak pula serangga yang tertarik dan akhirnya terperangkap. Pada pengamata ini pula kebanyakan serangga kecil daripada serangga yang besar. Sama seperti pada pengamatan yang kami lakukan lebih banyak serangga kecil seperti lalat buah, nyamuk dan semut. Serangga tertarik pada lampu karena serangga meggunakan cahaya sebagai sistem navigasi (penunjuk arah). Kebanyakan serangga bergerak mendekat menuju sumber cahaya, namun ada beberapa serangga misalnya kecoa, yang bergeak menjauhi cahaya. Pada malam hari serangga menggunakan cahaya bulan sebagai sistem navigasinya. Serangga akan terbang lurus pada arah dan sudut tertentu terhadapa cahaya bulan. Ketika ada bola lampu, sumber cahaya yang lebih dekat dari bulan, serangga akan menangkap dan merpersepsikan cahaya yang masuk dari salah satu mata lebih kuat dibandingkan dengan cahaya yang masuk dari mata lainnya. Cahaya lampu tersebut mengganggu sistem navigasi alamiahnya, menyebabkan salah satu sayapnya bergerak labih cepat, sehingga serangga akan bergerak seperti spiral mendekati lampu tersebut. Selain memancarkan cahaya, lampu juga memancarkan sianr ultraviolet dan panas yang juga dapat menarik perhatian beberapa serangga. Perbedaan jenis hewan yang ditemukan pada setiap lokasi menunjukkan bahwa insekta mempunyai banyak jenis. Perbedaan jenis hewan yang ditemukan ada yang biasa aktif pada siang hari dan serangga malam (nokturnal) pada pengamatan menunjukkan adanya pengaruh lingkungan terhadap aktivitas setiap spesies. Serangga yang keluar pada malam hari umumnya bertujuan untuk kawin. Secara alami, cahaya bulan adalah pedoman arah untuk bertemu dengan pasangan mereka. Dengan jebakan yang kami buat menggunakan pencahayaaan dari lampu petromak, lampu yang kami ini mengeco seranggAa sehingga mereka tertarik ke lampu yang dibuat tidak lagi terbang menuju arah bulan melainkan

hanya berputar-putar disekitar lampu tersebut. Dengan alasan ini juga mengapa banyak serangga pada malam hari terdapat dirumah kita karena mereka terkeco dengan cahaya lampu yang ada dirumah sehingga mereka tidak lagi pergi menuju cahaya bulan dan malah terjebak dirumah kita. Faktor-faktor yang menyebabkan banyak sedikitnya serangga yang terperangkap yakni yang pertama faktor lingkungan. Apabila lingkungan sekitar perangkap terdapat banyak makanan maka semakin banyak pula serangga yang akan mendekat pada perangkap itu. Faktor cuaca juga sangat mempengaruhi apabila cuaca saat pemasangan perangkap seperti hujan, maka akan semakin sedikit serangga yang akan terperangkap. Dan semakin terang cahaya lamapu pada perangkap maka akan semakin banyak pula serangga yang terperangkap. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat pemasangan jebakan masih memiliki ekosistem yang baik bisa dilihat dari banyakya serangga yang kami peroleh.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat kami peroleh dari praktikum ini yaitu: Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, yaitu ukur jarak perangkap pertama dengan perangkap kedua, perangkap kedua dengan perangkap ketiga,usahakan jarak antar satu perangkap dengan perangkap lainnya adalah sama. Lalu gabungkan empat batang tongkat kayu, lalu ikatkan salah satu ujungnya, sedangkan ujung yang lain dibuka dan tancapkan kedalam tanah hingga membentuk bangun prisma. Setelah itu ikat masing-masing ujung jalah serangga pada togkat kayu yang telah ditancapkan dan kayu tersebut diberikan kain (kain mengelilingi kayu) tempat serangga yang akan diamati nanti, lintaskan saklar listrik pada peragkap yang telah dibuat, kemudian dihubungkan dengan gengset dan pasangkat bola lampu listrik 60 wat pada ujung prisma perangkap serangga yang telah dibuat dalam posisi menggantungsetelah tepat pukul 6 nyalakan gengset, kemudian hidupkan stop kontak lampu, aga arus listrik mengalir dan bola lampu yang telah dipasangkan pada perangkap menyala, lakukan pengambilan serangga dengan rentang waktu satu kali satu jam, demikian seterusnya hingga pengamatan keempat. Kemudian masukkan serangga yang diambil pada tahapan pengambilan pertama dari tiga perangkap serangga pada kertas karton. Pada saat pengambilan sempel serangga nokturnal, lakukan pula pengukuran faktorfaktor fisik seperti suhu tanah dengan SCT meter, derajat keasaman tanah (pH) dan kelembaban tanah dengan menggunakan soil tester, serta suhu dan kelembaban udara menggunkan termohigrometer pada ke empat kali pengamatan tersebut dan ulangi kegiatan h, i, j, dan k untuk pengambilan berikutnya.

2. Hewan yang didapat dari pengambilan sample dengan metode light trap diidentifikasi berdasarkan spesies, family, ordo, kemudian dari hasil identifikasi kita menentukan jenis hewan apa yang telah di dapat, apakah jenis hewan parasit/hama, atau yang lain. 3. Setelah dilakukan penghitungan melalui rumus densitas relatif maka dapat diketahui densitas relatif dari kupu-kupu 26. 44, laba-laba 12. 33, jangkrik 8. 33, belalang 66. 06, kumbang 7. 67, nyamuk 45. 96, lalat buah 170. 38, kelompok semut 11. 31, dan kecoa 3,30 (untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 1) sedangkan pada penghitungan indeks moritas dari kupu-kupu yaitu 81, labalaba 16, jangkrik 4, belalang 484, kumbang 441, nyamuk 225, lalat buah 4761, kelompok semut 25 dan kecoa 1. 4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadapat pola distribusi temporal dan densitas dari serangga nokturnal pada lahan holtikultura yaitu cahaya. Serangga tertarik pada lampu karena serangga menggunakan cahaya sebagai sistem navigasi (penunjuk arah). Kebanyak serangga bergerak mendekat menuju sumber cahaya, namun ada beberapa serangga misalnya kecoa yang bergerak menjauhi cahaya. Pada malam hari serangga menggunakan cahaya bulan sebagai sistem navigasinya. Serangga akan terbang lurus pada arah dan sudut tertentu terhadap cahaya bulan. Ketika ada bola lampu, sumber cahaya yang lebih dekat dari bulan serangga akan menangkap dan mempersepsikan cahaya yang masuk dari salah satu mata lebih kuat dibadingkan dengan cahaya yang masuk dari mata yang lainnya. B. Saran Berhaiti-hatilah ketika menggunakan lampu agar tidak terjadi kebakaran sebaiknya menggunakan pengaman untuk mengambil hewan yang terperangkap agar tidak terkena gigitan serangga.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2012. Laporan Tentang Ekologi Hewan (Online). (http://www.uky.edu/Ag/Entomology/ytfacts/4h/unit2/html). Diakses pada tanggal 20 desember 2017, pada pukul 09.00 WITA.

Dharmawan. 2005. Laporan Tentang Ekologi Hewan (Online). (http://abybiologi.blogspot.co.id/2012/10/hewan-nokturnal.html). Diakses pada tanggal 20 desember 2017, pada pukul 09.00 WITA. Michael. 1994. Pengantar Ekologi (Online). (http://www.designwarrior.net.lighttrap-lamps.html). Diakses pada tanggal 20 desember 2017, pada pukul 09.00 WITA. Odum.

1993. Laporan Tentang Ekologi Hewan (Online). (http://abybiologi.blogspot.co.id/2012/10/hewan-nokturnal.html). Diakses pada tanggal 20 desember 2017, pada pukul 09.00 WITA.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"