Bab I.docx

  • Uploaded by: Iqbal Kannibal
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,127
  • Pages: 9
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di Indonesia, hingga akhir abad ke-19 M, pola pendidikan dualistik masih berkembang, yakni sistem dalam pendidikan kolonial dan sistem pendidikan Islam tradisional, seperti pondok pesantren. Kedua sistem pendidikan tersebut banyak mempunyai perbedaan yang mendasar, bukan hanya metode, tetapi juga dari segi kurikulum dan tujuannya. Di dalam pondok pesantren siswa atau biasa disebut santri bebas untuk memilih bidang studi dan guru yang diinginkan. Sistem yang dipergunakan dua macam, yaitu sorogan dan bandongan atau wetonan. .Sorogan adalah sistem pendidikan dimana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan dan mengartikan kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau Wetonan adalah sang kyai membaca, mengartikan dan menjelaskan maksud teks dari kitab tertentu namun sang santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang kyai.Sistem pendidikan semasa itu hanya berorientasi pada hafalan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadist, Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini berlangsung hingga awal abad ke-20. Sudah barang tentu di sekolah Belanda para murid tidak diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.Melihat kenyataan ini K.H Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan bagi umat Islam.Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang berakhlaqul karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan, cakap, serta bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi teknik adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan modern terutama system/model pembelajaran yang diterapkan selama pelaksanaan pendidikan.

A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka penyusun membuat suatu rumusan masalah, yaitu : 1.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi pendidikan muhammadiyah ?

2.

Cita-cita pendidikan muhammadiyah ?

3.

Bentuk dan model pendidikan muhammdiyah ?

4. Pemikiran dan praktis pendidikan muhammdiyah ? 5. Tantangan dan revitalisasi pendidikan muhammdiyah?

C. Tujuan 1.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pendidikan muhammadiyah.

2.

Untuk mengetahui cita-cita pendidikan muhammadiyah.

3.

Untuk mengetahui bentuk dan model pendidikan muhammdiyah.

4.

Pemikiran dan praktis pendidikan muhammdiyah ?

5.

Tantangan dan revitalisasi pendidikan muhammdiyah?

BAB II PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Pendidikan Muhammadiyah Menurut Mustafa Kemal Pasha dan Ahmad Adaby Darban mengatakan bahwa secara garis besar faktor utama yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah adalah: 1. Faktor subjektif. Faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan hasil pendalaman Ahmad Dahlan terhadap al-Qur`an. Selain gemar membaca al-Qur`an, ahmad Dahlan juga mengkaji isi kandungan al-Qur`an. Sikap ini pulalah yang dilakukan Ahmad dahlan ketika mengakaji QS Ali Imron ayat 104 yang artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, meyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” Dalam memahami seruan ayat ini, Ahmad Dahlan tergerak hatinya membangun sebuah perkumpulan atau organisasi yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat. 2. Faktor objektif. Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah, yang dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yakni faktor-faktor yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia dan eksternal yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia. 3. Faktor objektif bersifat internal, yakni ketidakmurnian ajaran Islam akibat tidak dijadikan al-Qur`an dan al-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat dan lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku khalifah Allah di bumi. 4. Faktor objektif eksternal, yaitu: semakin meningkatnya gerakan kristenisasi di tengahtengah masyarakat Indonesia dan penetrasi bangsa-bang Eropa terutama bangsa Belanda ke Indonesia. Demikian pula Mukti Ali menyimpulkan bahwa dari sekian banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah, setidaknya tersimpul dalam empat faktor yang utama. Pertama, ketidakbersihan dan campur aduk kehidupan agama Islam di Indonesia.Kedua, ketidakefisienan lembaga-lembaga pendidikan Islam Indonesia. Ketiga, aktifitas misi-misi Khatolik dan Protestan. Keempat, sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap merendahkan golongan intelegensia terhadap Islam. Sementara Achmad Jainuri menambahkan bahwa faktor eksternal kelahiran Muhammadiyah selain berkaitan dengan politik Belanda terhadap kaum muslimin Indonesia, juga karena pengaruh ide dan gerakan di Timur Tengah,dan juga kesadaran beberap pemimpin Islam terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh Barat. Dalam perspektif Islam, kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran tanggung jawab sosial yang ada masa itu sangat terabaikan. Dengan kata lain doktrin sosial tidak digumulkan dengan realitas kehidupan umat. Muhammadiyah mencanangkan agenda perjuangan yang sejalan dengan gagasan-gagasan modernisasi Islam yang berkembang di dunia Islam. Purifikasi, kembali kepada al-Qur`an dan

Sunnah, kritik terhadap taqlid untuk membuka kembali pintu ijtihad, modernisasi pendidikan, dan aktivisme sosial merupakan agenda-agenda utama Muhammadiyah. B. Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan. Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat alMa’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang mesti dikembangkan oleh pendidikan Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekkan Kyai Dahlan.Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya. Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai

sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar menjangkiti seluruh warga Muhammadiyah.Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan untuk menuju pada kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini hampir di semua daerah kabupaten atau kota terdapat sekolah unggul Muhammadiyah, terutama untuk tingkat TK dan Sekolah Dasar. Sekolah yang dianggap unggul oleh masyarakat sehingga mereka menyekolahkan anak-anak di situ pada umumnya ada dua tipe; sekolah model konvensional tetapi memiliki mutu akademik yang tinggi, atau sekolah model baru dengan menawarkan metode pembelajaran mutakhir yang lebih interaktif sehingga memiliki daya panggil luas. Apabila Muhammadiyah benar-benar mau membangun sekolah/universitas unggul maka harus ada keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara tegas bagaimana posisi lembagalembaga pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan nasional, dan kedudukannya yang strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan orientasi filosofis ini jelas sangat membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang sejauh ini kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus ada keberanian memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah.Model pondok gontor bisa dijadikan alternatif, dengan bahasa dan kebebasan berpikir terbukti mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia-manusia yang unggul. Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Filsafat yang dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensinya logika, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya. Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan melalui jalur pendidikan.Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba di semua lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah satu upaya Muhammadiyah agar setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia diciptakan oleh Allah semata-mata untuk berbakti kepada-Nya.Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadirahmatan lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern.Dasarnya adalah Allah berfirman: “Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus (melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-rahman/55:33).

Muhammadiyah konsekwen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur pendidikan. Ada beberapa tipe pendidikan Muhammadiyah: 1.

Tipe Muallimin/Mualimat Yogyakarta (pondok pesantren)

2.

Tipe madrasah/Depag; Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah

3. Tipe sekolah/ Diknas; TK, SD, SMP, SMA/ SMK, Universitas/ST/ Politeknik/ Akademi 4.

Madrasah Diniyah, dan lain-lain

Orientasi pembaharuan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama yang ingin dicapai oleh Muhammadiyah, hal ini tergambar dari tujuan pendidikan dalam Muhammadiyah, untuk mencetak peserta didik/lulusan sekolah Muhammadiyah, sebagai berikut: 1.

Memiliki jiwa Tauhid yang murni

2.

Beribadah hanya kepada Allah

3.

Berbakti kepada orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat

4.

Memiliki akhlaq yang mulia

5.

Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan

6.

Berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama

C.

Bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah Pendidikan, menurut KH. Ahmad Dahlan, hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Pandangan pendidikan yang diinginkan oleh KH. Ahmad Dahlan inilah yang sekarang akan digunakan sebagai pendidikan karakter. Sebenarnya, pendidikan karakter sudah ada sejak organisasi Muhammadiyah berdiri. Mengapa pendidikan Muhammadiyah dapat berkembang dengan pesat ? Sebab, Muhammadiyah memiliki model yang berbeda dalam kemasannya.Mulai sistem pembelajaran hingga sistem administatif yang tertata rapi. Model pendidikan Muhammadiyah yang didasarkan atas nilai-nilai tertentu. Pertama, pendidikan Muhammadiyah merujuk pada nilai-nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai sumber sepanjang masa. Kedua, ikhlas dan inspiratif dalam ikhtiar menjalankan tujuan pendidikan. Ketiga, menerapakan prinsip

musyawarah dan kerjasama dengan tetap memelihara sikap kritis. Keempat, selalu memelihara dan menghidupkan prinsip inovatif dalam menjalankan tujuan pendidikan. Kelima, memiliki kultur atau budaya memihak kepada kaum yang mengalami kesengsaraan dengan melakukan proses-proses kreatif. Hal tersebut, sesuai dengan tantangan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat Indonesia.Keenam, memperhatikan dan menjalankan prinsip keseimbangan dalam mengelolah lembaga pendidikan antara akal sehat dan kesucian hati. Dalam penyelenggaraannya pendidikan Muhammadiyah memiliki model yang tidak selebihnya mengikuti pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau sekolah umum lainnya. Model pendidikan Muhammadiyah lebih cenderung pada sistem pendidikan moral atau yang sekarang lebih dikenal dengan pendidikan berbasis karakter.Sejak awal, pendidikan Muhammadiyah bukan lagi berpatokan dengan pendidikan berbasis kognitif.Pendidikan Muhammadiyah sudah sejak awal berpatokan pada sistem pendidikan moral. Moral akan menjadikan sebuah pendewasaan diri setiap siswa-siswi untuk bisa menghadapi masa depan. Justru dengan adanya sistem pendidikan moral siswa-siswi akan tertantang untuk maju menghadapi sistem pendidikan akademis dengan mudah. Model icon adalah salah satu model yang dimiliki pendidikan Muhammadiyah.Mulai dari ramah anak, ramah otak, ramah lingkungan, ramah moral yangakan terus dikembangkan untuk kekhasan pendidikan Muhammadiyah. D. Pemikiran dan Praktis Pendidikan Muhammdiyah

E.

Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhammdiyah

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan materi mengenai Muhammadiyah dan Pendidikan dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang memelopori pendidikan Islam modern. Sistem yang digunakan dalam pendidikan Muhammadiyah seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba di semua lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah. Model pendidikan Muhammadiyah antara lain: 1.

Pendidikan Muhammadiyah bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.

2.

Ikhlas dan inspiratif dalam ikhtiar dalam pendidikan.

3.

Menerapakan prinsip musyawarah dan kerjasama.

4.

Memelihara dan menghidupkan prinsip inovatif

5.

Memiliki budaya memihak kepada kaum yang mengalami kesengsaraan

6. Menjalankan prinsip keseimbangan dalam mengelolah lembaga pendidikan antara akal sehat dan kesucian hati. Dalam penyelenggaraannya pendidikan Muhammadiyah memiliki model yang tidak selebihnya mengikuti pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau sekolah umum lainnya. Model pendidikan Muhammadiyah yang sekarang lebih dikenal dengan pendidikan berbasis karakter.

DAFTAR PUSTAKA Arifin, MT. 1985.Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Surakarta: Pustaka Jaya Muhammad Amien Rais dkk, 1985. Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial (sarasehan pimpinan pusat ikatan pelajar Muhammadiyah). Yogyakarta : PLP2M Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta: Bumi Aksara Http://perkembanganislamdieramodern.blogspot.com/2010/12/perbedaan-pendidikan-islamdengan.html: akses April 2015 Yusuf, M. Yunan (ed.). 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (naskah awal). Jakarta: Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"