Bab I.docx

  • Uploaded by: Silvianti Budi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,469
  • Pages: 8
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Ibu dan anak merupakan salah satu kategori kelompok yang berisiko

terhadap berbagai masalah kesehatan yang menyebabkan kematian.1 Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah utamanya untuk menekan angka kesakitan dan angka kematian ibu, neonatal, dan balita adalah dengan memberikan edukasi melalui penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA).

Melalui

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

284/MENKES/SK/III/2004 tentang Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Menteri Kesehatan RI memutuskan dalam diktum pertama bahwa Buku KIA dijadikan buku pedoman resmi yang wajib dimiliki oleh ibu dan anak. Sebagai buku resmi, buku KIA ditetapkan sebagai alat pencatatan pelayanan kesehatan ibu dan anak sejak ibu hamil, melahirkan, dan selama masa nifas hingga bayi yang dilahirkan berusia usia 5 tahun, termasuk pencatatan pelayanan keluarga berencana (KB), imunisasi, gizi, dan pemantauan tumbuh kembang anak.2 Buku KIA juga berfungsi sebagai alat komunikasi antara tenaga kesehatan dengan tenaga kesehatan dan antara tenaga kesehatan dengan ibu dan keluarga, sebagai alat penyuluhan dan media edukasi kesehatan ibu dan anak, yang dapat digunakan di semua fasilitas kesehatan di Indonesia.2 Pemanfaatan buku KIA ini merupakan salah satu program prioritas di Indonesia yang sejalan dengan Proyek Fase II kerjasama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) “Ensuring Maternal and Child Health (MCH) Services with the MCH Handbook” yang berlangsung pada 1 Oktober 2006 sampai 30 September 2009.3 Bertujuan untuk mengembangkan model peningkatan penggunaan buku KIA oleh masyarakat melalui Kelas Ibu Balita. Dalam praktiknya gambaran pengetahuan ibu tentang isi buku KIA masih tergolong kurang baik. Selaras dengan upaya meningkatkan pemanfaatan buku KIA pemerintah mulai mengenalkan program Kelas Ibu Balita dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam pelaksanaan pemantauan tumbuh kembang anak.4 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa,

pengetahuan yang baik dalam pemahaman mengenai buku KIA berkorelasi positif dengan kontinuitas pelayanan kesehatan yang didapatkan semenjak ibu menjalani kehamilan hingga anak menginjak usia 5 tahun yang ditandai dengan menurunnya angka anak gizi kurang dan stunting.5 Berdasarkan pertimbangan tersebut maka sangat perlu mengajari ibu perihal permasalahan yang sehari-hari ditemui saat membesarkan anak, salah satu solusinya yaitu melalui penyelenggaraan Kelas Ibu Balita. Kelas Ibu Balita ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari Kelas Ibu Hamil yang ditujukan bagi ibu yang memiliki anak balita usia 0-59 bulan. Kelas Ibu Balita merupakan suatu aktivitas belajar kelompok dalam suatu kelas dengan anggota beberapa ibu yang memiliki anak balita (usia 0-59 bulan) dibawah bimbingan satu atau beberapa fasilitator (pengajar) dengan dasar materi dari buku KIA sebagai pedoman dan alat pembelajaran utama. Pada pelaksanaan di lapangan Kelas Ibu dan Balita juga menggunakan lembar balik sebagai media pembelajaran bantu yang interaktif.6 Kelompok balita sangat erat kaitannya dengan program kesehatan lain seperti: peningkatan dan pemantauan status gizi, ASI eksklusif dan MP-ASI, imunisasi, serta populasi pada kelompok tersebut merupakan kelompok yang paling rentan dan masih sangat bergantung pada keluarga terkait dengan pola asah, asih dan asuhnya. Sebagian besar keluarga memiliki pengetahuan kesehatan balita yang masih sangat rendah termasuk mitos dan budaya yang keliru tentang perawatan bayi dalam keluarga dan masyarakat.6 1.2

Permasalahan Khusus Ibu dan Balita Derajat kesehatan di Indonesia memiliki indikator yang terstandart, ada

beberapa indikator yang dapat digunakan, seperti angka kematian bayi dan balita, dan status gizi balita. Angka kematian dapat digunakan untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, dan kondisi lingkungan fisik serta biologis secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan sebagai indikator penting dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan.

1.2.1 Angka Kematian Bayi (AKB) Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, sehingga program-program kesehatan banyak yang menitik beratkan pada upaya penurunan AKB, dimana AKB merujuk pada jumlah bayi yang meninggal antara fase kelahiran hingga bayi umur < 1 tahun per 1.000 kelahiran hidup.7 Berdasarkan laporan kematian dari puskesmas pada tahun 2017 tercatat 190 bayi meninggal dari 17.593 kelahiran hidup. Jumlah tersebut turun apabila dibandingkan dengan tahun 2016, yaitu sebanyak 223 kasus kematian. Jadi angka kematian bayi pada tahun 2017 turun dibandingkan tahun 2016 yaitu dari 12,45 menjadi 10,6 per 1.000 Kelahiran hidup.

Gambar 1.1 Grafik Kecenderungan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Probolinggo

Penyebab langsung kematian bayi pada tahun 2017 adalah Berat Badan Lahir Rendah (29%), Kelainan Kongenital (24%), Asfiksia (14%), Pneumoni (7%), dan penyebab lain-lain (4%).7 Sedangkan penyebab tidak langsung dari kematian bayi adalah disebabkan karena faktor keterlambatan (3T) yaitu Terlambat Pengambilan keputusan, Terlambat Merujuk, Terlambat Mendapat penanganan.7

Gambar 1.2 Grafik Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten Probolinggo

1.2.2 Status Gizi Status gizi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan. Kondisi gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan karena disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, kondisi gizi juga secara langsung dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada individu. Untuk itu dilakukan pemantauan terhadap status gizi bayi dan balita karena pada masa tersebut merupakan masa emas perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan fisiknya.7 Berikut ini akan disajikan gambaran mengenai indikator-indikator status gizi yaitu Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah dan Gizi Balita.7 a.

Status Gizi Bayi Status gizi ibu hamil akan berpengaruh terhadap kesehatan janin yang

dikandungnya dan akan berdampak pada berat badan bayi yang dilahirkan serta juga akan berpengaruh pada perkembangan otak dan pertumbuhan fisik bayi. Indikator yang digunakan untuk mengukur masalah status gizi bayi ini adalah BBLR.

BBLR atau Bayi dengan Berat Badan lahir Rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram dan merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori : BBLR karena premature (usia kandungan < 37 minggu) dan BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya. Hal ini umumnya disebabkan karena status gizi ibu hamil yang buruk atau menderita sakit yang memperberat kehamilan. Berdasarkan laporan puskesmas tahun 2017 terdapat 980 bayi yang menderita BBLR (5,6%) dari 17.447 bayi baru lahir yang ditimbang. Jumlah BBLR tersebut meningkat dibandingkan tahun 2016 (946 bayi).

Gambar 1.3 Persentase Bayi Berat Badan lahir Rendah (BBLR) di Kabupaten Probolinggo Tahun 2012 – 2017

Dari gambar tersebut terlihat adanya sedikit penigkatan persentase bayi BBLR pada tahun 2017. Seluruh kasus BBLR yang dilaporkan telah mendapatkan penanganan sesuai prosedur. b. Status Gizi Balita Pengukuran gizi pada balita difokuskan pada tingkat kecukupan gizinya yang diukur melalui berat badan terhadap umur (BB/U) atau berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Berdasarkan hasil penimbangan pada 32.605 balita yang dilaporkan puskesmas pada tahun 2017 diketahui bahwa terdapat 322 balita BGM (1,0%). Kasus terbanyak Balita Gizi Buruk ditemukan di Puskesmas Kraksaan. Sedangkan dari hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan pada tahun 2017 diperoleh Angka Prevalensi gizi buruk menurut BB/U adalah

sebesar 1,5%. Sedangkan prevalensi gizi kurang menurut BB/U pada tahun 2017 sebesar 7,8%. Berdasarkan survey PSG telah terjadi penurunan kasus gizi buruk di tahun 2017 tetapi tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain tingkat pendidikan orang tua rendah dan pernikahan dini, sehingga pengetahuan tentang pola asuh anak masih kurang. Upaya penanggulangan dan pencegahan gizi buruk harus tetap dilakukan untuk mendapatkan penurunan yang signifikan.

Gambar 1.4 Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang Berdasarkan Survei PSG di Kabupaten Probolinggo Tahun 2012 – 2017

1.2.3 Imunisasi Imunisasi merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Kegiatan imunisasi yang dilaksanakan pemerintah meliputi kegiatan imunisasi rutin, tambahan dan khusus. Kegiatan imunisasi rutin diberikan pada bayi (0-11 bulan), batita (18-36 bulan), anak sekolah. Kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar penemuan masalah seperti desa non UCI, potensial KLB, dugaan adanya virus polio liar / kegiatan lain berdasarkan kebijakan teknis. Sedangkan imunisasi khusus yaitu imunisasi yang diberikan pada kelompok tertentu dengan pertimbangan kebijakan tertentu, misalnya pada jemaah haji dan umroh diberikan imunisasi meningitis.

Gambar 1.5 Persentase Desa / Kelurahan UCI Kabupaten Probolinggo Tahun 2012 – 2017

Dari Gambar di atas terlihat capaian desa UCI pada tahun 2017 menurun dibanding tahun sebelumnya. Masih adanya 95 desa yang tidak UCI mengakibatkan rentan akan munculnya kasus PD3I. Alasan masih adanya desa yang tidak UCI adalah terdapat missed opportunity atau kesempatan yang hilang pada bayi usia 0 – 11 bulan, bayi yang diimunisasi sering dalam kondisi sakit, adanya bayi BBLR dan informasi tentang pentingnya imunisasi bagi bayi belum disampaikan secara intensif kepada orang tua bayi. 1.3 Manfaat Kegiatan 1.3.1 Manfaat Praktis a.

Bagi Puskesmas Hasil penelitian atau kegiatan ini dapat dijadikan bahan informasi dasar untuk petugas atau tenaga kesehatan pemegang program kelas ibu baita terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu. Hasil kegiatan ini juga dapat dijadikan perencanaan program kelas ibu balita selanjutnya.

b. Bagi Masyarakat Hasil kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita mengenai manfaat dan pentingnya mengikuti kelas ibu balita. 1.3.2 Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan tentang kelas ibu balita terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu. Selain itu hasil kegiatan ini dapat digunakan sebagai bahan kegiatan/penelitian lanjutan dalam topik yang

sama terkait dengan kelas ibu balita dengan variabel-variabel lain yang belum diteliti.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"