BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen seseorang berkebangsaan Jerman pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen sinar katoda. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar-X. Baru dikemudian hari orang menamakan sinar tersebut sinar Rontgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Rontgen [1]. Sinar-X mempunyai panjang gelombang 0,01 nm β 10 nm, sehingga sinarX mempunyai daya tembus yang sangat besar. Sinar-X banyak digunakan dalam dunia kesehatan untuk mendiagnosa berbagai penyakit dalam tubuh manusia. Salah satu pesawat yang menggunakan bantuan sinar-X yaitu pesawat sinar-X mammografi. Mammografi adalah salah satu pesawat sinar-x yang berfungsi sebagai alat pendeteksi dini atau screening untuk mendiagnosis kanker payudara menggunakan sinar-X dosis rendah [2]. Mammografi memperoleh perhatian khusus karena berdasarkan hasil penelitian (USA) satu di antara 8 perempuan akan mengalami kanker payudara semasa hidupnya. Mammografi juga merupakan metode yang dapat diandalkan untuk mendeteksi payudara dan mendeteksi kanker. Ini adalah metode pilihan untuk program skrining payudara negara-negara maju. Mammografi adalah pemeriksaan deteksi dini bagi payudara yang sangat direkomendasikan. Di Indonesia Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ) merekomendasikan bahwa mamografi merupakan bentuk pemeriksaan deteksi dini yang efektif bagi perempuan, dan sampai sekarang masih melakukan program pengenalan pemeriksaan mamografi bagi masyarakat Indonesia khususnya kaum perempuan [3]. Seiring perkembangan zaman, semakin banyak dibuat fantom yang menyerupai tubuh manusia yang berfungsi untuk memastikan bahwa kontras,
keseragaman, dan kualitas gambar yang dihasilkan pesawat sinar-X mammografi serta prosesor film terjaga pada kondisi yang optimal. Fantom-fantom tersebut sangatlah mahal yang mencapai harga ratusan juta rupiah. Oleh karena itu, berdasarkan informasi diatas, maka akan dilakukan penelitian tentang Uji Perbandingan Kualitas Citra dan Intensitas Radiasi Menggunakan Fantom PMMA, Akrilik, dan Fiber pada Pesawat Sinar-X Mammografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas citra dan intensitas radiasi ketika menggunakan 3 bahan yang berbeda, yaitu fantom PMMA, akrilik, dan fiber pada pesawat sinar-X mammografi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan kualitas citra menggunakan fantom PMMA, akrilik, dan fiber pada pesawat sinar-X mammografi? 2. Bagaimana perbandingan intensitas radiasi menggunakan fantom PMMA, akrilik, dan fiber pada pesawat sinar-X mammografi?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kualitas citra menggunakan fantom PMMA, akrilik, dan fiber pada pesawat sinar-X mammografi. 2. Untuk mengetahui intensitas radiasi menggunakan fantom PMMA, akrilik, dan fiber pada pesawat sinar-X mammografi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sinar-X Wilhelm Conrad Rontgen seorang berkebangsaan Jerman yang menemukan sinar-X pada tahun 1895. Penemuannya diilhami dari hasil percobaan-percobaan sebelumnya antara lain dari J.J Thomson mengenai tabung katoda dan Heinrich Hertz tentang fotolistrik. Kedua percobaan tersebut mengamati gerak elektron yang keluar dari katoda menuju ke anoda yang berada dalam tabung kaca yang hampa udara. Pembangkit sinar-X berupa tabung hampa udara yang didalamnya terdapat filamen yang juga sebagai katoda dan terdapat komponen anoda. Jika filamen dipanaskan maka akan keluar elektron dan apabila antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi, elektron akan dipercepat menuju ke anoda. Dengan percepatan elektron tersebut maka akan terjadi tumbukan tak kenyal sempurna antara elektron dengan anoda, akibatnya terjadi pancaran radiasi sinar-X [4]. Peristiwa terjadinya sinar-X diawali dengan percobaan Heinrich Hertz pada tahun 1887 dengan menggunakan tabung hampa yang berisi katoda dan anoda. Katoda dan anoda dihubungkan dengan sumber listrik E. Pada tegangan E, yang rendah tidak ada arus elektron dari katoda ke anoda yang dapat dilihat dari galvanometer. Pada saat katoda disinari gelombang pendek elektromagnetik ternyata dari katoda keluar elektron menuju anoda yang diamati dengan galvanometer. Arus yang terbaca di galvanometer adalah arus yang sangat kecil dalam order mikro ampere. Peristiwa di atas disebut dengan efek fotolistrik. Kecuali disinari dengan gelombang pendek elektron dapat keluar dari katoda dengan cara dipanaskan sehingga terjadi emisi thermis. Jadi dengan cara dipanaskan atau diberi gelombang pendek elektromagnetik katoda dapat memancarka elektron lebih banyak. Semakin pendek gelombang elektromagnetik yang menumbuk katoda, maka makin besar arus yang mengalir, dan sebaliknya semakin panjang gelombangnya, makin kecil arus yang terbaca di galvanometer. Hal demikian dapat dipahami karena bila gelombang elektromagnetik panjang gelombangnya makin pendek berarti frekuensinya makin besar dan energinya juga makin besar [4].
Gambar 2.1 Alat Foto Listrik [4]. Karakteristik gelombang,
gelombang
frekuensi,
dan
elektromagnetik kecepatan.
ditentukan
Kecepatan
rambat
oleh
pajang
gelombang
elektromagnetik di udara untuk semua panjang gelombang adalah sama yaitu sama dengan kecepatan dalam ruang hampa c = 3x1010 cm/det [4]. πΆ=πxπ
(2.1)
dengan: c
: kecepatan rambat dalam hampa (cm/det)
f
: frekuensi gelombang (cycle/det)
Ξ»
: panjang gelombang (cm) Pemancaran energi radiasi elektromagnetik oleh sumbernya tidak
berlangsung secara kontinyu melainkan secara terputus-putus (diskrit), sehingga berupa paket yang harganya tertentu yang disebut dengan kuanta/foton. Besar energi kuanta tergantung pada frekuensi gelombang. πΈ =βxπ
(2.2)
dengan: E
: energi foton (eV)
h
: tetapan Max Plank (Joule/det)
f
: Frekuensi gelombang (cycle/det) Pemanfaatan sinar-X di bidang kedokteran nuklir merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi ini telah cukup beragam mulai dari radiasi untuk diagnostik, pemeriksaan sinar-X gigi dan penggunaan radiasi sinar-X untuk terapi. Radioterapi adalah suatu pengobatan yang menggunakan sinar pengion yang banyak dipakai untuk menangani penyakit kanker. Alat diagnostik
yang banyak digunakan di daerah adalah pesawat sinar-X (photo Rontgen) yang berfungsi untuk photo thorax, tulang tangan, kaki dan organ tubuh lainnya. Di negara maju, fasilitas kesehatan yang menggunakan radiasi sinar-X telah sangat umum dan sering digunakan [4]. Radiasi di bidang kedokteran membawa manfaat yang cukup nyata bagi yang menggunakannya. Dengan radiasi suatu penyakit atau kelainan organ tubuh dapat lebih awal dan lebih teliti di deteksi, sementara terapi dengan radiasi dapat lebih memperpanjang usia penderita kanker dan tumor [4]. 2.1.1 Pembentukan dan Distribusi Sinar-X Intensitas sinar-X dapat diartikan sebagai besarnya energi sinar-X yang mengalir melalui penampang seluas 1 cm2 persatuan waktu. Intensitas sinar-X dipengaruhi oleh tegangan tabung, kuat arus tabung. Tegangan tabung merupakan beda potensial antara katoda dan anoda didalam tabung yang diperlukan untuk memindahkan satu satuan muatan, yaitu untuk menarik elektron dari filament ke permukaan target yang tertanam dalam anoda. Semakin tinggi tegangan tabung yang digunakan maka sinar-X yang dihasilkan akan mempunyai panjang gelombang yang semakin pendek sehingga sinar-X tersebut mempunyai daya tembus yang lebih besar. Penambahan tegangan tabung juga akan menambah jumlah pancaran radiasi dari target atau meningkatkan intensitas radiasi yang dipancarkan. Kuat arus tabung (miliampere) didefinisikan sebagai muatan listrik yang mengalir persatuan waktu melalui penampang. Pada tabung sinar-X kuat arus merupakan arus yang mengalir dari anoda ke katoda, arus ini menyatakan jumlah elektron. Secara umum lebih dari 99% energi kinetik dari proyektil elektron ini diubah menjadi energi panas dan menyisakan kurang dari 1% yang berubah menjadi sinar-X. sinar-X yang dihasilkan di target dapat dibedakan menurut proses terjadinya yaitu sinar-X karakteristik dan sinar-X bremstrahlung [5]. 2.1.2 Sinar-X Karakteristik Jika proyektil elektron berinteraksi dengan elektron kulit yang didalam dari atom target dibandingkan dengan elektron kulit terluar, maka akan terbentuk sinarX karakteristik. Sinar-X karakteristik dihasilkan saat interaksi dibentuk dari energi yang cukup besar sehingga mampu mengionisasi atom target dengan menggeser
keseluruhan elektron kulit terluar. Eksitasi pada elektron kulit yang di dalam tidak menghasilkan sinar-X. Saat proyektil elektron mengionisasi atom target dengan menggeser elektron pada kulit K, terdapat lubang sementara pada kulit K ini merupakan kondisi yang tidak lazim untuk atom target dan hal ini akan diperbaiki elektron kulit terluar dengan jatuh ke kulit K. Perpindahan elektron dari kulit terluar menuju kulit di dalamnya diiringi dengan emisi sinar-X. Energi sinar-X yang dihasilkan sebanding dengan perbedaan pada energi ikat dari elektron orbital yang terlibat [5]. 2.1.3 Sinar-X Brehmstrahlung Produksi panas dan sinar-x karakteristik melibatkan interaksi antara elektron proyektil dan elektron atom target. Ada tipe interaksi dimana energi kinetik dari proyektil elektron akan hilang. Hal ini bisa terjadi apabila proyektil elektron berinteraksi dengan inti atom target. Pada tipe interaksi ini, energi kinetik dari proyektil elektron dikonversi menjadi energi elektromagnetik. Elektron proyektil yang secara utuh menghindari elektron kulit saat menembus atom target bisa mendekati inti atom target. Dikarenakan elektron bermuatan negatif dan inti bermuatan positif, maka akan terjadi gaya elektrostatik akibat gaya tarik keduanya. Saat proyektil elektron mendekati inti, gaya inti memberikan pengaruh terhadap proyektil elektron ini dengan cara melambatkan proyektil elektron yang menuju inti dan kemudian memantulkan ke arah lain. Ini berakibat berkurangnya energi kinetik proyektil elektron dengan arah yang berlainan. Energi kinetik yang hilang ini kemudian muncul kembali dalam bentuk foton sinar-X (mengingat energi tidak bisa hilang tetapi hanya berubah bentuk). Sinar-X yang seperti ini disebut dengan sinar-X bremstrahlung. Secara umum ketika dilakukan pemeriksaan radiografi, sinar-X yang dihasilkan adalah sinar-X jenis Bremstrahlung ini. Hal ini dikarenakan sinar-X yang terjadi dihasilkan dari energi yang tidak terlalu tinggi. Umumnya pemeriksaan radiografi memerlukan sinar-X yang tidak terlalu tinggi seperti pemeriksaan thorax dan ekstremitas. Jarak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pencitraan radiodiagnostik, dalam hal ini meliputi [5]:
a. Jarak antara fokus dengan film (FDD: Focus Film Distance) b. Jarak antara objek dan film (OFD: Object Film Distance) c. Jarak antara fokus dengan objek (FOD: Focus Object Distance) 2.2 Interaksi Foton dengan Materi Foton adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang pendek seperti sinar-X dan gamma (πΎ). Dari segi fisis interaksi foton dengan atom materi yaitu efek fotolistrik, efek compton, dan produksi pasangan. 2.2.1 Efek Fotolistrik Efek fotolistrik, dimana foton menghilang merupakan suatu interaksi sebuah foton dan elektron yang terikat kuat yang energi ikatnya sama atau lebih kecil dari energi foton. Partikel penyebab ionisasi yang utama yang dihasilkan dari interaksi ini adalah foto-elektron, yang energinya dinyatakan dengan persamaan berikut [6]: πΈ pe = βπ β β
(2.3)
Foto-elektron melepaskan energinya dalam medium penyerap terutama sekali melalui pengaktifan dan ionisasi. Energi ikat β
dipindahkan ke penyerap melalui radiasi pendar (fluoresensi) yang terjadi setelah interaksi awal. Foton-foton energi rendah yang diserap oleh elektron-elektron luar, dalam interaksi fotolistrik lainnya, tidak jauh dari titik-titik asalnya. Efek fotolistrik cocok bagi foton-foton yang berenergi rendah dan penyerap-penyerap yang bernomor atom tinggi. Untuk penyerap-penyerap yang bernomor atom sangat rendah, efek fotolistrik relatif kurang penting [6].
Gambar 2.2 Efek Fotolistrik
2.2.2 Efek Compton
Gambar 2.3 Efek Compton Penghamburan compton merupakan suatu tumbukan lenting sempurna antara sebuah foton dan sebuah elektron bebas (elektron bebas ialah elektron yang energi ikatnya terhadap suatu atom jauh lebih kecil dari energi foton). Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas, maka tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan energi harus dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi semacam itu dimungkinkan. Jika hal itu memang benar, maka menurut hukum kekekalan energi, semua energi foton diberikan pada elektron, dan kita dapatkan [6]: πΈ = ππ 2
(2.4)
Menurut hukum kekekalan momentum, semua momentum foton, p harus dipindahkan ke elektron, jika foton tersebut menghilang: π=
πΈ π
= ππ£
(2.5)
Dengan menghilangkan m dari kedua persamaan ini dan mencari nilai v, maka didapat v = c, suatu penyelesaian yang tidak mungkin. Asumsi awal, bahwa foton memindahkan semua energinya ke elektron, jelas merupakan pernyataan yang salah. Karena tidak semua elektron dapat dipindahkan maka foton tersebut haruslah terhambur, dan foton yang terhambur tersebut harus memiliki energi yang lebih kecil atau suatu panjang gelombang yang lebih panjang daripada foton insiden (yang terjadi). Foton insiden dan foton yang terhambur dipindahkan ke elektron bebas. Jumlah energi yang dipindahkan dalam tiap tumbukan dapat dihitung dengan menerapkan hukum kekekalan energi dan momentum. Untuk dapat mengkekalkan energi, kita harus memenuhi [6]: βπ π
+ πoπ2 =
βπ πβ²
+ ππ 2
(2.6)
dan untuk melestarikan momentum berturut-turut ke arah horizontal dan vertikal, kita harus memenuhi: β π
=
0=
β πβ² β πβ²
cos π +ππ£ cos β
(2.7)
sin π β ππ£ sin β
(2.8)
penyelesaian dari kedua persamaan ini memperlihatkan perubahan panjang gelombang foton sebesar: βπ = πΚΉ β π =
β πππ
(1 β cos π) cm,
(2.9)
dan hubungan antara sudut-sudut hamburan dari foton dan elektron, sebesar: π
cot 2 = (1 +
β ππππ
) tan β
(2.10)
Bilamana konstanta-konstanta tersebut diganti dengan nilai-nilai numeris dan centimeter diubah menjadi satuan angstrom, maka persamaan (2.9) direduksi menjadi: βπ = 0,0242 (1 β cos π) Γ
(2.11)
Persamaan (2.10) memperlihatkan bahwa elektron tidak dapat dihamburkan melalui sudut yang lebih besar dari 90Β°. Elektron yang terhambur ini memiliki arti penting dalam dosimetri radiasi karena elektron tersebut merupakan wahana dengan mana energi dari foton yang terhambur dipindahkan ke medium penyerap. Elektron compton tersebut melepaskan energi kinetiknya dengan cara yang sama seperti partikel beta, dan merupakan salah satu dari partikel-partikel penyebab ionisasi yang utama yang dihasilkan oleh radiasi gamma. Penghaburan compton juga merupakan hal yang penting dalam rekayasa fisika kesehatan karena adanya fakta bahwa foton yang berenergi tinggi kehilangan fraksi energinya lebih banyak daripada foton yang berenergi rendah pada saat terhambur. Dengan memanfaatkan fakta ini, ketebalan pelindung yang diminta dapat direduksi dan dapat dilakukan penghematan ekonomis [6]. 2.2.3 Produksi Pasangan Pada waktu foton yang berenergi lebih dari 1,02 MeV menembus materi dan mendekati inti atom, karena pengaruh medan listrik yang kuat dari inti atom, foton berubah dan membentuk satu pasangan yaitu positron dan elektron yang masing-
masing berenergi sebesar 0,51 MeV. Peristiwa ini disebut produksi pasangan. Energi sebesar 1,02 MeV ini disebut nilai batas ambang produksi pasangan. Jumlah koefisien atenuasi radiasi gamma pada produksi pasangan makin bertambah bersamaan dengan bertambahnya energi foton, di sisi lain juga sebanding dengan Z (Z+1) dari materi. Jumlah koefisien atenuasi efek fotolistrik, efek compton dan produksi pasangan disebut koefisien atenuasi linear [6]
. Gambar 2.4 Produksi Pasangan 2.3 Mamografi Mamografi merupakan pemeriksaan radiografi yang dirancang khusus untuk mendeteksi kelainan pada payudara. Kelenjar mammae merupakan ciri pembeda pada semua mamalia. Payudara manusia berbentuk kerucut tetapi sering kali berukuran tidak sama. Payudara memanjang dari iga kedua atau ketiga sampai iga keenam atau ketujuh, dari tepi sternal ke garis aksilaris anterior. βekorβ payudara memanjang sampai ke aksila dan cenderung lebih tebal ketimbang daerah payudara lainnya [7]. Mamografi menggunakan sinar-X energi rendah, kontras yang tinggi, film resolusi yang tinggi, dan sistem sinar-X yang dirancang khusus untuk payudara. Untuk mendapatkan kualitas tinggi pada mamogram, maka harus digunakan teknik yang tepat. Kemajuan teknologi dalam beberapa dekade terakhir sangat meningkatkan
sensitivitas
diagnostik
mamografi.
Awalnya
pemeriksaan
mamografi dilakukan tanpa screen film, langsung terapapar pada film, dosis sangat tinggi, kontras rendah dan kualitas gambar radiografi yang buruk. Bahkan mungkin pada periode 1950 dan 1960-an, skrining mamografi tidak memberikan manfaat yang berguna untuk deteksi dini pada payudara. Proses xeroradiografi pada mamografi sangat populer pada periode 1970-an hingga awal tahun 1980, didukung
oleh resolusi spasial yang baik dan peningkatan kualitas gambar, namun sensitivitas kontras relatif buruk dan dosis radial semakin tinggi, sehingga akhir tahun 1980-an menyebabkan runtuhnya xeroradiografi [8]. Pada pertengahan 1980-an ACR (American College of Radiology), mengubah standar minimum pemeriksaan dan kontrol kualitas mamografi dengan mengacu pada perkembangan teknologi dan peningkatan kualitas pelayanan. Sehingga selama 15 tahun terakhir, selalu melakukan perbaikan mengikuti perkembangan teknologi untuk mendapatkan kualitas gambar yang lebih baik. Pada tahun 1992, Mammography Quality Standards Act (MQSA) mengadopsi rekomendasi sebagian peraturan untuk mamografi, tujuannya agar setiap perempuan mempunyai program deteksi dini kanker payudara dengan menggunakan mamografi yang merupakan tahapan awal agar dapat dilakukan pengobatan dan perawatan lebih lanjut dengan optimal. Peraturan MQSA terus berkembang dan mengikuti perkembangan teknologi, sehingga kini muncul digital mamografi dengan perangkat akusisi citra yang lebih cepat, kualitas yang lebih baik, pengolahan gambar anatomi khusus (payudara) dan komputer yang dilengkapi alat deteksi yang membantu ahli radiologi mengidentifikasi fitur yang mencurigakan dalam gambar [8]. 2.4 Fantom Mamografi Fantom adalah sebuah benda uji yang mensimulasikan beberapa aspek anatomi manusia. Fantom payudara mensimulasikan tipikal payudara hal ukuran, komposisi, atenuasinya terhadap sinar-X dan juga berisi benda uji yang mensimulasiakn anatomi di payudara. Salah satu fantom yang digunakan dalam uji kualitas citra dalam mamografi sesuai dengan jaminan Mammographic Accreditation Phantom adalah Nuclear Associates 18-220 [8].
Gambar 2.2 Fantom Nuclear Associates 18-220 [8].
Fantom Nuclear Associates 18-220 pada gambar diatas dirancang untuk menguji kemampuan kriteria sistem mamografi dengan evaluasi kuantitatif dari kemampuan sistem untuk citra struktur yang kecil yang mirip ditentukan pada klinis. Benda uji bintik-bintik dalam fantom mensimulasikan kalsifikasi, serta sesuai dengan kalsifikasi dengan kelenjar, dan tumor atau massa. Fantom ini dirancang untuk menentukan jika sistem mamografi tersebut dapat mendeteksi struktur kecil yang penting dalam deteksi dini kanker payudara [8]. Fantom yang terbuat dari acrylic ini memiliki tebal 42 mm dengan disisipkan sebuah lempengan lilin yang berisi 16 set benda uji setebal 7 mm. Semua bahan fantom tersebut mendekati sebuah payudara dengan tebal 4,5 cm setelah dikompresi dengan komposisi rata-rata kelenjar/adiposa. Termasuk didalam lilin di sisipkan aluminium oksida (Al2 O3) yang mensimulasikan mikrokalsifikasi dalam kelompok bintik-bintik. Enam serat nilon berbeda ukuran mensimulasikan struktur terserat dan lima lensa massa berukuran berbeda mensimulasikan tumor [8].
Gambar 2.3 Lokasi dan posisi benda uji dalam fantom [8]. Ukuran-ukuran dalam gambar lokasi dan posisi benda uji dalam fantom adalah sebagai berikut: a. Kelompok serat dengan diameter 1,56, 1,12, 0,89, 0,75, 0,54 dan 0,40 mm. b. Kelompok bintik-bintik dengan diameter 0,54, 0,42, 0,32, 0,24 dan 0,16 mm c. Kelompok massa dengan diameter dan ketebalan penurunan 2,00, 1,00, 0,75, 0,50 dan 0,25 mm Fantom Akreditasi Mammografi diproduksi tunggal oleh American College of Radiology (ACR). Fantom ini sangat rentan terhadap suhu di atas 110Β° F. Fantom harus selalu dalam keadaan bersih dan jika tidak digunakan sebaiknya fantom disimpan dalam tempat yang kering dan sejuk [8].
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada waktu dan tempat sebagai berikut: Waktu
: Maret β April 2019
Tempat
: Di ruang Radiologi RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar
3.2 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Pesawat sinar-X mammografi 2. Fantom PMMA dengan ketebalan 1 cm. 3. Akrilik dengan ketebalan 1 cm. 4. Fiber dengan ketebalan 1 cm. 5. Densitometer 6. Aplikasi SPSS 7. Film 3.3 Prosedur Penelitian 1. Menyiapkan alat dan bahan 2. Meng-ON -kan pesawat sinar-x mammografi 3. Memposisikan bahan (phantom PMMA) di bawah lampu kalimator 4. Mengatur kV dan mAs yang bervariasi 5. Melakukan pengukuran intensitas menggunakan densitometer 6. Mencatat hasilnya dalam 5x pengukuran 7. Kemudian mengganti bahan menggunakan akrilik 8. Mengatur kV dan mAs yang bervariasi 9. Melakukan pengukuran intensitas menggunakan densitometer 10. Mencatat hasilnya dalam 5x pengukuran 11. Kemudian mengganti bahan menggunakan fiber. 12. Mengatur kV dan mAs yang bervariasi 13. Melakukan pengukuran intensitas menggunakan densitometer
14. Mencatat hasilnya dalam 5x pengukuran 15. Masukkan semua hasil pengukuran dari alat densitmeter ke aplikasi SPSS untuk mengetahui nilai indeks expose setiap bahan. 16. Menganalisis hasil pengukuran. 17. Selesai. 3.4 Bagan Alir Penelitian 3.4.1 Pengukuran Intensitas Radiasi Mulai
Persiapan alat dan bahan
Proses pengukuran intensitas radiasi menggunakan pesawat sinar-X mammografi
Menggunakan phantom PMMA
Menggunakan akrilik
Menggunakan fiber
Penentuan Nilai Indeks Expose
Analisis hasil pengukuran
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengukuran Intensitas Radiasi Menggunakan Pesawat Sinar-X Mammografi
3.4.2 Uji Perbandingan Kualitas Citra
Mulai
Persiapan alat dan bahan
Proses perbandingan kualitas citra menggunakan pesawat sinar-X mammografi
Menggunakan phantom PMMA
Menggunakan akrilik
Menggunakan fiber
Analisis kualitas citra
Selesai
Gambar 3.2 Diagram Alir Perbandingan Kualitas Citra Menggunakan Pesawat Sinar-X Mammografi
DAFTAR PUSTAKA [1] Hadi Saputra. Analisis Pengukuran Linearitas Keluaran pada Pesawat Sinar-X Radiografi Umum di RSUD Langsa. Skripsi. Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012. [2] Dewi Kartika Lestari. Studi Penentuan Kualitas Berkas Radiasi Pesawat SinarX Mammografi di RSUD Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar, 2017. [3] Kanal, Kalpana, Ph.D, DABR. βDiagnostic Radiology Imaging Physics Courseβ. Mammography β Chapter 8, 2009-2010, 6 May β 20 May 2010. [4] F. Suyatno. βPusat Rekayasa Perangkat Nuklir-BATANβ. Aplikasi Radiasi Sinar-X di Bidang Kedokteran Untuk Menunjang Kesehatan Masyarakat, 503-509, 2008. [5] B. Armynah, S. A Ilyas, Juanda. βKonsentrasi Fisika Medikβ. Analisis Pengaruh Perubahan Jarak dan Luas Lapangan Penyinaran Terhadap Distribusi Sinar-X pada Tabung Pesawat Rontgen dalam Pencitraan Radiodiagnostik, 2013. [6] H. Cember. Pengantar Fisika Kesehatan. IKIP Semarang Press, Semarang, 1983. [7] M. H. Swartz. Diagnostik Fisik. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1995. {8] Eunike Serfina Fajarini. Estimasi Mean Glandular Dose (MGD) pada Mammografi Computed Radiography (CR). Skripsi. Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depok, 2011.