BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolit kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang diakibatkan adanya kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (perkeni, 2011). Penderita diabetes melitus di seluruh dunia di atas umur 20 tahun berjumlah 180 juta orang dan diperkirakan jumlah ini bertambah pada tahun 2.030 menjadi 346 juta orang (WHO, 2011). Berdasarkan badan riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018), prevalensi kejadian kasus DM berdasarkan umur penduduk indonesia ≥ 15 tahun 2013 sekitar 1,5% dari jumlah penduduk indonesia dengan jumlah penderita mencapai 3975 orang dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 2% dari penduduk indonesia dengan jumlah penderita 5.300 orang. Dari jumlah ini sekitar juta orang dewasa usia ≥ 15 tahun meninggal dunia akibat DM (Kemenkes RI, 2018). Menurut laporan Badan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebagaimana
telah dipublikasikan oleh kementerian kesehatan menunjukkan
bahwa untuk wilayah Sulawesi Tenggara masih di bawah 2% dari jumlah penderita DM di Indonesia sekitar 3.206 orang atau 0,12% dari jumlah penduduk Sulawesi Tenggara menderita DM (Kemenkes RI, 2018). Tingginya penderita DM di Indonesia memunculkan upaya pengobatan, baik pengobatan farmakologis maupun non farmakologis. Berbagai pilihan obat antidiabetes baik secara farmakologis maupun tradisional telah banyak dikenal. Terapi farmakologi dengan obat modern pada penderita antidiabetes melitus
1
terdiri atas obat hiperglikemik oral, injeksi insulin dan injeksi antidiabetes yang lain (Purwatresna, 2012). Pengobatan diabetes melitus biasanya dilakukan dengan pemberian obat-obat kimia obat-obatan antidiabetik oral atau dengan suntikan insulin yang digunakan oleh masyarakat. Disamping itu banyak diantara penderita diabetes melitus berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan bahan alam. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabadabad lalu dan dikembalikannya perhatian masyarakat pada pengobatan menggunakan bahan alam yang dikenal dengan istilah “kembali ke alam” desebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping relatif lebih sedikit dibandingkan obat sintesis (Wind, 2014). Menurut naufalik (2005), tumbuhan etlingera adalah salah satu tumbuhan dari zingiberaceae yang tumbuh di Indonesia. Etlingera dapat digunakan mulai dari daun hingga rimpang. Kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang, buah dan daun etlingera antara lain mengandung senyawa polifenol, alkaloid, saponin, tanin, flavanoid, steroid, minyak atsiri yang berperan aktif sebagai antioksidan. Flavonoid adalah senyawa organik alami yang ada pada tumbuhan secara umum. Flavonoid alami banyak memainkan peran penting dalam pencegahan DM dan komplikasinya (Jack, 2012). Berdasarkan sejumlah studi telah dilakukan untuk menunjukkan efek hipoglikemik dari flavonoid dengan menggunakan model eksperimen yang berbeda, hasilnya tanaman yang mengandung flavonoid telah terbukti memberi efek menguntungkan dalam melawan penyakit diabetes melitus, baik melalui kemampuan mengurangi penyerapan glukosa maupun dengan cara meningkatkan toleransi glukosa (Brahmachari, 2011). 2
Sampai saat ini belum ada informasi ilmiah tentang efek antidiabetik ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen) terhadap mencit Balb/C model diabetes melitus, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Uji Aktivitas Antidiabetik Ekstrak Etanol Batang Wualae (Etlingera alba (BLUME) A.D. Poulsen) Pada Mencit Balb/C (Mus musculus L.) Yang Diinduksi Stretozotocin (STZ)”
B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah bagaimana aktivitas ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen) memiliki efek antidiabetes pada Mencit balb/c (Mus musculus) yang diiduksi sterptozotocin.
C. Tujuan penelitian Adapaun tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) memiliki efek antidiabetes pada Mencit Balb/C (Mus musculus) yang di iduksi sterptozotocin. 2. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) memiliki efek antidiabetes pada mencit Balb/C (Mus musculus) yang diinduksi streptozotocin (STZ). 3. Untuk mengetahui efektivitas aktivitas ekstrak etanol batang Wualae (Etlingera alba) memiliki efek antidiabetes pada mencit (Mus musculus) yang yang diinduksi streptozotocin (STZ).
3
D. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek antidiabetes ekstrak batang Wualae (Elingera alba (Blume) A.D. poulsen). 2. Sebagai informasi dan bahan referensi bagi peneliti lain mengenai
efek
antidiabetes ekstrak batang Wualae (Etlingera alba. (Blume) A.D. poulsen).
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rujukan penelitian Rujukan penelitian yang pernah dilakukan untuk mendukung penulisan penelitian ini diatara lain: 1. Ahmad dkk, (2015) melakukan penelitian “Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah dan Daun Patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M.SM)”Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui total senyawa fenolik dan flavonoid ekstrak buah dan daun E. elatior. Ekstraksi buah dan daun sampel dilakukan dengan metode maserasi menggunakan metanol. Analisis kualitatif senyawa kimia dengan eluen tertentu menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk menentukan kelompok senyawa aktif dalam ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstrak metanol untuk buah sebesar 1,93% dan daun sebesar 5,17% dengan kadar fenolik total untuk buah sebesar 2.29 mgGAE/g ekstrak dan daun sebesar 6,29 mgGAE/g ekstrak. Dan kadar flavonoid total untuk buah sebesar 1,7761 mgQE/g ekstrak dan daun sebesar 5,4523 mgQE/g ekstrak. 2. Handayani dkk,(2014) melakukan penelitian “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Bunga dan Daun Patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm) Menggunakan Metode DPPH” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur aktivitas radikal bebas dalam ekstrak metanol bunga dan daun Patikala. Ekstraksi bunga dan daun sampel dengan metode maserasi menggunakan metanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol di 1,935% untuk bunga dan daun pada 5.17%. Aktivitas antioksidan ekstrak 5
metanol bunga patikala memiliki aktivitas antioksidan yang rendah dengan nilai IC50 101,84 mg / mL dan metanol ekstrak daun Patikala memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 30,65 mg / mL. Potensi ini lebih rendah dari nilai IC50 quercetin dari 5,35 mg / mL. 3. Wayuni dkk, 2017 melakukan penelitian Potensi Imunomodulator ekstrak Etanol Buah Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) Terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag Mencit Jantan Galur Balb/ C. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kecombrang Terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag Mencit Jantan Galur Balb/ C. Ekstrak etanol Buah kecombrang yang diberikan secara oral terhadap mencit Galur Balb/ C dengan dosis 100mg/kgBB,200 mg/kg BB, 300mg/kg BB dan 400mg/kgBB. Hasil menunjukan bahwa ekstrak etanol buah kecombrang memiliki potensi sebagai
Imunomodulator pada dosis 300
mg/kgBB dan 400 mg/kgBB dengan efektivitas yang tidak berbeda jauh. 4. Nengah Tegar Saputra dkk, (2018). “Agen Diabetagonik Streptozotocin untuk Membuat Tikus Putih Jantan Diabetes Mellitus”. Tujuan penelitian ini untuk melihat respon tikus putih (Rattus norvegicus) jantan terhadap induksi agen streptozotocin sehingga membuat tikus dalam kondisi diabetes mellitus eksperimental. Injeksi agen streptozotocin dilakukan secara intra peritoneum dengan dosis 45 mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus putih memberikan respon peningkatan glukosa darah sebagai indikasi diabetes mellitus ekperimental. Tikus putih yang mengalami hiperglikemia sebanyak 54,8% dengan rincian 21,5% ringan, 11,8% sedang dan 21,5% berat. Hasil ini menunjukkan bahwa agen Streptozotocin sangat tepat digunakan 6
untuk membuat hewan coba tikus dalam kondisi diabetes mellitus eksperimental. 5. Yusuf dkk, (2018) melakukan penelitian “Potensi Antioksidan dan Antidiabetes Ekstrak Batang Galing (Cayratia trifolia Domin).” Tujuan penelitian untuk menentukan kandungan fitokimia dan aktivitas dari ekstrak etanol batang galing sebagai antioksidan dan antidiabetik. Mencit jantan diadaptasi selama satu minggu untuk membuat diabetes dengan streptozotocin yang diinduksi berdasarkan berat badan (BB) dengan 150 mg / kg BB untuk dosis yang diencerkan dalam buffer sitrat ph 4,5 oleh intraperitoneal. Hewan uji yang digunakan adalah mencit 2-3 bulan dan 20-30 g sehat dan berperilaku normal. Mencit jantan diadaptasi selama satu minggu untuk membuat diabetes dengan streptozotocin yang diinduksi berdasarkan berat badan (BB) dengan 150 mg / kg BB untuk dosis yang diencerkan dalam buffer sitrat ph 4,5 oleh intraperitoneal. Setelah 2 hari kadar glukosa darah puasa yang menyebabkan mencit diukur, jika kadar glukosa darah mencit meningkat >62-175 mg / dL, mencit dianggap diabetes.
7
B. Landasan Teori 1. Tinjauan tanaman Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) a. Uraian sampel patikala ( Tjitrosoepomo, 2005) Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Etlingera
Spesies
: Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen
b. Nama lain Batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen) merupakan salah satu family zingiberaceae yang asli indonesia. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain “kencong” atau “kincung” di Sumatra Utara, “kecombrang” di Jawa, “honje” di Sunda, “bongkot” di Bali, “sambung” di Sumatra Barat dan “bunga katan” di Malaysia. Orang barat menyebut tanaman ini torch ginger atau torch lily karena bentuk bunganya yang mirip obor serta warnanya yang merah memukau. Beberapa orang juga menyebutnya dengan nama philippine waxflower atau porcelein rose mengacu pada keindahan bunganya (Sukandar dkk, 2010).
8
c. Morfologi
Gambar 1. Batang Wualae (Sumber: dokumentasi pribadi, 2019)
Batang
Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. Poulsen)
merupakan jenis tanaman semak dengan tinggi 1-3 m, berbatang semu, tegak, berpelepah, membentuk rimpang dan berwarna hijau. Daunnya tunggal, lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata,panjang daun sekitar 20-30 cm dan lebar 5-15 cm, pertulangan daun menyirip dan berwarna hijau. Bunga kecombrang merupakan bunga majemuk yang berbentuk bonggol dengan panjang tangkai 40-80 cm. Panjang benang sari ± 7,5 cm dan berwarna kuning. Putiknya kecil dan putih. Mahkota bunganya bertaju, berbulu jarang dan warnanya merah jambu. Biji kecombrang berbentuk kotak atau bulat telur dengan warna putih atau merah jambu. Buahnya kecil dan berwarna coklat. Akarnya berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap (Syamsuhidayat, 1991). d.
Kandungan kimia Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman adalah saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri. 9
1. Saponin Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida atau glikosida Steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti
sabun
serta
dapat
dideteksi
berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah (Harborne,1996), sifat-sifat saponin adalah: a. Mempunyai rasa pahit. b. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil. c. Menghemolisa eritrosit. d. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya. e. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi. 2. Flavanoid Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Beberapa fungsi flavonoid bagi tumbuhan adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, fitoaleksin merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat fungus menyerangnya, mengimbas gen pembintilan dalam bakteria bintil nitrogen (Yunilda, 2011).
10
2. Tinjauan Diabetes Melitus a.
Pengertian diabetes melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang diakibatkan adanya kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduannya (PERKENI, 2011) . Penyakit diabetes melitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah (Herlambang, 2013).
b. Tipe Penyakit Diabetes Melitus 1) Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes Tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin, dikenal dengan Istilah Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans
11
pankreas. Diabetes Tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Melitus Tipe 1 hanya hanya di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menurus berkesinmabungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diabetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit (Herlambang, 2013). 2) Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes Tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Dikenal dengan istilah NonInsulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resisten terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita tipe 2, pengontrolan kadar gula dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum
12
maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan (Herlambang, 2013). 3) Diabetes Melitus Gestational Gestational Diabetes Melitus adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer.Sekitar 5-173 wanita hamil diketahui menderita GDM dan umumnya terdeteksi pada. Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayiketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita Gestational Diabetes Melitus akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebutatau setelah trimester kedua. Diabetes Mellitus Kehamilan (DMK) didefenisikan sebagai setiap intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama,
tanpa
memandang
derajat
intoleransi
serta
tidak
memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang terdiagnosa ketika hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang
13
sebelumnya diketahui telah mengidap DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini (Arisman, 2011). 4) Diabetes Melitus tipe lain Diabetes melitus tipe lain terjadi karena etiologi lain yang spesifik, misalnya pada efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit esokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, iatrogenik, infeksi, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain (ADA, 2014). Tabel 1. Klsifikasi Diabetes Melitus
DM tipe 1
Deksttruksi sel beta, umumnya menjurus kedefisiensi insulin absolut Autoimun Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai difisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi iinsulin disertai resistensi insulun. Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit esokrin pankreas Endokrenopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
DM tipe 2
DM tipe lain
DM Gestasional (Sumber: Perkeni, 2015
c.
Gejala Diabetes Mellitus 1) Pengeluaran urin (Poliuria) Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala
14
DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak
sanggup
untuk
mengurainya
dan
berusaha
untuk
mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011). 2) Timbul rasa haus (Polidipsia) Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009). 3) Timbul rasa lapar (Polifagia) Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011). 4) Peyusutan berat badan Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009). d. Terapi farmakologi diabetes melitus Menurut Konsensus PERKENI (2015), terapi farmakologis diberikan dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat antihiperglikemia suntik terdiri dari 3 yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1. Berdasarkan cara kerjanya obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan; 15
a) Pemacu sekresi insulin 1.
Sulfonilurea, Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
2.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin 1.
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
2.
Tiazolidinindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
c) Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan (Penghambat Alpha Glucosidase), obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi 16
glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose. d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV), menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin. e) Penghambat
SGLT-2
(Sodium
Glucose
Co-transporter
2),
merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Tabel 2. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia
Gologan Obat
Cara Kerja Utama
Efek
Penurunan
Samping
HbA1c
Utama Sulfonilurea
Glinid
Metformin
Menigkatkan
BB naik
sekresi insulin
hipoglikemia
Meningkatkan
BB naik
sekresi insulin
hipoglikemia
Menekan
Dispepsia,
produksi glukosa
diare,
hati &
asidosis
menambahsensiti
laktat
1,0-2,0%
0,5-1,5%
1,0-2,0%
17
vitas terhadap insulin
Penghambat
Menghambat
Flatulen, tinja 0,5-0,8%
alpha-
absorpsi glukosa
lembek
Menambah
Edema
0,5-1,4%
0,8-1,0%
glucosidase Tiazolidinindion
sensitifias terhadap insulin Penghambat
Meningkatkan
Sebah,
DPP-IV
sekresi insulin,
muntah
menghambat sekresi glucagon Penghambat
Menghambat
Dehidrasi,
SGLT-2
penyerapan
infeksi
kembali glukosa
saluran
di tubuli distal
kemih
0,8-1,0%
ginjal (Sumber: PERKENI, 2015) . Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes.Pada pasien dengan diabetes tipe-1, pankreas tidak dapat menghasilkan
insulin
sehingga
harus
diberikan
insulin
pengganti.Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, 18
insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan peroral. (PERKENI, 2015). 3. Tinjauan Ekstraksi a. Ekstrak dan ekstraksi Menurut FI Edisi IV Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa yang tersisa untuk diperlakukan sedemikian hingga memenuhi standar yang telah ditetapkan. Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia dengan pelarut cair sehingga akan terpisah dari bahan-bahan yang tidak larut (Depkes RI, 2000). Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhriani, 2014). b. Pengertian maserasi Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana yang paling sering digunakan.Cara ini sangat sesuai baik untuk skala kecil maupun skala besar (industri).Metode ini dilakukan dengan memasukkan sampel dan pelarut yang sesuai kedalam wadah inert yang tertutup rapat dan disimpan pada suru ruang (Agoes, 2007). c. Prinsip kerja maserasi Prinsip maserasi penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya 19
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Wulandari, 2011). 4. Tinjauan Hewan Uji Mencit a. Klasifikasi Berikut merupakan klasifikasi dari mencit (Mus musculus L.) (Malole dkk. 1989) : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Species
: Mus musculus L.
b. Morfologi mencit Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, 20
variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Mencit yang sering digunakan dalam penelitian di laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus putih inbreed maupun outbreed (Akbar, 2010).
Gambar 2. Mencit Balb/C (Mus musculus L.) Sumber: Dokumentasi Pribadi
Mencit Balb/C (Mus musculus L.) hidup di berbagai daerah mulai dari iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup dalam kandang atau hidup bebas sebagai hewan liar. Bulu mencit liar berwarna abu-abu dan warna perut sedikit lebih pucat, mata berwarna hitam dan kulit berpigmen (Malole dkk, 1989). c. Karakteristik mencit Adapun karakteristik mencit meliputi (Kusumawati, 2014) : Berat badan Jantan (gram)
: 20-40
Betina (gram)
: 18-35
Lama hidup (tahun)
: 1-3
Temperatur tubuh oC
: 36,5
Kebutuhan air
: ad libitum
Kebutuhan makan (g/hari)
: 4-5 21
Pubertas
: 28-49
Lama kebuntingan (hari)
: 17-21
Mata membuka (hari)
: 12-13
Tekanan darah Systolic (mmHg)
: 133-160
Distolik (mmHg)
: 102-110
Frekuensi respirasi (per menit)
: 163
Tidal volume (mL)
: 0,18 (0,09-0,38
d. Data hematologi mencit Tabel 3. Gambaran hematologi mencit (Kusumawati, 2014).
Eritrosit (RBC) (x 106/mm)
6,84-11, 7
Hemoglobin (g/dl) MCV µ3 MCH (µµg) MCHC (%) Hematokrit (PCV) (%) Leukosit (WBC) (x 106/mm3) Neutrofil (x 106/mm3) Eosinofil (x 106/mm3) Basofil (x 106/mm3) Limfosit (x 106/mm3) Monosit (x 106/mm3) Glukosa (mg/dl) BUN (mg/dl) Kreatinin (mg/dl) Bilirubin (mg/dl) Kolesterol (mg/dl) Total protein (g/dl) Albumin (g/dl) SGOT (UI/I) SGPT (UI/I) Alkaline fosfatase (UI/I) Laktik dehydrogenase (UI/I)
10,7-11,5 47,0-52,00 11,1-12,7 22,3-31,2 33,1-49,9 12,1-15,9 1,87-2,46 0,29-0,41 0,06-1,10 8,70-12,4 0,30-0,55 62,8-176 13,9-28,3 0,30-1,00 0,10-0,90 26,0-82,4 4,00-8,62 2,52-4,84 23,2-48,4 2,10-23,8 10,5-27,6 75-185
22
5. Glibenklamid Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi I terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi ke II yang potensi hipoglikemik lebih besar adalah glibenklamid, glipizid, gliklazid dan glimepirid (Gunawan, 2009). a. Mekanisme kerja Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β langerhans pankreas. Rangsangannya melalui reaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel-β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide-C (Gunawan, 2009). b. Farmakokinetik Absorbsi sulfonilurea di saluran cerna cukup efektif. Sulfonilurea generasi ke II, umumnya berpotensi hipoglikemik hampir 100 kali lebih besar dari generasi I meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1 kali sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek ini memberikan efek hipoglikemik panjang belum diketahui (Gunawan, 2009). Glibenklamid berpotensi 200 kali lebih kuat dari tolbutamid, masaparuhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, pada pemberian dosis
23
tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu (Gunawan, 2009). c. Efek Samping Insiden efek samping generasi I sekitar 4%, lebih rendah lagi pada generasi ke II. Hipoglikemia bahkan sampai koma tentu dapat timbul tergantung dari dosis yang diberikan. Reaksi ini lebih sering muncul pada orang tua dengan gangguan fungsi hati dan ginjal (Gunawan, 2009). Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologik susunan saraf pusat, mata dan sebagainya. Gejala utama susunan saraf pusat berupa vertigo, ataksia dan sebagainya. Gejala hematologik berupa leukopeni dan agranulositosis (Gunawan, 2009). 6. Tinjauan Streptozotosin Streptozotocin (STZ) merupakan antibiotik yang berasal dari Streptomyces
achromogenes
dan
secara
struktur
merupakan
derivat
glukosamin dari nitrosourea. STZ menyebabkan hiperglikemia terutama oleh efek sitotoksik langsung terhadap sel beta pankreas (Srinivasan dan Ramarao, 2007). Aksi STZ pada sel beta ditunjukkan oleh perubahan karakteristik dalam insulin dan konsentrasi glukosa darah. Hiperglikemia terjadi dalam dua jam setelah injeksi, bersamaan dengan penurunan insulin darah. Enam jam kemudian, terjadi hipoglikemia dengan kadar insulin darah yang tinggi. Segera setelah itu, terjadi hiperglikemia dan penurunan level insulin darah. Perubahan pada level glukosa darah dan insulin tersebut menunjukkan adanya abnormalitas fungsi sel beta pankreas. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan 24
bahwa dalam 6 jam stelah injeksi, STZ menyebabkan kerusakan sel beta pankreas yang menggambarkan pengembangan penyakit diabetes melitus (Szkudelski, 2001).
Gambar 3. Mekanisme sitotoksik dari STZ pada sel beta pankreas. MIT mitochondria; XOD - xanthine oxidase (Szkudelski, 2012)
25
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis
penelitian
yang
digunakan
adalah
Penelitian
Eksperimen.
Eksperimen adalah suatu model penelitian dengan melakukan intervensi (perlakuan) pada subjek penelitian untuk mengetahui hasil perubahannya (perubahan pada variabel atau objek penelitian) serta diperlakukan oleh intervensi itu (Machfoedz, 2008). B. Desain Penelitian Desain penelitin yang digunakan dalam Uji Efek Antidiabetik Ekstrak Batang Wualae (Etlingera alba) terhadap mencit Balb/C menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan dengan lima kali pengulangan.
Kadar Gula Darah (mg/dl) Perlakuan Awal
Streptozotocin (STZ)
Perlakuan
Rata-rata
A1 A2 A3 A4 A5 Keterangan: A1 = Kontrol positif (Glibenklamid 5 mg) A2 = Kontrol negatif (Na.CMC 0,5% 100 ML) A3 = Ekstrak batang Wualae dosis 100 mg/kgBB A4 = Ekstrak batang Wualae dosis 200 mg/kgBB 26
A5
= Ekstrak batang Wualae dosis 400 mg/kgBB C. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2019 bertempat di
Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Farmakologi Politeknik Bina Husada Kendari dan Laboratorium penelitian Fakultas Farmasi UHO. D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) yang diambil di punggaluku dan Baito, Sulawesi Tenggara. 2. Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak batang Wualae (Etlingera alba (BLUME) A.D.Poulsen yang dibuat dengan berbagai konsentrasi. E. Kerangka Konsep Penelitian Batang Wualae
Konsentrasi ekstrak
Aktivitas diabetes melitus
Hasil
batang patikala (Etlingera Tabel 2. Konsep penelitian efek ekstrak batang etlingera alba pada mencit elatior)(Mus musculus L.)
F. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Dosis Ekstrak batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen). 2. Variabel terikat : Penurunan kadar gula darah mencit Balb/c (Mus musculus L.) 27
G. Definisi Operasional 1. Ekstrak Kental adalah zat yang diperoleh dari proses ekstraksi simplisia kering yang mengandung sedikit kadar air. 2. Batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) merupakan salah satu jenis tanaman dari suku Zingiberaceae. 3. Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. 4. Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan uji yang biasa digunakan dalam pengujian farmakologi. Mencit sangat cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. H. Hipotesis Ekstrak Batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D.Poulsen) dapat memiliki aktivitas antidiabetik pada Mencit Balb/C (Mus musculus L.) yang diinduksi streptozotocin (STZ). I. Prosedur Penelitian 1. Alat, Bahan dan Subjek penelitian a. Alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi batang pengaduk, gelas ukur, gelas kimia, glukometer, gunting, kain flanel, rotary evapavor, sendok tanduk, spoit, timbangan analitik, timbangan digital, wadah maserat, strip gula darah (Easy Touch GCU). b. Bahan yang digunakan
28
Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian meliputi aquadest, etanol 96%, glibenklamid 5 mg, ekstrak batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen) dan glukosa. c. Subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah mencit Balb/C (Mus musculus L.), jenis kelamin jantan. 2. Cara Kerja a. Pengambilan sampel (Rahayuningsih, 2015) 1) Dikumpulkan bahan baku sampel yang akan digunakan dan yang diambil adalah buah dari patikala 2) Dicuci menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran lainnya yang melekat pada sampel. 3) Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan sampel yang sudah rusak. 4) Dirajang untuk mempermudah proses pengeringan. Pengeringan dilakukan agar sampel tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. 5) Disortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing dan kotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada sampel kering. 6) Diserbukkan sampel yang kemudian siap untuk di ekstrak.
b. Pembuatan ekstrak etanol batang patikala (etlingera alba) metode maserasi (Mutiara, 2014; Purwatresna, 2012) 1) Ditimbang simplisia kering sebanyak x gram kemudian dimasukkan ke dalam wadah maserasi, lalu direndam menggunakan etanol 96% dengan 29
perbandingan 1 : 7,5 dan didiamkan selama 5 x 24 jam sambil sesekali diaduk. 2) Disaring ekstrak etanol yang diperoleh dan diperas dengan kain flanel dan menggunakan handscoon, kemudian dimasukkan kembali sampel ke dalam wadah dan direndam dengan etanol 96% dengan jumlah yang sama. 3) Disatukan filtrat yang diperoleh yang kemudian disaring. 4) Dipisahkan endapan lalu diuapkan menggunakan rotary evapavor. 5) Dimasukkan ekstrak kental ke dalam botol. 6) Dibuat ekstrak dengan masing-masing dosis. c. Pembuatan Na CMC 0,5% 100 mL 1) Ditimbang Na CMC sebanyak 0,5 gram 2) Diukur aquadest sebanyak 100 mL kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia dan di panaskan hingga mendidih 3) Dimasukkan Na CMC sedikit demi sedikit dan diaduk hingga membentuk suspensi yang homogen 4) Diangkat kemudian didinginkan 5) Diberi etiket. d. Pembuatan larutan streptozotosin 1) Disiapkan alat dan bahan 2) Ditimbang STZ sebanyak 281,25 gram pada kertas perkamen 3) Dimasukkan kedalam botol vial coklat 4) Dilarutkan dengan buffer sitrat sebanyak 3 mL
30
5) Ditutup vial hingga rapat dan di kocok hingga homogen (Brosius, 2003). e. Pembuatan suspensi glibenklamid 1) Ditimbang satu persatu tablet glibenklamid 5 mg sebanyak 10 tablet ditimbangan digital, lalu dihitung bobot rata-rata tablet, setelah itu semua tablet digerus dalam lumpang hingga halus dan homogen. 2) Setelah halus kemudian ditimbang sebanyak x gram lalu dimasukkan dalam gelas kimia. 3) Ditambahkan sedikit demi sedikit Na.CMC 0,5% sebanyak 20 mL. f. Penyiapan Hewan Uji 1) Dilakukan pemeriksaan kelayakan hewan uji yang akan digunakan yaitu umur, berat badan dan keadaan fisik hewan uji. 2) Hewan uji dikelompokkan menjadi 5 kelompok (berdasarkan perhitungan pengelompokan hewan uji pada lampiran 2), pada setiap kelompok terdiri dari 3 perlakuan kemudian diukur kadar gula darah mencit. 3) Mencit yang dinyatakan layak untuk digunakan sebagai hewan uji, terlebih dahulu dipuasakan selama 8 jam, tetapi tetap diberikan air minum. 4) Ditimbang mencit dan dicatat hasilnya.
g. Perlakuan Hewan Uji (Ilyas dkk,2018) 1) Pengambilan darah pada mencit melalui ekor, kemudian diukur kadar gula darah awal pada masing-masing mencit. 31
2) Masing-masing mencit diinduksikan dengan streptozotosin dosis 150 mg/kg BB voleme 0,2 ml/ekor dibiarkan selama 18-48 jam, lalu diberikan larutan sukrosa selama 24 jam secara intraperitonial. 3) Diukur kadar gula dalam darah setelah diinduksi dengan streptozotosin. 4) Setiap mencit diberikan perlakuan sesuai kelompok perlakuan secara peroral selama 7 hari. 5) Pada hari ke 8 pengukuran kadar gula darah untuk melihat penurunan kadar glukosa setelah perlakuan. 3. Analisis Data a. Data 1) Sifat data Data kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angkaangka yang dapat dihitung. 2) Jenis data Data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yangdiberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan dan peringkat apapun. Data nominal merupakan data kontinum dan tidak memiliki urutan. Ciri-ciri lain data nominal adalah ia hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit saja. Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran dengan skala nominal (Nazir, 2003). 3) Sumber data a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di Laboratorium Farmakologi Politeknik Bina Husada Kendari. 32
b. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari literatur yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian. b. Teknik Pengumpulan Data Observasi atau pengamatan kegiatan yaitu data penelitian ini diperoleh dari hasil efek pemberian ekstrak batang Wualae (Etlingera alba (BLUME) A.D.Poulsen) pada mencit Balb/C (Mus musculus L.) c. Penyajian Data Data yang dianalisi disajikan dalam bentuk tabel, yang diperoleh dengan bebrapa tahapan yaitu pencatatan, editing, pengklasifikasian dan pengkodean, penyusunan, perhitungan dan penyimpanan (storing). d. Pengolahan Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmograv-Smiroov untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji levene untuk melihat homogenitas data. Jika terdistribusi normal dan homogenitas maka akan dilanjutkan uji Analisis Of Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak, jika terdapat perbedaan bermakna maka dilanjutkan uji beda nyata terkecil (Beda nyata terkecil) (Santoso, 2008).
33
4. Skema Jalannya Penelitian Mencit (Mus musculus L.)
Tumbuhan batang etlingera alba (Blume) A.D. poulsen
Pemeriksaan
Ekstrak etanol batang etlingera alba (Blume) A.D. poulsen
Dipuasakan Pembuatan Konsentrasi aktivitas DM Ekstrak Etanol batang Wualae (Etlingera alba (Blume) A.D. poulsen)
Penimbangan hewan uji
Pengukuran kadar gula darah awal Diinduksi dengan STZ 150 mg/kg/BB
Pengukuran kadar gula darah setelah diinduksi dengan STZ Pengelompokkan mencit Perlakuan pada mencit
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Control (+)
Control (-)
Perlakuan dilakukan selama 7 hari secara peroral Diukur kadar gula darah pada perlakuan hari sampai hari ke-8 Penurunan kadar gula darah Hasil Pembahasan Gambar 5. Skema jalannya penelitian
34
DAFTAR PUSTAKA ADA (American Diabetes Association). (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care. Ahmad, A. R., Afrianty, S., Ratulangi, D., Malik, A., & Sm, J. R. M. (2015). Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah dan Daun Patikala ( Etlingera elatior ( Jack ) Abstrak, 2(1), 1–10. ADA (American Diabetes Association). (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care.
Akbar, S. 2010,Penelitian Tindakan Kelas (Edisi Revisi), Cipta Media, Yogyakarta. Arisman. 2011,Buku Ajar Ilmu Gizi :Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia, EGC, Jakarta. Brahmachari, G., 2011, Bio-Flavonoids With Promising Patentials.Acritical survey, Rescarch Signpost,187-212
Antidiabetc
Depkes RI.1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik. Indonesia, Jakarta. Depkes RI.2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara2012. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara 2016. Fatimah, Restyana Noor., 2015, Diabetes Melitus Tipe 2, J Majority, Vol. 4(5), Lampung. Herlambang. 2013, Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes, Tugu Publisher, Jakarta. International Diabetes Federation (IDF). 2011.Global Diabetes Plan 20112021,http://www.idf.org/ sites/default/files/Global_Diabetes_Plan_Final. pdf[Sitasi tanggal 23 Desember 2016] Jansson, S.P.O. 2014. A Longiytudinal study of Diabetes Melitus. With Special Reference to Incidenceand Prevalence, and to Determinants of 35
Macrovascular Complications universitypress.
and
Mortality.
Sweden:
Uppsala
Kementrian Kesehatan RI, 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kemenkes RI. Jakarta. Malole, M.B.M., Pramono C.S.U., 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB. Mukhriani. 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif, Jurnal Kesehatan. Mutiara, E.V. dan Wildan, A. 2014, Ekstraksi Flavonoid Dari Daun Pare (Momordica charantia L.) Berbantu Gelombang Mikro Sebagai Penentu Kadar Glukosa Secara In Vitro, Stifa, Semarang. Nazir, Moh. 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2011. Konsesus Pengolahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Semarang: PB PERKENI Rahayuningsih, Nur dan Ameli, Shinta. 2015, Uji Aktifitas Antidiabetik Infusa Daun Pahpohan (Pilea trinervia Wight.) Pada Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster, Stikes Bakti Tunas Husada, Tasikmalaya. Rats, W., & Diabetes, M. (2018). Agen Diabetagonik Streptozotocin untuk Membuat Tikus Putih Jantan Diabetes Mellitus, 10(2), 116–121. https://doi.org/10.24843/bulvet.2018.v10.i02.p02
Santoso, S. 2009, Panduan Lengkap Menguasai Statistik Dengan SPSS, PT. Elex media Komputindo, Jakarta. Srinivasan, S. dan Ramarao. 2007, Free Radical Scavenging Acticity and Total Phenolic Compounds of Gracilaria Changing, International journal of Natural and Engineering Science. Szkudelski, T. 2001, The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in β Cells of the Rat Pancreas, Phystol, Res. Taylor,
T.C. Francis. (2001). Bioactive compounds from isolation, characterisation and biological properties. Universitas Dicatania : Italy
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gaja Mada. University Press. Yogyakarta. 36
Wahyuni, Malaka, M. H., Fristiohady, A., Yusuf, M. I., & Sahidin. (2017). POTENSI IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL BUAH AKTIVITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG MENCIT JANTAN GALUR BALB / C. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT, 6(3), 350–355.
Wind, Ajeng. 2014. Kitab Obat Tradisional Cina. Yogyakarta: Media Pressindo. Wulandari, I. 2011, Teknologi Ekstrak Dengan Metode Maserasi Dalam Etanol 70% Pada Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.), Universitas 11 Maret, Surakarta. Yunilda,D, 2011. Analisis zat berkhasiat daun selasih. Yusuf dkk, 2018. Potensi Antioksidan dan Antidiabetik Dari Ekstrak Batang Galing (Cayratia trifolia DOMIN): Universitas Haluoleo, Kendari.
37