SINTESIS DAN KARAKTERISASI UIO-66 PADA PENDUKUNG SILIKA BERPORI SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA ERICHROME BLACK T (EBT)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan industri tekstil mengalami kemajuan yang cukup pesat sehingga mempunyai nilai positif terhadap perekonomian masyarakat. Industri ini adalah satu industri yang dapat bersaing di pasar dunia, menghasilkan devisa tinggi serta menyerap banyak tenaga kerja yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT). TPT menjadi subsektor dengan jumlah perusahaan industri sedang besar tertinggi jika dibandingkan dengan subsektor lainya. Hasil survey Badan Pusat Statistik pada tahun 2008 menunjukan bahwa TPT menduduki posisi 1 dan 2 pada subsektor industri non migas dengan jumlah perusahaan 2.604 untuk produk tekstil dan 2.450 untuk tekstil. Selain peningkatan produktivitas masyarakat indonesia, perkembangan industri tekstil juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain sejumlah besar air, Industri kertas, kulit dan tekstil menggunakan lebih dari 10.000 pewarna sintetik yang berbeda. Selama proses pencelupan, diperkirakan sekitar 280.000 zat warna dibuang sebagai limbah per tahun di dunia (Rodríguez Couto dan Toca Herrera, 2006) EBT merupakan salah satu pewarna anionik yang secara luas digunakan dalam pembuatan serat, nilon, wool, dan senar. Eriochrome Black-T merupakan produk lanjutan dari naphthaquinone yang bersifat karsinogenik, sehingga dianggap sebagai salah satu limbah pewarna berbahaya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi limbah pewarna. Beberapa metode yang telah dilakukan dalam pengolahan zat warna seperti biosorpsi, koagulasi, adsorpsi, biodegradasi dan lainnya tidak efektif untuk menghilangkan limbah celupan. Oleh karena itu, diperlukan suatu material yang dapat menyerap zat warna dengan baik. Berbagai adsorben seperti karbon aktif, zeolite, dan senyawa berpori lainnya telah banyak diteliti penggunaannya dalam mengadsorpsi limbah pewarna. UiO-66 merupakan salah satu material
berpori
yang
tersusun
atas
Zr sebagai atom pusat dan benzen
dikarboksilat sebagai ligan. MOF UiO-66 tersusun atas logam pusat Zirkonium (Zr) dengan ligan benzene dicarboxylate (BDC). Telah banyak laporan mengenai penggunaan material UiO-66 sebagai adsorben, baik UiO-66 normal ataupun yang sudah termodulasi. Seperti yang
sudah dilakukan oleh Qiu dkk pada tahun 2017 yang melaporkan adanya aktivitas katalitik oleh UiO-66 normal dan termodulasi sebagai adsorben pewarna anionic Metil Orange (MO) dan Congo Red (CR) dan Metilen Blue (MB). Dari penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat variable yang baru diketahui yang mana memengaruhi kemampuan material dalam mengadsorb zat warna. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai daya adsorb material UiO-66 dengan menambahkan senyawa lain, salah satunya . Untuk menambah variasi ukuran pori yang lebih besar pada morf, maka diperlukan modifikasi dengan menambahkan senyawa lain yang memiliki ukuran pori lebih besar daripada MOF yang digunakan. Silica mesopori seperti MCM-41 adalah salah satu material pendukung yang sering digunakan. Hal tersebut dikarenakan silika mesopori memiliki luas permukaan yang tinggi (> 700 m2/g), volume pori yang besar (mencapai 70%) dan stabilitas termal yang tinggi. Oleh karena itu dalam percobaan ini akan dilakukan sintesis dan karakterisasi uio-66 pada pendukung silika berpori sebagai adsorben zat warna erichrome black t (ebt). Silika berpori yang digunakan disini adalh MCM-41 dan NI MCM 41.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diangkat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh penambahan Al-MCM 41 dan MCM 41 terhadap struktur UiO yang terbentuk? 2. Bagaimana perbandingan efektifitas antara UiO-66 dengan impregnasi UiO-66/MCM 41 dengan impregnasi UiO-66/Al MCM 41 sebagai adsorben terhadap zat warna Eriochrome Black-T ?
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. mengetahui pengaruh penambahan Al-MCM dan Al MCM 41 terhadap struktur Zr-BDC yang terbentuk 2. mengetahui perbandingan efektifitas antara UiO-66 dengan impregnasi UiO-66/MCM 41 dengan impregnasi UiO-66/Al MCM 41 sebagai adsorben terhadap zat warna Eriochrome Black-T ?
1.4 Manfaat
Hasil
dari
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan informasi
ilmiah
mengenai karakteristik padatan Z dan Al-Zr-BDC-NH2hasil sintesis maupun aplikasinya di bidang katalis.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 UiO-66 UiO-66 merupakan MOF yang tersusun atas heksamer polihedra ZrO6(OH)2 yang berkoordinasi delapan dengan ligan 1,4-benzen-dikarboksilat (Nanthamathee, 2013).
Gambar 2.1 Struktur Zr-BDC (UiO-66) Material ini memiliki pori kubik 3D yang kaku, terdiri dari rongga oktahedral berdiameter 1.1 nm dan rongga tetrahedral berdiameter 0.8 nm, seperti pada Gambar 2.2. Zr-BDC memiliki stabilitas termal yang tinggi hingga 773 K dan stabilitas kimia yang baik terhadap pelarut seperti air, aseton, benzene dan dimetilformamida yang berguna dalam katalisis. (Timofeeva, 2014)
Gambar 2.2 Rongga pada Zr-BDC (Barcia dkk., 2011) Secara umum Zr-BDC disintesis dari ZrCl₄ sebagai sumber logam dan DMF sebagai pelarut (Zhao dkk., 2013) agar terbentuk struktur oktahedral Zr 6O₄(OH)₄ (Cavka dkk., 2008). Sintesis dilakukan dengan memanaskan reaktan dan pelarut dalam autoclave dengan suhu diatas titik didih pelarut DMF yakni 120 °C selama 24 jam (Rahmawati dkk., 2015). Metode ini dikenal dengan metode solvotermal yang mana harus dilakukan pada sistem tertutup untuk mencegah
hilangnya
pelarut
saat
dipanaskan
di atas titik didihnya
(Ismaundar, 2004). Material Zr-BDC (UiO-66) murni hanya dapat diperoleh melalui penggunaan pelarut DMF dalam sintesisnya (Zhao dkk., 2013). 2.2 Modifikasi UiO-66 Penelitian lanjutan seputar modifikasi dan fungsionalisasi Zr-BDC telah banyak dilakukan (Chavan dkk., 2010; Kandiah dkk., 2010). Benzen dikarboksilat yang digunakan sebagai
ligan organik dalam sintesis material Zr-BDC dapat digantikan dengan ligan
fungsional seperti NH₂-H₂BDC, NO₂-H₂BDC, maupun BrH₂BDC (Gambar 2.5) sehingga dihasilkan material baru (Kandiah dkk., 2010).
Gambar 2.3 Struktur NH₂-H₂BDC, NO₂-H₂BDC, Br-H₂BDC (Kandiah dkk, 2010) Untuk menambah variasi ukuran pori yang lebih besar pada morf, maka diperlukan modifikasi dengan menambahkan senyawa lain yang memiliki ukuran pori lebih besar
daripada MOF yang digunakan. Silica mesopori seperti MCM-41 adalah salah satu material pendukung yang sering digunakan. Material mesopori MCM-41 merupakan material dengan ukuran pori antara 2-50 nm, sedangkan zeolit memiliki ukuran pori di bawah 2 nm. Bahan material mesopori merupakan alternatif yang dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menghasilkan
produk biogasoline
menggunakan
bahan
dengan prosentase yang lebih tinggi dibandingkan
material mikropori seperti zeolit.MCM 41 sendiri juga dapat
dimodifikasi dengan menambahkan logam seperti Al dan Ni guna meningkatkan efektifitasnya. 2.3 Erichrome Black T Eriochrome Black-T (EBT) adalah salah satu zat warna azo yang penting digunakan dalam pencelupan sutra, wol, nilon, multifibers dan di laboratorium digunakan sebagai indikator dalam titrasi kompleksometri untuk mendapatkan konsentrasi Ca2+, Mg2+, dan Zn2+. lanjutan dari produk naphthaquinone yang Eriochrome Black-T
dapat menyebabkan gangguan seperti kerusakan ginjal,
kanker, dan gangguan hati. Eriochrome Black-T banyak terdapat dalam sisa proses industri tekstil dan perlu penanganan lebih lanjut . 2.4 Adsorbsi 2.4.1 Pengertian Adsorbsi Adsorpsi merupakan proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul atau suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik molekul-molekul gas, uap atau cairan (Oscik, 1982). Alberty dan Daniel (1987) mendefinisikan adsorpsi sebagai fenomena yang terjadi pada permukaan. Adsorpsi sendiri merupakan suatu proses pemisahan dimana molekul-molekul gas atau cair diserap oleh suatu padatan dan terjadi secara reversibel. Terdapat dua komponen pada proses adsorpsi yaitu adsorbat sebagai zat yang diserap dan adsorben sebagai zat yang menyerap. Adsorben adalah padatan yang memiliki kemampuan menyerap fluida ke dalam bagian permukaannya sedangkan adsorbat dapat berupa bahan organik, zat warna dan zat pelembab. Kesetimbangan adsorpsi terjadi apabila larutan dikontakkan dengan adsorben padat dan molekul dari adsorbat berpindah dari larutan ke padatan sampai konsentrasi adsorbat dilarutkan dan padatan dalam keadaan setimbang. Pengukuran kesetimbangan adsorpsi dapat dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi adsorbat larutan awal dan pada saat terjadi kesetimbangan, dimana model
kesetimbangan yang sering digunakan pada sistem adsorpsi adalah model isoterm Freundlich dan Langmuir(Zultiniar dan Desi, 2010). Dalam proses adsorpsi melibatkan berbagai macam gaya yakni gaya van der waals, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen serta ikatan kovalen (Martell and Hancock, 1996). Terjadinya adsorpsi diakibatkan adanya molekul-molekul pada permukaan zat padat atau cair memiliki gaya tarik yang tidak setimbang dan cenderung tertarik ke arah dalam. Kesetimbangan gaya tarik tersebut mengakibatkan zat padat dan cair yang digunakan sebagai adsorben cenderung menarik zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya (Sudarja dan Novi, 2012). Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang memiliki pori karena berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu didalam adsorben.
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adsorbsi Menurut Teguh Wirawan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi adalah sebagai berikut: a. Sifat Adsorben Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, dimana semakin kecil pori-pori karbon aktif maka luas permukaan semakin besar sehingga kecepatan adsorpsi akan bertambah. b. Sifat Serapan UiO-66 memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi senyawa yang berbeda-beda, dimana adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dan struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa yang diserap c. pH (Derajat Keasaman) Terjadi peningkatan adsorbsi pada asam organik apabila pH diturunkan yaitu dengan menambahkan asam mineral, hal ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut, sedangkan bila pH asam organik dinaikkan dengan penambahan alkali maka adsorpsi akan berkurang dan akibatnya akan terbentuk garam. d. Waktu Kontak Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh tipe biomassa (aktif atau tidak aktif), ion yang terlibat dalam system biosorpsi, konsentrasi ion logam. Apabila UiO-66 ditambahkan dalam suatu cairan maka akan dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan, dimana waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah
karbon aktif yang digunakan. Di samping itu pengadukan juga dapat
mempengaruhi
waktuk kontak karena pengadukan ini dimaksudkan untuk dapat memberi kesempatan pada partikel karbon aktif untuk bersentuhan dengan senyawa yang diserap. 2.4.3 Jenis – Jenis Adsorpsi Menurut Cahyono dkk terdapat jenis-jenis adsorbsi berdasarkan prosesnya sebagai berikut : a. Adsorpsi Fisika b. Adsorbsi Kimia Terdapat dua jenis gaya tarik-menarik dari suatu padatan yaitu gaya fisika dan gaya kimia. Masing-masing dari kedua gaya tersebut menghasilkan adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia (chemisorption). Adsorpsi fisika adalah proses intertaksi antara adsorben dengan adsorbat yang melibatkan gaya-gaya antar molekul seperti gaya van der Waals, sedangkan adsorpsi kimia terjadi jika interaksi adsorben dan adsorbat melibatkan pembentukan ikatan kimia. Pada adsorpsi kimia terjadi pembentukan dan pemutusan ikatan, sehingga energi adsorpsinya berada pada kisaran yang sama dengan reaksi kimia. Ikatan antara adsorben dengan adsorbat cukup kuat sehingga tidak terjadi spesiasi, karena zat yang teradsorpsi menyatu dengan membentuk lapisan tunggal dan relatif reversibel. Batas minimal suatu adsorpsi dikategorikan sebagai kemisorpsi adalah memiliki harga energi adsorpsi sebesar 20,92 kJ/mol (Adamson, 1997).
2.5 Karakterisasi 2.5.1 Difraksi Sinar X (XRD) XRD merupakan teknik yang digunakan untuk analisa kristal dalam suatu sampel. Sampel tersebut dapat berupa serbuk, padatan, film atau pita. Prinsip kerja XRD adalah berkas sinar-X ditembakkan pada material kristalin pada sudut
, sebagian dihamburkan
oleh atom-atom di permukaan dan sebagian yang lain menembus ke atom-atom lapisan kedua. Sinar ini kemudian dihamburkan
lagi
sebagian
sehingga
bagian
yang
tak
dihamburkan akan menembus ke lapisan ketiga, begitu seterusnya. Difraksi sinar merupakan akumulasi dari hamburanhamburan sinar tersebut dan memiliki sudut yang berbeda-beda terhadap sinar primer. Hubungan panjang gelombang sinar-X (Ʌ), setengah sudut difraksi sinar (Ɵ), dan jarak antar bidang atom dalam kristal (d) dituliskan secara matematis sebagai berikut:
dimana n adalah orde atau tingkat difraksi (0, 1, 2, 3, ...) Persamaan tersebut dikenal dengan Hukum Bragg. Dengan bantuan persamaan ini tipe struktur
kristal
dapat
ditentukan (Ismaundar, 2004). Difraktogram pada Gambar 2.7
menunjukkan bahwa material Zr-BDC (UiO-66) secara khas muncul pada puncak 2θ=7 hingga 8°. 2.5.2 Spektrofotometri UV VIS Spektrofotmetri
adalah
suatu
cara
suatu
analisis
yang
didasarkan
pada
pengukuran intensitas sinar oleh spektrofotometer, sinar yang digunakan adalah sinar yang mempunyai panjang gelombang tunggal (monokromatik). Hukum
yang mendasari
analisis ini adalah hukum Lambert-Beer yang menyatakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi, tebal media dan sifat spesifik zat yang mengadsorpsi. Penyerapan sinar UV-tampak oleh suatu molekul akan menyebabkan transisi di antara tingkat energi elektronik dari molekul. Berdasarkan hal ini, spektroskopi UVtampak juga dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Kegunaan utama spektrometri UV tampak adalah untuk identifikasi jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik. Spektrum UV biasanya diukur dalam larutan sangat encer dengan syarat pelarut harus tidak menyerap pada 𝜆 dimana dilakukan pengukuran, agar tidak ada back ground atau serapan. Spektrum UV atau tampak terdiri dari pita absorpsi lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan oleh terbaginya keadaan dasar dan keadaan tereksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Karena berbagai transisi ini berbeda sedikit sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum itu. Spektrum tampak terentang dari sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah) sedangkan spektrum ultraviolet terentang dari 100 nm sampai 400 nm. Baik radiasi UV maupun radiasi cahaya tampak berenergi lebih tinggi daripada radiasi inframerah. Absorpsi cahaya ultraviolet atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu tungsten. Cahaya polikromatik UV akan melewati monokromator yaitu suatu alat yang paling umum digunakan untuk
menghasilkan berkas radiasi
dengan satu
panjang gelombang.
Monokromator radiasi UV, sinar tampak dan infra merah adalah sama
yaitu
mempunyai celah, lensa, cermin dan perisai. Wadah sampel umumnya disebut sel atau kuvet. Kuvet plastik dapat digunakan untuk spektroskopi sinar tampak. Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang berguna untuk mendeteksi cahaya yang melewati sampel tersebut. Cahaya yang melewati detektor diubah menjadi arus listrik yang dapat dibaca melalui rekorder dalam bentuk transmitansi absorbansi atau konsentrasi.