Bab I-v Pediatric Respiratory-2.docx

  • Uploaded by: Kevin Tagah
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I-v Pediatric Respiratory-2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,050
  • Pages: 36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah penemuan sinar-X oleh Wilhem Conrad Rontgen, seorang ahli fisika berkebangsaan jerman melalui percobaannya pada tanggal 8 November 1995, telah memberikan perkembangan bagi ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk dalam dunia kedokteran. Prinsip dari radiodiagnostik yaiyu sinar-X yang mengenai suatu objek akan menghasilkan gambaran radiograf yang dapat membantu menegakkan diagnosa adanya suatu kelainan penyakit.( Atlas Radiologi, Edisi III ) Dalam hal ini salah satu pemeriksaan yang memanfaatkan sinar-X adalah pemeriksaan Sistem Pernapasan Anak pada kasus Aspirasi Benda Asing. Aspirasi benda asing bronkus adalah masalah yang sering pada anak-anak dan merupakan masalah serius serta bisa berakibat fatal. Sebagian besar aspirasi benda asing di bronkus pada anak-anak karena kecenderungan memasukkan sesuatu ke mulut, pertumbuhan gigi molar yang belum lengkap, kurangnya pengawasan dari orang tua dan lain-lain. Aspirasi jarum pentul di bronkus biasanya terjadi pada wanita remaja muslim yang menggunakan jilbab. Benda asing tajam di bronkus harus segera dikeluarkan dalam kondisi dan peralatan optimal untuk mencegah komplikasi yang timbul. Menurut Pernapasan

teori Anak

(Kenneth L. Bontrager) pada pemeriksaan Sistem terdapat

3

proyeksi

pemeriksaan

Chest

untuk

memperlihatkan posisi benda asing yang masuk pada sistem pernapasan anak. Proyeksi pemeriksaan radiografi yang dimaksud adala Proyeksi AP/PA dan

1

Pryeksi Lateral. Kolimasi untuk teknik pemeriksaan ini hanya diharapkan dilakukan seminimal mungkin. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengangkat hal tersebut ke dalam sebuah Laporan Kasus yang berjudul ”Teknik Pemeriksaan Radiografi Sistem Pernapasan Anak Pada Kasus Aspirasi Benda Asing di Instalasi Radiologi RS X. 1.2 Rumusan Masalah Agar dalam penyusunan laporan kasus ini dapat terarah, maka penulis dapat merumuskan permasalahan tersebut: 1. Bagaimana prosedur pemeriksaan radiografi Sistem Pernapasan anak? 2. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi Sistem Pernapasan Anak pada kasus Aspirasi Benda Asing di Instalasi Radiologi RS. X? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Prosedur pemeriksaan radiografi Sistem Pernapasan Anak 2. Untuk mengetahui Teknik pemeriksaan Radiografi Sistem Pernapasan Anak pada kasus Aspirasi Benda Asing di Instalasi Radiologi RS. X. 1.4

Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1.4.1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang teknik pemeriksaan radiologi Sistem Pernapasan Anak Pada Kasus Aspirasi Benda Asing.

2

1.4.2. Sebagai bekal bagi penulis dalam penerapan dalam dunia kerja nanti.

1.5

Pembatasan Masalah Agar pembahasan dalam laporan study kasus ini teratur dan terarah maka penulis membatasi masalah yang akan di bahas dalam laporan ini, yaitu pemeriksaan radiografi pada penderita Aspirasi Benda Asing Pada Sistem Pernapasan di RS.X.

1.6

Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami isi laporan kasus ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I

Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan studi kasus, manfaat studi kasus dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi anatomi dan fisiologi Sistem Pernapasan Anak, Indikasi Pemeriksaan, Teknik radiografi Sistem Pernapasan, Proteksi Radiasi Bab III Paparan Kasus Bab ini berisi tentang Paparan Kasus. Bab IV Pembahasan Kasus Bab ini berisi Pembahasan Kasus. Bab V Penutup Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran.

3

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Anatomi Sistem Respirasi Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi yang terdiri dari cavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminal; dan bagian respirasi (tempat terjadi pertukaran gas) yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli. Menurut klasifikasi berdasarkan saluran napas atas dan bawah, saluran napas atas terbatas hingga faring sedangkan saluran napas bawah dimulai dari laring, trakea, bronkus dan berakhir di paru.

Gambar 2.1 Anatomi sistem pernapasan (Google, 2018) 2.1.1. Hidung dan Cavum Nasi

Hidung merupakan bagian dari wajah yang terdiri dari kartilago, tulang, otot, dan kulit yang melindungi bagian depan dari cavum nasi. 4

Cavum nasi merupakan bangunan menyerupai silinder dengan rongga kosong yang dibatasi tulang dan dilapisi mukosa hidung. Fungsi dari cavum nasi adalah untuk menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang memasuki hidung sebelum mencapai paru. Rongga hidung kiri dan kanan masing-masing memiliki dua komponen yaitu rongga depan eksterna (vestibulum) dan rongga hidung interna (fossa). Vestibulum adalah bagian yang terletak paling depan dan merupakan bagian yang melebar dari setiap rongga hidung. Kulit hidung pada bagian nares (lubang hidung) melanjut sampai vestibulum yang memiliki apparatus kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan rambut pendek kasar yang menyaring bahan partikulat dari udara inspirasi. Pada vestibulum epitel sudah tidak berkeratin dan mengalami transisi ke epitel pernapasan sebelum memasuki fossa hidung. Rongga hidung terletak di dalam tulang tengkorak sebagai dua ruang kavernosa yang dipisahkan oleh tulang septum hidung. Dari masing-masing dinding lateral cavum nasi terdapat proyeksi tulang yang memanjang dari depan ke belakang berbentuk seperti rak yang disebut konka nasi. Konka nasi tengah dan bawah ditutupi dengan epitel pernapasan sedangkan konka nasi atas ditutupi dengan epitel olfaktori. Rongga saluran udara yang sempit antara konka dapat meningkatkan pengkondisian udara inspirasi dengan meningkatkan luas permukaan epitel pernapasan untuk menghangatkan dan melembabkan udara serta meningkatkan turbulensi aliran udara. Hasilnya adalah peningkatan

5

kontak antara aliran udara dan lapisan mukosa. Dalam lamina propria dari konka terdapat pleksus (anyaman) vena besar yang dikenal sebagai swell bodies. Setiap 20-30 menit swell bodies di satu sisi dipenuhi dengan darah dalam waktu yang singkat, mengakibatkan distensi dari mukosa konka dan secara bersamaan terjadi penurunan aliran udara. Selama proses ini berlangsung sebagian besar udara dialirkan melalui fossa hidung lain sehingga memudahkan mukosa pernapasan yang membesar untuk rehidrasi.

Gambar 2.2 Cavum Nasi Sumber : http://diaryofdoctorwannabe.blogspot.com/2016/08/referatabses-septum-nasi.html 2.1.2 Sinus Paranasal Sinus Paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis dan sinus maxillaries. Sinus-sinus ini berfungsi untuk: 1) Membantu menghangatkan dan humidifikasi 2) Meringankan berat tulang tengkorak

6

3) Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi 2.1.3 Faring Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong kurang lebih panjangnya 13 cm yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungan dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat “digestion” (menelan) seperti pada saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi 3 bagian, di belakang hidung (nasofaring), belakang mulut (orofaring), dan belakang laring (laringofaring).

Gambar 2.3 Faring Sumber : https://dokumen.tips/documents/anatomi-faring-dan-laring56aa855bb5cea.html Nasofaring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius. Adenoid atau faringeal tonsil berada di langit-langit nasofaring. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan

7

limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke hidung dan tenggorokan. Orofaring berfungsi untuk menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatine (posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah). Laringofaring merupakan bagian terbawah dari faring yang berhubungan dengan esophagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam trachea. Laringo faring berfungsi pada saat proses menelan dan respires. Laringofaring terletak di bagian depan pada laring, sedangkan trakhea terdapat di belakang. 2.1.4 Laring Laring terletak di depan bagian terendah farinx yang memisahkannya dari columna vertebrae, dari farinx sampai ketinggian vertebrae cervikalis dan masuk ke dalam trachea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membran. Bagian terbesar di antaranya adalah tulang rawan tiroid, dan di bagian depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun pada daerah depan leher. Laring terdiri atas dua lempengan atau lamina yang berambung di garis tengah, di tepi atas terdapat lekukan berupa V.

8

Gambar 2.4 Laring Sumber : http://a7171g.pixnet.net/blog/post/398875561 Laring fungsi utamanya adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas: a. Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan. b. Glotis : lubang antara pita suara dan laring c. Kartilago Tiroid : kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang membentuk jakun. d. Kartilago Krikoid: cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid). e. Kartilago Aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid f. Pita Suara

: sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan

otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.

9

2.1.5 Trakhea Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak (pseudostratified ciliated columnar epithelium) yang mengandung banyak sel goblet yang mengeksresikan lender (mucus).

Gambar 2.5 Trakhea Sumber : https://contoholiv.blogspot.com/2017/03/sistem-pernapasanmanusia.html 2.1.6 Bronkus dan Bronkiolus Cabang bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada cabang bronkus sebelah kiri.

10

Segmen dan subsegmen bronkus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronkus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung

kartilago.

Tidak

adanya

kartilago

menyebabkan

bronkiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolpas, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.

Gambar 2.6 Bronkus dan Bronkiolus Sumber https://www.kuliahkechina.com/sistem-pernapasan-manusiaparu-paru-udara-darah-oksigen-proses-volume/ 2.1.7 Alveoli Pareknim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari bronkiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli terdiri atas bronkiolus respiratorius, ductus alveolus, dan alveolar sacs

11

(kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adlah pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.

Gambar 2.7 Alveoli Sumber : https://integrasi.science/metabolisme-makanan-dalamtubuh/bronkiolus-dan-alveolus/ Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan pertambahan usia, jumlah alveoli punbertambah dan akan mencapai jumlah yang sama dengan orang dewasa pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit alveoli menyuplai 9-11 prepulmonari dan pulmonary kapiler. 2.1.8 Paru-Paru (Pulmo) Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru,

12

esophagus, bagian dari trakhea dan bronkus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum.

Gambar 2.8 Paru-Paru Sumber : https://slideplayer.info/slide/4875583/ Pertumbuhan paru-paru pada anak 5 fase perkembangan paru (Rudolf,2003) Perkembangan paru-paru dibagi menjadi lima tahap, empat di antaranya terjadi saat di kandungan. a. Fase embrio paru melibatkan pertumbuhan saluran udara utama dan selesai pada 6 minggu kehamilan. b. Fase pseudoglandular (6-16 minggu): percabangan jalan napas dan acinus(yang akan menjadi tempat pertukaran udara) mulai berkembang. c. Fase canalicular (16-28 minggu): meliputi vaskularisasi dari mesenkimdistal dan pengembangan acinus. Pada fase ini kapiler mendekati

epitelsaluran

pertukaran gas.

13

napas,

sehingga

berpotensi

untuk

d. Fase saccular (26-36 minggu): Saccules membentuk alveoli. e. Fase alveolar dimulai pada 36 minggu kehamilan dan berlanjut sampai periode postnatal. 2.2 Indikasi Pemeriksaan 1. Aspirasi Aspirasi adalah masuknya benda asing ke dalam saluran pernapasan sehingga dapat mengganggu kinerja dari sistem pernapasan. 2. Asma Asma merupakan keadaan dimana terjadi peradangan atau penyempitan pada sistem pernapasan yang dapat menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik muda atau tua. 3. Atelectasis Atelectasis/atelektasis merupakan kondisi paru-paru yang mengerut baik sebagian atau keseluruhan akibat penyumbatan saluran udara di bronkus atau bronkiolus. Bisa juga disebabkan oleh pernapasan yang sangat dangkal. 4. Bronchiectasis Bronchiectasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi yang abnormal dan irreversible dari bronkus dan bronkiolus. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastic, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh darah.

14

5. Croup Croup adalah penyakit infeksi pernapasan yang umum menyerang anakanak. Area tubuh yang umumnya terkena dampak adalah trakea (batang tenggorokan), bronki, dan laring (kotak suara). Penyakit ini akan menimbulkan iritasi dan pembengkakan pada laring dan trakea hingga penderitanya akan mengalami batuk yang parah. Bila tidak segera ditangani dengan baik, maka croup akan berlangsung lama dan bisa menyebabkan pneumonia serius. 6. Epiglotitis Epiglotitis merupakan suatu infeksi pada epiglotis yang bisa menyebabkan penyumbatan saluran pernapasan dan kematian. 7. Hyaline Membrane Disease (HMD) HMD

atau

bisa

juga

disebut

Respiratory

Distress

Syndrome (RDS) sindrom gawat nafas ini adalah suatu istiah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi disfungsi pernafasan pada neonatus. Kondisi disfungsi atau gangguan pernafasan ini dapat disebabkan karena adanya keterlambatan perkembangan dari maturitas paru yang disebabkan karena ketidakadekuatan dari jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2006; Whalley dan Wong, 2009). 8. Trauma Trauma adalah luka atau cedera yang mengenai organ-organ sistem pernapasan seperti thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda

15

tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. 9. Massa/tumor Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. 10. Pneumo Thorax Pneumo thorax adalah adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara spontan, sebagai akibat traumayang disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran sehingga cairan masuk ke dalam ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra thorax. 2.3 Teknik Pemeriksaan Pediatric Chest 2.3.1 Persiapan Pemeriksaan 1. Persiapan Pasien a) Tidak ada persiapan khusus, hanya melepaskan benda logam (radiopaque) dari objek yang akan diperiksa b) Petugas memperkenalkan pada pasien alat – alat yang digunakan pada saat pemeriksaan agar pasien tidak shock dan lebih tenang. 2. Persiapan Alat dan Bahan a) Pesawat Sinar – x b) Kaset + Film + Grid ( 30 x 40 cm, 35 x 35cm) untuk orang dewasa

16

c) Marker R/L d) Alat Proteksi/Shielding e) Alat immobilisasi (Tam-em Board and Plexiglas Hold-down Paddle, Pigg-o Stat, Sandbags, Stockinette and Ace Bandage, Compressions Bands and Head Clamps, Weighted Angle Blocks as Head Clamps, Mummyifiying) f) Plester 2.3.1.1. Proyeksi Pemeriksaan untuk anak <1 thn 1. Proyeksi AP ( AnteroPosterior – Menurut Merrill’s). a) Posisi Pasien Harus terlentang (supine), dengan kepala di atas bantal b) Posisi Objek MSP tubuh tegak lurus pertengahan kaset dengan tangan dan kaki difiksasi sandbags/Tam-em board atau dibantu oleh keluarga pasien untuk memfiksasi.

Gambar 2.8 Proyeksi AP (Anterior-Posterior) (Merrills, 2016).

17

c) Central Ray (CR) Arah sinar tegak lurus vertical pada kaset d) FFD (Focus Film Distance) 127 – 212 cm e) Central Point (CP) Setinggi T6 – 7 (garis putting) f) Eksposi Inspirasi dengan cara melihat pergerakan dada pasien g) Kriteria Gambar Radiograf Tampaknya C7 – T11, adanya udara dalam tracea dan tampak udara mengisi kedua lapangan paru, sinus costoprenichus tidak terpotong, scapula terlemper ke laterar, apex paru – paru tidak terpotong.

Gambar 2.9 Radiografi Proyeksi AP (Merrills, 2016). 2. Proyeksi Lateral (Menurut Merrills) a) Posisi Pasien 18

Pasien supine (tidur terlentang), kepala di atas bantal b) Posisi Objek Atur MCP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bukcy). Atur MSP sejajar dengan kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bucky)

Gambar 2.10 Proyeksi Lateral (Merrills, 2016). c) Central Ray (CR) Arah sinar vertical tegak lurus dengan kaset d) FFD (Focus Film Distance) 127 - 210 cm e) Central Point (CP) Setinggi Setinggi T6 – 7 (garis putting) f) Eksposi Inspirasi dengan cara melihat pergerakan dada pasien g) Kriteria Gambar Radiograf

19

Tampak gambaran apex sampai dengan sudut costroprenichus dan tampak sternum didepan costae posterior

Gambar 2.11 Radiografi Proyeksi Lateral (Merrils, 2016). 2.3.1.. Proyeksi Pemeriksaan Untuk Anak (> 1 Tahun) 1. Proyeksi PA (PosteroAnterior – Menurut Merrill’s). a) Posisi Pasien Pasien duduk mengahadap kaset b) Posisi Objek MSP tubuh tegak lurus pertengahan kaset dengan tangan memegang alat fiksasi Tam-em board

20

Gambar 2.12 Proyeksi PA (PosteroAnterior) (Merrills, 2016). c) Central Ray (CR) Arah sinar tegak lurus vertical pada kaset d) FFD (Focus Film Distance) 127 – 212 cm e) Central Point (CP) Setinggi T6 – 7 (garis putting) f) Eksposi Inspirasi dengan cara melihat pergerakan dada pasien g) Kriteria Gambar Radiograf Tampaknya C7 – T11, adanya udara dalam tracea dan tampak udara mengisi kedua lapangan paru, sinus costoprenichus tidak terpotong, scapula terlemper ke laterar, apex paru – paru tidak terpotong.

21

Gambar 2.13 Radiografi Proyeksi PA (Merrills, 2016). 2. Proyeksi Lateral (Menurut Merrills) a) Posisi Pasien Pasien duduk dengan bagian lateral tubuh menempel pada kaset b) Posisi Objek Atur MCP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bukcy). Atur MSP sejajar dengan kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bucky). Atur kedua tangan diangkat diatas tubuh agar tidak mengganggu hasil radiograp

22

Gambar 2.14 Proyeksi Lateral (Merrills, 2016). c) Central Ray (CR) Arah sinar vertical tegak lurus dengan kaset d) FFD (Focus Film Distance) 127 - 210 cm e) Central Point (CP) Setinggi Setinggi T6 – 7 (garis putting) f) Eksposi Inspirasi dengan cara melihat pergerakan dada pasien g) Kriteria Gambar Radiograf Tampak gambaran apex sampai dengan sudut costroprenichus dan tampak sternum didepan costae posterior

23

Gambar 2.15 Radiografi Proyeksi Lateral (Merrils, 2016). 2.3.1.3. Proyeksi Pemeriksaan Untuk Anak (3 – 18 Tahun) 1. Proyeksi PA (PosteroAnterior – Menurut Merrill’s). a) Posisi Pasien Pasien duduk mengahadap kaset b) Posisi Objek MSP tubuh tegak lurus pertengahan kaset dengan tangan memegang bucky stand dan dagu diletakan diatas alat fiksasi dagu.

24

Gambar 2.16 Proyeksi PA (PosteroAnterior) (Merrills, 2016). c) Central Ray (CR) Arah sinar tegak lurus vertical pada kaset d) FFD (Focus Film Distance) 150 cm e) Central Point (CP) Setinggi T6 – 7 (garis putting) f) Eksposi Inspirasi tahan nafas g) Kriteria Gambar Radiograf Foto mencakup keseluruhan thorax, bagian atas: apeks paru-paru tidak terpotong. Bagian bawah: kedua sinus costophrenicus tidak terpotong. Diafragma mencapai iga ke- 9 belakang. Kedua Os scapula terlempar ke arah lateral. C.V. Thoracalis

25

tampak s/d ruas keempat. Tampak bayangan bronchus. Foto simetris. Tampak marker R/ L 2. Proyeksi Lateral (Menurut Merrills) a) Posisi Pasien Pasien

duduk

dengan

bagian

lateral

tubuh

menempel pada kaset b) Posisi Objek Atur MCP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bukcy). Atur MSP sejajar dengan kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bucky). Atur kedua tangan diangkat diatas tubuh agar tidak mengganggu hasil radiograp

Gambar 2.16 Proyeksi Lateral (Merrills, 2016). c) Central Ray (CR) Arah sinar vertical tegak lurus dengan kaset d) FFD (Focus Film Distance) 150 cm

26

e) Central Point (CP) Setinggi Setinggi T6 – 7 (garis putting) f) Eksposi Inspirasi tahan nafas g) Kriteria Gambar Radiograf Tampak gambaran thorax proyeksi lateral. Bagian Anterior mencakup gambaran sternum. Bagian Posterior mencakup Col.Vert. Thoracalis. Batas atas apex paru. Batas bawah sinus coctoprhenicus dan paru posterior. Gambaran iga-iga kiri dan kanan superposisi. Gambaran bahu tidak menutupi apex paru. 2.4 Proteksi Radiasi Adapun proteksi radiasi yang harus dilakukan saat pemeriksaan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Proteksi radiasi bagi pasien : a. Lapangan penyinaran dibuat sesuai dengan ukuran objek. b. Melakukan pemeriksaan dengan cepat, tepat dan cermat serta menghindari terjadinya pengulangan foto yang tidak diperlukan. 2. Proteksi radiasi bagi petugas : a. Petugas berdiri dibelakang penahan radisi selama penyinaran berlangsung.

27

b. Jika melakukan penyinaran dengan menggunakan teknik khusus maka seorang petugas memakai perlengkapan khusus, misalnya apron. c. Tidak mengarahkan berkas sinar-x

ke meja control atau kamar

gelap. d. Memakai alat pemantau radiasi perorangan, misalnya TLD. 3. Proteksi radiasi bagi masyarakat umum : a. Selama pemeriksaan berlangsung, pintu kamar pemeriksaan ditutup. b. Selama pemeriksaan berlangsung tidak diperbolehkan ada orang lain atau pasien lain berad dalam kamar pemeriksaan. c. Apabila diperlukan seseorang untuk membantu pasien, maka harus memakai apron.

28

BAB III PAPARAN KASUS 3.1 PAPARAN KASUS 3.2.1 Identitas Pasien Nama

: NN

Umur

: 6 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal Pemeriksaan

: 4 Oktober 2013

Jenis Pemeriksaan

: Chest AP – Lateral

3.2.2 Riwayat Penyakit Seorang anak laki-laki, berusia 6 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP. dr. M. Djamil, Padang pada tanggal 4 Oktober 2013, jam 12.00 WIB dengan keluhan utama tersedak paku yang ditemukan saat bermain bersama temannya sejak 3 hari, awalnya pasien menggigit paku kertas, tiba-tiba pasien tersedak paku saat tertawa dengan temannya. Pasien batuk-batuk, sesak nafas dan kebiruan saat kejadian. Saat datang pasien masih mengeluh agak sesak nafas disertai batuk-batuk. Nyeri dileher dan dada tidak ada, mual dan muntah tidak ada, demam dan pilek tidak ada, pasien masih bisa makan dan minum seperti biasa. Riwayat batuk-batuk lama, sesak nafas dan asma sebelumnya tidak ada, riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada, batuk darah tidak ada, Riwayat persalinan spontan dengan bidan, menangis kuat, berat badan lahir 2800 gr, cukup bulan dengan riwayat imunisasi dasar

29

lengkap. Kemudian pasien berobat ke RSUD setempat dan dirujuk ke RSUP. dr. M. Djamil, Padang. 3.2 Persiapan Pemeriksaan 3.2.1 Persiapan Pasien Tidak ada persiapan khusus, hanya melepaskan benda logam (radiopaque) dari objek yang akan diperiksa. Petugas memperkenalkan pada pasien alat – alat yang digunakan pada saat pemeriksaan agar pasien tidak shock dan lebih tenang. 3.2.2 Persiapan Alat dan Bahan a. Pesawat Sinar – x b. Kaset + Film + Grid ( 30 x 40 cm, 35 x 35cm) untuk orang dewasa c. Marker R/L d. Alat Proteksi/Shielding e. Alat immobilisasi (Tam-em Board and Plexiglas Hold-down Paddle, Pigg-o Stat, Sandbags, Stockinette and Ace Bandage, Compressions Bands and Head Clamps, Weighted Angle Blocks as Head Clamps, Mummyifiying) f. Plester

3.3 Teknik Pemeriksaan 3.3.1 Proyeksi Anteroposterior (AP) Posisi Pasien : Harus terlentang (supine), dengan kepala di atas bantal

30

Posisi Objek : MSP tubuh tegak lurus pertengahan kaset dengan tangan dan kaki difiksasi sandbags/Tam-em board atau dibantu oleh keluarga pasien untuk memfiksasi.

Gambar 3.17 Proyeksi AP (Anterior-Posterior) (Merrills, 2016). Central Ray (CR) : Arah sinar tegak lurus vertical pada kaset FFD (Focus Film Distance) : 127 – 212 cm Central Point (CP) : Setinggi T6 – 7 (garis putting) Eksposi : Inspirasi dengan cara melihat pergerakan dada pasien Hasil radiograf

Gambar 3.18 Radiograf Chest AP

31

3.3.2 Proyeksi Lateral Posisi Pasien : Pasien supine (tidur terlentang), kepala di atas bantal Posisi Objek : Atur MCP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bukcy). Atur MSP sejajar dengan kaset/meja pemeriksaan (jika pakai bucky)

Gambar 3.19 Proyeksi Lateral (Bontrangers, 2018) Central Ray (CR) : Arah sinar vertical tegak lurus dengan kaset FFD (Focus Film Distance) : 127 - 210 cm Central Point (CP) : Setinggi Setinggi T6 – 7 (garis putting) Eksposi : Inspirasi dengan cara melihat pergerakan dada pasien Hasil Radiograf

Gambar 3.20 Radiograf Chest Lateral

32

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan Kasus Pada pemeriksaan radiology Sistem Pernapasan Anak proyeksi yang digunakan terbagi atas 3 klasifikasi umur yakni pada anak dengan umur ,1 tahun menggunakan proyeksi AP Supine dan Lateral dengan posisi pasien tidur terlentang, kaset berada disamping tubuh pasien dan arah sinar horizontal. Pada anak dengan rentang umur lebih dari 1 tahun menggunakan proyeksi PA setengah duduk dan Lateral setengah duduk. Pada anak dengan rentang Umur 3-8 tahun menggunakan Proyeksi PA duduk menghadap kaset dan lateral duduk dengan bagian samping pasien menempel pada kaset. Pada kasus yang telah dipaparkan diketahui bahwa pasien anak berada pada klasifikasi pemeriksaan umur 3-8 tahun yakni pasien berumur 6 tahun. Proyeksi yang digunakan dalam pemeriksaan sistem pernapasan anak pada kasus Aspirasi Benda Asing di RS. X adalah Proyeksi AP dan Lateral. Berdasarkn teori pada tinjauan teori seharusnya proyeksi pada pasien berumur 6 tahun adalah PA Stenga duduk dan Lateral Setengah duduk.

33

BAB IV PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan laporan kasus dapat diambil kesimpulan bahwa, Aspirasi benda asing adalah masuknya menda asing ketubuh yang menyemabkan terganggunya system pernafasan sehingga menyebabkan pasien mengalami batuk-batuk dan sesaknafas karena benda asing tersebut mengganggu keluar masuknya udara. Dari hasil pengamatan penulis proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan pasien yang mengalami aspirasi atau kemasukan beda asing adalah pemeriksaan Pediatric Chest yaitu dengan proyeksi AP dan Lateral. 5.2 Saran

Saran penulis pada makalah kali ini ditujukan kepada pembaca pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya bahwa dalam melakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat kelainan pada sistem pernapasan anak kususnya pada kasus Aspirasi Benda Asing hendaknya dapat menentukan proyeksi yang tepat agar dapat menampakkan kelainan yang terjadi secara baik sehingga dapat membantu penegakkan diagnosa secara akurat dan juga lebih memperhatikan proteksi radiasi agar pasien maupun petugas yang melakukan pemeriksaan lebih sedikit terkena paparan radiasi.

34

DAFTAR PUSTAKA Bontrager. Lampignano John P., Kendrick Leslie E. 2018. Text book Of Radiographic Positioning and Related Anatomy. Volume 09. Elsevier Frank, et al. 2007. Eleventh Edition Volume One Merill’s Atlas of Radiographic Positioning & Procedures.USA: Mosby Elsevier. Merrill’s Team, 2016, MERRILL’S ATLAS OF RADIOGRAPHIC POSITIONING & PROCEDURES, Thirteenth Edition, Volume One Novialdi, Fachzi Fitri, Histawara Subroto. Aspirasi Benda Asing Paku dengan Komplikasi Atelektasis Paru dan Aspirasi Benda Asing Jarum Pentul Tanpa Komplikasi. http://jurnal.fk.unand.ac.id http://diaryofdoctorwannabe.blogspot.com/2016/08/referat-abses-septumnasi.html https://dokumen.tips/documents/anatomi-faring-dan-laring56aa855bb5cea.html http://a7171g.pixnet.net/blog/post/398875561 https://contoholiv.blogspot.com/2017/03/sistem-pernapasan-manusia.html https://www.kuliahkechina.com/sistem-pernapasan-manusia-paru-paru-udaradarah-oksigen-proses-volume/ https://integrasi.science/metabolisme-makanan-dalam-tubuh/bronkiolus-danalveolus/ https://slideplayer.info/slide/4875583/

35

36

Related Documents

Bab-iv
June 2020 31
Bab Iv
June 2020 62
Bab Iv
June 2020 34
Bab Iv
May 2020 45
Bab Iv
June 2020 48
Bab Iv
June 2020 53

More Documents from "Al"