BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Persalinan adalah suatu proses mendorong keluar hasil konsepsi (janin, plasenta dan ketuban) dari dalam rahim lewat jalan lahir atau dengan jalan lain (Reeder, dkk., 2012). Persalinan merupakan pengalaman hidup yang dapat menimbulkan potensi positif dan negatif bagi psikologis ibu (Bryanton, et al., 2008). Pengalaman persalinan pada ibu primipara akan mempengaruhi persepsi, respon, kebutuhan dan dukungan dalam menghadapi persalinan (Nurlaela, 2008). Persalinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pervaginam dan pelahiran sectio caesarea (SC). Persalinan pervaginam adalah keluarnya hasil konsepsi melewati jalan lahir yang dapat dilakukan tanpa bantuan alat (persalinan spontan) dan dengan bantuan alat (obstetrik operatif). Pelahiran sectio caesarea adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh dan berat janin diatas 500 gram yang sering disebut dengan sectio caesarea (SC) (Mitayani, 2011; Green, 2012). SC merupakan tindakan yang beresiko, dampak yang ditimbulkan antara lain, berupa pendarahan, infeksi, anesthesia, emboli paru-paru, kegagalan ginjal akibat hipotensi yang lama. Pasien yang menjalani persalinan dengan metode SC biasanya merasakan berbagai ketidak nyamanan. Ketidak nyamanan seperti, rasa nyeri dari insisi abdominal dan efek samping dari anestesi. Proses persalinan yang dialami oleh ibu dengan SC juga akan berpengaruh pada respon fisiologis setelah melahirkan (Reeder, 2011). SC adalah salah satu operasi bedah yang paling umum dilakukan di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) (2014), sebanyak (99%) kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara adalah angka kematian ibu (AKI). WHO (2012), sebanyak 16% SC yang melebihi batas yang direkomendasikan. Indikator SC yaitu sebesar 5–15% untuk setiap negara (Suryati, 2012). Tindakan pembedahan yang dilakukan dalam upaya untuk mengeluarkan bayi akan meninggalkan sebuah kondisi luka insisi. Menurut Smeltzer & Bare (2002), menjelaskan bahwa luka insisi dibuat dengan potongan bersih menggunakan instrumen tajam sebagai
contoh; luka yang dibuat oleh ahli bedah dalam setiap prosedur operasi, seperti pada (SC) luka steril (luka yang dibuat secara aseptik) biasanya ditutup dengan jahitan setelah semua pembuluh yang berdarah diligasi dengan cermat. Akibat dari insisi ini akan menimbulkan terputusnya jaringan tubuh dan menjadikan luka pada orang yang dilakukan pembedahan. Mobilisasi dini merupakan suatu tindakan rehabilitative (pemulihan) yang dilakukan setelah pasien sadar dari pengaruh anestesi dan sesudah operasi. Mobilisasi berguna untuk membantu dalam jalannya penyembuhan luka. Mobilisasi atau bergerak adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dengan menggunakan koordinasi sistem saraf dan muskuloskeletal (Sarwono, 2008). Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi akan sangat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah pembentukan bekuan darah (trombosis) pada pembuluh darah tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi peran sehat dan tidak tergantung namun sebagian pasien enggan untuk melakukan mobilisasi dini setelah beberapa jam melahirkan (Hamilton, 2005). Konsep mobilisasi dini mula-mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper, 1996). Sedangkan mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman, 2003). Mobilisasi pasca SC adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan SC (Reeder, 2011). SC terus meningkat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi, serta telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama dan kontroversial (Torloni, et al., 2014). Menurut data World Health Organization (WHO) standar persalinan SC di Inggris tahun 2008 sampai 2009 angka SC mengalami peningkatan sebesar 24,6 % yang pada tahun 2004 sekitar 24,5 % dan di Australia tahun 2007 terjadi peningkatan 31% yang pada tahun 1980 hanya sebesar 21%. Sedangkan pada
tahun 2014, beberapa negara lainnya seperti Australia kejadian SC sebesar 32%, Brazil sebesar 54%, dan Colombia sebesar 43% (WHO, 2012 & 2014). Kejadian SC di Indonesia umumnya dilakukan bila ada indikasi medis tertentu, sebagai tindakan mengakhiri kehamilan dengan komplikasi. Selain itu, SC juga menjadi alternatif persalinan tanpa indikasi medis karena dianggap lebih mudah dan nyaman. SC sebanyak 25% dari jumlah kelahiran yang ada dilakukan pada ibu-ibu yang tidak memiliki resiko tinggi untuk melahirkan secara normal maupun komplikasi persalinan lain (DEPKES, 2012). Angka kejadian SC di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan SC sebesar 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19 %, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun 2006 sebesar 53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan, tahun 2009 sebesar sekitar 22,8% (Karundeng, dkk., 2014). Angka kelahiran di Indonesia masih tinggi dan kira-kira 15% dari seluruh wanita hamil mengalami komplikasi dalam persalinan, hal ini terjadi seiring meningkatnya kelahiran dengan SC. Angka kejadian SC tersebut jika di rata-ratakan sejak tahun 2005 sampai dengan 2011 yaitu sebesar 7% dari jumlah semua kelahiran, sedangkan pada pada tahun 2006 sampai dengan 2012 rata-rata kejadian SC meningkat menjadi sebesar 12% (WHO, 2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan kelahiran bedah sesar sebesar 9,8 % dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%). Kematian ibu maternal di RSU Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008 paling banyak adalah waktu bersalin yakni sebesar 41,25% kemudian disusul waktu nifas sebesar 31,25% dan pada waktu hamil 27,5% (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2008). Laporan RSU Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008 mencatat dari 1.030 persalinan terdapat 132 (12,82%) persalinan SC. Pada tahun 2009 mencatat dari 1.317 persalinan terdapat 184 (13,97%) persalinan SC. Tahun 2010 (Januari - Juni) dari 255 persalinan terdapat 34 (13,4%) persalinan SC. Jumlah persalinan di tahun 2010 untuk tiga bulan terakhir (April - Juni) dari 34 persalinan SC terdapat 9 (26,5%) persalinan SC bulan April, 11 (32,4%) persalinan SC bulan Mei dan 14 (41,2%) persalinan SC bulan Juni. Data lainnya juga dihimpun dari Rumah Sakit Umum Dewi Sartika, yaitu salah satu dari sekian layanan kesehatan di kota Kendari milik swasta. RSU Dewi Sartika mempunyai
layanan unggulan di bagian bersalin dan penyakit dalam. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari mencatat sebanyak 155 orang menjalani persalinan SC pada tahun 2014, 373 orang menjalani persalinan SC pada tahun 2015, 382 orang menjalani persalinan SC pada tahun 2016 dan sebanyak 496 orang menjalani persalinan SC pada tahun 2017. Oleh karena itu, maka perlu adanya penelitian mengenai ”Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea dengan Proses Penyembuhan Luka Operasi di Ruang Nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari Tahun 2018.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu: “Apakah ada Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea dengan Proses Penyembuhan Luka Operasi di Ruang Nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari 2018 ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini pada ibu post sectio caesaria dengan proses penyembuhan luka operasi di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2018.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui mobilisasi dini pada ibu post sectio caesaria di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2018. b. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka operasi di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2018. c. Untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini Post Sectio Caesarea dengan proses penyembuhan luka operasi di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika tahun 2018.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagi Ibu Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu tentang pentingnya melakukan mobilisasi dini setelah menjalani persalinan yang bermanfaat bagi pemulihan kesehatan fisiknya seperti keadaan semula.
2.
Bagi Ilmu dan Profesi Kebidanan Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu kebidanan serta merupakan masukan informasi yang berharga bagi profesi bidan dalam menyusun program pemberian pendidikan kesehatan tentang pentingnya melakukan mobilisasi dini setelah menjalani persalinan.
3.
Bagi Rumah Sakit Umum Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penilaian dan pemikiran terhadap pelayanan yang telah diberikan terutama dalam pemberian asuhan kebidanan kepada ibu post Sectio Caesaria selama perawatan masa nifas.
4.
Bagi Insititusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan sebagai bahan perbandingan serta dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan.
5.
Bagi Penulis Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapat selama pendidikan dengan kenyataan yang ada di lapangan dan pengalaman yang sangat yang berguna dalam memberikan asuhan kebidanan kepada ibu serta untuk menambah wawasan dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
E. Keaslian Penelitian\ 1.
Sri Mahmudah Salamah (2015), dengan judul penelitian : Hubungan mobilisasi dini dengan pemulihan luka post SC di RS Panembahan Senopati Bantul, jenis penelitian korelasional dengan pendekatan kohort prospektif. Sampel diambil dengan teknik total sampling. Perbedaan terletak pada jenis penelitian yang menggunakan cross secsional dengan metode accisidental sampling. Sampel adalah ibu bersalin dengan cara SC yang dirawat di Ruang Alamanda III RSUD Panembahan Senopati Bantul bulan Mei 2015
berjumlah 36 orang, diambil dengan teknik total sampling. Instrumen penelitian adalah lembar observasi, data dianalisis dengan uji chi square. 2. Sahrati Fauza (2013), dengan judul : Hubungan mobilisasi dini pada ibu postpartum dengan sc (sectio caesarea) terhadap proses percepatan pemulihan postpartum di Ruang kebidanan RSUD Banda Aceh, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan adalah terletak pada tempat, populasi, sampel, dan waktu penelitian. Penelitian ini bersifat Analitik dengan pendekatan cross sectional. Dengan populasi 38 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Accidental Sampling. Cara pengumpulan data menggunakan lembaran Observasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sectio Caesaria 1.
Pengertian Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Bobak, dkk., (2004) menjelaskan bahwa sectio caesarea merupakan suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan kelahiran janin melalui insisi transabdomen atau membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Persalinan sectio caesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1. 000 gr atau umur kehamilan > 28 minggu (Winkjosastro, 2006).
2.
Tipe-Tipe Sectio Caesaria Menurut Farrer (2006), tipe - tipe sectio caesaria adalah : a) Segmen bawah : insisi melintang Pada bagian segmen bawah uterus dibuat insisi melintang yang kecil, luka ini dilebarkan ke samping dengan jari-jari tangan dan berhenti didekat daerah pembuluh-pembuluh darah uterus. kepala janin yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik insisi diekstarksi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya dan kemudian plasenta serta selaput ketuban. b) Segmen bawah : insisi membujur Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada insisi melintang. insisi membujur dibuat dengan skapel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cidera pada bayi. c) Sectio Caesaria Klasik Insisi longitudiunal di garis tengah di buat dengan skapel ke dalam dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bvawah dengan gunting berujung tumpul di
perlukan luka insisi yang lebar karena bayi dilahirkan dengan presentasi bokong dahulu, janin atau plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. d) Sectio Caesaria Eksta Periotoneal Pembedahan eksra peritoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis genelarisasi yang bersifat fatal.
3.
Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesaria Sebelum keputusan untuk melakukan tindakan sectio caesaria diambil, harus dipertimbangkan secara teliti dengan resiko yang mungkin terjadi. Pertimbangan tersebut harus berdasarkan penilaian pra bedah secara lengkap yang mengacu pada syarat-syarat pembedahan dan pembiusan dalam menghadapi kasus gawat darurat (Saifuddin, 2009). Tindakan sectio caesaria memang memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya diantara lain adalah proses melahirkan memakai waktu yang lebih singkat, rasa sakit minimal, dan tidak mengganggu atau melukai jalan lahir. Sedangkan kerugian tindakan ini dapat menimpa baik ibu atau bayi yang dikandungnya. a) Kerugian yang dapat menimpa ibu antara lain: 1) Resiko kematian empat kali lebih besar dibanding persalinan normal. 2) Darah yang dikeluarkan dua kali lipat dibanding persalinan normal. 3) Rasa nyeri dan penyembuhan luka pascaoperasi lebih lama dibandingkan persalinan normal. 4) Jahitan bekas operasi beresiko terkena infeksi sebab jahitan itu berlapislapis dan proses keringnya bisa tidak merata. 5) Perlekatan organ bagian dalam karena noda darah tidak bersih. 6) Kehamilan dibatasi dua tahun setelah operasi. 7) Harus di caesaria lagi saat melahirkan kedua dan seterusnya. 8) Pembuluh darah dan kandung kemih bisa tersayat pisau bedah. 9) Air ketuban masuk pembuluh darah yang bisa mengakibatkan. 10) Kematian mendadak saat mencapai paru-paru dan jantung (Sunaryo, 2004).
b) Sedangkan kerugian yang dapat menimpa bayi antara lain : 1) Resiko kematian 2-3x kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang lahir melalui proses persalinan biasa. 2) Cenderung mengalami sesak nafas karena cairan dalam paru-parunya tidak keluar. Pada bayi yang lahir normal, cairan itu keluar saat terjadi tekanan. 3) Sering mengantuk karena obat penangkal nyeri yang diberikan kepada sang ibu jug mengenai bayi. (Sunaryo, 2004).
B. Postpartum 1.
Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Vivian, 2011). Masa nifas adalah 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu berikutnya. Waktu yang tepat disebut postpartum adalah 2-6 jam, 2 jam sampai 6 hari, 2 jam sampai 6 minggu (boleh juga disebut 6 jam, 6 hari, dan 6 minggu) pasca melahirkan (Ahmad, 2012).
2.
Tujuan Asuhan Masa Nifas Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindarkan/ mendeteksi adanya kemungkinan perdarahan postpartum dan infeksi. Oleh karena penolong persalinan sebaiknya tetap waspada, sekurang-kurangnya satu jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya komlikasi persalinan. Umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, terlebih bila partus berlangsung lama (Vivian, 2011). Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis harus diberikan oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Bidan mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Melaksanakan skiring secara komprehensif dengan mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Seorang bidan bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi
pemerilsaan plasenta, pengawasan TFU, konsistensi rahim, keadaan umum. Bila ada masalah maka harus melakukan tindakan sesuai standar pelayanan (Vivian, 2011).
3.
Peran dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain: a.
Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
b.
Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
c.
Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
d.
Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
e.
Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
f.
Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
g.
Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.
h.
Memberikan asuhan secara professional (Vivian, 2011). Tahapan – tahapan masa nifas adalah sebagai berikut: 1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan. 2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. 3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Vivian, 2011).
4.
Perubahan Fisiologi dan Psikologi Post Partum a.
Perubahan Fisiologi 1) Involusi Uterus Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.otot uterus berkontraksi segera pada post partum.pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir (Vivian, 2011). Tinggi fundus uteri dan berat uterus dapat dilihat menurut masa involusi uterus sebagai berikut : a) Masa bayi lahir maka posisi fundus uteri akan setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gram. b) Masa plasenta lahir maka posisi fundus uteri akan berada 2 jari di bawa pusat dengan berat uterus 700 gram. c) Masa uterus 1 minggu maka posisi fundus uteri akan berada di pertengahan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gram. d) Masa uterus 2 minggu maka posisi fundus uteri tidak teraba di atas simpisis dengan berat uterus 350 gram. e) Masa uterus 6 minggu maka posisi fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram. f) Masa uterus 8 minggu maka posisi fundus uteri sebesar normal dan dengan berat uterus 30 gram (Bobak, dkk., 2004).
2) Servik Segera setelah berakhirnya kala TU, serviks menjadi sangat lembek, kenur, dan terkulai. Serviks tersebut bisa melepuh dan lecet, terutama dibagian anterior. Serviks akan terlihat padat yang mencerminkan vaskularitasnya yang tinggi, lubang serviks lamban laun mengecil, beberapa hari setelah persalinan diri retak karena robekan dalam persalinan. Rongga leher serviks bagian luar akan membentuk seperti keadaan sebelum hamil pada saat 4 minggu pospartum (Saleha, 2009).
Perubahan-perubahan yang terdapat pada servik setelah post partum bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan corpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga pada perbatasan antara corpus dan servik uteri terbentuk semacam cincin. Warna servik merah kehitaman karena penuh pembuluh darah dan konsisitensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan kedalam kavum uteri, setelah 2 jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari, dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari kedalam kavum uteri. Hal ini baik diperhatikan dalam menangani kala III (uri) (Saleha, 2009).
3) Payudara (Mamae) Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Laktasi adalah proses pembentukan dan pengeluaran ASI. Fisiologi laktasi itu sedangkan prolaktin meningkat. Hisapan bayi pada puting susu memacu atau merangsang sendiri adalah pada saat persalinan hormone estrogen dan progesteron menurun kelenjar hipofise anterior untuk mempruduksi atau melepaskan proklatin sehingga terjadi sekreksi ASI. Pada wanita menyusui involusi menjadi lebih efesien, yang kemungkinan berkaitan dengan peningkatan aliran oksitosin (meningkat kontraksi, retraksi, serat otot uterus). Hal ini berarti bahwa involusi akan berlangsung lebih lambat bila uterus tidak dapat melakukan kontraksi, retaksi secara efektif. Ini dapat terjadi setelah sectio caesarea, uterus robek atau sisa produk konsepsi (Johnson & Taylor, 2005).
b.
Perubahan Psikologis 1) Fase taking in atau tahap tergantungan Terjadi pada hari 1-2 post partum, perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya, pasif dan tergantung. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam fase ini yang diperlukan ibu adalah informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayi.
2) Fase Taking Hold Fase ini berlangsung sampai kira-kira 10 hari. Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif, perhatian terhadap dirinya mengatasi tubuhnya, misalnya kelancaran miksi dan defikasi, melakukan aktefitas duduk, jalan, belajar tentang perawatan diri dan bayinya, timbul kurang percaya diri sehingga mudah mengatakan tidak mampu melakukan perawatan. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistem pendukung terutama bagi bagi ibu muda atau primipara karena pada phase ini seiring dengan terjadinya post partum blues. 3) Fase letting Go atau saling ketergantungan Dimulai sekarang minggu ke 5-6 pasca kelahiran.Tubuh ibu telah sembuh, secara fisik ibu mampun menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit. Kegiatan seksualnya telah dilakukan kembali (Saleha, 2009).
c.
Tanda-Tanda Bahaya Pada Masa Nifas Setelah persalinan terjadi beberapa perubahan penting diantaranya makin meningkatnya pembentukkan urin untuk mengurangi hemodilusi darah, terjadi penyerapan beberapa bahan tertentu melalui pembuluh darah vena sehingga terjadi peningkatan suhu badan sekitar 0,5°C yang bukan merupakan keadaan patologis atau menyimpang pada hari pertama. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38°C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari. Gambaran klinis infeksi umum dapat dalam bentuk : 1) Infeksi Lokal Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna lokal, pengeluaran lochia bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.
2) Infeksi General Tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat diatas 39°C, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, pernapasan dapat meningkat dan napas terasa sesak, kesadaran gelisah sampai menurun dan koma, terjadi gangguan involusi uterus, lochia : berbau, bernanah serta kotor.
C. Mobilisasi Dini 1.
Pengertian Mobilisasi dini adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan aktifitas atau kegiatan. Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal ini esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi. Bahwa mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing selekas mungkin berjalan (Wirnata, 2010). Mobilisasi dini post sectio caesarea adalah suatu pergerakan,posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan caesarea. Untuk mencegah komplikasi post operasi sectio caesarea ibu harus segera dilakukan mobilisasi sesuai dengan tahapannya. Oleh karena setelah mengalami secsio saesarea, seorang ibu disarankan tidak malas untuk bergerak pasca operasi secsio sesarea, ibu harus mobilisasi cepat. Semakin cepat bergerak itu semakin baik, namun mobilisasi dini harus tetap dilakukan secara hati-hati. (Wirnata, 2010). Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien yang membaik. Pada pasien post operasi secsio caesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segara menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari-jarinya agar kerja organ pencernaan segara kembali normal. (Kasdu, 2005).
2.
Tujuan Mobilisasi Menurut Fitriyahsari (2009) tujuan dari mobilisasi adalah untuk Mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik, Memperlancar eliminasi urin, mengembalikan aktifimas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal dan dapat memenuhi kebutuhan gerak harian., memberikan kesempatan perawat dan pasien berinteraksi atau komunikasi. Menurut Vivian, (2011) Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan, Menglancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi puerperium, mempercepat involusi uteri, melancarkan fungsi alat grastrointestinal dan alat kelamin, meningkatkan kelancaran perdaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme, kesempatan yang baik untuk mengajar ibu memeliha/merawat anaknya.
3.
Manfaat Mobilisasi Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran balik vena, pada sistem respirator meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan diafgragma pada sistem metabolik dapat meningkatkan laju metabolisme basal, peningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilisasi lambung, meningkatkan produksi panas tubuh, pada sistem muskuloskletal memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendiri.memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa otot pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi, mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap sters, perasaan lebih baik, dan berkurangnya penyakit (Potter & Perry, 2005).
4.
Tahap-Tahap Mobilisasi Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap. Tahap - tahap mobilisasi dini pada ibu post partum operasi secsio caesarea (Kasdu, 2005). 6 jam pertama Ibu post section caesarea istirahat tirah baring, mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan
lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegakkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. a.
6 -10 jam Ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli. Makan dan minum di bantu, mengangkat tangan, mengangkat kaki, menekuk lutut, menggeser badan.
b.
Setelah 24 jam Dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. Dapat mengangkat tangan setinggi mungkin, balik kekiri dan kekanan tanpa bantuan, latihan pernafasan serta makan dan minum tanpa dibantu
c.
Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.
a Pelaksanaan Mobilisasi
Menurut Aliahani (2010) pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post partum secsio caesarea terdiri dari: f. Hari ke 1:
1 Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat dimulai sejak 6 -10 jam setelah ibu sadar. 2 Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. g. Hari ke 2 :
1 Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam– dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu bahwa ia mulai pulih. 2 Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk. 3 Selanjunya secara berturut- turut, hari demi hari ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari.
1 Hari ke 3 sampai ke 5
a) Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari setelah operasi. b) Mobolisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan luka. Sedangkan menurut (Handiani, 2009) prosedur pelaksanaan mobilisasi terdiri dari : 2) Hari 1 – 4
a) Membentuk lingkaran dan meregangkan telapak tangan
Ibu berbaring di tempat tidur, kemudian bentuk gerak lingkaran dengan telapak tangan kaki satu demi satu. Gerakan ini seperti sedang menggambar sebuah lingkaran dengan ibu jari kaki ke satu arah, lalu kearah lainnya. Kemudian regangkan masing-masing telapak kaki dengan cara menarik jari-jari kaki ibu ke arah betis, lalu balikkan ujung telapak kaki kearah sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya berkontraksi. Lakukan gerakan ini dua atau tiga kali sehari. b) Bernafas dalam-dalam
Berbaring dan tekukkan kaki sedikit. Tempatkan kedua tangan ibu di bagian dada atas dan tarik nafas. Arahkan nafas ke arah tangan ibu, lalu tekanlah dada saat ibu menghembus nafas. Kemudian tarik nafas sedikit lebih
dalam. Tempatkan kedua tangan diatas tulang rusuk,sehingga ibu dapat merasakan paru-paru mengembang, lalu hembuskan nafas seperti sebelumnya. Cobalah untuk bernafas lebih dalam sehingga mencapai perut. hal ini akan merangsang jaringan-jaringan disekitar bekas luka. Sanggah insisi ibu dengan cara menempatkan kedua tangan secara lembut diatas daerah tersebut. Kemudian, tarik dan hembuskan nafas yang lebih dalam lagi beberapa kali. Ulangi sebanyak tiga atau empat kali (Handiani, 2009). c) Duduk tegak
Tekuk lutut dan miring kesampin, putar kepala ibu dan gunakan tangan- tangan ibu untuk membantu dirinya ke posisi duduk. Saat melakukan gerakan yang pertama, luka akan tertarik dan terasa sangat tidak nyaman, namun teruslah berusaha dengan bantuan lengan samapai ibu berhasil duduk. Pertahankan posisi itu selama beberapa saat. Kemudian, mulailah memindahkan berat tubuh ke tangan, sehingga ibu dapat menggoyangkan pinggul kearah belakang. Duduk setegak mungkin dan tarik nafas dalam-dalam beberapa kali. Luruskan tulang punggung dengan cara mengangkat tulang-tulang rusuk. Gunakan tangan ibu
untuk menyangga insisi. Cobalah batuk 2 atau 3 kali (Handiani, 2009). d) Bangkit dari tempat tidur
Gerakkan tubuh ke posisi duduk. Kemudian gerakkan kaki pelanpelan kesisi tempat tidur. Gunakan tangan ibu untuk mendorong kedepan dan perlahan turunkan telapak kaki ke lantai. Tekanlah sebuah bantal dengan ketat diatas bekas luka ibu untuk menyangga. Kemudian cobalah bagian atas tubuh ibu. Cobalah meluruskan seluruh tubuh lalu luruskan kaki-kaki ibu (Aliahani, 2010). e) Berjalan
Dengan bantal tetap tertekan diatas bekas luka, berjalanlah kedepan. Saat berjalan usahakan kepala tetap tegak, bernafas lewat mulut. Teruslah berjalan selama beberapa menit sebelum kembali ke tempat tidur (Handiyani, 2009). f) Berdiri dan meraih
Duduklah dibagian tepi tempat tidur, angkat tubuh hingga berdiri. Pertimbangkanlah untuk mengontraksikan otot-otot punggung agar dada mengembang dan merenggang, cobalah untuk mengangkat tubuh, mulai dari pinggang perlahan-lahan, melawan dorongan alamiah untuk
membungkuk, lemaskan tubuh kedepan selama satu menit (Handiani, 2009). g) Menarik perut
Berbaringlah ditempat tidur dan kontraksikan otot-otot dasar pelvis, dan cobalah untuk menarik perut. Perlahan-lahan letakkan kedua tangan diatas bekas luka dan berkontraksilah untuk menarik perut menjauhi tangan ibu, lakukan 5 kali tarikan dan lakukan 2 kali sehari. h) Saat menyusui
Tarik perut sembari menyusui. Kontraksikan otot-otot perut selama beberapa detik lalu lemaskan.lakukan 5 sampai 10 kali setiap kali ibu menyusui (Alihani, 2010). a) Hari 4 – 7
a) Menekuk pelvis
Kontraksikan abdomen dan tekan punggung bagian bawah ketempat tidur. Jika dilakukan dengan benar pelvis akan menekuk. Lakukan 4 hingga 8 tekukkan selama 2 detik. b) Meluncurkan kaki
Berbaring dengan lutut ditekuk dan bernafaslah secara normal. Lalu luncurkan kaki diatas tempat tidur, menjauhi tubuh. Seraya mendorong tumit, ulurkan kaki, sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan disekitar insisi. Lakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki.
c) Sentakan pinggul
Berbaringlah di atas tempat tidur, tekukkan kaki keatas dan rentangkan kaki yang satu lagi. Lakukan gerakan menunjuk ke arah jarijari kaki. Dorong pinggul pada sisi yang sama dengan kaki yang tertekuk ke arah bahu,lalu lemaskan. Dorong kaki menjauhi kaki menjauhi tubuh dengan lurus. Lakuakn 6 hingga 8 pengulangan untuk masing-masing tubuh. d) Menggulingkan lutut
Berbaring ditempat tidur, kemudian letakkan tangan disamping tubuh untuk menjaga keseimbangan. Perlahan-lahan gerakkan kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut hingga bisa merasakan tubuh ikut berputar. Lakukan 3 kali ayunan lutut kemasing-masing sisi. Akhiri dengan meluruskan kaki. e) Posisi jembatan
Berbaringlah diats tempat tidur dengan kedua lutut tertekuk. Bentangkan kedua tangan ke bagian samping untuk keseimbangan. Tekan telapak kaki kebawah dan perlahan-lahan angkat pinggul dari tempat tidur. Rasakan tulang tungging terangkat. Lakukan gerakan ini lima kali sehari.
f) Posisi merangkak
Perlahan-lahan angkat tubuh dengan bertopang kedua tangan dan kaki diatas tempt tidur. Saat ibu mempertahankan posisi merangkak tanpa merasa tidak nyaman sedikitpun ibu dapat menambah beberpa gerakan dalam rangkaian ini. Tekan tangan dan kaki di tempat tidur dan cobalah untuk melakukan gerakan yang sama dengan sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong kearah bahu. Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa seolah-olah menggoyang-goyangkan ekor. Lakukan gerakan ini 5 kali sehari.
D. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka dimulai sejak terjadinya cidera pada tubuh, luka memiliki tepi berlawanan, misalnya luka operasi, sembuh dengan cepat denganintensi pertama atau primer. Luka dalam dan menganga lebih lama penyembuhan melalui intensi sekunder. Ada 4 fase penyembuhan luka, hemostasis, inflamasi, prolifeasi, maturasi (Johnson & Taylor, 2005). Untuk mempercepat penyembuhan luka operasi sebaiknya dijaga agar tidak terkena air. Untuk itu penderita disarankan tidak mandi, cukup menyeka. Tidak sedikit penderita kanker yang menderita luka-luka karena berbagai sebab:bekas operasi, efek radiasi, terlalu lama berbaring, terjatuh atau pertumbuhan sel-sel kanker samapai
keluar kulit. Sebagian diantaranya merupakan luka kronis yang tidak sembuh dlam waktu 14 hari. Supaya tidak menimbulkan infeksi dan menjadi semakin parah, luka memerlukan perawatan khusus (Ismail, 2008). Menurut Johnson & Taylor, (2005) proses fisiologi penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama, yaitu: a. Fase Inflamasi (0-3 hari) Jaringan yang rusak dan sel yang mati melepaskan histamine dan mediator lain, sehingga dapat menyebabkan vasodilatsi dari pembuluh darah sekeliling masih utuh serta meningkatkannya penyediaan daerah tersebut, sehingga menyebabkan merah dan hangat. Permiabilitas kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir ke interstitial menyebabkan oedema local. b. Fase Destruksi (1-6 hari)
Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaan sel tersebut. c. Fase Proliferasi (durasi 3-24 hari)
Fibrolas memperbanyak diri dan membentuk jaringan-jaringan untuk selsel
yang
bermagrasi.
mukopolisakarida.
Fibrolast
melakukan
sintesis
kolagen
dan
d. Fase Maturasi (durasi 24-365 hari)
Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan sisa-sisa folikel membelah dan mulai berimigrasi diatas jaringan glanurasi baru
Faktor
yang
Mempengaruhi
Penyembuhan
Luka
Sectio
Caesarea antara lain :
a. Faktor luka
1. Kontaminasi Luka
Tehnik
pembalutan
yang tidak
adekuat,
bila terlalu
kecil
memungkinkan invasi dan kontaminasi bakteri jika terlalu kencang dapat mengurangi suplay oksigen yang membawa nutrisi dan oksigen. 2. Edema
Penurunan suplay oksigen melalui gerakan meningkat tekanan intersisial pada pembuluh darah. Hemoragi Akumulasi darah menciptakan ruang rugi sel-sel mati yang harus disingkirkan. 5) Faktor Umum 1. Usia Makin tua pasien,makin kurang lentur jaringan.
2. Nutrisi
Pada penyembuhan luka kebutuhan luka akan nutrisi meningkat seiring dengan stress fisiologis yang menyebabkan
defisiensi protein, nutrisi yang kurang dapat menghambat sintesi kolagen dan terjadi penurunan fungsi leokosit. 3. Obesitas
Pada pasien obesitas jaringan adipose biasanya mengalami avaskuler sehingga mekanisme pertahanan terhadap mikroba sangat lemah dan mengganggu suplay nutrisi kearah luka, akibatnya penyembuhan luka menjadi lambat. 4. Medikasi
Pada beberapa obat dapat mempengaruhi penyembuhan luka, seperti steroid, anti koagulan, anti biotic spectrum luas. c) Faktor lokal 1. Sifat injuri Kedalaman luka dan luas jaringan yang rusak mempengaruhi penyembuhan luka, bahkan bentuk luka. 2. Adanya infeksi
Jika pada luka terdapat kuman pathogen penyebab infeksi, maka penyembuhan luka menjadi lambat. 3. Lingkungan setempat
Dengan adanya drainase pada luka. pH yang harusnya antara 7,0 sampai 7,6 menjadi berubah sehingga mempengaruhi penyembuhan luka. Selain itu, adanya tekanan pada area luka dapat mempengaruhi sirkulasi daerah pada daerah luka.
a) Indikator Pemulihan Pasca Sectio Caesarea dengan Mobilisasi dini Pada hari ke tiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan pulang kerumah apabila tidak terjadi komplikasi. Perkembangan kesembuhan ibu pasca sectio carsarea dapat dilihat dari hari kehari. Hari kedua setelah operasi ibu berusaha buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan melakukannya dikamar mandi dengan dibantu suami atau keluarga. Hari ketiga umumnya inu baru akan buang air besar, dimana saat awal setelah persalinan ibu mengalami sembelit. Pada hari ke empat lochea pada ibu pasca operasi normalnya 2x ganti doek/hari, perubahan ini menunjukkan bahwa rahim berkontraksi yaitu mengalami proses untuk kembali ke kondisi dan ukuran yang normal. Pada hari kelima fundus uteri berada pada pertengahan pusat simfisis dan hari ketujuh setelah operasi luka bekas sayatan mengering (Kasdu, 2005). b) Perawatan luka
Luka insisi diinspeksikan setiap hari, sehingga pembalut yang relatif ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat pada hari
ketiga post partum pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. Perawatan persalinan sectio caesarea meliputi perawatan luka insisi, diet, mobilisasi dini, aspek kontrol ulang, aktivitas seksual paska melahirkan, dan involusi uterus. Perawatan pertama selesai operasi adalah pembalutan luka dengan baik, sebelum penderita dipindahkan dari kamar operasi (Ismail, 2008). Perawatan luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit atau kelp diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. Pada hari ketiga port partum, mandi dengan pancuran tidak membahayakan insisi. Jaringan subkutis yang tebal (lebih dari 3 cm) merupakan faktor resiko untuk infeksi luka operasi (Ismail, 2008). 3. Cara merawat bekas sayatan operasi
Menurut Kasdu (2005) merawat bekas sayatan biasanya benang operasi terserap secara otomatis. Beberapa cara merawat bekas sayatan operasi sebagai berikut: a. Bagi ibu yang sudah bisa mandi tanpa diseka, sebaiknya mandi dengan shower atau mandi bersiram, kalau ingin mandi bersiram, kalau ingin mandi di Bath up bersihkan tempat mandi sebelum dan setelah digunakan.
b. Setelah mandi segera keringkan bekas sayatan tersebut dengan handuk yang lembut, kertas, tisu atau kapas. c. Jangan memakai celana dalam yang pendek (jenis bikini) karena celana seperti ini akan menekan bekas sayatan sehingga akan terasa sakit. d. Kalau bekas sayatan menjadi bengkak kemerahan dan terasa sakit segera periksa ke dokter karena tanda-tanda ini menunjukkan terjadinya infeksi. 4. Pemberian cairan
Pasien dengan masalah perawatan kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan biasanya menjalani prosedur pembedahan yang mencakup
pemberian
anestesi
lokal,
regional
atau
umum.
Perkembangan preparat anastesik, akhir-akhir ini telah difokuskan pada obat-obatan kerja singkat dan pemulihan yang lebih cepat. Anestesi secara umum sering dapat menimbulkan mual dan muntah pada saat digunakan, yang kemudian menimbulkan komplikasi yang serius dan bersifat fatal, sehingga perawat menyampaikan kepada pasien untuk berpuasa sebelum operasi. Hal ini dilakukan untuk menghentikan semua asupan oral hingga 4 jam dan makanan padat antara 2 sampai 6 jam sebelum operasi. Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan peri
infus, harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan, agar jangan terjadi hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organorgan tubuh. Cairan tubuh yang diberikan biasanya dektrosa 5% gram fisioligis dan ringer laktat secara bergantian. Jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanya 20n tetes permenit, jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan (Perry dan Potter, 2005).
E. Pengeluaran Lokhea
Lokhea adalah cairan yang dikeluarkan uetrus melalui vagina
dalam masa nifas sifat lokhea alkalis, jumlah lebih banyak dari
pengeluaran dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini
berasal dari
tempat
melekatnya
plasenta).
Lokhea
dibagi
dalam
beberapa jenis (Saleha, 2009) :
a. Lokhea rubra
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari pasca persalinan. b. Lokhea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.
c. Lokhea serosa
Bewarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 hari pasca persalinan. d. Lokhea alba
Cairan putih, setelah 2 minggu.
e. Lokhea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lochiostasis
Lokhea tidak lancar keluarnya, apabila pengeluaran lokhea lebih lama dari pada yang disebabkan kemungkinan adanya : X Tertinggalnya plasenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang kurang baik. Y Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lokhea rubra lebih banyak karena kontraksi uterus dengan cepat. Z Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga lebih lama mengeluarkan lokhea dan lokhea berbau anyir atau amis.
Bila lokhea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut bagian bawah kemungkinan diagnosisnya adalah metrisis. Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab tersebar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abseb pelvik, peritonitis, syok septik (Saleha, 2009).
F. Landasan Teori
Menurut Kasdu (2005), mobilisasi akan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan postpartum SC dan memudahkan kerja usus besar serta kandung kemih. Dengan adanya mobilisasi secara langsung berdampak pada akselerasi proses penyembuhan post partum hasil penulisan yang dilakukan oleh Manuaba (2003) menyebutkan bahwa ibu post sectio caesarea yang melakukan mobilisasi dini dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Mobilisasi dini dilakukan oleh ibu post sectio, baik yang mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan dan mempunyai variasi tergantung pada keadaan umum, jenis persalinan atau tindakan persalinan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat mempercepat proses pengeluaran lokhea dan membantu proses penyembuhan luka.
Bobak, dkk., (2004) menjelaskan mobilisasi dini sangat bermanfaat untuk melancarkan sirkulasi, trombosit. Sebagian besar ibu pasca Sectio Caesarea dapat melakukan mobilisasi dini setelah efek-efek obat-obatan yang diberi saat melahirkan telah hilang aktifitas tersebut sangat berguna bagi semua sistem tubuh paru terutama bagi fundus usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah pembekuan (trombosit) pada pembuluh. Banyak manfaat melakukan mobilisasi dini yang telah dikonfirmasikan oleh sejumlah penulis, para wanita, menyatakan bahwa mereka merasa
lebih baik dan kuat setelah melakukan mobilisasi dini dan komplikasi kandung kemih dan konstifasi jarang terjadi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2007) dengan judul hubungan mobilisasi dini pada ibu post SC (Sectio caesarea) dengan proses penyembuhan luka operasi diruang kebidanan Rsudam provinsi lampung dengan hasil penelitian tidak ada hubungan secara statistik antara mobilisasi dini post operasi dengan penyembuhan luka (p < 0,05).
G. Kerangka Teori
Faktor Luka
Kontaminasi luka Edema
Faktor Umum Usia
Nutrisi Mobilisasi Dini
B. Obesitas C. Medikasi
Faktor Lokal
Penyembuhan Luka
Operasi Sectio Caesarea
a Sifat injuri b Adanya infeksi c Lingkungan setempat
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Johnson & Taylor, (2005)
H. Kerangka Konsep
Proses Penyembuhan Mobilisasi Luka Operasi Sectio Dini
Caesarea
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan : Variabel Bebas
: Mobilisasi dini
Variabel Terikat
: Proses penyembuhan luka operasi sectio caesarea
I. Hipotesis
Ha H o
dengan proses penyembuhan luka operasi. Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
: Tidak ada hubungan antara mobilisasi dini post sectio caesarea
(SC) dengan proses penyembuh an luka operasi.
: Ada hubungan antara mobilisasi dini post sectio caesarea (SC)
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan desain pendekatan cross sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini post sectio caesarea (SC) dengan proses penyembuhan luka operasi di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2018.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari Tahun 2018. 2. Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada Bulan april sampai juni 2018 di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di teliti. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua ibu post partum dengan tindakan SC di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari, bulan November sampai desember tahun 2017 yaitu 82 orang.
2. Sampel
Menurut notoatmodjo (2010), Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mwakili seluru populasi. Dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik tertentu sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya a. Responden Responden dalam penelitian ini adalah semua ibu post SC diruang nifas RSU dewi sartika dengan jumlah populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, maka digunakan rumus sebagai berikut : n=
(
keterangan :
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Rumus :
n =
82
1 + 82 (0, 052)
=
82
1 + 82 ( 0,0025)
= 82 = 68
1,21
D. Definisi Operasional dan Krite ria Objektif
b. Mobilisasi dini adalah suatu gerakan fisik yang di lakukan lebih awal secara bertahap pada pasien post operasi section caesaria dalam waktu kurang dari 6 jam setelah sadar dari anastesi dengan miring
kanan dan kiri berlanjut secara bertahap dan sampai pasien bisa berjalan sendiri tanpa bantuan (Johnson & Taylor, 2005). Kriteria objektif : a. Dinilai cepat apa bila ibu melakukan 3 sampai 5 gerakan kurang dari 6 sampai 8 jam. b. Dinilai lambat apabila ibu melakukan 3 sampai 5 gerakan lebih
dari 8 jam.
Alat Ukur
: Koesioner
Skala
: Ordinal
1) Proses penyembuhan luka operasi sectio caesarea adalah saat yang di harapkan untuk penyatuan kembali jaringan dan kesembuhan jaringan setelah dilakukan pembedahan dengan tujuan memanimalkan waktu kesembuhan menjadi cepat dalam waktu kurang dari 7 hari dalam hitungan 24 jam penuh sampai fase proliferasi yang di tandai dengan kemerahan jaringan, permukaan berbenjol halus, penyatuan jaringan, tidak adanya pus, ketegangan otot, epitelisasi, penutupan jaringan.
Kriteria objektif :
Dinilai cepat apabila waktu kesembuhan luka fase prolifersi kurang dari atau sama dengan 5 hari. Dinilai lambat apabila waktu kesembuhan luka fase proliferasi lebih dari 5 hari. Alat Ukur
: Koesioner
Skala
: Ordinal
E. Instrument Penelitian
Instrument yang di lakukan untuk mendukung penelitian ini adalah kuesioner terdiri 5 soal tentang mobilisasi dini, 1 soal tentang penyembuhan luka, berbentuk pilihan silang (X) dengan skor 1 bila jawaban benar dan 0 bila jawaban salah
F. Alur Penelitian
.
Setelah Mendapat Surat Izin Dari Kampus, Peneliti Melaksanakan Studi
Pendahuluan Dengan Tujuan Mencari Permasalahan Yang Muncul Berkaitan Tentang Mobilisasi Dini Dan Proses Penyembuhan
Luka Operasi Setio Caesaria
Pengumpulan data akan dilakukan oleh peneliti sendiri
Data diperoleh dengan membakikan kuesioner kepada responden
dan dilakukan pengisian kuesioner
Peneliti mengecek kembali kelengkapan kuesioner yang telah diisi oleh repsponden dan apa bila ada jawaban yang belum
lengkap makah peneliti meminta responden melengkapinya makah
Pengelolaan data
Analisa Data
Pengelolaan data
Gambar 3. Alur penelitian
G. Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer di peroleh langsung di lokasi penelitian mengenai hubungan mobilisasi dini pada ibu post partum SC terhadap penyembuhan luka yang di peroleh langsung melalui angket responden dengan menggunakan koesioner.
2. Data sekunder
Data sekunder di peroleh dari bidan yang bertugas di ruang nifas Rumah Sakit Umum Dewi Sartika dan berbagai revisi dari buku perpustakaan yang berhubungan dengan penelitian ini.
1. Pengolahan Data
Pengolahan data
Pegolahan data adalah proses penataan data karena hasil pengumpulan merupakan data yang belum sempurna, pengolahan data ini di gunakan yang belum sempurna dapat di organisir, di sajikan dan di analisa sehingga dapat di tarik kesimpulan. Adapun dalam pengolahan data tersebut meliputi langkahlangkah sebagai berikut : F. Editing
Adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang di peroleh atau di kumpulkan.
2. Coding
Adalah merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. 3. Transfering
Dimana data yang di beri kode di susun secara berturut turut dari responden pertama sampai respoden terakhir untuk di masukkan kedalam tabel. 4. Tabulating
Yaitu data yang di perolah dari hasil kuesioner yang telah di olah dan di pindahkan ke dalam table untuk masing masing table dan untuk masing masing variable (Hidayat, 2009).
G. Teknis Analisis Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk melihat variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun independen. Data dikumpulkan dalam bentuk kuesioner, jawaban tersebut diberi skor nilai, kemudian semua variabel ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi terdiri dari nilai presentase dengan rumus (Budiarto, 2002). Perhitungan persentase tiap kategori dilakukan rumus sebagai berikut : = 100%
Keterangan:
= Angka Persentase
= Frekuensi yang di cari persentasinya
= Jumlah seluruh responden
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel bebas diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah hasil tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistik dengan uji Chi-square test (x) pada tingkat kemaknaan 95% ( p. Value < 0,05). Sehingga dapat diketahui perbedaan tidaknya yang bermakna secara statistik, dengan menggunakan program khusus SPSS for windows. =
( −ℎ ℎ)
Keterangan:
= chi kuadrat = frekuensi yang diperoleh berdasarkan data ℎ = frekuensi yang diharapkan
Melalui perhitungan Chis-Square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan, bila nilai P lebih kecil dari nilai α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambar Umum Lokasi Penelitian 1.
Letak Geografis RSU Dewi Sartika Kendari terletak di jalan Kapten Piere Tandean No. 118 Kecamatan Baruga Kota Kendari ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis karena berada di tengah tengah lingkungan pemukiman penduduk dan mudah di jangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi jalan raya dengan batas batas sebagai berikut :
2.
a. sebelah utara
: perumahan penduduk
b. sebelah selatan
: jalan raya Kapten Piare Tandean
c. sebelah timur
: perumahan penduduk
d. sebelah barat
: perumahan penduduk
Lingkungan Fisik Rumah Sakit Dewi Sartika Kendari berdiri di atas tanah seluas 1.624. RSU Dewi sartika kendari selama kurun waktu 5 tahun sejak berdirinya tahun 2009 sampai dengan tahun 2017, telah melakukan pengembangan fisik bangunan sebanyak 2 kali sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya masyarakat Kota Kendari.
3.
Status RSU Dewi Sartika Kendari yang mulai di bangun/didirikan tahun 2009 dengan izin operasional sementara dari Walikota Kendari No 56/IZN/XI2010/001 tanggal 5 november 2010, maka rumah sakit ini resmi berfungsi dan melakukan kegiatan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pencari jasa kesehatan di bawah naungan Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI menjadi rumh sakit tipe D.
4.
Organisasi dan Manajemen Pemimpin RSU Dewi Sartika Kendari disebut direktur. Direktur dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab penuh kepada pemilik rumah sakit dalam hal ketua Yayasan Widya Ananda Nugraha dan di bantu oleh tata usaha dan 4 (empat) orang kepala bidang pelayanan medic kepala bidang keuangan dan klaim, kepala bidang pelayanan medic, kepala bidang penunjang
5.
Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan mengupayakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut diatas RSU Dewi Sartika Kendari mempunyai fungsi : a. menyelanggarakan pelayanan medik b. menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan c. menyelenggarakan pelayanan penunjang medic d. menyelenggarakan pendidikn dan pelatihan e. menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
6.
Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah sebagai berikut : a.
IGD, poliklinik spesialis, ruangan perawatan kelas 1, kelas II, kelas III dengan fasilitasnya
b.
Listrik dari PLN tersedia 5500 watt di bantu dengan 1 unit genset sebagai cadangan
c.
Air yang di gunakan di RSU dewi sartika kendari adalah air dari sumur bor yang di tamping dalam reservoir dan berfungsi 24 jam
d.
Sarana komonikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi dengan fasilitas internet (wifi)
e.
Alat pemadam kebakaran
f.
Pembangunan limbah
g.
Untuk sampah di sediakan tempat sampah di setiap ruangan dan juga di luar ruangan, sampah akhirnya di buang ketempat pembuangan sementra (2 bak sampah) sebelum di angkat oleh mobil pengangkut sampah.
h.
Untuk limbah cair di tiap tiap ruangan di sediakan kamar mandi dan wc dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah
i.
7.
Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok
Fasilitas pelayanan kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari adalah sebagai berikut : a.
Pelayanan medis
b.
Instalasi gawat darurat
c.
Instalasi rawat jalan antara lain : 1) Poliklinik obgyn 2) Poliklinik umum 3) Poliklinik penyakit dalam
8.
Fasilitas Tempat Tidur Jumlah tempat tidur yang di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika adalah sebanyak 79 buah tempat tidur dalam beberapa kelas perawatan yakni sebagai berikut : Tabel 4.1. Jumlah tempat tidur RSU Dewi Sartika Kendari 2017 No 1 1 2 3
Jenis Ruangan 2 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Jumlah
Sumber : data primer
Jumlah 3 11 13 55 79
Keterangan 4
-
9.
Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia RSU Dewi Sartika Kendari berjumlah 83 terdiri dari (17 : partime, 66 : ful time), dengan spesifikasi pendidikan sebagai berikut : Tabel 4.2. Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2017 No
Jenis Tenaga
TENAGA MEDIS 1 Spesialis Obgyn 2 Spesialis Bedah 3 Spesialis Interna 4 Spesialis Anastesi 5 Spesialis PK 6 Spesialis Anak 7 Spesialis Radiologi 8 Spesialis Mata 9 Spesialis Jantung 10 Dokter Gigi Anak 11 Dokter Umum PARAMEDIS 12 Keperawatan / Ners 13 DIV Kebidanan 14 DIII Kebidanan 15 DIII Keperawatan TENAGA KESEHATAN LAIN 16 Master Kesehatan 17 SKM 18 Apoteker 19 DIII Farmasi 20 S1 Gizi 21 DIII Kesling / Sanitasi 22 Analis Kesehatan NON MEDIS 23 DII Keuangan 24 DIII Komputer 25 SLTA/SMA/SMU
Status Ketenagaan Tetap Tidak Tetap 1 2 1 1 1 2 1 2 1
1 1 -
7 3 1 2
1 -
1 1 2 1 1 1
-
1 7 1
-
Sumber : data primer
10. Sumber Pembiayaan Sumber pembiayaan RSU Dewi Sartika Kendari berasal dari : a) Pengelolaan rumah sakit, dan b) Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari
B. Hasil penelitian 1.
Analisis Univariat Berikut ini distribusi responden berdasarkan mobilisasi dini dan penyembuhan luka : d.
Mobilisasi dini Tabel : 4.3. Distribusi Frekuensi Mobilisasi Dini Pada Ibu Post SC Di Ruangan Nifas RSU Dewi Sartika Tahun 2018 Mobililasi Dini
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Cepat
43
63,2
Lambat
25
36,8
Total 100%
Berdasarkan table 4.3 diatas diketahui bahwa 68 responden mayoritas melakukan mobilisasi dini cepat, yaitu sebanyak 43 orang (63,2%)
e.
Penyembuhan Luka Tabel : 4.4. Distribusi Frekuensi Penyembuhan Luka Pada Ibu Post SC Diruangan Nifas RSU Dewi Sartika Tahun 2018 Penyembuhan Luka
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Cepat
40
58,8
Lambat
28
41,2
Total 100%
Berdasarkan table 4.4 diatas diketahi bahwa dari 68 responden mayoritas yang penyembuhan lukanya cepat, yaitu sebanyak 40 orang (58,8%)
2.
Analisis Bivariate Analisis bivariate ini akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah Chi-Square Test (Uji Chi Kuadrat) dengan confidence interval (CI) 95% dan tingkat kemaknaan ρ<0,05.
Tabel : 4.5. Hubungan Mobilisasi Dini Pada Ibu Post Sectio Caesarea terhadap Penyembuhan Luka di Ruang Nifas RSU Dewi Sartika Tahun 2018 VARIABEL PENYEMBUHAN LUKA
MOBILISASI Lambat
DINI
N
Cepat
N
%
N
%
Lambat
3
10,7
25
89,3
28
Cepat
0
100
40
0
40
Total
43
63,2
25
36,8
68
ρvalue
0,000
Berdasarkan table 4.5 diatas diketahui bahwa dari 68 responden yang penyembuhan luka lambat dan mobilisasi dini lambat sebanyak 3 responden (10,7%) serta untuk prnyembuhan luka lambat dan mobilisasi dini cepat sebanyak 25 responden (89,3%). Sedangkan responden yang penyembuhan luka cepat dan mobilisasi dini lambat sebanyak 40 responden (100%) serta untuk penyembuhan luka cepat dan mobilisasi dini cepat sebanyak 0 responden (0%).
Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue = 0,000 (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti ada hubungan antara mobilisasi dini post SC dengan proses penyembuhan luka.
C. Pembahasan Hubungan Mobilisasi Dini Post SC Dengan Proses Penyembuhan Luka Hasil penelitian di Rumah Sakit Dewi Sartika menunjukkan bahwa 68 responden yang penyembuhan luka lambat dan mobilisasi dini lambat sebanyak 3 responden (10,7%) serta untuk penyembuhan luka lambat dan mobilisasi dini cepat sebanyak 25 responden (89,3%). Sedangkan responden yang penyembuhan luka cepat dan mobilisasi dini lambat sebanyak 40 responden (100%) serta untuk penyembuhan luka cepat dan mobilisasi dini cepat sebanyak 0 responden (0%).
Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue = 0,000 (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti ada hubungan mobilisasi dini post sc dengan proses penyembuhan luka Hasil penelitian ini sejalan dengan Zahrati Fauzi (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan mobilisasi dini dengan penyembuhan luka (ρvalue = 0,005 ). Hal tersebut juga sesuai dengan Sri Mahmuda Salama (2015) yang menyatakan ada hubungan mobilisasi dini dengan pemulihan luka post sc (ρvalue = 0,006). Mobilisasi dini merupakan suatu tindakan rehabilitative (pemulihan) yang dilakukan setelah pasien sadar dari pengaruh anestesi dan sesudah operasi. Mobilisasi berguna untuk membantu dalam jalannya penyembuhan luka. Mobilisasi atau bergerak adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dengan menggunakan koordinasi sistem saraf dan muskuloskeletal (Sarwono, 2008). Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi akan sangat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah pembentukan bekuan darah (trombosis) pada pembuluh darah tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi peran sehat dan tidak tergantung namun sebagian pasien enggan untuk melakukan mobilisasi dini setelah beberapa jam melahirkan (Hamilton, 2005). Konsep mobilisasi dini mula-mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper, 1996). Sedangkan mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman, 2003). Mobilisasi pasca SC adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan SC (Reeder, 2011). Latihan mobilisasi bermanfaat untuk mempercepat kesembuhan luka, melancarkan pengeluaran lochea, mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, sirkulasi darah normal dan mempercepat pemulihan kekuatan ibu. Pada ibu post partum diharapkan tidak perlu khawatir dengan adanya jahitan karena mobilisasi dini baik buat jahitan, agar tidak
terjadi pembengkakan akibat tersumbatnya pembuluh darah dan untuk ibu post partum dengan operasi sesar dalam melakukan mobilisasinya lebih lamban dan perlu mencermati serta memahami bahwa mobilisasi dini jangan dilakukan apabila kondisi ibu postpartum masih lemah atau memiliki penyakit jantung, tetapi mobilisasi yang terlambat dilakukan bisa menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh, aliran darah tersumbat, serta fungsi otot. Salah satu solusi yaitu dengan memberikan mobilisasi dini selama 2-4 jam dan 6-8 jam untuk mempercepat kesembuhan luka perineum grade 2 pada ibu post partum (Hamilton, 2008).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam hubungan mobilisasi dini post sectio ceasarea dengan proses penyembuhan luka maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian di Rumah Sakit Dewi Sartika, yaitu : 1.
Mobilisasi dini merupakan suatu tindakan rehabilitative (pemulihan) yang dilakukan setelah pasien sadar dari pengaruh anestesi dan sesudah operasi. Sebanyak 68 ibu melakukan operasi sectio caesarea di Rumah sakit umum dewi sartika kota kendari, 40 di antaranya melakukan mobilisasi dini cepat dan penyembuhan lukanya juga cepat sedangkan 25 lainnya tidak melakukan mobilisasi dini dan penyembuhan lukanya lambat.
2.
Ada 4 fase penyembuhan luka, hemostasis, inflamasi, prolifeasi, maturasi Perawatan persalinan sectio caesarea meliputi perawatan luka insisi, diet, mobilisasi dini, aspek kontrol ulang, aktivitas seksual paska melahirkan, dan involusi uterus. Perawatan pertama selesai operasi adalah pembalutan luka dengan baik, sebelum penderita dipindahkan dari kamar operasi.
3.
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi akan sangat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah pembentukan bekuan darah (trombosis) pada pembuluh darah tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi peran sehat dan tidak tergantung namun sebagian pasien enggan untuk melakukan mobilisasi dini setelah beberapa jam melahirkan Latihan mobilisasi bermanfaat untuk mempercepat kesembuhan luka, melancarkan pengeluaran lochea, mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, sirkulasi darah normal dan mempercepat pemulihan kekuatan ibu. Pada ibu post partum diharapkan tidak perlu khawatir
dengan adanya jahitan karena mobilisasi dini baik buat jahitan, agar tidak terjadi pembengkakan akibat tersumbatnya pembuluh darah. 4.
Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue = 0,000 (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti ada hubungan mobilisasi dini post sc dengan proses penyembuhan luka menunjukkan bahwa Hasil penelitian ini sejalan dengan Zahrati Fauzi (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan mobilisasi dini dengan penyembuhan luka (ρvalue = 0,005 ). Hal tersebut juga sesuai dengan Sri Mahmuda Salama (20175) yang menyatakan ada hubungan mobilisasi dini dengan pemulihan luka post sc (ρvalue = 0,005).
B. Saran 1.
Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya RSU Dewi Sartika kota Kendari dapat menerapkan mobilisasi dini pada ibu post sectio caesarea agar pasien tidak merasa takut untuk melakukan mobilisasi dini.
2.
Di harapkan bagi ibu post sectio caesarea agar lebih berani untuk melakukan mobilisasi dini dan mencari tahu infomasi tentang pentingnya mobilisasi dini untuk menyembuhkan proses luka operasi.
3.
Diharapkan kepada para mahasiswa khususnya peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh selama pendidikan.