Bab I-v Lapkas Neurologi.docx

  • Uploaded by: Rexsi Arjuna Al Ghfary
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I-v Lapkas Neurologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,881
  • Pages: 56
1

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Penyakit Parkinson adalah kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang

termasuk dalam suatu kelompok kondisi yang disebut sebagai gangguan gerakan yang bersifat kronis dan progresif.1 Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer, di mana pada Penyakit Parkinson terjadi penurunan jumlah dopamine di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit ini berlangsung kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat untuk menghentikan progresifitasnya.2 Penyakit Parkinson telah mempengaruhi sekitar 1-2 kasus per 1000 populasi setiap waktunya. Prevalensi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan telah mempengaruhi 1% dari populasi penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun.3,4 Penyakit Parkinson dianggap sebagai gangguan gerakan dengan tiga tanda kardinal, yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia.4 Penyebab pasti dari Penyakit Parkinson tidak diketahui, meskipun beberapa kasus Penyakit Parkinson bersifat genetik dan ditemukan adanya beberapa mutasi gen untuk Penyakit Parkinson. Namun, diperkirakan bahwa dalam sebagian besar kasus, Penyakit Parkinson terjadi sebagai hasil dari kombinasi antara faktor genetik dan paparan terhadap satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak diketahui pemicunya.1,3 Tidak ada obat untuk menyembuhkan Penyakit Parkinson hingga sekarang. Terapi diberikan hanya untuk mengurangi gejala pada pasien. Namun, beberapa penelitian sedang dilakukan dan obat-obatan atau pembedahan sering dapat memberikan perbaikan substansial terhadap gejala motorik.1

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Penyakit Parkinson adalah kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang termasuk dalam suatu kelompok kondisi yang disebut sebagai gangguan gerakan yang bersifat kronis dan progresif.1 Pada Penyakit Parkinson, terjadi penurunan jumlah dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak. 2,3 Penyakit Parkinson dianggap sebagai gangguan gerakan dengan tiga tanda kardinal, yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia.4 Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson. Penyakit Parkinson addalah bentuk Parkinsonisme yang paling umum, di mana gangguan penyebab lain menghasilkan tampilan yang sangat mirip dengan Penyakit Parkinson. Sementara sebagian besar bentuk Parkinsonisme tidak memiliki penyebab yang diketahui atau penyebabnya diketahui atau dicurigai kelainan lain menyebabkan gejala tersebut.1,3 2.2. Epidemiologi Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer.2 Penyakit Parkinson telah mempengaruhi sekitar 1-2 kasus per 1000 populasi setiap waktunya. Prevalensi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan telah mempengaruhi 1% dari populasi penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun.4 Studi meta-analisis menunjukkan prevalensi keseluruhan Penyakit Parkinson, di mana laki-laki memiliki tingkat kejadian yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan perempuan, yaitu 58, 22 kasus dan 30, 32 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Baik perempuan maupun laki-laki, sebagian besar terjadi pada usia 40 tahun atau lebih, masing-masing sebanyak 37,

3

55 kasus dan 61, 21 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun dan memuncak pada usia 70-79 tahun.5 Selama 200 tahun setelah penyakit ini ditemukan, belum ada penjelasan secara pasti yang dapat mengungkap penyebab neurodegenerasi kronis dan progresif pada Penyakit Parkinson. Penyakit Parkinson dianggap sebagai penyakit dengan penyebab multifaktorial yang melibatkan faktor genetik dan lingkungan. 6,7 Penyebab genetik dari Parkinson diketahui menyumbang 10% dari sebagian besar kasus.7 2.3. Klasifikasi Umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, namun harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapatkan gambaran mengenai etiologi, prognosis serta penatalaksanaannya. Secara umum, Penyakit Parkinson dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian besar, yaitu:8,9 a. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans Merupakan bentuk Parkinson kronis yang paling sering dijumpai, di mana penyebabnya tidak diketahui. Diperkirakan, 7 dari 8 kasus Parkinson termasuk jenis ini. b. Parkinsonisme sekunder/simptomatik Pada Parkinson ini,penyebab dari penyakit dapat diketahui. Berbagai kelainan dapat menyebabkan sindrom Parkinson, seperti aterosklerosis, anoreksia atau iskemia serebral, obat-obatan, zat toksik dan beberapa penyakit seperti ensefalitis viral, sifilis meningo-vaskular dan pasca ensefalitis. c. Paraparkinson (Parkinson Plus) Pada kelompok ini, gejala Parkinson hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Dari segi terapi dan prognosis, perlu dideteksi jenis ini yang misalnya didapatkan Penyakit Wilson, Penyakit

Huntington,

normotensif.

Sindrom

Shy

Drager

dan

hidrosefalus

4

2.4. Etiologi dan Faktor Risiko Meskipun etiologi Penyakit Parkinson masih belum jelas, namun diduga ada keterlibatan kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Saat ini, penyebab genetik dari Penyakit Parkinson diketahui telah menyumbang sekitar 10% dari sebagian besar kasus.1,7,10 a. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan terkait dengan pengembangan Penyakit Parkinson meliputi paparan pestisida, tinggal di lingkungan pedesaan, konsumsi air sumur, paparan herbisida dan dekat dengan tanaman industri atau pertambangan.1,7 Sebuah penelitian terbaru menyelidiki paparan terhadap 31 pestisida dan hubungannya dengan risiko Penyakit Parkinson. Hasilnya, bahan kimia paraquat dan rotenone adalah dua jenis pestisida yang paling berpengaruh. Paraquat terbukti meningkatkan risiko 2-3 kali lipat pada populasi umum.11 Mekanisme kerja paraquat adalah dengan produksi Reactive Oxygen

Species

(ROS),

sebuah

molekul

intraselular

yang

menimbulkan stress oksidatif dan merusak sel. Sedangkan rotenone bekerja dengan cara merusak mitokondria yang merupakan bagian dari sel yang menghasilkan energi untuk kelangsungan hidup sel. Kelainan pada mitokondria adalah sumber utama radikal bebas, sehingga muncul stres oksidatif yang merusak membran sel, protein, DNA dan bagian lain dari sel. Kerusakan sel terkait stres oksidatif ini juga telah ditemukan pada otak pasien dengan Penyakit Parkinson.1,11 b. Faktor Genetik Sembilan belas tahun yang lalu, ditemukan untuk pertama kali mutasi gen yang bertanggung jawab untuk Penyakit Parkinson, yaitu gen p.A53T dalam gen α-synuclein (SNCA).12 Penemuan ini memberikan pengetahuan baru terhadap genetika molekuler dari Penyakit Parkinson. Temuan tersebut juga diikuti oleh data yang menunjukkan bahwa α-synuclein adalah komponen utama dari Badan

5

Lewy, lesi khas yang ditemukan pada Penyakit Parkinson dan αsynucleinopati lainnya.13 Baru-baru ini, sebuah penelitian di China telah menemukan bahwa polimorfisme Alel T pada gen MUL1 memainkan peran penting dalam patogenesis Penyakit Parkinson, dengan OR 0,353 dan p=0,003. Namun, tidak ada varian genetik spesifik yang telah diidentifikasi dan mekanisme pasti dari mutasi genetik ini masih belum jelas. Diduga ada keterkaitan antara agregasi protein abnormal, degradasi protein, disfungsi mitokondria dan stres oksidatif.14 Orang yang memiliki satu atau lebih anggota keluarga dengan Penyakit Parkinson, maka akan meningkatkan risiko untuk menderita Penyakit Parkinson. Namun, angka tersebut masih sekitar 2-5%, kecuali jika keluarga tersebut memang memiliki mutasi gen yang terkait dengan Penyakit Parkinson. Diperkirakan 15-25% orang dengan Penyakit Parkinson memiliki anggota keluarga yang juga menderita penyakit ini.1 c. Gangguan MPTP dengan Fungsi Mitokondria Beberapa individu mengalami Parkinsonisme setelah injeksi 1metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridina (MPTP). Efek injeksi MPTP adalah bradikinesia, kekakuan dan tremor yang berkembang selama beberapa minggu dan membaik dengan terapi penggantian dopamine. MPTP melintasi sawar darah otak dan dioksidasi menjadi 1-metil-4fenilpridinium (MPP+) oleh Monoamine Oxidase (MAO)-B. MPP+ terakumulasi di mitokondria dan mengganggu fungsi kompleks 1 rantai pernapasan. Kemiripan kimia antara MPTP dan beberapa herbisida dan pestisida menunjukkan bahwa tokin lingkungan mirip MPTP mungkin merupakan penyebab Penyakit Parkinson, namun tidak ada agen khusus yang diidentifikasi.7 d. Melanoma Selama bertahun-tahun, ada spekulasi tentang hubungan antara Penyakit Parkinson dan melanoma. Awalnya, diteorikan bahwa obat levodopa dapat menyebabkan peningkatan risiko kanker kulit. Namun,

6

penelitian tidak mengkonfirmasi hal tersebut. Akan tetapi, uji coba berikutnya telah menemukan peningkatan risiko untuk melanoma pada pasien dengan Penyakit Parkinson. Suatu penelitian khusus yang dilakukan pada tahun 2017 telah menemukan bahwa pasien Parkinson memiliki sekitar 4 kali lipat peningkatan risiko mengalami melanoma yang sudah ada sebelumnya.15 Penelitian lain juga menemukan peningkatan risiko menjadi 7 kali lipat.16 e. Diabetes Sebuah penelitian kohort yang besar, para peneliti menemukan bahwa orang dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki risiko 32% lebih tinggi untuk menderita Penyakit Parkinson di kemudian hari dibandingkan mereka yang tidak menderita diabetes. Peningkatan relatif lebih besar pada pasien dengan komplikasi diabetes dan pada pasien diabetes dengan usia yang lebih muda.17 f. Jenis kelamin Penyakit Parkinson mempengaruhi sekitar 50% lebih banyak pada

laki-laki

dibandingkan

perempuan.1,5

Studi

meta-analisis

menunjukkan prevalensi keseluruhan Penyakit Parkinson, di mana laki-laki memiliki tingkat kejadian yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan perempuan, yaitu 58, 22 kasus dan 30, 32 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Alasan untuk hal tersebut sampai saat ini belum jelas.5 g. Usia Salah satu faktor risiko yang sangat jelas untuk Penyakit Parkinson adalah usia, di mana prevalensi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal tersebut telah mempengaruhi sekitar 1% dari populasi penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun.4 Baik perempuan maupun laki-laki, sebagian besar terjadi pada usia 40 tahun atau lebih, masing-masing sebanyak 37, 55 kasus dan 61, 21 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun dan memuncak pada usia 7079 tahun.5 Usia lanjut telah dikaitkan dengan degenerasi sel yang

7

mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada subtansia nigra. Namun, sekitar 5-10% pasien dengan Penyakit Parkinson memiliki penyakit lebih awal sebelum usia 50 tahun. Hal ini mungkin terkait dengan adanya mutasi gen spesifik untuk Penyakit Parkinson.1 h. Ras Penyakit Parkinson tampaknya lebih banyak mempengaruhi orang Kaukasia daripada orang Afrika-Amerika atau orang Asia. Prevalensi juga cenderung lebih tinggi ditemukan pada orang dengan kulit putih dibandingkan dengan kulita hitam. Hubungan aktual antara faktor-faktor tersebut dengan Penyakit Parkinson belum sepenuhnya dipahami.4,5,18 i. Trauma kepala Sebuah studi kohort retrospektif selama 12 tahun menunjukkan adanya peningkatan risiko Penyakit Parkinson setelah trauma otak ringan (TBI). Pasien dengan riwayat TBI ringan memiliki risiko 1,5 kali untuk terkena Penyakit Parkinson dan 1,8 kali pada TBI berat. Mekanisme yang menjelaskan hal tersebut masih belum jelas, mengingat angka kejadian Penyakit Parkinson akibat trauma kepala secara keseluruhan juga masih rendah.19 2.5. Patogenesis Penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit yang disebabkan karena lesi pada ganglia basalis. Ganglia basalis adalah bagian dari sistem motorik. Nuklei utama ganglia basalis adalah nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus, yang semuanya terletak di substansia alba subkortikalis telensefali. Nuklei tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya dan dengan korteks motorik dalam sirkuit regulasi yang kompleks. Nuklei tersebut memberikan efek inhibitorik dan eksitatorik pada korteks motorik. Struktur ini memiliki peran penting pada inisiasi dan modulasi pergerakan serta pada kontrol tonus otot. Lesi pada ganglia basalis dan pada nuklei lain yang memiliki fungsi yang berkaitan, seperti substansia nigra dan nukleus subtalamikus dapat

8

menimbulkan impuls yang berkaitan dengan pergerakan yang kurang atau berlebih dan/atau perubahan patologis tonus otot.9,20,21 Sirkuit ganglia basalis terbagi menjadi 2 bagian, yang dikenal sebagai jaras langsung dan tidak langsung. Jaras langsung bersifat GABAnergik. Normalnya, jaras langsung berjalan dari striatum ke globus palidus medialis, kemudian substansi P digunakan sebagai ko-transmiter. Dari palidum, jaras tersebut berlanjut ke proyeksi neuron glutamatergik thalamus yang melengkapi lengkung kembali ke korteks serebri. Sedangkan pada jaras tidak langsung yang menggunakan neurotransmitter GABA dan enkefalin, berjalan dari striatum ke globus palidus lateralis. Dari tempat ini, proyeksi GABA berlanjut ke nukleus subtalamikus yang kemudian mengirimkan proyeksi glutamatergik ke globus palidus medialis. Perjalanan jaras tidak langsung selanjutnya identik dengan jaras langsung, yaitu dari thalamus kembali ke korteks serebri. Dapat disimpulkan dari kombinasi neurotransmitter inhibitorik dan eksitatorik yang digunakan oleh kedua jaras tersebut bahwa secara keseluruhan efek stimulasi jaras tidak langsung adalah inhibitorik. Proyeksi dopaminergik dari substansia nigra (pars kompakta) memiliki peran untuk memodulasi sistem ini (Gambar 1).7,9

9

Gambar 1. Jaras langsung dan tidak langsung ganglia basalis. (a). Situasi normal (hijau= eksitasi, merah= inhibisi). Gpe= globus palidus, lateralis. STN= nukleus subtalamikus. Gpi= globus palidus, medialis, Th= thalamus. SNg= substansia nigra. (b). Situasi pada Penyakit Parkinson (tidak diobati). (c). Situasi pada Penyakit Parkinson selama pengobatan dengan stimulasi subtalamikus (misalnya, blokade aktivasi neural STN)9 Pada Penyakit Parkinson Idiopatik, proyeksi nigrostriatal dopaminergik berdegenerasi. Akibatnya, aktivitas GABAnergik neuron striatal diperkuat, sehingga terdapat kelebihan aktivitas di lengkung ganglia basalis tidak langsung. Pada saat yang bersamaan, nukleus subtalamikus juga menunjukkan peningkatan aktivitas sehingga menghambat neuron glutamatergik thalamus secara berlebihan. Efek keseluruhan adalah inhibisi bersih pada keluaran lengkung ganglia basalis dan dengan demikian terjadi penurunan aktivitas area motorik kortikal. 1,9,20 Selain Penyakit Parkinson Idiopatik yang merupakan suatu kondisi neurodegeneratif, ada pula

Parkinsonisme

Bentuk

Simptomatis

yang

disebabkan

oleh

lesi

struktural/inflamasi susunan saraf pusat atau oleh pengaruh toksis. Dengan demikian, Parkinsonisme dapat terjadi, misalnya pada terapi neuroleptik, antiemetik, antagonis kalsium, obat antihipertensi yang mengandung reserpin. serta pada ensefalitis, lesi iskemik, intoksikasi dan gangguan metabolik.9,21 Tanda neuropatologis yang khas pada penyakit ini adalah badan inklusi intrasitoplasmik yang disebut Badan Lewy (Gambar 2). Komponen utama Badan Lewy adalah α-sinuklein. Saat ini belum diketahui secara pasti peran protein tersebut. Namun, pada bentuk familial Penyakit Parkinson yang terjadi pada sebagian kecil kasus, mutasi pada beberapa gen ditemukan pada α-sinuklein, yang menunjukkan peran patologis langsung pada degenerasi neuron dopaminergik. Bentuk familial biasanya timbul dengan onset yang lebih cepat dan gejala klinis spesifik, yang tercantum pada Tabel 1.3,7,9

10

Gambar 2. Badan Lewy pada lokus ceruleus merupakan inklusi eosinofilik intrasitoplasmik, sering disertai dengan halo, mengandung alpha-synuclein terpolimerisasi7

Tabel 1. Bentuk Familial Penyakit Parkinson9

11

Jika manifestasi Parkinsonisme yang khas timbul bersamaan dengan defisit neurologis lain yang menunjukkan disfungsi struktur saraf pusat lain selain ganglia basalis, dikatakan terdapat Sindroma Parkinson Plus. Ada beberapa sindrom jenis ini, seperti Parkinsonisme, paralisis bola mata vertikal dan kaku kuduk yang jelas membuat trias klinis yang khas pada Sindroma SteeleRichardson-Olszewski yang juga dikenal sebagai kelumpuhan supranuklear progresif. Sebaliknya, disfungsi otonom berat, instabilitas postural dan defisit yang melibatkan komponen sistem saraf pusat lain (misalnya tanda-tanda traktus piramidalis) terlihat pada atrofi multipel sistem.9,21 2.6. Manifestasi Klinis Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang paling jelas memperlihatkan gangguan ganglia basalis karena hilangnya pengiriman dopamin dari substansia nigra ke globus palidus. Gejala yang ditimbulkan pada Penyakit Parkinson dapat

12

berupa gejala motorik dan non motorik.8,20,22 Hilangnya aferen dopaminergik pada striatum memberikan 3 tanda kardinal pada Penyakit Parkinson, yaitu penurunan gerakan volunter (hipokinesia), tonus otot yang terus-menerus meningkat dan tegang (rigiditas) dan gerakan osilasi pada frekuensi 4-6 Hz saat ekstrimitas pada keadaan istirahat (tremor istirahat).4,9,23 a. Gejala motorik 1. Tremor Tremor pada Penyakit Parkinson memperlihatkan sifat-sifat khas. Tremornya adalah tremor sewaktu istirahat (resting tremor) yang akan hilang sama sekali jika hendak memulai melakukan gerakan tangkai, tetapi timbul kembali jika gerakan tangkas yang sedang dilakukan sudah pada tahap penghentiannya. Bila penderita diminta untuk menempatkan secara santai tangannya di atas paha, maka tremor langsung bangkit. Bila pada posisi demikian penderita disuruh menekuk-nekukkan jari-jari tangan, maka tremor akan hilang sama sekali. Waktu tidur, tremor tersebut hilang dan menjadi hebat karena faktor-faktor emosi (alternating tremor). Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi. Anggota gerak yang mengalami tremor adalah lengan, tangan dan jari-jari. Tremor yang paling khas adalah pada jari-jari tangan yang sering dilukis semantik bagaikan memulung-mulung pil (pill rolling) atau menghitung recehan uang logam. Frekwensinya ialah 2-7 sedetik. Kaki dan jari-jarinya, lidah, bibir, rahang bawah dan kepala dapat juga mengalami tremor.20,23 2. Rigiditas/kekakuan Selain tremor dan bradikinesia, rigiditas atau kekakuan juga ditemukan pada penderita Penyakit Parkinson. Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan berat sehingga memberikan tahanan bila persendian-persendian digerakkan secara pasif. Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan,

13

maka akan terasa tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/terputus-putus. Kekakuan ini juga bisa terjadi di leher. Akibat rigiditas ini, gerakan penderita menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. 7,20,23 Gerakan yang kaku membuat penderita berjalan dengan postur membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat namun pendek-pendek. Peningkatan tonus otot pada sindrom prakinson disebabkan oleh meningkatnya aktifitas neuron motorik alfa. Kombinasi dengan resting tremor mengakibatkan bunyi seperti gigi roda yang disebut dengan cogwheel rigidity yang menyebabkan rigiditas secara berulang dan muncul jika pada gerakan pasif.7,20,23 3. Bradikinesia Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada impuls optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang mempengaruhi motorneuron gamma dan alfa. Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.20,22,23 Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti

14

topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.7,20,23 4. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Keadaan tersebut juga berimplikasi pada hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.20,22,23 5. Mikrografia Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.22,23 6. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson) Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Bila ia jalan, tampak seolah-olah hendak jatuh ke depan (Gambar 3).22,23,24

Gambar 3. Sikap Penderita Parkinson 7. Bicara monoton

15

Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat. 22,23 8. Demensia Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit kognitif. Gangguan behavioral yang lambat-laun akan menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.22,23 9. Gejala lain Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).22,23 b. Gejala non motorik7,22,23 1. Disfungsi otonom 2. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik 3. Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik 4. Pengeluaran urin yang banyak 5. Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku orgasme 6. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi 7. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat 2.7. Diagnosis a. Anamnesis Gejala awal Penyakit Parkinson sangat ringan dan perjalanan penyakitnya berlangsung perlahan-lahan, sehingga sering terlepas dari perhatian. Biasanya hanya mengeluhkan perasaan kurang sehat atau sedikit

16

murung atau hanya sedikit gemetar. Seiring waktu gejala menjadi lebih nyata sehingga pasien berobat ke dokter dalam kondisi yang sedikit lebih parah.2 Anamnesis yang mengarahkan pada Penyakit Parkinson antara lain:2 1. Awitan keluhan atau gejala tidak diketahui dengan pasti 2. Perjalanan gejala semakin memberat 3. Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu akan mengenai kedua sisi atau batang tubuh 4. Jenis gejala yang mungkin timbul: a. Merasakan tubuh kaku dan berat b. Gerakan lebih kaku dan lambat c. Tulisan tangan mengalami mengecil dan tidak terbaca d. Ayunan lengan berkurang saat berjalan e. Kaki diseret saat berjalan f. Suara bicara pelan dan sulit dimengerti g. Tangan atau kaki gemetar h. Merasa goyah saat berdiri i. Merasakan kurang bergairah j. Berkurang fungsi penghidu/penciuman k. Keluar air liur berlebihan 5. Faktor yang memperingan gejala: istirahat, tidur, suasana tenang 6. Faktor yag memperberat gejala: kecemasan, kurang istirahat 7. Riwayat penggunaan obat antiparkinson dan respon terhadap pengobatan. Ananmesis yang mengarahkan pada penyebab lain:2 1. Riwayat stroke 2. Riwayat trauma kepala 3. Riwayat infeksi otak 4. Riwayat ada tumor otak 5. Riwayat gangguan keseimbangan 6. Riwayat mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat anti muntah, obat psikosis

17

b. Pemeriksaan Fisik2,24 1. Pengamatan saat pasien duduk: a. Tremor saat istirahat, terlihat di tangan atau tungkai bawah b. Ekspresi wajah seperti topeng/face mask (kedipan mata dan ekspresi wajah menjadi datar) c. Postur tubuh membungkuk d. Tremor dapat ditemukan di anggota tubuh lain (meskipun relatif jarang) misalnya kepala, rahang bawah, lidah, leher atau kaki 2. Pemeriksaan bradikinesia: a. Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan seterusnya berulang-ulang, makin lama makin berkurang amplitudo dan kecepatannya. b. Gerakan mempertemukan jari telunjuk-ibu jari (pada satu tangan) secara berulang-ulang makin lama makin berkurang amplitudo dan kecepatannyanya c. Tulisan tangan makin mengecil d. Kurang trampil melakukan gerakan motorik halus, seperti membuka kancing baju e. Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan artikulasi mejadi tidak jelas, kadang-kadang seperti gagap 3. Pengamatan saat pasien berjalan: a. Kesulitan/tampak ragu-ragu saat mulai berjalan (hesitancy), berjalan dengan kaki diseret (shuffling), jalan makin lama makin cepat (festination) b. Ayunan lengan berkurang baik pada 1 sisi anggota gerak maupun dikeduanya. c. Ditemukan rigiditas pada pemeriksaan tonus otot: gerakan secara pasief oleh pemeriksa, dengan melakukan fleksi-ekstensi secara berurutan, maka akan dirasakan tonus otot seperti roda gigi

18

(cogwheel rigidity). Biasanya dikerjakan di persendian siku dan lengan. 4. Pemeriksaan instabilitas postural/tes retropulsi: Pasien ditarik dari belakang pada kedua bahunya untuk melihat apakah pasien tetap mampu mempertahankan posisi tegak. 5. Pemeriksaan fisik lain untuk menemukan tanda negatif dari Penyakit Parkinson: a. Pemeriksaan refleks patologis: refleks patologis negatif b. Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas: gerakan okulomotor normal c. Pemeriksaan tekanan darah postural d. Pemeriksaan fungsi otonom, misalnya pengontrolan miksi-adakah inkontinensia e. Pemeriksaan fungsi serebelum, misalnya ataksia saat berjalan f. Pemeriksaan fungsi kognitif yang muncul pada permulaan penyakit c. Pemeriksaan Penunjang Sampai sekarang, belum ada satu uji yang memperlihatkan mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang cukup yang dapat dipercaya untuk diagnosis Penyakit Parkinson dan atau membedakan antara Penyakit Parkinson dengan Sindrom Parkinson yang lain. Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis. Secara tradisional, ada beberapa pemeriksaan pencitraan otak yang sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis Penyakit Parkinson dan atau membedakannya dari Sindroma Parkinson yang lain. Secara umum, pemeriksaan pencitraan otak dibagi 2, yaitu:2 1. Pencitraan struktural: a. CT scan kepala b. MRI kepala c. Ultrasonografi transkranial 2. Pencitraan fungsional:

19

a. PET b. SPECT Pengukuran kadar NT dopamin atau metabolitnya dalam air seni, darah maupun cairan otak akan menurun pada Penyakit Parkinson dibanding kelompok kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik dari Penyakit Parkinson, maka diagnosis definitif terhadap Penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut.2,25 Pemeriksaan imaging yang dapat dilakukan, antara lain:25 1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Hanya pasien yang dicurigai mempunyai atrofi multisistem yang memperlihatkan signal di striatum. 2. Positron Emission Tomography (PET) Merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi konribusi yang signifikan untuk melihat ke dalam sistem dopamin nigostriatal dan perannya dalam patofisiologi Penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat memperlihatkan hampir pada semua penderita Penyakit Parkinson, bahkan padaa tahap dini. Pada saat awitan gejala, penderita Penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Namun, PET tidak dapat membedakan antara Penyakit Parkinson dengan Parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat yang secara objektif memonitor progresi penyakit. 3. Single Photon Emissiom Computed Tomography (SPECT) Merupakan suatu kontribusi yang sangat berharga untuk diagnosis antara Sindrom Parkinson Plus dan Penyakit Parkinson yang merupakan penyakit presinaps murni. SPECT adalah ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis. Penempelan ke striatum oleh

20

derivate kokain [123] beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55 berkurang secara signifikan disisi kontralateral yang secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. SPECT memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf nigostriatal pada Penyakit Parkinson. Dengan demikian,

imaging

transporter

dopamin

pre-sinapis

yang

menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang berisiko terkena Penyakit Parkinson lebih dini. Terdapat beberapa kriteria klinis untuk menegakkan diagnosis Penyakit Parkinson, antara lain dari UKPD (United Kingdom Parkinsons Disease Society) Brain Bank Clinical Criteria atau yang terbaru MDS Clinical Diagnostic Criteria for Parkinson Disease (2015).26,27 Menurut UKPD Brain Bank Clinical Criteria untuk menegakkan Penyakit Parkinson secara klinis terdiri dari 3 tahap.26 Tahap I. Menentukan adanya Penyakit Parkinson yang meliputi gejala: a. Bradikinesia b. Ditambah paling sedikit satu dari gejala berikut: tremor istirahat, bradikinesia, instabilitas postural yang tidak disebabkan karena gangguan visual, vestibular, propioseptif dan serebeler. Tahap II. Memastikan tidak ada gejala atau tanda yang menjelaskan ada penyebab lain: a. Riwayat stroke berulang b. Riwayat trauma kepala berulang c. Riwayat ensefalitis d. Krisis okulogirik e. Terapi neuroleptik saat awitan gejala, f. Lebih dari satu anggota keluarga g. Remisi yang terus berlanjut

21

h. Gejala unilateral menetap lebih dari 3 tahun i. Supranuclear gaze palsy j. Gejala cerebellar k. Gangguan otonom berat pada awal penyakit l. Dementia berat pada awal penyakit dengan gangguan memori, bahasa dan praksis m. Tanda babinski, ada tumor otak atau hidrosefalus komunikans dari hasil pencitraan otak n. Tidak memberikan respon terhadap terapi levodopa dosis besar, meskipun tanpa disertai gangguan malabsorbsi saluran cerna o. Paparan bahan kimia mengandung komponen MPTP (1-methyl-4-phenyl1,2,3,6-tetrahydropyridine). Tahap III: Kriteria penyokong positif prospektif Penyakit Parkinson. Dibutuhkan 3 atau lebih kriteria dibawah ini untuk diagnosis definitif Penyakit Parkinson dalam kombinasi dengan tahap pertama. a. Awitan unilateral b. Tremor istirahat c. Penyakit progresif d. Gejala sejak awitan menetap secara asimetris e. Memberikan respon baik (70-100%) terhadap pemberian levodopa f. Timbul diskinesia yang diinduksi levodopa g. Respon terhadap levodopa 5 tahun atau lebih h. Perjalanan klinis berlangsung 10 tahun atau lebih. Adapun kriteria diagnosis klinis Penyakit Parkinson menurut MDS (Movement Disorders Society) Clinical Diagnostic Criteria for Parkinsons Disease, sedikit lebih kompleks dalam penerapannya karena menyertakan gejala non motorik pada Parkinson. Diperlukan pemeriksaan klinis untuk mencari:27 a. Kriteria esensial/wajib b. Kriteria Pendukung (supportive criteria)

22

c. Kriteria Pengecualian Mutlak d. Kriteria Red flag 1. Kriteria esensial/wajib: Bradikinesia, disertai paling tidak salah satu dari Resting Tremor atau bradikinesia. 2. Kriteria pendukung: a. Respon klinis yang jelas (dramatik) dengan terapi dopaminergik. Pada terapi awal pasien seperti kembali normal atau dapat kembali berfungsi seperti sebelum sakit. 1. Perbaikan nyata dengan peningkatan dosis atau perburukan nyata dengan pengurangan dosis. Perubahan yang ringan atau tidak jelas tidak termasuk kualifikasi 2. Klinis yang jelas adanya fluktuasi ON/OFF, termasuk adanya wearing off yang bisa diprediksi (predictable end-of-dose wearing off). b. Adanya dyskinesia yang diinduksi oleh levodopa c. Resting tremor pada anggota gerak (baik ditemukan pada saat pemeriksaan maupun dari laporan cacatan medis sebelumnya) d. Terdapatnya baik gangguan penciuman atau denervasi saraf simpatis jantung dari pemeriksaan MIBG scintigrafi 3. Kriteria pengecualian mutlak a. Gangguan serebelum yang jelas seperti cerebellar gait, ataksia anggota gerak, gangguan gerakan bola mata khas serebelum b. Gangguan gerak mata jenis downward vertical supra nuclear atau selektif melambatnya downward vertical saccades c. Diagnosis dari adanya kemungkinan variant fortotemporal demensia atau afasia progresif primer; yang muncul pada 5 tahun pertama perjalanan penyakit d. Gejala Penyakit Parkinson hanya terbatas mengenai anggota gerak bawah saja selama lebih dari 3 tahun perjalanan penyakit

23

e. Pengobatan dengan preparat jenis penghambat reseptor dopamin maupun dopamine depleting agent, pada kurun waktu tertentu yang konsisten dengan kemunculan gejala parkinsonism f. Ketiadaan respon terhadap pemberian dosis besar levodopa meskipun pada kondisi perjalanan penyakit yang masih ringan g. Terdapat gangguan sensorik tipe kortikal yang cukup jelas (misalnya graphesthesia, stereognosis dengan modalitas sensori yang masih normal) h. Pemeriksaan fungsional otak dengan pemeriksaan pencitraan otak pada sistem presinaptik dopamin terlihat hasil yang normal i. Terdokumentasinya kondisi alternatif lain yang dapat menimbulkan gejala penyakit Parkinson dan terhubungnya dengan gejala pasien secara masuk akal (dapat diterima), atau evaluasi ahli berdasarkan penilaian diagnosis yang lengkap bahwa sindrom alternatif tersebut lebih mungkin menjadi penyebab dari pada Penyakit Parkinson sendiri. 4. Kriteria red flags a. Perburukan yang cepat pada fungsi berjalan (gait) sehingga memerlukan kursi roda dalam 5 tahun pertama perjalanan penyakit b. Secara nyata tidak ditemukan perburukan gejala motorik dalam kurun waktu 5 tahun perjalanan penyakit, meskipun kestabilan gejala berhubungan dengan pengobatan c. Gangguan jenis bulbar, seperti disfoni, disartria, disfagia (sehingga memerlukan NGT, makanan yang lunak maupun gastrotomi) dalam 5 tahun pertama perjalanan penyakit d. Gangguan pernafasan (inspirasi atau ekspirasi), baik diurnal atau nocturnal stridor saat inspirasi maupun desahan saat inspirasi yang sering muncul e. Kegagalan fungsi otonom yang cukup berat pada 5 tahun pertama perjalanan penyakit

24

f. Episode jatuh yang berulang (lebih dari 1 kali pertahun) yang disebabkan karena gangguan keseimbangan dalam 3 tahun pertama perjalanan penyakit g. Disproporsional gerakan anterocollis (dystonik) atau kontraktur di tangan dan kaki pada 10 tahun pertama perjalanan penyakit h. Ketiadaan dari gejala non motor yang lazim dari penyakit Parkinson dalam 5 tahun perjalanan penyakit. Gejala non motor ini termasuk diantaranya gangguan tidur, gangguan otonom, hiposmia atau gangguan psikiatrik i. Tanda gangguan traktus piramidalis yang (walaupun) tidak dapat dijelaskan, kelumpuhan motorik karena sistem pyramidal yang nyata atau reflek meningkat yang patologis (terkecuali asimetri reflex yang ringan atau reflek plantar saja) j. Gejala parkinsonism yang simetris bilateral. Pasien atau pendamping melaporkan gejala bilateral saat onset tanpa dominansi satu sisi dan dominansi tersebut tidak ditemukan saat pemeriksaan klinis. Diagnosis

klinis

Establish

Penyakit

Parkinson

dapat

ditegakkan

bila/diperlukan syarat:27 1. Kriteria esensial/wajib Parkinsonism 2. Tidak ditemukan gejala dari kriteria pengecualian mutlak 3. Paling tidak 2 gejala dari kriteria pendukung 4. Tidak ditemukan gejala kriteria red flags Diagnosis Klinis Probable Penyakit Parkinson akan ditegakkan bila:27 1. Kriteria esensial/wajib Parkinsonism 2. Tidak ditemukan gejala dari kriteria pengecualian mutlak 3. Adanya gejala dari kriteria red flags dengan perimbangan gejala dari kriteria pendukung: a. Jika terdapat 1 kriteria red flags maka harus ada paling tidak 1 kriteria pendukung

25

b. Jika terdapat 2 kriteria red flags maka harus ada paling tidak 2 kriteria pendukung c. Tidak boleh ada lebih dari 2 kriteria red flags Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit. Dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:28 a. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman) b. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu c. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang d. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya e. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu. 2.8. Diagnosis Banding Belum ada cara yang ideal untuk menegakkan diagnosis Penyakit Parkinson dan membedakannya dengan Sindrom Parkinson lainnya. Namun demikian, penyakit Parkinson harus dibedakan dari jenis Parkinsonism yang lain, seperti multiple system atrophy (MSA), progressive supranuclear palsy (PSP) dan corticobasal degeneration (CBD). Penyakit Parkinson harus juga dibedakan dari penyebab parkinsonism sekunder yang lain, seperti lesi struktural otak, reaksi akibat penggunaan obat-batan, neurotoksin dan penyebab tremor yang lain. Idealnya, pasien dengan penyakit Parkinson atau yang berhubungan dengan gangguan

26

gerak, harus dirujuk ke klinik spesialis gangguan gerak atau pusat pelayanan gangguan gerak untuk dilakukan evaluasi. Beberapa pedoman klinis yang dapat membantu dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah:2 Tabel 2. Diagnosis Banding Penyakit Parkinson2 Gangguan Tremor Esensial

Tremor Distonik Parkinson terinduksi oleh obat

Penyakit Wilson

Demensia Lewy Bodies

Multiple system atrophy

Gejala Karakteristik Predominan tremor aksi ekstremitas atas yang khas simetris. Mengenai juga kepala dan pita suara. Biasanya tidak ada defisit neurologis lain. Dapat ditemukan riwayat keluarga yang positif, dan tremor berkurang dengan minum alkohol Postur distonik (seperti, tangan yang distonik pada posisi tertentu). Diagnosis biasanya cukup sulit ditegakkan. Secara klinis, kondisi ini dapat menyerupai Penyakit Parkinson (seperti presentasi tremor unilateral saat istirahat). Suatu anamnesis teliti mengenai pemakaian obat (dalam 1 tahun terakhir) seperti penyekat reseptor dopamin (paling sering antipsikotik atau antiemetik seperti metoklopramid atau proklorperazin) adalah sangat penting. Awitan neurologis Penyakit Wilson biasanya dimulai dari saat kecil atau dewasa muda. Pasien memperlihatkan gejala tremor, parkinsonism dan/atau distonia. Sebagai peraturan umum, pasien yang memperlihatkan gangguan gerak dibawah 50 tahun harus menjalani pemeriksaan untuk mengeksklusi penyakit ini. Manifesti psikiatris sering berupa gangguan perilaku, ansietas dan psikosis. Pemeriksaan meliputi: MRI kepala (abnormal dalam 90% kasus; kelainan lain yang dapat ditemukan berupa hiperintensitas basal ganglia pada sekuen T2); pemeriksaan slit lamp oleh seorang dokter mata ditemukan cincin Kayser-Fleischer pada hampir semua kasus; pemeriksaan caeruloplasmin pada serum dan copper pada urin 24 jam. Banyak ahli menganggap kelainan ini sebagai spektrum dari Penyakit Parkinson. Pada Penyakit Parkinson, demensia dan halusinasi visual adalah tipikal pada fase lanjut penyakit, tetapi pada Demensia Lewi Bodies, gejala demensia dan halusinasi terjadi pada fase awal penyakit (mendahului atau terjadi dalam 1 tahun awitan gejala motorik). Gangguan motorik dapat berupa predominan parkinsonism (MSA-P) atau serebelar (gait atau limb ataxia) (MSA-C). Disfungsi autonomik jelas (inkontinesia urine atau hipotensi ortostatik berat)

27

biasanya muncul. Pasien dapat mengalami disartria/disfagia pada fase awal penyakit. Tanda upper motor neuron seperti hiperrefleksia atau tanda Babinski dapat ditemukan. MRI kepala memperlihatkan atrofi serebelum atau batang otak, “hot-cross bun”, hiperintensitas putaminal rim pada sekuen T2, dll. Ciri khas berupa defisit gerakan bola mata vertikal (restriksi atau pada tahap awal penyakit terdapat perlambatan sakadik ke bawah). Riwayat jatuh sering ditemukan pada fase awal (dalam 1 tahun pertama). Dapat ditemukan rigiditas aksial (leher) yang lebih dominan dibanding ekstremitas. Pasien dapat memperlihatkan tanda disartria/disfagia pada fase awal penyakit. MRI Kepala dapat ditemukan atrofi mesensefalon (tanda “hummingbird”). Parkinsonism mengenai terutama badan bagian bawah. Tidak ada tremor istirahat yang tipikal. Gambaran seperti stroke dapat ditemukan. Pasien biasanya memiliki faktor risiko vaskuler yang nyata dan MRI kepala biasanya memperlihatkan perubahan iskemik luas (lebih jarang, parkinsonism ini dapat disebabkan oleh stroke pembuluh darah kecil di lokasi strategik seperti di substansia nigra. MRI otak memperlihatkan pelebaran ventrikel. Perbaikan gait yang terjadi setelah pengeluaran sejumlah besar cairan otak dengan tehnik pungsi lumbal (tap test) mendukungdiagnosis dan memperkirakan respons terhadap prosedur shunting.

Progressive supranuclear palsy

Parkinsonism Vaskuler

Normopressure Hydrocephalus

2.9. Tatalaksana Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif

dan

penyebabnya

tidak

diketahui,

oleh

karena

itu

strategi

penatalaksanaannya adalah:7,9,23 1. Terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien 2. Neuroproteksi 3. Neurorestorasi Neuroproteksi

dan

neurorestorasi

keduanya

untuk

menghambat

progresifitas Penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya. Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini

28

tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Pengobatan Penyakit Parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan bradikinesia.7,9,23 Perawatan

pada

penderita

Penyakit

Parkinson

bertujuan

untuk

memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari. Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan sebagai berikut:7,9,23 1. Terapi Farmakologi a. Bekerja pada sistem dopaminergik b. Bekerja pada sistem kolinergik c. Bekerja pada Glutamatergik d. Bekerja sebagai pelindung neuron e. Lain-lain 2. Terapi Pembedahan a. Deep-Brain Stimulation (DBS) b. Transplantasi 3. Non Farmakologi a. Edukasi b. Terapi rehabilitasi 1. Terapi Farmakologi a. Bekerja pada sistem dopaminergik 1. Obat pengganti dopamin (Levodopa, Carbidopa). Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopadekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 15% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme

29

di lain tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya. Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan enzimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal. 7,9,20,23 Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskenisia, yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.23 2. Agonis dopamin Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.7,20,23 Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari

30

levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.7,20,23 3. Penghambat Monoamine Oxidase (MAO Inhibitor) Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L- amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.2,7,23 b. Bekerja pada sistem kolinergik 1. Antikolinergik Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor (Gambar 3). Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) 1-4 mg dan benztropin (congentin) ¼-2 mg. Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton) 1-2 mg, orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur.

31

Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.2,23

Gambar 4. Prinsip Kerja Obat Antikolinergik23 c. Bekerja pada glutamatergik 1. Amantadin Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.7,20,23 d. Bekerja sebagai pelindung neuron2,7,23 1. Neuroproteksi

32

Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah: a. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron. Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF (brain derived neurotrophic factor), NT 4/5 (Neurotrophin 4/5), GDNT (glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin) dan sebagainya. Semua belum dipasarkan. b. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan neurotoksis (MPTP , Glutamate) . Termasuk disini antagonis reseptor NMDA, MK 801, CPP remacemide dan obat antikonvulsan. c. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7nitroindazole,

nitroarginine

methyl-ester,

methylthiocitrulline,

101033E dan 104067F, termasuk didalamnya. Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas. Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E (tocopherol) tidak menunjukkan efek anti oksidan. d. Bioenergetic

suplements,

yang

bekerja

memperbaiki

proses

metabolisme energi di mitokondria. Coenzym Q10 (Co Q10), nikotinamide termasuk dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada hewan model dari penyakit. e. Rotigotine,

rotigotine

transdermal

yang

disampaikan

adalah

tambahan yang secara klinis inovatif dan berguna untuk kelas agonis dopamin reseptor. Rotigotine transdermal patch mewakili pilihan efektif dan aman untuk pengobatan pasien dengan awal untuk maju penyakit Parkinson. Kemungkinan non-invasif dan mudah digunakan formulasi yang memberikan stimulasi terus-menerus dopaminergik

33

mungkin langkah menuju meminimalkan komplikasi yang timbul dari stimulasi pulsatil Karena pasien penyakit Parkinson biasanya harus mengambil banyak dosis obat setiap hari, patch ini diharapkan akan membantu banyak penderita. f. Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk penyakit parkinson, yaitu Pada dasawarsa terakhir, banyak peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya sebagai neuroprotektan. Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis , misalnya glutamat lewat R NMDA , asam kainat, deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia. g. Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, aantiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10. 2. Terapi pembedahan2,7,23 Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang mendasari (neurorestorasi). Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan/intractable , yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas, bradi/akinesia, gait/postural instability), fluktuasi motorik, fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan. Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan: a. Pallidotomi, yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala akinesia/bradikinesia, gangguan jalan/postural dan gangguan bicara.

34

b. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala tremor, rigiditas dan iskinesia karena Deep Brain Stimulation (DBS). Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.2,7 Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4-6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perizinan.2,7 3. Terapi Non-farmakologis a. Edukasi Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.2,20 b. Terapi Rehabilitasi Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut: Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of

35

Daily Living–ADL), dan Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi dan psikoterapi.2,7 Latihan fisioterapi meliputi: latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.2,7 Terapi okupasi diberikan dengan tujuan untuk menjaga peran keluarga dan lingkungan kerja, homecare dan aktivitas hobi, meningkatkan mobilitas, meningkatkan aktivitas pribadi seperti makan, minum, mencuci dan memakai baju, keamanan lingkungan sekitar dan fungsi motorik, penilaian kognitif dan penanganannya. Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi, yaitu:2,7,23 1. Strategi kognitif: untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif 2. Strategi gerak: seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu 3. Strategi keseimbangan: melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari escalator atau pintu berputar. Saat berjalan di tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat. 2.10. Komplikasi Komplikasi Penyakit Parkinson terjadi akibat proresifitas dan lamanya menderita atau bisa muncul sebagai akibat dari terapi medis. Pada Penyakit Parkinson berat, sudah terjadi kerusakan motoric yang progresif meskipun telah mendapat terapi levodopa. Kualitas hidup semakin menurun dan sangat sukar bagi penderita untuk melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Ketika

36

penyakit berlanjut, akan terjadi degenerasi progresif neuron dopaminergik dan nondopaminergik di area otak yang luas. Hal ini menyebabkan timbulnya manifestasi klinis berupa komplikasi motorik dan non motorik.7,23 a. Komplikasi motorik 1.

Fluktuasi motorik

2.

Dyskinesia

b. Komplikasi non motorik 1.

Gangguan kognitif dan demensia

2.

Psikosis

3.

Depresi

4.

Gangguan otonom

5.

Gangguan tidur

6.

Gangguan sensoris

2.11. Prognosis Sebelum

ditemukan

levodopa,

Penyakit

Parkinson

menyebabkan

kecacatan parah dan kematian pada sekitar 25% pasien dalam onset 5 tahun, 65% dalam 10 tahun dan 89% dalam 15 tahun. Tingkat kematian akibat Penyakit Parkinson sebesar 3 kali lipat dari populasi umum yang sesuai dengan usia, jenis kelamin dan ras. Setelah ditemukan levodopa, angka kematian turun sekitar 50% dan dapat memperpanjang angka kehidupan untuk beberapa tahun. Hal tersebut diduga sebagai efek simptomatik dari levodopa, karena tidak ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa levodopa memiliki sifat memperlambat progresifitas penyakit.7 The American Academy of Neurology mencatat bahwa tampilan klinis berikut dapat membantu memprediksi tingkat perkembangan Penyakit Parkinson:7 a. Usia yang lebih tua dan kekakuan awal/hipokinesia dapat digunakan untuk memprediksi (1) tingkat prkembangan motorik yang lebih cepat pada mereka dengan Penyakit Parkinson yang baru didiagnosis dan (2) perkembangan awal penurunan kognitif dan demensia, namun pada awalnya dengan tremor dapat memprediksi perjalanan penyakit yang

37

lebih tidak berbahaya dan manfaat terapeutik yang lebih lama dari levodopa. b. Tingkat perkembangan motorik yang lebih cepat juga dapat diprediksi jika pasien adalah laki-laki, memiliki komorbiditas terkait dan memiliki ketidakstabilan postural/kesulitan berjalan. c. Usia yang lebih tua, demensia dan penurunan respon terhadap terapi dopaminergik dapat memprediksi penempatan panti jompo lebih awal dan penurunan tingkat kelangsungan hidup.

38

BAB III LAPORAN KASUS 3.1. Identitas Pasien Nama

: Ny. A

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 62 tahun

Alamat

: Jl. Kuras No. 4, Desa Ridan Permai, Bangkinang Kota

Pekerjaan

: Guru

Agama

: Islam

Poliklinik

: Saraf

No. RM

: 084818

Tgl. Berobat

: 15 Februari 2019

3.2. Anamnesis: Autoanamnesis a. Keluhan utama: Kedua tangan gemetaran sejak 6 tahun yang lalu b. Riwayat penyakit sekarang: -

Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Bangkinang dengan keluhan kedua tangan gemetaran sejak 6 tahun yang lalu. Gemetaran paling kuat terjadi pada jari-jari tangan pasien. Selain tangan, gemetaran juga terjadi pada kedua kaki pasien. Keluhan tersebut dirasakan hilang timbul. Pasien mengaku, gemetaran sering timbul saat pasien tidak sedang melakukan aktifitas, namun terkadang juga timbul jika pasien berada di suasana yang ramai. Pasien juga mengaku, gemetaran hilang secara tidak menentu, terkadang gemetaran tersebut hilang dengan sendirinya. Pasien juga mengeluhkan pinggangnya sering sakit, leher terasa tegang, badan pegal dan suara seperti hilang.

39

-

7 tahun yang lalu (2012), pasien pernah terjatuh ke lantai dengan posisi bahu kanan sebagai tumpuan. Setelah jatuh, pasien tidak ada pergi berobat. Dua bulan setelah jatuh, pasien merasakan bahu kanannya turun, kemudian pasien pergi ke tukang urut dan pada saat bagian tulang selangka ditekan, pasien merasakan gemetaran pada bagian jempol kanan tangannya. Namun gemetaran hanya terjadi sesekali dan dirasa tidak terlalu mengganggu pasien.

-

6 tahun yang lalu (2013), awalnya, gemetaran hanya muncul sesekali dan hanya terjadi pada jempol kanan tangan, namun lama-kelamaan gemetaran semakin sering muncul dan terjadi pada kedua tangan dan kaki pasien. Kemudian pasien pergi ke klinik dokter di Padang untuk mengobati keluhan gemetarannya.

-

5 tahun yang lalu (2014), pasien masih rutin berobat ke klinik dokter di Padang. Namun, keluhan pasien bertambah. Pasien mengaku sulit untuk membuka kedua matanya jika matanya terpejam atau berkedip.

-

2 tahun yang lalu, pasien pindah berobat ke RSUD Bangkinang dan rutin berobat 1x sebulan. Pasien mengaku keluhan gemetarannya masih sering muncul dan pasien menjadi sulit untuk melakukan pekerjaannya sebagai guru. Pasien mengaku sudah tidak bisa untuk menulis dan jika mengajar di sekolah hanya dengan mengandalkan suara. Namun, untuk memasak terkadang pasien masih bisa melakukannya sendiri. Selain itu, pasien juga sering mengeluhkan pinggangnya sakit, jalan yang semakin lambat dan leher terkadang terasa tegang dan pegal. Pasien mengaku gejala berkurang jika minum obat dari rumah sakit.

b. Riwayat penyakit dahulu: -

Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, rutin kontrol berobat

-

Riwayat DM disangkal

-

Riwayat operasi disangkal

-

Riwayat trauma kepala disangkal

-

Riwayat stroke disangkal

40

-

Riwayat terpapar bahan kimia disangkal

c. Riwayat penyakit keluarga: -

Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa dengan pasien

-

Riwayat DM di keluarga disangkal

-

Riwayat hipertensi di keluarga ada

-

Riwayat stroke di keluarga disangkal

d. Riwayat pribadi dan sosial: Pasien bekerja sebagai guru di Aliyah dan tinggal bersama suami dan anak nomor 2. Hubungan dengan lingkungan masyarakat baik. 3.3. Pemeriksaan Fisik a. Umum Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

GCS

: E4V5M6

Kesadaran

: Composmentis

Kooperatif

: Kooperatif

Tinggi badan

: 140 cm

Berat badan

: 40 kg

IMT

: 20,40 (normoweight)

Keadaan Gizi

: Baik

Rambut

: Hitam keputihan, mudah dicabut

Turgor Kulit

: Kurang

Kulit dan Kuku

: Warna coklat dan bersih

Tanda Vital Tekanan darah

: 150/90 mmHg

Suhu tubuh

: 36,7oC

Frekuensi denyut nadi : 90 kali/menit, regular Frekuensi nafas

: 20 kali/menit

41

Kelenjar Getah Bening

a.

Leher

: Tidak ada pembesaran

Aksilla

: Tidak ada pembesaran

Inguinal

: Tidak ada pembesaran

Thoraks Paru Inspeksi

: Tampak simetris kanan dan kiri, scar (-/-), retraksi dinding dada (-/-)

Palpasi

: Pergerakan dinding dada simetris, vocal fremitus kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-/-)

Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler di seluruh bagian parenkim paru, wheezing (-/-), rhonki (-/-) b.

Jantung Inspeksi Palpasi

: Ictus cordis tampak : Ictus cordis kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea midclavikula sinistra

Perkusi : Kanan atas jantung Kanan bawah jantung Kiri atas jantung Kiri bawah jantung

: ICS II linea parasternalis dextra : ICS IV linea parasternal dextra : ICS II linea parasternalis sinistra : ICS IV linea midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-) Kesan: Paru dan jantung dalam batas normal Abdomen Inspeksi

: Cekung, scar (-)

Auskultasi

: Peristaltik (+)

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-)

Pemeriksaan ginjal

: Tidak teraba kanan dan kiri, nyeri ketok ginjal (-/-)

Pemeriksaaan hepar

: Tidak teraba

Pemeriksaan lien

: Tidak teraba

42

Kesan: Abdomen dalam batas normal Korpus Vertebra Inspeksi

: Membungkuk ke depan

Palpasi

: Tidak teraba kelainan

Kesan: Kifosis 3.4.

Status Neurologi a. Tanda Rangsangan Selaput Otak Kaku Kuduk : Negatif Brudzinki I : Negatif

Brudzinki II : Negatif Tanda Kernig : Negatif

b. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial Pupil : Isokor c. Pemeriksaan Nervus Kranialis N. I Olfaktorius Penciuman Subyektif Obyektif dengan bahan

Kanan Positif Tidak Dilakukan

Kiri Positif Tidak Dilakukan

Kanan Menurun Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Kiri Menurun Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Kanan Normal Tidak ada Normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal

Kiri Normal Tidak ada Normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal

N. II Optikus Penglihatan Tajam penglihatan Lapangan Pandang Melihat Warna Funduskopi N. III Okulomotorius Bola Mata Ptosis Gerakan bulbus Strabismus Nistagmus Ekso / endopthalmus Diplopia Pupil : Bentuk

43

Reflek cahaya Reflek akomodasi

Positif Normal

Positif Normal

Reflek konvergensi

Normal

Normal

Gerakan mata ke bawah

Kanan Normal

Kiri Normal

Sikap bulbus

Normal

Normal

Tidak ada

Tidak ada

N. IV Troklearis

Diplopia N. V Trigeminus

Kanan

Kiri

Normal

Normal

Mengerakkan rahang

Normal

Normal

Menggigit

Normal

Normal

Mengunyah

Normal

Normal

Normal

Normal

Sensibilitas

Normal

Normal

Divisi maksila Reflek masseter

Normal

Normal

Sensibilitas

Normal

Normal

Normal

Normal

Gerakan mata ke lateral

Kanan Normal

Kiri Normal

Sikap bulbus

Normal

Normal

Tidak ada

Tidak ada

Motorik : Membuka mulut

Sensorik : Divisi optalmika Reflek kornea

Divisi mandibula Sensibilitas N. VI Abdusen

Diplopia

44

N. VII Fasialis Kanan Simetris Tidak dilakukan Normal

Kiri Simetris Tidak dilakukan Normal

Menutup mata

Normal

Normal

Mencibir/bersiul

Normal

Normal

Memperlihatkan gigi

Normal

Normal

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Suara berbisik

Kanan Normal

Kiri Normal

Detik arloji

Normal

Normal

Rinne test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Weber test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Scwabach test:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Memanjang

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Memendek

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak ada

Tidak ada

Vertikal

Tidak ada

Tidak ada

Siklikal

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sensasi lidah 1/3 belakang

Kanan Normal

Kiri Normal

Reflek muntah / Gag reflek

Normal

Normal

Raut wajah Sekresi air mata Menggerakan dahi

Sensasi lidah 2/3 depan N. VIII Vestibularis

Nistagmus: Pendular

Hiperakusis N. IX Glossopharingeus

N. X Vagus

45

Arkus faring

Kanan Normal

Kiri Normal

Uvula

Normal

Normal

Menelan

Normal

Normal

Artikulasi

Normal

Normal

Kecil 90x/menit

Kecil 90x/menit

Menoleh ke kanan

Kanan Normal

Kiri Normal

Menoleh ke kiri

Normal

Normal

Mengangkat bahu ke kanan

Normal

Normal

Mengangkat bahu ke kiri

Normal

Normal

Kanan Normal

Kiri Normal

Tremor

Tidak ada

Tidak ada

Fasikulasi

Tidak ada

Tidak ada

Atrofi

Tidak ada

Tidak ada

Suara Nadi

N. XI Asesorius

N. XII Hipoglosus Kedudukan lidah di dalam Kedudukan lidah di julurkan:

d. Pemeriksaan koordinasi dan keseimbangan Keseimbangan Koordinasi Cara berjalan Lambat, langkah kecil, Tes jari kaku, kepala dan leher hidung Romberg tes Stepping tes Tandem

membungkuk ke depan Negatif Negatif Positif

Tes jari - jari Tes tumit lutut Disgrafia

Positif Positif Tidak dilakukan Positif

46

Walking tes Ataksia Rebound phenomen

Supinasi-

Positif

Positif

pronasi

Positif

e. Pemeriksaan Fungsi Motorik A. Berdiri dan

Kanan

Kiri

Lambat

Lambat

Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Superior Kanan Kiri Lambat Lambat

Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Inferior Kanan Kiri Lambat Lambat

berjalan Gerakan spontan Tremor Atetosis Mioklonik Khorea Bradikinesia Pill rolling B. Ekstremitas Gerakan Kekuatan Trofi Tonus

5 Normotrofi

5 Normotrofi

5 Normotrofi

5 Normotrofi

Meningkat (cogwheel

Meningkat (cogwheel

Meningkat (cogwheel

Meningkat (cogwheel

rigidity)

rigidity)

rigidity)

rigidity)

f. Pemeriksaan Sensibilitas Sensibilitas taktil Sensibilitas nyeri

Normal Normal

Sensibilitas termis

Normal

Sensibilitas kortikal

Normal

Stereognosis

Normal

Pengenalan 2 titik

Normal

Pengenalan rabaan

Normal

47

g. Sistem Refleks 1. Fisiologis Kornea

Kanan Normal

Kiri Normal

Normal

Normal

Laring

Tidak

Maseter

dilakukan Normal

Berbangkis

Biseps

Kanan Normal

Kiri Normal

Triseps

Normal

Normal

Tidak

APR

Normal

Normal

dilakukan Normal

KPR

Normal

Normal

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Dinding perut: Atas

Bulbokavernosus Normal

Normal

Kremaster

Tidak dilakukan

Bawah

Normal

Normal

Sfingter

Tidak dilakukan

Tengah

Normal

Normal

2. Patologis Lengan Hoffman Tromner

Negatif

Negatif

Tungkai Babinski

Negatif

Negatif

Chaddoks

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaeffer

Negatif

Negatif

Klonus kaki

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

h. Fungsi Otonom Miksi Defekasi Sekresi keringat

: Normal : Lancar : Normal

i. Fungsi Luhur Kesadaran Reaksi bicara

Normal

Tanda Demensia Refelek glabella

Negatif

Fungsi intelek

Normal

Reflek snout

Negatif

Reaksi emosi

Normal

Reflek mengisap

Negatif

48

3.5.

Reflek memegang

Negatif

Reflek palmomental

Negatif

Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Tidak dilakukan Saran: Pengukuran NT dopamin dalam air seni. Diharapkan ditemukan penurunan kadar dopamin. b. Imaging Tidak dilakukan Saran: CT-Scan atau MRI. Diharapkan akan didapatkan gambaran terjadinya atropi kortikal difus dengan sulki melebar.

3.6.

Masalah a. Diagnosis Diagnosis klinis Diagnosis topik Diagnosis etiologi Diagnosis sekunder

: Penyakit Parkinson : Ganglia basalis substansia nigra pars kompakta : Parkinson idiopatik : Hipertensi

Deferensial Diagnosis : Demensia Lewy Bodies Multiple system atrophy Parkinsonism vaskular

3.7.

Pemecahan Masalah/Tatalaksana a. Terapi non farmakologi 1. Edukasi - Pemahaman mengenai penyakit terhadap pasien dan keluarga

49

- Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal . 2. Terapi Rehabilitasi -

Meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit dengan latihan fisioterapi dan okupasi.

b. Terapi Farmakologi 1. R/ Levodopa tab 100 mg No. III S. 3 d.d tab 1 2. R/ Benserazide tab 25 mg No. III S. 3 d.d tab 1 3. R/ Thrihexyphenidyl tab 2 mg No. III S. 3 d.d tab 1 4. R/ Amlodipine tab 5 mg S. 1 d.d tab 1 3.8. Prognosis Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam

BAB 4 PEMBAHASAN/ANALISIS KASUS 4.1. Anamnesis (autoanamnesis)

50

Berdasarkan autoanamnesis pada pasien didapatkan adanya keluhan gemetaran pada kedua tangan. Gemetaran terjadi terutama pada saat pasien sedang tidak beraktifitas atau sedang berada di suasana yang ramai. Awalnya, gemetar hanya terjadi pada jempol tangan yang lama kelamaan gemetar juga terjadi pada kedua tangan dan kaki pasien. Gemetaran paling kuat terjadi pada jari-jari tangan. Gemetaran dirasakan hilang timbul. Terkadang hilang dengan sendirinya. Berdasarkan teori, gemetaran pada pasien disebut sebagai tremor. Tremor terjadi sebagai akibat dari gangguan ganglia basalis karena hilangnya pengiriman dopamin dari substansia nigra (pars kompakta) ke globus palidus. Akibatnya, terjadi ketidak seimbangan kadar dopamin dengan Ach. Dopamin berfungsi sebagai neurotransmiter inhibisi sedangkan Ach sebagai neurotransmitter eksitasi. Bila kadar dopaminergik menurun maka akan terjadi peningkatan aktifitas otot yaitu, tremor. Tremor juga dapat terjadi karena ketidak seimbangan sirkuit motor ekstrapiramidal (pengatur gerakan di otak). Tremor pada PD memperlihatkan sifat-sifat khas. Tremornya adalah tremor sewaktu istirahat (resting tremor), namun dapat muncul hebat jika ada faktor-faktor emosi (alternating tremor). Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi. Anggota gerak yang dapat mengalami tremor adalah lengan, tangan, jari-jari. lidah, bibir, rahang bawah dan kepala. Selain tremor, pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang dan leher terasa tegang dan pegal. Pada PD, rigiditas atau kekakuan juga menyertai gejala penyakit ini. Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut seperti pada pasien, rigiditas menjadi menyeluruh dan berat sehingga memberikan tahanan bila persendian-persendian digerakkan secara pasif. Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, maka akan terasa tahanan berulang seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/terputus-putus (cogwheel rigidity). Kekakuan ini juga bisa terjadi di leher dan gerakan yang kaku membuat penderita berjalan dengan postur membungkuk. Oleh sebab itu, pasien

51

mengeluhkan nyeri pada pinggang dan pegal pada leher karena gerakan pasien yang tidak halus lagi. 4.2. Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksaan fisik, ditemukan adanya tanda-tanda dari gejala utama Parkinson, yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia. Pada pemeriksaan nervus kranial, dijumpai kelainan pada nervus vagus (X) berupa suara yang kecil. Pada pemeriksaan koordinasi dan keseimbangan, ditemukan cara berjalan pasien yang lambat, langkah kecil, kaku, kepala dan leher membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan motorik, dijumpai tremor pada kedua tangan dan kaki, keterlambatan pada gerakan spontan dan adanya cogwheel rigidity (+), pill rolling (+). Berdasarkan teori, cara berjalan pasien PD khas dengan sikap Parkinson. Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Bila ia jalan, tampak seolah-olah hendak jatuh ke depan. Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan artikulasi menjadi tidak jelas, kadang-kadang seperti gagap. Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan seterusnya berulangulang (pill rolling). 4.3. Diagnosis Berdasarkan kriteria klinis dari UKPDS Brain Bank Clinical Criteria untuk menegakkan PD secara klinis terdiri dari 3 tahap. Pada pasien, didapatkan kriteria untuk tahap 1, yaitu bradikinesia dan resting tremor, tidak ditemukan kelainan lain yang tercantum pada kriteria tahap 2 dan pada tahap 3 ditemukan 3 kriteria, yaitu awitan unilateral, tremor istirahat dan penyakit yang progresif. Hal ini dapat memperkuat diagnosis pasien yaitu Penyakit Parkinson. Berat ringannya penyakit pada pasien ini berdasarkan stadium klinis Hoehn and Yahr adalah Stadium 3, yaitu gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri dan disfungsi umum sedang. Hal tersebut dikarenakan, walaupun gerakan pasien melambat dan terdapat rigiditas, namun pasien masih dapat

52

melakukan aktifitas rumah tangga seperti memasak walaupun pekerjaannya sebagai guru terbatas hanya bisa mengajar dengan media suara. 4.4. Tatalaksana Pasien ini diberikan terapi berupa non farmakologi dan farmakologi. Terapi non farmakologi meliputi edukasi tentang Penyakit Parkinson pada pasien dan keluarganya serta terapi rehabilitasi berupa fisioterapi dan okupasi. Terapi farmakologi diberikan levodopa 100 mg 3x sehari dan benserazide 25 mg 3x sehari, thrihexyphenidyl 2 mg 3x sehari serta amlodipine 5 mg 1x sehari. Pasien diberikan levodopa 100 mg karena obat tersebut merupakan pengobatan utama untuk penyakit Parkinson yang bekerja pada sistem dopaminergik. Levodopa akan masuk ke blood brain barrier, masuk ke otak dan akan berubah menjadi dopamin, dimana dopamin pada kasus parkinson kadarnya rendah, sehingga diharapkan dengan terapi ini akan meningkatkan kadar dopamin agar gejala ekstrapiramidal berkurang. Karena hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di lain tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Oleh karena itu, benserazide 25 mg diberikan sebagai dopa dekarboksilase inhibitor untuk membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron

dopaminergik.

Obat

ini

diberikan

bersama

benserazide

untuk

meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya. Thrihexyphenidyl 2 mg diberikan sebagai antikolinergik. Pemberian antikolinergik juga dimaksudkan untuk mengurangi gejala tremornya karena pada kasus pasien ini gejala tremor paling dominan. Tremor ini terjadi karena ketidakseimbangan antara dopamin yang berkurang dengan asetilkolin yang lebih dominan. Sehingga pemberian antikolinergik ini akan menurunkan asetilkolin yang berfungsi membangkitkan dan membuat kadar dopamin dan asetilkolin lebih seimbang. Amlodipine 5 mg diberikan karena pasien menderita hipertensi derajat I yang telah diderita selama 5 tahun. BAB V KESIMPULAN

53

Penyakit Parkinson adalah kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang termasuk dalam suatu kelompok kondisi yang disebut sebagai gangguan gerakan yang bersifat kronis dan progresif. Pada Penyakit Parkinson, terjadi penurunan jumlah dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit Parkinson dianggap sebagai gangguan gerakan dengan tiga tanda kardinal, yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia. Selain gejala motorik, Penyakit Parkinson juga menimbulkan gejala non motorik, seperti disfungsi otonom, keringat

berlebihan,

air

ludah

berlebihan,

gangguan

sfingter

terutama

inkontinensia dan hipotensi ortostatik, kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik, pengeluaran urin yang banyak, gangguan seksual, gangguan suasana hati dan ganguan kognitif. Penyakit Parkinson merupakan penyakit dengan etiologi yang belum jelas. namun diduga ada keterlibatan kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya

adalah

terapi

simtomatik,

independensi pasien, neuroproteksi dan neurorestorasi.

DAFTAR PUSTAKA

untuk

mempertahankan

54

1. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. (2018).

Parkinson’s

Disease:

Hope

Through

Research. Available

From:

https://www.ninds.nih.gov/disorders/patient-caregiver-education/hopethrough-research/parkinsons-disease-hope-through-research [Diakses 19 Februri 2019]. 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf. 2016. Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi. Penyakit Parkinson. Jakarta: PERDOSSI. Hal. 218-236. 3. Cuenca L., Gil Martinez A.L., Cano, F. L., Sanchez, R. C., Estrada, C., Fernandez, V.E., Herrero, M.T. et al. (2018). Parkinson’s Disease: A Short Story of 200 Years. Histology and Histopathology. Vol. 12: 1-26. 4. Tysnes, O.B. dan Storstein, A. (2017). Epidemiology of Parkinson’s Disease. Journal of Neural Transmission. Vol. 124(8): 901-905. 5. Hirsch L., Jette N., Frolkis A., Steeves T., Pringsheim T. (2016). The Incidence of Parkinson’s Disease: A Systematic Review and MetaAnalysis. Neuroepidemiology. Vol. 46: 292-300. 6. Obeso J.A., Stamelou M., Goetz C.G., Poewe W., Lang A.E., Weintraub D., Burn D., et al. (2017). Past, Present and Future of Parkinson’s Disease: A Special Essay on The 200th Anniversary of The Shaking Palsy. Movement Disorders. Vol. 32(9): 1265. 7. Hauser R.A. (2019). Parkinson’s

Disease.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview#a1 [Diakses 19 Februari 2019]. 8. Harsono. (2011). Buku Ajar Neurologi Klinis. Penyakit Parkinson. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 9. Baehr M. dan Frotscher M. (2010). Diagnosis Topik DUUS. Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Parkinsonisme. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 301-303. 10. Polito L., Greco A., Seripa D. (2016). Genetic Profile, Environmental Exposure and Their Interaction in Parkinson’s Disease. Hindawi. Vol. 2016: 1-9. 11. Gilbert R. (2018). The Relationship Between Pesticides and Parkinson’s. American

Parkinson

Disease

Association.

Available

https://www.apdaparkinson.org/article/the-relationship-betweenpesticides-and-parkinsons/ [Diakses 20 Februari 2019].

from:

55

12. Gardner R.C., Byers A.L., Barnes D.E., Li Y., Boscardin J., Yaffe K. (2018). Mild TBI and Risk of Parkinson Disease: A Chronic Effects of Neurotrauma Consortium Study. Neurology. Vol. 90(20) 13. Polymeropoulos M.H., Lavedan C., Leroy E., Ide S.E., Dehejia A., Dutra A., Pike B., Root H. et al. (1997). Mutation in The α-Synuclein Gene Identified in Families with Parkinson’s Disease. Science. Vol. 276(5321): 2045-2047. 14. Spillantini M.G., Crowther R.A., Jakes R., Hasegawa M., Goedert M. (1998). α-Synucleinin Filamentous Inclusions of Lewy Bodies from Parkinson’s Disease and Dementia with Lewy Bodies. Proceedings of The National Academy of Sciences of The United States of America. Vol. 95(11): 6469-6473. 15. Taximaimaiti, R. dan Li, H. (2019). MUL 1 Gene Polymorphisms and Parkinson’s Disease Risk. Acta Neurologica Scandinavica. Vol. 10(1). 16. Dalvin L.A., Damento G.M., Yawn B.P., Abbott B.A., Hodge B.O., Pulido J.S. (2017). Parkinson Disease and Melanoma: Confirming and Reexamining an Association. Mayo Clinic Proceeding. Vol. 92(7): 10701079. 17. Constantinescu R., Elm J., Auinger P., Sharma S., Augustine E.F., Khadim L. et al. (2014). Malignant Melanoma in Early-treated Parkinson’s Disease: the NET-PD Trial. Movement Disorders. Vol. 29(2): 263-265. 18. Fernandez E., Goldacre R., Pakpoor J., Noyce A.J., Warner T.T. (2018). Association Between Diabetes and Subsequent Parkinson Disease: A Record-linkage Cohort Study. Neurology. Vol. 91(2). 19. American Parkinson Disease Association. (2019). Cause of Parkinson’s. Available

from:

https://www.apdaparkinson.org/article/what-is--

parkinsons/causes/ [Diakses 20 Februari 2019]. 20. Mardjono M. dan Sidharta P. (2013). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hal. 60-63. 21. Snell, R.S. (2013). Neuroanatomi Klinik, Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 332-333. 22. Sveinbjornsdottir, S. (2016). The Clinical Symptoms of Parkinson’s Disease. Journal of Neurochemistry. Vol. 139(S1). 23. Sidharta, P. (2009). Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Jakarta: Dian Rakyat. Hal. 370-376.

56

24. Lumbantobing, S.M. (2012). Neurologi Klinik. Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI. Hal. 87-90. 25. Budiman, Y.R. (2013). Pedoman Standar Pelayanan Medik dan Standar Prosedur Operasional Neurologi. Bandung: Refika Aditama. 26. Clarke C.E., Patel S., Ives N. et al. (2016). United Kingdom Parkinsons Disease Society Brain Bank Clinical Criteria. National Institute for Health Research. No. 20.63. 27. Posturna R.B., Berg D., Stern M., Poewe W., Olanow C.W., Oertel W. et al. (2015). MDS Clinical Diagnostic Criteria for Parkinson’s Disease. Movement Disorders Vol. 30(12): 1591-1601. 28. Hoen , M.M. dan Yahr, M.D. (1967). Parkinsonism: Onset, Progression and Mortality. Neurology. Vol. 17: 427-442.

Related Documents

Bab-iv
June 2020 31
Bab Iv
June 2020 62
Bab Iv
June 2020 34
Bab Iv
May 2020 45
Bab Iv
June 2020 48
Bab Iv
June 2020 53

More Documents from "Al"