Bab I-v Kel.4 Seminar Ekonomi.docx

  • Uploaded by: Rena ervina br ketaren
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I-v Kel.4 Seminar Ekonomi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,740
  • Pages: 35
“PENGARUH JUMLAH PENDUDUK DAN TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DI KOTA TANJUNG BALAI, SUMATERA UTARA” Disusun oleh kelompok 4: Rahmadina Nasution

7152141010

Rena Ervina Br. Ketaren

7152141011

Riska Damayanti Pandiangan

7152141012

Sulastri Sijabat

7151141039 Kelas: B – Reguler

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN FAKULTAS EKONOMI PENDIDIKAN EKONOMI

2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketimpangan pendapatan antar wilayah di Indonesia sebenarnya adalah suatu hal yang secara alami pasti terjadi. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam hal seperti jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya. Hal ini tentunya merupakan masalah yang cukup kompleks mengingat ketimpangan pendapatan bisa menyebabkan berbagai ragam masalah tak terkecuali konflik sosial karena adanya kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Pada hakikatnya setiap negara mempunya tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya, untuk mecapai tujuan tersebut maka diperlukan pembangunan perekonomian yang merata di setiap negara. Namun dalam prosesnya terutama negara berkembang lebih mengutamakan masingmasing daerahnya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga menimbulkan permasalah seperti ketimpangan distribusi pendapatan. Adanya permasalahan

ketimpangan distribusi pendapatan tersebut

mengindikasikan adanya proses yang salah dalam pembangunan ekonomi. Melalui

pertumbuhan

ekonomi

dapat

dilihat

bagaimana

peningkatan

perekonomian suatu wilayah. Apabila perekonomian itu bekerja dengan baik, maka hasil pertumbuhan ekonominya yang tinggi dapat dinikmati secara adil dan merata bagi seluruh pelaku ekonomi termasuk masyarakat. Dan bentuk dari peningkatan perekonomian tersebut tersebut tercermin langsung pendapatan perkapita masyarakat yang meningkat secara keseluruhan. Hal ini pulalah yang menjadi perhatian terhadap salah satu wilayah yang ada di Sumatera Utara yaitu Kota Tanjung Balai. Berdasarkan data indeks rasio gini, ketimpangan yang terjadi dari tahun ke tahun yakni 2014-2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 angka rasio gini Tanjung Balai tercatat sebesar 0,2900lalu pada tahun berikutnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 0,3647 dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan lagi menjadi

0,3726 yang merupakan angka rasio gini tertinggi dari kabupaten atau kota lainnya yang ada di provinsi Sumatera Utara. Bahkan pada tahun 2015 dan 2016 angka rasio gini tanjung balai melebihi gini Sumatera Utara yang berkisar antara 0,3360 dan 0,3190. Banyak hal yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan salah satunya adalah jumlah penduduk dan tingkat kemiskinan. Jumlah

penduduk

yang

semakin

meningkat

dapat

mengakibatkan

menurunnya pendapatan per kapita. Hal ini dapat dikarenakan lowongan kerja yang yang ditawarkan labih sedikit dari permintaannya. Kondisi tersebut mengakibatkan pekerja mau dibayar rendah dan oleh karena itu pendapatan masyarakat menjadi berkurang dan ketimpanganpun semakin besar. Seperti kata pepatah, banyak anak banyak rejeki. Namun kenyataannya, keluarga miskinlah yang cenderung memiliki jumlah anak yang lebih banyak jika dibandingkan dengan keluarga nonmiskin. Dampaknya keluarga miskin akan sulit memperbaiki kesejahteraan mereka, sedangkan keluarga nonmiskin akan semakin meningkat

kesejahteraannya.

Jika

kondisi

ini

dibiarkan,

pemerataan

antarkelompok pendapatan masyarakat akan sulit tercapai dan jurang ketimpangan akan semakin lebar antara si kaya dan si miskin. Selain jumlah penduduk, faktor lain yang mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan adalah tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau kelompok orang tidak mampu mencukupitingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari setandar hidup tertentu. Menurut BPS (2007), seseorang yang masuk dalam kriteria miskin jika pendapatannya dibawah garis kemiskinan. Berikut merupakan data presentase penduduk miskin di kota Tanjungbalai:

Perkembangan Gini Ratio (GR), Tingkat Kemiskinan (TK) dan Jumlah Penduduk (JP) Kota Tanjung Balai Tahun 2012-2016

Tahun

TK (%)

GR (%)

JP

2012

23,86

0,3514

158.599

2013

24,2

0,3348

164.675

2014

23,17

0,2900

167.012

2015

25,09

0,3647

169.084

2016

24,42

0,3726

171.187

Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik), Survei Sosial Ekonomi Nasional Dari data diatas, dapat dilihat bahwa tingkat persentasi penduduk miskin di Tanjungbalai mengalami peningkatan dari tahun 2012 s/d 2016, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2013. Meningkatnya presentase penduduk miskin di kota Tanjungbalai mengakibatkan semakin terpuruknya keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang terus meningkat, tidak seimbang antara penduduk yang bekerja dengan jumlah beben ketergantungan, penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk kota Tanjungbalai dibawah garis kemiskinan. Akibat dari tingkat kemiskinan yang semakin meningkat, maka akan berdapkak terhadap distribusi pendapatan di kota Tanjungbalai. Hal ini diakibatkan karna semakin tinggi presentase penduduk yang miskin akan mengakibatkan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Ketika masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar tersebut, maka akan berdampak kepada rendahnya kualitas SDM. Masyrakat dengan sumber daya manusia yang rendah akan sulit untuk menemukan pekerjaan, sehingga akan terjadi peningkatan penduduk yang menganggur. Oleh sebab itu, ketika masalah kemiskinan ini

tidak dapat

diatasi

sehingga mengakibatkan terjadinya

ketimpangan distribusi pendapatan, dimana masyarakat miskin akan semakin

miskin pendapatanya, dan masyarakat menengah keatas akan semakin tinggi tingkat pendapatannya. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: a. Angka ketimpangan pendapatan berdasarkan rasio gini di kota Tanjung Balai adalah yang tertinggi di wilayah Sumatera Utara. b. Jumlah penduduk dari tahun ke tahun di Kota Tanjung Balai mengalami peningkatan. c. Tingkat kemiskinan di Kota Tanjung Balai pada tahun 2012-2016 mengalami fluktuasi. 1.3 Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah diatas, maka pembatasan masalahnya adalah: a. Angka ketimpangan yang diteliti adalah indeks rasio gini Kota Tanjung Balai pada Tahun 2012-2016. b. Jumlah penduduk yang diteliti adalahh data Kota Tanjung Balai pada tahun 2012-2016 c. Tingkat kemiskinan yang berfluktuasi adalah data Kota Tanjung Balai pada Tahun 2012-2016. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang diperoleh maka rumusan masalahnya adalah: a. Apakah

ada

pengaruh

Jumlah

Penduduk

terhadap

Ketimpangan

Pendapatan di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara? b. Adakah pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara?

c. Bagaimanakah pengaruh Jumlah Penduduk dan Tingkat Kemiskinan secara bersama-sama terhadap Ketimpangan Pendapatan yang terjadi di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. b. Untuk mengetahui adakah pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap Ketimpangan Pendapatan di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk dan Tingkat Kemiskinan secara bersama-sama terhadap Ketimpangan Pendapatan yang terjadi di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dicapai dari penelitian ini sangatlah banyak, beberapa diantaranya adalah: Bagi peneliti sendiri juga dapat mengetahui bagaimana pengaruh dan keterkaitan antar Jumlah Penduduk, Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Peneliti juga dapat menambah wawasan tentang bagaimana melihat kondisi suatu daerah baik itu dari segi ekonomi maupun sosial. Penelitian ini juga dapat diharapkan dapat mempermudah peneliti untuk mengerjakan tugas-tugas yang bersangkutan dimasa yang akan datang dan juga lebih terbiasa dalam mengolah dan menganalisis data. Terlepas dari kekurangannya, penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sumber literasi bagi para civitas akademikbaik itu dari kalangan mahasiswa ataupun peneliti yang melakukan penelitian dengan judul atau variabel yang sama.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Jumlah Penduduk 2.1.1.1 Pengertian Jumlah penduduk Penduduk adalah semua warga Negara baik warga Negara sendiri maupun warga Negara asing yang tercatat dalam suatu wilayah Negara dengan tujuan untuk menetap di wilayah tersebut.

Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia

(2013) menjabarkan “penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap”. Sedangkan menurut Said (2001), yang dimaksud dengan penduduk adalah “jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari proses-proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.” Para ekonomi klasik yang dipelopori Adam Smith bahkan menganggap bahwa jumlah penduduk merupakan input yang potensial yang dapat digunakan sebgai faktor

produksi untuk meningkatkan produksi suatu rumah tangga

perusahaan. Semakin banyak penduduk maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dapat digunakan. Namun ahli ekonomi lain yaitu Robert Malthus menanggap bahwa pada kondisi awal jumlah penduduk memang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun pada suatu keadaan optimum pertambahan penduduk tidak akan menaikkan pertumbuhan ekonomi malahan dapat menurunkannya.

2.1.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk a. Kelahiran (natalitas/fertilitas) Kelahiran atau fertilitas adalah jumlah bayi yang dilahirkan oleh seorang wanita yang melahirkan. Kelahiran bayi dapat dibedakan menjadi lahir hidup dan lahir mati. Bayi dikatakan lahir hidup (life birth) apabila sewaktu dilahirkan memiliki tanda-tanda kehidupan, misalnya bernapas, ada gerakan otot, maupun ada denyut jantung. Apabila bayi sewaktu dilahirkan tidak menunjukkan tanda-

tanda kehidupan, maka disebut bayi lahir mati (still birth). Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran (pronatalitas) dan yang menghambat kelahiran (antinatalitas) Faktor-faktor yang mendukung kelahiran (pronatalitas). 1. Kawin usia muda. 2. Apabila seorang wanita kawin pada usia muda maka masa reproduksinya (melahirkan) menjadi lebih lama. Artinya, kesempatan untuk melahirkan dan mempunyai anak lebih banyak dibandingkan wanita yang masa reproduksinya pendek. 3. Rendahnya tingkat kesehatan. 4. Banyaknya bayi meninggal menyebabkan orang tua cenderung memilih untuk mempunyai banyak anak. 5. Anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki. 6. Anak sebagai sumber tenaga kerja sehingga makin banyak anak, rezekinya semakin banyak karena banyaknya tenaga kerja yang tersedia. Faktor-faktor yang menghambat kelahiran (antinatalitas) yaitu: 1. Adanya ketentuan batas usia minimal untuk menikah. 2. Di Indonesia batas minimal usia wanita untuk menikah adalah 16 tahun, sedangkan laki-laki 19 tahun. Namun, menurut UU Perkawinan, seyogyanya perempuan menikah dalam usia minimal 20 tahun, dan lakilaki 25 tahun. 3. Adanya program dari pemerintah untuk membatasi kelahiran. 4. Adanya anggapan sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa anak merupakan beban bagi orang tua. b. Kematian (mortalitas) Tingkat kematian adalah jumlah kematian tiap seribu penduduk per tahun. Di negara maju, umumnya tingkat kematiannya lebih rendah daripada di negara yang sedang berkembang. Karena tingkat kematian cenderung berhubungan dengan kualitas penduduk maka penduduk di negara maju lebih baik daripada kualitas penduduk di negara sedang berkembang. Ada beberapa faktor yang

menjadi penghambat tingkat kematian atau faktor antimortalitas, namun juga ada faktor yang mendukung kematian atau promortalitas. Faktor-faktor antimortalitas, antara lain sebagai berikut: 1. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai. 2. Lingkungan yang bersih dan sehat. 3. Ajaran agama yang melarang bunuh diri. 4. Tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi akan pentingnya kesehatan sehingga penduduktidak mudah terserang penyakit. Faktor-faktor promortalitas, antara lain sebagai berikut: 1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. 2. Fasilitas kesehatan yang kurang memadai dan masih terbatas jumlahnya. 3. Terjadinya bencana alam yang menelan korban jiwa.

2.1.2 Tingkat Kemiskinan Kemiskinan merupakan isu sentral bagi setiap negara didunia, khususnya bagi

negara

kesejahteraaan

berkembang, bagi

pengentasan

rakyat

merupakan

kemiskinan tujuan

dan

akhir

menciptakan suatu

negara.

Ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum yang sesuai dengan tingkat kelayakan hidup dapat dikatakan sebagai kemiskinan (Todaro, 2016). Menurut Andiny(2017:200)

“kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup

yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan”. Kemiskinan juga dapat didefinisikan sebagai “ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum” (Kuncoro, 2003). Pada prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2004).

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum dikategorikan sebagai penduduk miskin. Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kkal per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga dan individu yang mendasar lainnya. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah

sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi

kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup.

2.1.2.1 Bentuk dan Jenis Kemiskinan Dimensi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers memberikan penjelasan mengenai bentuk persoalan dalam kemiskinan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi yang disebut memiskinkan. Konsep kemiskinan tersebut memperluas pandangan ilmu sosial terhadap kemiskinan yang tidak hanya

sekedar

kondisi

ketidakmampuan

pendapatan

dalam

memenuhi

kebutuhankebutuhan pokok, akan tetapi juga kondisi ketidakberdayaan sebagai akibat rendahnya kualitas kesehatan dan pendidikan, rendahnya perlakuan hukum, kerentanan terhadap tindak kejahatan (kriminal), resiko mendapatkan perlakuan negatif secara politik, dan terutama ketidakberdayaan dalam meningkatkan kualitas kesejahteraannya sendiri.

Berdasarkan

kondisi

kemiskinan

yang

dipandang

sebagai

bentuk

permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004): a. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan seseorang atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep untuk menentukan atau 30 mendefinisikan kriteria seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin. b. Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan atau ketimpangan standar kesejahteraan. Daerahdaerah yang belum terjangkau oleh program-program pembangunan seperti ini umumnya dikenal dengan istilah daerah tertinggal. c. Kemiskinan Kultural Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak lain. d. Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung

adanya pembebasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini juga terkadang memiliki unsur diskriminatif. Bentuk kemiskinan struktural juga dianggap paling banyak menimbulkan adanya ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya (Jarnasy, 2004: 8-9). Setelah dikenal bentuk kemiskinan, dikenal pula dengan jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya. Adapun jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya adalah: 1) Kemiskinan Alamiah Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai akibat adanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya atau ketiadaan pra sarana umum (jalan raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur. Daerah-daerah dengan karakteristik tersebut pada umumnya adalah daerah yang belum terjangkau oleh kebijakan pembangunan sehingga menjadi daerah tertinggal. 2) Kemiskinan Buatan Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem moderenisasi atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki banyak kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi secara merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari pelaksanaan konsep pembangunan (developmentalism) yang umumnya dijalankan di negara-negara sedang berkembang. Sasaran untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan tidak 32 meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan di mana sektor industri misalnya lebih menikmati tingkat keuntungan dibandingkan mereka yang bekerja di sektor pertanian Sedangkan terminology lainnya tentang kemiskinan menurut Suyanto (Mustika, 2011) kemiskinan structural adalah kemiskinan yang ditenggarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan. Kemiskinan cultural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indicator kemiskinan. Menurut Todaro (Mustika, 2011)

kemiskinan absolute adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dimana mereka hidup dibawah tingkat pendapatan rill minimum tertentu atau di bawah “garis kemiskinan internasional”. Pada umumnya, identifikasi kemiskinan hanya dilakukan pada indikatorindikator

yang

relatif

terukur

seperti

pendapatan

per

kapita

dan

pengeluaran/konsumsi rata-rata. Ciri-ciri kemiskinan yang hingga saat ini masih dipakai untuk menentukan kondisi miskin adalah: a) Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan ketrampilan yang memadai. b) Tingkat pendidikan yang relatif rendah c) Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga bekerja di lingkungan sektor informal sehingga mereka ini terkadang disebut juga setengah menganggur d) Berada di kawasan pedesaan atau di kawasan yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan regional atau berada pada kawasan tertentu di perkotaan (slum area) e) Memiliki kesempatan yang relatif rendah dalam memperoleh bahan kebutuhan pokok yang mencukupi termasuk dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan sesuai dengan standar kesejahteraan pada umumnya.

2.1.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara lain : pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003), pendidikan (Siregar dan Wahyuniarti, 2008), pengangguran (Todaro, 2003), kependudukan (Todaro, 2003), dan kesehatan (Myrdal, 2000) a) Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian

teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada menurut Todaro (2003). b) Pertumbuhan Penduduk Angkatan Kerja

Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif

tenaga

kerja,

sedangkan

semakin

banyak

penduduk

akan

meningkatkan potensi pasar domestiknya. c) Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu: 1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama. 2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang sama. 3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara produktif. d) Pendidikan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif

mengembangkan

potensi

dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Siregar dan Wahyuniarti, 2008). Pada umumnya penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut: a. Laju Pertumbuhan Penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengankeadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambahdengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. b. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukantenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satudengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk c. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagianhasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteriaketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yangdinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah(penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidak merataandistribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendahmenikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. d. Tingkat pendidikan yang rendah Rendahnya kualitas penduduk juga merupakansalah satu penyebab kemiskinan di suatu Negara Ini disebabkan karena rendahnyatingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibuthkan lebih banyak teanga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.Menurut Schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnyadibandingkan faktor-faktor produksi lain e. Kurangnya perhatian dari pemerintah.

Pemerintah yang kurang peka terhadaplaju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan.Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkatkemiskinan di negaranya.

2.1.2.3 Dampak Kemiskinan Pada umumnya kemiskinan akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Berikut ini adalah beberapa dampak kemiskinan yang sering terjadi: a. Kriminalitas Meningkat Kemiskinan seringkali dikaitkan dengan kriminalitas. Bukan tanpa sebab, karena masyarakat miskin cenderung melakukan apa saja untuk memenuhi kebuhtuhan hidup mereka, termasuk melakukan kriminalitas. Beberapa bentuk kriminalitas tersebut yaitu pencurian, perampokan, begal, penipuan, bahkan pembunuhan. b. Angka Kematian yang Tinggi Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan umumnya tidak mendapatkan akses kesehatan yang memadai. Hal ini menyebabkan tingginya angka kematian pada masyarakat miskin. Selain itu, gizi yang buruk juga merupakan masalah yang sering terjadi pada masyarakat miskin. Asupan gizi yang kurang menyebabkan kesehatan dan perkembangan fisik masyarakat miskin sangat buruk. c. Akses Pendidikan Tertutup Biaya pendidikan yang cukup tinggi mengakibatkan masyarakat miskin tidak dapat menjangkau dunia pendidikan. Hal ini semakin memperburuk situasi masyarakat yang kekurangan karena kurangnya pendidikan membuat mereka tidak bisa bersaing dan tidak bisa bangkit dari keterpurukan. d. Pengangguran Semakin Banyak Masyarakat miskin yang tidak mendapatkan akses pendidikan akan sulit bersaing di dunia kerja maupun usaha. Hal ini kemudian akan menyebabkan pengangguran semakin meningkat.

e. Munculnya Konflik di Masyarakat Rasa kecewa dan ketidakpuasan masyarakat miskin biasanya dilampiaskan dengan berbagai tindakan anarkis. Bahkan seringkali konflik bernuansa SARA timbul di masyarakat sebagai cara pelampiasan kekecewaan masyarakat miskin.

2.1.3 Ketimpangan Pendapatan Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan seluruh rakyatnya melalui peningkatan pembangunan ekonomi. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan - perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga -lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan, dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2003). Masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Masalah ketimpangan pendapatan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat ketimpangan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk. (Fajar Ayu, 2018). Selain itu tarigan yang dikutip oleh Agus salimKetimpangan pendapatan adalah menggambarkan distribusi pendapatan di suatu negara pada kurun waktu tertentu. Ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan,

heterogenitas

etnis,

ketimpangan

juga

berkaitan

dengan

kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai property rights Glaeser ( Wijayanto 2016). Alesina dan Rodrik ( Wijayanto 2016) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menghambat pertumbuhan. Hal ini karena

ketimpangan menyebabkan kebijakan redistribusi pendapatan yang tentunya akan mahal. Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menyebabkan beberapa hal, antara lain: a. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan menyebabkan inefisiensi ekonomi. b. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan melemahkan stabilitas sosal dan solidaritas. c. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim umumnya dianggap tidak adil.

2.1.3.1 Indikator Untuk Mengetahui Ketimpangan Pendapatan a. Kurva Lorenz Kurva Lorenz adalah kurva yang bisa dijadikan patokan dalam menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan. Unsur dalam kurva lorenz : Sumbu horizontal (sumbu x /mendatar) mendefenisikan persentase kumulatif penduduk. Sementara sumbu vertikal (sumbu y/ tegak) mewakili persentase pendapatan yang diterima penduduk. Dari titik koordinat yang di dapat bisa ditarik sebuah garis dalam kurva tersebut disebut garis kemerataan. Lebih lengkap coba perhatikan contoh kurva Lorenz di bawah ini.

Kurva Lorenz dibentuk oleh OBA. Distribusi pendapatan akan dikatakan merataapabila kurva semakin mendekati garis OA. Dengan kata lain, apabila

daerah yang di arsir (antara kurva OBA dan garis OA) semakin luas artinya pendapatan penduduk semakin tidak merata. b. Koefisien Gini Koefisien Gini adalah dengan membandingkan luas bidang yang arsiran dengan luas segitga AO'O. Apabila perbandingan lebih kecil, artinya distribusi pendapatan semakin merata dan apabila hasil perbandingan besar maka distribusi pendapatan tidak merata.

Selain itu Koefisien Gini juga bisa dihitung dengan menggunakan rumus: 𝑛

𝐺𝑅 = 1 − ∑ 𝑝𝑖 𝑓𝑖 − 𝑓𝑖−1 𝑖−1

Dari hasil perhitungan koefisien Gini tersebut maka disesuaikan dengan kriteria sebagai berikut: 1.

GR < 0.3 artinya distribusi merata bagus

2.

0.3 ≤ GR ≤ 0.5 artinya distribusi pendapatan sedang

3.

GR > 0.5 distribusi pendapatan buruk

Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan perlu pula membagi penduduk dalam kelompok-kelompok sebagai berikut : 1. Kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB. 2. Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB. 3. Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.

2.2

Penelitian Yang Relevan Salma Audiena Al-Faziah (2018) telah melakukan penelitian yang berjudul

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Sulawesi Tahun 2011-2015”. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel. Berdasarkan uji validitas pengaruh atau uji t, variabel Jumlah Penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan, sedangkan variabel IPM dan Investasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan. Berdasarkan uji F, variabel Jumlah Penduduk, IPM, dan Investasi secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap ketimpangan perekonomian. Anto Tri Wijayanto (2016) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan Dan Pengentasan Kemiskinan Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2000 – 2010”. Analisa dilakukan melalui data panel lima belas kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara pada periode 2000-2010. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Provinsi Sulawesi Utara berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan dilihat dari nilai elastisitas neto kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan kemiskinan tetapi ketimpangan pendapatan menjadi penghambat

atau

mengurangi

efektivitas

pertumbuhan

ekonomi

dalam

pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Utara selama tahun 2000-2010 bersifat pro kemiskinan (pro poor) yang ditandai dengan angka indeks pro-poor growth sebesar 0,66. Sedangkan sektor-sektor yang berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan adalah sektor bangunan dan konstruksi serta sektor angkutan dan komunikasi. Dea, Westi dan Meidy (2016) juga telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan Jumlah Penduduk terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2016”. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan verifikatif dengan data time series. Data

yang dibutuhkan adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2016, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2016, Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2016, dan Gini Ratio Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2016. Pengolahan data menggunakan program E-Views 9 dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Seluruh variabel

penelitian

berpengaruh

secara

simultan

terhadap

ketimpangan

pendapatan. Secara parsial pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan di Jawa Barat pada probabilitas 0.05, sementara jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan pada probabilitas 0.05. Sudarlan (2015) telah melakukan penelitian dengan judul “ Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Dan Kemiskinan Di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan

metode

eksplanatoris

dengan

data

time-series

dan

cross-section

dan

mengaplikasian model persamaan simultan (2SLS). Penelitian berkesimpulan bahwa

ketimpangan

pendapatan

mempunyai

dampak

positip

terhadap

pertumbuhan ekonomi dan signifikan secara statistik, pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak positip terhadap ketimpangan pendapatan sebesar 0,1333, tetapi penduduk miskin tidak signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan tidak berpengaruh pada penduduk miskin di Indonesia. Ani Nurlaili (2016) telah melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan Di Pulau Jawa Tahun 2007-2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data yang digunakan berupa crosssection 6 provinsi se Jawa dan time series selama 20072013. Data diolah dengan analisis data panel dengan regresi fixed effect model. Seluruh variabel penelitian berpengaruh secara simultan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Secara parsial variabel PDRB per kapita, populasi penduduk, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, sementara derajat

desentralisasi

fiskal

tidak

berpengaruh

terhadap

ketimpangan

distribusi

pendapatan.

2.3

Kerangka Berpikir Bertambahnya jumlah penduduk yang semakin banyak dan dengan

pertumbuhan

yang

tinggi

hanya

dianggap

menambah

masalah

dalam

pembangunan. Jumlah penduduk yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan hal ini juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan. Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap pendapatan dan memungkinkan terjadinya ketimpangan pendapatan antar daerah atau anatar wilayah. Kemiskinan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan yang terdapat disuatu wilayah juga menjadi masalah dalam pertumbuhan ekonomi dan hal ini juga sangat berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan.

X1 Jumlah Penduduk Y Ketimpangan Pendapatan X2 Tingkat Kemiskinan

2.4 Hipotesis 1. Diduga ada pengaruh yang negative jumlah pendudk terhadap ketimpangan pendapatan 2. Diduga

ada

pengaruh

yang negative

tingkat

kemiskinan

terhadap

ketimpangan pendapatan 3. Diguga ada pengaruh negative secara bersama-sama antara jumlah pendudk, tingakat kemiskinan terhadap ketimpangan pendapatan

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara. Dengan waktu penelitian antara bulan Februari - April 2019. 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.2.1

Variabel Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2013:161) variabel penelitian merupakan

objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti, yaitu: 1. Variabel terikat (dependent variable), yaitu variabel yang menjadi akibat tergantung pada variabel yang didahului. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah Ketimpangan Pendapatan yang dinyatakan dalam Y. 2. Variabel bebas (independent variable), yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi variabel terikat. Varibel bebas dalam penelitian ini meliputi: a. Jumlah Penduduk yang dinyatakan dalam X1. b. Tingkat Kemiskinan yang dinyatakan dalam X2. 3.2.2

Definisi Operasional Variabel

3.2.2.1 Ketimpangan Pendapatan Ketimpangan

pendapatan

adalah

suatu

kondisi

dimana

distribusi

pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai propertyrights Glaeser ( Wijayanto 2016). Alesina dan Rodrik( Wijayanto 2016) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menghambat pertumbuhan. Hal ini karena ketimpangan menyebabkan kebijakan redistribusi pendapatan yang tentunya akan

mahal. Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menyebabkan beberapa hal, antara lain: a. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan menyebabkan inefisiensi ekonomi. b. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan melemahkan stabilitas sosal dan solidaritas. c. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim umumnya dianggap tidak adil. 3.2.2.2 Jumlah penduduk Penduduk adalah semua warga Negara baik warga Negara sendiri maupun warga Negara asing yang tercatat dalam suatu wilayah Negara dengan tujuan untuk menetap di wilayah tersebut. Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia (2013) menjabarkan “penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap”. Sedangkan menurut Said (2001), yang dimaksud dengan penduduk adalah “jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari proses-proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.” 3.2.2.3 Tingkat Kemiskinan Ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum yang sesuaidengan tingkat kelayakan hidup dapat dikatakan sebagai kemiskinan (Todaro,2016). Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan juga dapat didefinisikan sebagai “ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum” (Kuncoro,2003). Pada prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari

rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2004).

3.3 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk dan Tingkat Kemiskinan terhadap Ketimpangan Pendapatan. Data yang diambil merupakan data sekunder yang bersumberdari BPS Tanjung Balai. 3.4 Data dan Sumber Data Pada penelitian ini peneliti memilih menggunakan data sekunder dari BPS (Badan pusat Statistik) dikarenakan pada penelitian ini peneliti hanya memerlukan data sekunder untuk melihat apakah ada Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Jumlah Uang Beredar terhadap Tingkat Inflasi. Data yang dicari dalam penelitian ini adalah : 1.

Data Jumlah Penduduk Kota Tanjung Balai Periode Januari 2006-Desember 2016, bersumber dari BPS

2.

Tingkat Kemiskinan Kota Tanjung Balai periode Januari 2006-Desember 2016, bersumber dari BI

3.

Ketimpangan Pendapatan periode Januari 2006-Desember 2016, bersumber BPS

3.5

Teknik Analisis Data Analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Berganda. Persamaan

Regresi untuk tiga prediktor (Sugiyono, 2008) adalah : Rumus : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan: Y

= Variabel terikat (Independent)

a

= Tingkat Pendapatan

b1b2b3 = Koefisien Beta X1

= Jumlah Penduduk

3.6

X2

= Tingkat kemiskinan

e

= Eror

Uji Prasyarat

3.6.1 Uji Normalitas Uji Normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah adata berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan mengamati penyebaran data pada sumbu diagonal suatu grafik. Uji signifikansi pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent melalui uji t hanya akan valid jika residual yang kita dapatkan mempunyai distribusi normal. Ada bebeberapa metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi apakah residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Metode di gunakan adalah dengan metode uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian a. Angka signifikasi Uji Kolmogorov-Smirnov Sig > 0,05 maka data berdistribusi normal. b. Angka signifikasi uji Kolmogorov-Smirnov Sig < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. 3.6.2 Uji Linearitas Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Metode yang digunakan adalah dengan Uji Hipotesis Serempak (Uji F). Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel. Kriteria : a. Jika F hitung > F tabel atau Sig < 0,05 maka Ho ditolak, artinya linier b. Sebaliknya, jika F hitung < F tabel atau Sig > 0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak. Artinya tidak ada pengaruh signifikan (tidak linier). 3.6.3 Koefisien Determinasi (R2) Nilai koefisien determinasiR2 menunjukan besarnya variabel-variabel independent dalam mempengaruhi variabel dependent. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1 ( 0 ≤ R2 ≤ 1 ). Semakin besar nilai R2, maka semakin besar variasi variabel

dependent

yang

dapat

dijelaskan

oleh

variasi

variabel-variabel

independent.Sebaliknya, makin kecil nilai R2, maka semakin kecil variasi variabel dependent yang dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent. Sifat dari koefisien determinasi adalah : a. R2 merupakan besaran yang non negatif. b. Batasnya adalah ( 0 ≤ 2 ≤ 1 ). (Gujarati, 1995) Apabila R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel independent dengan variabel dependent.Semakin besar nilai 2 maka semakin tepat garis regresi dalam menggambarkan nilai-nilai observasi.

3.7

Uji Asumsi Klasik

3.7.1 Uji Multikololinearitas Multikololinearitas adalah situasi adanya kolerasi antar variabel-variabel bebas. Salah satu syarat yang harus dipengaruhi regresi berganda adalah tidak terdapatnya multikolinearitas atau dengan kata lain tidak terdapat hubungan antara variable penjelas. Dalam penelitian ini perlu di ujia dengan Variance Inflation Factor Dan Tolerance Jika kita mempunyai sejumlah k variable independent tidak termasuk konstanta di dalam sebuah model, maka varian dari koefisien regresi parsial dapat ditulis sebagai berikut: 𝜎2

𝜎2

1

Var(βj)=( ∑𝑥2 VIF) atau Var(βj) = (∑𝑥2) (1−𝑅2𝑗) Keterangan: R2j merupakan R2 yang diperoleh dari regresi auxiliary antara variable independent dengan variable dependent sisanya (k-1). Sedangkan VIF adalah Varian Inflation Factor. Ketika R2j mendekati satu atau dengan kata lain ada kolonieritas antar variabel independent maka, VIF akan naik dan mendekati tak terhingga jika nilainya R2j = 1. Bila nilai R2 tinggi tetapi hanya sedikit nilai t yang signifikan maka diduga model regresi terkena penyakit multikolinieritas. Cara mendeteksi:

Lihat pada bagian VIF (Variance Inflation Factor) pada output Coefficients Nilai VIF = 1/Tolerance a.

Jika VIF > 5 maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya

b.

Jika

VIF

<

5

maka

variabel

tersebut

terbebas

dari

persoalan

multikolinieritas. Selain itu para ahli ekonometrika juga menggunakan nilai tolerance untuk mendeteksi masalah multikolinearitas di dalam model regresi berganda. Nilai tolerance (TOL) dapat dicari dengan menggunakan formulas sebagai berikut: TOL = (1- R2j) 1

= 𝑉𝐼𝐹 Jika R2j = 0 berarti tidak ada kolonieritas antara variabel independent maka nilai TOL sama dengan 1 Jika R2j = 1 ada kolonieritas antar variabel independent maka nilai TOL sama dengan 0. 3.7.2 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Dalam penelitian ini akan di uji dengan menggunakan Metode Korelasi Spearman. Metode berikutnya untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas adalah metode yang dikembangkan oleh spearman. Metode ini dapat digunakan untuk sampel besar maupun sampel kecil. Menurut Singgih Santoso (2001) ada kriteria dalam uji korelasi spearman, yaitu: a. Jika nilai Sig < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara variabel yang dihubungkan. b. Sebaliknya, jika nilai Sig > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara variabel yang dihubungkan.

3.7.3 Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah untuk apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jika tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Untuk mengetahui apakah pada model regresi mengandung autokorlasi dapat digunakan pendekatan D-W (Durbin Watson). Prosedur uji yang dikembangkan oleh Durbin-Watson dapat dijelaskan dengan model sederhana seperti : Y1 = β0+β1X1t+et Menurut Singgih Santoso (2001) ada kriteria apakah ada autokorelasi atau tidaknya dari masing-masing variabel yaitu: Tabel 3.1 Uji Statistik Durbin-Watson d
dU Tidak ada autokorelasi +/dL≤d≤ dU Daerah keraguan d>4- dL Terdapat autokorelasi negatif d<4- dU Tidak ada autokorelasi +/4- dL≤d≤4- dU Daerah keraguan

3.8 Uji Hipotesis 3.8.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Uji t merupakan pengujian hipotesis yang akan digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dan juga pengaruh variabel bebas (X2) terhadap variabel terikat (Y), serta pengarh variabel bebas (X3) terhadap variabel terikat (Y). uji t dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut: 𝑡=

𝑟√𝑛−2 (√1−𝑟 2 )

Keterangan: T

: t hitung

(Sugiyono 2016:257)

R

: Koefisien korelasi

N

: Jumlah responden

Apabila dari hasil perhitungan diperoleh hasil thitung>ttabel maka dapat disimpulkan bahwa X1, X2, dan X3 berpengaruh parsial terhadap Y. 3.8.2 Pengujian Hipotesis secara Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya pengaruh variabel bebas (X) secara bersama-sama terhadap variabel terikt (Y). adapun rumusnya adalah: 𝐹ℎ =

𝑅2 𝑘

(1−𝑅 𝑛 )− (𝑛−𝑘−1)

Sugiyono 2016:266

Keterangan: R

: Koefisien korelasi ganda

k

: Jumlah variabel Independen

n

: Jumlah sampel Apabila Fhitung < Ftabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 5% berpengaruh

terhadap variabel bebas. Jika Fhitung > Ftabel α = 5% maka dapat berpengaruh terhadap variabel bebas.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, hasil analisis dan pembahasan yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat Kemiskinan yang sebesar 0,155 lebih besar dari 0,05 sehingga variabel bebas tingkat kemiskinan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat ketimpangan pendapatan (gini rasio). 2. Sedangkan Jumlah Penduduk yang sebesar 0,711 lebih besar dari 0,05 sehingga variabel bebas jumlah penduduk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat ketimpangan pendapatan (gini rasio). 3. Bedasarkan hasil penelitian, nilai prob.F hitung (sig.) pada tabel diatas nilainya 0,277 lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang di estimasi tidak layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk terhadap ketimpangan pendapatan (gini rasio) karena tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk secara bersamaan tidak mempengaruhi secara signifikan variable ketimpangan pendapatan (gini rasio). 4. Dan jika dilihat dari R2

yang besarnya 0,446 menunjukan bahwa

ketimpangan pendapatan (gini rasio) dapat dijelaskan oleh jumlah penduduk dan tingkat kemiskinan sebesar 44,6% sedangkan sisanya 55,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ditelitioleh peneliti.

5.2

SARAN Dari hasil dan kesimpulan yang sudah disampaikan, maka penulis mencoba

mengungkapkan beberapa implikasi diantaranya sebagai berikut: 1.

Pemerintah Daerah yang berada di Tanjungbalai harus mampu mengurangi tingkat pengangguran dengan cara lebih banyak menyediakan lapangan kerja, mengendalikan pertumbuhan penduduk, dan pemerintah dapat memberikan pelatihan terkait pengembangan

usaha dan kewirausahaan agar masyarakat mampu membuka usaha atau kegiatan yang mendatangkan penghasilan bagi dirinya. Sehingga mereka mempunyai penghasilan dan pada akhirnya dapat mengurangi masalah pengagguran, dan kemiiskinan akan berkurang. Sehingga pendapatan akan semakin merata dan tidak terjadi ketimpangan pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA Andiny, dan Mandasari 2017. Analisis pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan terhadap ketimpangan di provinsi Aceh. Jurnal penelitian Ekonomi Akuntasnsi. Vol 1. No 2 BPS (Badan Pusat Statistik), Survei Sosial Ekonomi Nasional Faizah. Salma. 2018. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Sulawesi ( tahun 2011-2015).Naskah Publikasi. Kuncoro,

Mudrajat.

2003.

Masalah

Kebijakan

dan

Politik:

Ekonomi

Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Mustika, Candra. 2011. Pengaruh PDB dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan di Indonesia periode 1990-2008. Jurnal paradigm ekonomika. Vol 1 No 4 Oktober 2011 Nurlaini. 2016. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di pulau jawa tahun 2007-2013. Jurnal pendidikan dan Ekonomi. Vol IV No. 11 Said, Rusli.2001.Pengantar Ilmu kependudukan.Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pembangunan Ekonomi dan Sosial. Santoso. Singgih. 2001. Statistik Parametrik. Elex Media Komputindo Sudarlan. 2015. Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kmeiskinan di Indonesia. Jurnal Eksis. ISSN 0216-6437. Vol 11 No.1 Sugiyono, 2016 , Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta. Todaro, Michael dan Smith.2010. pembangunan ekonomi. Jakarta: Erlangga. Penterjemah: Drs. Haris Muhandar,MA;Puji A,L, SE Tulus, Tambunan. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Wijayanto, Anton. 2016. Analisis keterkaitan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan di provins Sulawesi utara tahun 2000-2010. Jurnal berkala ilmiah efisiensi. Vol 16. No.2

Related Documents

Bab-iv
June 2020 31
Bab Iv
June 2020 62
Bab Iv
June 2020 34
Bab Iv
May 2020 45
Bab Iv
June 2020 48

More Documents from "Pachrin Noor Zain, ST"