BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Udara merupakan salah satu faktor penting kebutuhan dasar bagi manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara berfungsi menghasilkan oksigen untuk pernapasan makhluk hidup, selain itu udara juga sebagai alat penghantar suara dan dapat menjadi media untuk penyebaran penyakit pada manusia (Soemirat, 2009). Meningkatnya pembangunan di era globalisasi ini menimbulkan peningkatan pencemaran udara di kota-kota besar semakin terasa (Sastrawijaya, 2000). Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PP RI No. 41, 1999). Kontribusi pencemar terbesar berasal dari emisi gas buangan kendaraan bermotor, industri, pembangkit listrik dan kegiatan rumah tangga. Sehingga dapat menyebabkan menurunnya kualitas udara akibat emisi polutan dari hasil pembakaran bahan bakar. Bahan pencemar udara yang ditimbulkan dapat berupa gas ataupun partikulat (Mukhtar, 2013). Salah satu bahan pencemar udara yang paling berbahaya adalah timbal. Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup yang menghirupnya karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu yang lama dan toksisitasnya yang tidak berubah (Brass, 1981). Timbal di alam tidak dapat didegradasi atau dihancurkan dan disebut juga sebagai non essential trace element yang paling tinggi kadarnya, sehingga sangat berbahaya jika terakumulasi pada tubuh dalam jumlah yang banyak.
1.2 Tujuan 1. Mengetahui mekanisme transportasi timbal ke dalam tubuh. 2. Mengetahui gambaran mengenai jalur masuk timbal ke dalam tubuh. 3. Mengetahui perjalanan timbal dalam tubuh manusia sampai menimbulkan keracunan. 4. Mengetahui gambaran keracunan akibat timbal.
BAB II TIMBAL
2.1 Timbal Timbal termasuk ke dalam kelompok logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia (Palar, 2004). Timbal mempunyai nomor atom 82, memiliki berat atom 207,2, titik leleh 327,46 oC, dan titik didih 1740 oC. Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu, dapat ditempa, dan dapat dibentuk (Windholz, 1976). Timbal atau di kenal juga dengan timah hitam, memiliki nama ilmiah plubum. Timbal termasuk ke dalam jenis logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar di alam dalam jumlah kecil melalui proses alami (Sastrawijaya, 2000). Namun, timbal juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan timbal alami (Widowati, 2008). Timbal mudah dibentuk dan mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan sebagai pelapisan logam untuk mencegah perkaratan. Bila dicampur dengan jenis logam lain, timbal dapat membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya. Timbal banyak digunakan pada industri baterai, kabel, cat (sebagai zat pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang paling banyak digunakan sebagai zat antiletup pada bensin. Selain itu, timbal juga digunakan sebagai formulasi penyambung pipa (Darmono, 1995). Timbal juga banyak digunakan sebagai bahan alat-alat rumah tangga dan hiasan. Dalam bentuk oksida, timbal digunakan sebagai pigmen/zat warna dalam industri kosmetik dan glace serta industri keramik yang sebagian diantaranya digunakan dalam peralatan rumah tangga. Dalam bentuk aerosol anorganik, timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup atau makanan (sisa penggunaan pestisida) seperti sayuran dan buah-buahan (Librawati, 2005). Selain itu, sambungan antara bagian tutup kaleng dengan badan kaleng yang dipateri menggunakan timbal dapat menyebabkan cemaran timbal pada makanan kaleng (WHO, 2005). Indonesia sejak awal Juli 2006 sudah tidak lagi menggunakan timbal sebagai zat aditif untuk meningkatkan Research Octane Number (RON)
dalam pengolahan bensin karena dampaknya yang sangat merugikan bagi kehidupan. TEL (Tetra Ethyl Lead) atau yang biasa dikenal dengan timbal adalah sebuah senyawa kimia yang digunakan sebagai zat aditif dalam bahan bakar minyak (BBM) untuk meningkatkan angka oktan. Semakin tinggi oktan maka kemampuan daya bakarnya akan semakin cepat. Penggunaan TEL dibeberapa negara telah dilarang karena kadar senyawa kimia timbal dapat membahayakan manusia (Antara, 2007).
2.2 Mekanisme Transportasi Timbal Timbal atau logam berat dapat masuk ke lingkungan hidup dengan berbagai cara, seperti pelapukan
batuan yang mengandung logam berat,
aktivitas gunung berapi, dan pembuangan limbah yang berasal dari pertambangan, industri, dan transportasi. Sumber utama kontaminan logam berat berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya, semua tanaman yang tumbuh di atas tanah tersebut akan mengakumulasikan logam timbal. Setelah itu ternak akan mengakumulasi logam timbal yang ada pada tanaman yang dimakannya. Pada akhirnya manusia kan tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara pernapasan, air minum, tanaman, dan ternak yang dikonsumsi (Notohadiprawiro, 2006). Logam timbal dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan. Logam tersebut membahayakan apabila masuk ke dalam sistem metabolisme dalam jumlah melebihi ambang batas (Darmono, 1995). Batas asupan timbal per minggu adalah 3 mg per orang yang setara dengan 0,05 mg/kg berat badan (Gad, 2005). Sedangkan baku mutu udara nasional untuk timbal, berdasarkan PP RI No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah sebesar 2 µg/Nm3 untuk 24 jam pengukuran.
2.3 Jalur Masuk Timbal Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara yaitu melalui saluran pernapasan (inhalasi), saluran pencernaan (oral), maupun kontak kulit (dermal). Timbal masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan ketika
manusia menghirup udara untuk bernapas yang sudah terkontaminasi oleh timbal yang dihasilkan dari bahan bakar mengandung timbal seperti saat peleburan, pengelupasan cat bertimbal, penyemprotan cat, dan debu yang mengandung cemaran timbal. Timbal juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan yaitu masuk melalui mulut ketika makan. Makanan yang dikonsumsi ini mengandung timbal, dapat berasal dari air yang telah terkontaminasi timbal dari saluran pipa yang korosif (berkarat) dan alat makan yang dibuat dari keramik yang mengandung timbal dalam proses pembuatannya atau dari makanan kaleng. Selain itu, timbal dapat masuk melalui kontak pada kulit manusia ketika menyentuh barang atau benda yang mengandung timbal seperti penggunaan perhiasan atau kosmetik. Namun, hanya sebagian kecil timbal yang dapat masuk melewati kulit karena timbal yang menempel pada kulit dapat dibersihkan (Suksmerri, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Antara News. 2007. Indonesia Tak Gunakan Timbal Lagi dalam BBM. Tersedia di https://www.antaranews.com/berita/63459/indonesia-tak-gunakan-timballagi-dalam-bbm, diakses pada 21 Desember 2018. Brass, G. M., Strauss, W. 1981. Air Pollution Control Part IV. New York: John Willey & Sons. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhlum Hidup. Jakarta: UI Press. Gad, S. C. 2005. Lead dalam: Encyclopedia of Toxicology (Ed. Ke-2, vol. 2, halaman 705-709). USA: Elsevier. Librawati, T.P. 2005. Analisis Cemaran Pb pada Bawang Daun (Allium fistulosum L) di daerah Dieng Wonosobo. Skripsi: fakultas Biologi Unsoed Purwokerto. Mukhtar. 2013. Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: GP Press Group. Notohadiprawiro, T. 2006. Logam Berat dalam Pertanian. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Sastrawijaya AT. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Soemirat, J. 2009. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Suksmerri. 2008. Dampak Pencemaran Logam Timah Hitam (Pb) terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 200-202. Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi. Windholz, M. (Ed). 1976. The Merck Index (Ed. Ke-9). New Jersey: Merck & Co. World Health Organization (WHO). 2005. Tin and Inorganic Tin Compounds. https://www.who.int/ipcs/publications/cicad/cicad_65_web_version.pdf.