BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia dengan 36 juta kematian setiap tahunnya dari sekitar 63 % seluruh kematian terutama penyakit jantung, kanker, penyakit pernafasan kronis dan Diabetes Melitus (Kemenkes 2016, p.1). Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Diabetes melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Prevalensi penduduk dunia dengan diabetes melitus diperhitungkan mencapai 125 juta pertahun, dengan prediksi berlipat ganda mencapai 250 juta dalam 10 tahun mendatang (Brunner & Suddarth 2015, p.1220). Menurut data World Health Organisation (WHO), dunia didiami oleh 171 juta penderita DM (2000) dan akan meningkat 2 kali, 366 juta pada tahun 2030. Prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai jumlah 8.426.000 (tahun 2000) yang diproyeksikan mencapai 21.257.000 pada tahun 2030 (Bustan, 2015).
Di Indonesia, menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas 2013) prevalensi penderita DM pada tahun 2013 (2,1%) mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2007 (1,1%). Prevalensi diabetes melitus banyak menyerang kaum lanjut usia. Individu yang berusia
1
2
lebih dari 65 tahun, 8,6 % menderita diabetes melitus tipe II (Brunner & Suddarth 2015, p.1221). Laporan Dinas kesehatan Propinsi Sumatera Barat (2016), Penyakit Diabetes Melitus menempati urutan ke enam dari 16 macam penyakit dengan jumlah 3.738 / 100.000 orang penderita. Dimana Kota Solok berada pada urutan ke III terbanyak jumlah penderita diabetes melitusnya yaitu (22,5 %). Berdasarkan data dari dinas kesehatan kota Solok (2017), diabetes melitus menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyakit terbanyak pra usila dan usila dengan jumlah 319 orang dimana 199 orang (62,3 %) diantaranya berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok. Menurut Russel (2011, p.9) beberpa faktor resiko diabetes melitus adalah faktor keturunan, pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat, kadar kolesterol yang tinggi, jarang berolahraga, obesitas atau kelebihan berat badan. Penyebab diabetes melitus tipe II pada umumnya karena gaya hidup yang tidak sehat. Hal ini mengakibatkan metabolisme dalamtubuh tidak sempurna sehingga membuat insulin dalamtubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. Hormon insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalamtubuh. Sehingga pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat bisa membuat tubuh kekurangan insulin. Diet
dan
pengendalian
berat
badan
merupakan
dasar
dari
penatalaksanaan diabetes. Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa sendiri atau SMBG (Self monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengatur kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia dan berperan
3
dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang (Brunner & Suddarth 2015, p.1228). Pengontrolan kadar glukosa darah sebaiknya dilakukan secara rutin, terutama bagi orang-orang yang berisiko terkena diabetes. Pengontrolan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan kestabilan kadar glukosa darah agar berada dalambatas normal. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri atau dengan konsul ke dokter (Widiyanto 2009, p.88). Faktor utama perkembangan diabetes melitus tipe II adalah resistensi seluler terhadap efek insulin. Resistensi insulin ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktifitas, penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemuka, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka dan jaringan adiposa. Hiperglikemia meningkat secara perlahan dan dapat berlangsung lama sebelum DM didiagnosis, sehingga kira-kira separuh diagnosis baru DM tipe II yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi (Priscilla LeMone 2014, p.654). Komplikasi akibat diabetes melitus dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalamwaktu relatif singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun drastis jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf dan penyakit berat lainnya (Novitasari 2012, p.12).
4
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Niven, 2008 ). Sackett (1976) dalam Niven (2008) menyatakan kepatuhan pasien adalah sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuham sangat penting dalam menanganan diit maka ada beberapa faktor yang dapat mempengarui dan tidak mempengarui kepatuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan klien Diabetes Melitus dalam mengendalikan kadar gula darah adalah menurut Niven (2008) adalah pendidikan, akomodasi, modifikasi, faktor lingkungan sosial, perubahan model terapi, meningkatkan interaksi, isolasi sosial dan keluarga, keyakinan sikap dan kepribadian. Sedangkan menurut Lawrence Green dalam Notoadmojdo (2010) perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi (faktor pemudah) yaitu faktorfaktor positif yang mempermudah terwujudnya perilaku (pengetahuan, sikap masyarakat tentang kesehatan, sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan). Faktor pemungkin (enabling) yaitu faktorfaktor yang mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan (ketersediaan saran dan prasarana), dan faktor penguat (reinforcing) meliputi motivasi dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), serta motivasi dan perilaku petugas kesehatan, dan dukungan dari pemerintah daerah. Berdasarkan teori tersebut peneliti melihat hubungan dari faktor perilaku dengan kepatuhan klien dalam mengendalikan kadar gula darah.
5
Ketidakpatuhan terhadap pengaturan diet pasien disebabkan beberapa faktor antara lain pendidikan, pengetahuan, kejenuhan dalam pengobatan dan keinginan untuk sembuh sehingga mengakibatkan komplikasi. Oleh karena itu diet diabetes melitus harus dilakukan sesuai programyang dianjurkan. Pasien harus belajar keterampilan khusus untuk merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah mendadak, disamping itu juga harus memiliki perilaku preventif dalampola makan untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang (Brunnner & Suddarth 2015, p.1222). Pelaksanaan diet diabetes melitus sangat dipengaruhi oleh adanya dukungan dari keluarga. Dukungan dapat digambarkan sebagai perasaan memiliki atau keyakinan bahwa seseorang merupakan peserta aktif dalamkegiatan sehari-hari. Perasaan saling terikat dnegan orang lain di lingkungan menimbulkan kekuatan dan membantu menurunkan perasaan terisolasi. Jika dukungan keluarga tidak ada maka pasien diabetes melitus akan tidak patuh dalam pelaksanaan diet,s ehingga penyakit diabetes melitus tidak terkendali dan terjadi komplikasi seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh dapat diamputasi (Brunnner & Suddarth 2015, p.1223). Peran dukungan keluarga yang mempengaruhi kepatuhan diet yaitu mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota yang mendritta diabetes melitus, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat pada pasien diabetes melitus, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita diabetes melitus, mempertahankan suasana rumah yang
6
menguntungkan
kesehatan
dan
perkembangan
kepribadian
anggota
keluarganya, memanfaatkan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan untuk pasien diabetes melitus (Brunnner & Suddarth 2015, p.1223) Berdasarkan
penelitian
Mayasari
(2014)
tentang
faktor
yang
berhubungan dengan kepatuhan klien diabetes melitus dalam mengontrol gula darah di Poliklinik Interna RSUD Labuang Baji Makasar diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara pendidikan (p value = 0,02), pengetahuan (p value 0.01), perilaku (p value= 0,003), sikap (p value 0,001) dengan kepatuhan pengendalian gula darah pasien. Penelitian Ilmah (2015) tentang kepatuhan pasien rawat inap terhadap diet diabetes melitus diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan peran petugas kesehatan (p value= 0,002), sikap (p value = 0,001) dan dukungan keluarga (p value = 0,001) dengan kepatuhan diet pasien diabetes melitus. Herlena (2013) tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap penderita diabetes melitus dengan kepatuhan diet diabetes melitus di RSUD AM Parikesit Kalimantan Timur diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan klien menjalankan program diet p value = 0,015. Penelitian Susanti (2013) tentang dukungan keluarga meningkatkan kepatuhan diet pasien diabates melitus di ruang rawat inap RS Baptis Kediri dimana hasil penelitian menunjukkan terbukti dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes melitus. Peneltian Febsi (2016) tentang hubungan tingkat pengetahuan dan dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit
7
Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan peran petugas kesehatan dengan kepatuhan diet pasien DM p value= 0,001. Berdasarkan survei awal yang peneliti lakukan pada tanggal 9 Oktober 2017 di puskesmas Tanjung Paku Kota Solok pada 15 orang pasien diabetes mellitus tipe II. terdapat 10 orang tidak patuh dalam mengendalikan kadar gula darah diantaranya 3 pasien mengatakan tidak perlu mengatur makan dan berolah raga, 3 orang pasien mengatakan keluarga tidak mengawasi makannya, 3 orang pasien mengatakan petugas kurang menjelaskan mengenai perawatan diabetes melitus di rumah dan 1 orang dari mereka mengatakan tidak ada mengontrol gula darah ke dokter maupun tenaga kesehatan lain. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diit pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018”.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian adalah faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan diit pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018.
8
C. Tujuan Peneliti 1. Tujuan umum Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diit pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan pasien diabetes melitus tentang diit di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 b. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga pasien diabetes melitus terhadap diit di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 c. Mengetahui distribusi frekuensi peran petugas kesehatan terhadap pasien diabetes melitus tentang diit di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 d. Mengetahui distribusi frekuensi kepatuhan pasien diabetes melitus terhadap diit di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 e. Mengetahui hubungan pengetahuan pasien diabetes melitus dengan kepatuhan terhadap diet di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 f. Mengetahui hubungan dukungan keluarga pasien diabetes melitus dengan kepatuhan terhadap diet di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 g. Mengetahui hubungan peran petugas kesehatan dengan kepatuhan terhadap diet di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018
9
D. Manfaat Peneliti 1. Bagi Ilmu Institusi Pendidikan Mengembangkan ilmu pendidikan kesehatan, tentang empat pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus. 2. Bagi Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Sebagai bahan masukan dan informasi dalam rangka menangani kasus Diabetes Mellitus. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti sendiri dapat memberikan pengalaman belajar yang berharga dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan meningkatkan wawasan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diit pasien diabetes melitus yang dilaksanakan pada tanggal 24 sampai 30 Agustus, Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami diabetes mellitus tipe II yang ada di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok dengan teknis pengambilan sampel adalah accidental sampling jumlah responden 39 orang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembaran kuesioner yang dilakukan oleh peneliti sendiri kemudian data dianalisa secara univariat dan bivariat dengan uji Chi-Square.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diabetes Mellitus 1. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Brunner & Suddarth 2015). Kesimpulannya, diabetes melitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai oleh hiperglikemia, aterosklerotik, mikroangiopati dan neuropati. Hiperglikemia terjadi karena akibat dari kekurangan insulin atau menurunnya kerja insulin.
2. Klasifikasi diabetes mellitus Menurut American Diabetes Asociation (ADA) tahun 2012, ada 4 klasifikasi diabetes mellitus yaitu : a. Diabetes mellitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang ke arah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes mellitus tipe ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin
9
11
dari luar. Beberapa faktor resiko dalam diabetes mellitus tipe ini adalah : autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus. b. Diabetes mellitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko NIDDM adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus. Hampir 90% penderita diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe II. c. Diabetes mellitus dengan kehamilan atau Diabetes Mellitus Gestasional (DGM), merupakan penyakit diabetes mellitus yang muncul pada saat mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DGM adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg. d. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi dan sindrome genetik lain yang berhubungan dengan diabetes mellitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormon tersebut dapat mengakibatkan diabetes mellitus tipe ini (Brunner & Suddarth, 2015).
12
3. Penyebab Diabetes Penyebab utama diabetes karena insulin yang dihasilkan oleh pankreas tidak mencukupi untuk mengikat gula yang ada dalam darah akibat pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat. Beberapa faktor risiko diabetes dapat dilihat sebagai berikut: a. Faktor keturunan b. Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat c. Kadar kolesterol yang tinggi d. Jarang berolahraga e. Obesitas atau kelebihan berat badan Penyebab diabetes pada umumnya karena gaya hidup yang tidak sehat. Hal ini mengakibatkan metabolisme dalam tubuh tidak sempurna sehingga membuat insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. Hormon insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalam tubuh. Sehinggal pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat bisa membuat tubuh kekurangan insulin. 4. Patofisiologi DM Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
13
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes. Meskipun demikan, diabetes yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Brunner & Sudarth, 2015) 5. Manifestasi Klinis DM Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien – pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal,
14
atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka timbul glikosuria yang akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori, pasien mengeluh lelah dan mengantuk (Tjokroprawiro, 2006). 6. Faktor Risiko Diabetes Melitus Menurut Bustan (2007) faktor risiko utama DM antara lain: a. Genetik: mempunyai orang tua atau keluarga dengan DM b. Obesitas terutama central obesity c. Physical inactivity d. Pengalaman dengan diabetik intrauterine: ditandai dengan riwayat kehamilan abnormal, berupa abortus berulang-ulang, lahir mati, malformasi, toxwmia gravidarum, berat badan bayi lebih 4 kg, glusuria renal waktu hamil dan DM gestational. e. Riwayat minum susu formula (cow milk) pada waktu bayi f. Low Birth Weight (LBW) Sedangkan kelompok risiko (high risk group) DM dalam masyarakat antara lain: 1) Usia> 45 tahun. 2) Berat badan lebih (BBR > 110% atau IMT > 25 kg/m). 3) Hipertensi (> 140/90 mmHg).
15
4) Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram. 5) Pernah diabetes sewaktu hamil. 6) Riwayat keturunan DM. 7) Kolesterol HDL < 35 mg/dl atau trigliserida > 250 mg/dl. 8) Kurang aktivitas fisik. 7.
Diagnosis Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes melitus. Ketiga dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) dengan beban 75 gram, glukosa lebih sensitif dan spesifik di banding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan sendiri.
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis (mg/dl) Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu - Plasma vena - Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa - Plasma vena - Darah kapiler Sumber : Soegondo, 2009
Belum pasti DM
DM
< 110 < 90
110 – 199 90 – 199
> 200 > 200
< 110 < 90
110 – 125 90 – 109
> 126 > 110
16
Kadar gula darah puasa menurut Russel (2011: 11) Normal
: di bawah 100 mg/dl
Pradiabetes
: 100-126 mg/dl
Diabetes
8.
: di atas 126 mg/dl
Komplikasi Diabetes Mellitus Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia. Komplikasi kronik adalah makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.
B. Penatalaksanaan Empat Pilar Diabetes Melitus 1. Edukasi (Penyuluhan) Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap pasien diabetes. Disamping kepada pasien diabetes, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak perencana kesehatan (Waspadji, 2009).
17
Diantara berbagai materi edukasi, yang perlu diberikan pada pasien diabetes diantaranya adalah: (1) apakah itu diabetes (2) faktorfaktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan upaya-upaya menekannya (3) Pengelolaan diabetes secara umum (4) Pengaturan makan dan latihan jasmani (5) Obat-obat hipoglikemik (6) Komplikasi diabetes (7) Pencegahan dan pengenalan komplikasi akut/kronik (8) Pemeliharaan kaki (Waspadji, 2009) Penyuluhan kesehatan harus sering diberikan oleh dokter atau perawat kepada para penderita diabetes melitus. Penyuluhan tersebut meliputi beberapa hal antara lain: pengetahuan mengenai perlunya diet ketat, latihan fisik, minum obat, serta pengetahuan mengenai komplikasi, pencegahan, maupun perawatannya. Penyuluhan dapat diberikan secara langsung baik perseorangan maupun kelompok, ataupun melalui selebaran dan poster (Widharto, 2009). Penyuluhan ini juga dapat dilakukan antar penderita diabetes sendiri untuk berbagi pengalaman mengenai segala hal tentang penyakit yang mereka derita. Selain dapat memperoleh informasi lebih tentang penyakit mereka, melalui cara ini mereka juga dapat berbagi rasa serta saling memberikan dukungan moril maupun spritual. Dengan demikian melalui cara ini pula dapat membangkitkan semangat hidup dan memberikan kemandirian dalam merawat diri mereka sendiri (Widharto, 2009).
18
2. Olahraga Semua penderita diabetes melitus dianjurkan melakukan latihan fisik atau berolahraga secara teratur setiap harinya selama lebih kurang 20 menit. Olahraga yang dilakukan cukup berupa olahraga ringan namun harus dilakukan secara rutin. Latihan fisik ini dilakukan sekitar 1,5 jam sesudah makan. Bagi penderita diabetes melitus yang mengalami obesitas, dianjurkan untuk melakukan latihan fisik sedikit lebih berat. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar dapat menurunkan berat badannya menjadi normal (ideal). Dengan
melakukan
latihan
fisik
secara
teratur
dan
berkesinambungan, diharapkan dapat menurunkan kadar glukosa darah. Namun tidak semua penderita dapat melakukan latihan fisik tanpa adanya risiko. Hanya penderita diabetes melitus yang masih ringan melakukan olahraga dengan aman. Selain memperoleh kebugaran tubuh, berolahraga dapat pula membuang kelebihan kalori maupun lemak dalam tubuh. Dengan demikian dapat mencegah kegemukan, mengontrol kadar gula darah, mengurangi ketergantungan pada obat atau insulin, serta dapat mengurangi kandungan lemak pada orang yang kegemukan. Berolahraga dapat pula mencegah terjadinya gejala diabets melitus dini bagi orangorang yang berisiko tinggi menderita diabetes melitus, misalnya orang dalam keadaan obesitas. Latihan fisik yang baik bagi penderita diabetes melitus yaitu aerobik. Aerobik merupakan kegiatan fisik yang terus menerus dalam
19
jangka waktu cukup lama. Latihan ini rutin dilakukan selama lebih kurang 3 – 5 kali seminggu selama lebih kurang 50-60 menit. Sebelum latihan sebiknya dilakukan pemanasan. Setelah latihan juga perlu dilakukan pendinginan. Latihan jasmani sebaiknya dilakukan sesuai program CRIPE yaitu continous, rhythmical, interval, progressive dan endurance training. a. Program tersebut mempunyai maksud sebagai berikut: 1) Continous,
latihan
yang
dilakukan
harus
terus
menerus
(berkelanjutan) selama 50-60 menit 2) Rhythmical, latihan yang dilakukan secara berirama dan teratur, tidak asal-asalan 3) Interval, latihan yang dilakukan sebaiknya dilaksanakan secara berselang – seling, kadang cepat, tetapi kadang juga lambat tetapi tanpa berhenti. Misalnya jalan cepat, kadang berlari, kemudian jalan cepat lagi 4) Progressive, latihan dilakukan secara bertahap dengan beban latihan ditingkatkan secara perlahan-lahan 5) Endurance merupakan latihan ketahanan, untuk meningkatkan kesegaran jantung dan pembuluh darah penderita (Widharto, 2009) Latihan aerobik yang cocok dilakukan oleh penderita diabetes yaitu berlari santai (jogging), berjalan kaki, bersepeda dan berenang. Olahraga sebaiknya dihentikan jika kadar glukosa meningkat sangat tinggi. Bagi penderita yang menggunakan insulin sebaiknya mengecek kadar gula darahnya sebelum dan sesudah melakukan latihan (Widharto, 2009).
20
b.Standar olah raga penderita DM Menurut jurnal diabetes care, penderita diabetes disarankan untuk menjalankan setidaknya 150 menit latihan aerobic melalui latihan yang sedang hingga berat, selama setidaknya tiga hari dalam seminggu. Berikut adalah senam diabetes : 1) Pemanasan 1 Berdiri di tempat, angkat kedua tangan ke atas selurus bahu. Kedua tangan bertautan lakukan bergantian dengan posisi kedua tangan di depan tubuh. 2) Pemanasan 2 Berdiri di tempat, angkat kedua tangan ke depan tubuh hingga lurus bahu. Kemudian gerakkan kedua jari tangan seperti hendak meremas lalu buka lebar. Lakukan secara bergantian, namun tangan diangkat ke kanan – kiri tubuh hingga lurus bahu dengan waktu 5-10 menit. 3) Inti 1 Posisi berdiri tegap, kaki kanan maju selangkah ke depan. Kaki kiri tetap di tempat, tangan kanan diangkat ke kanan tubuh selurus bahu. Sedangkan tangan kiri ditekuk hingga telapak tangan mendekati dada. Lakukan secara bergantian 4) Inti 2 Posisi berdiri tegap, kaki kanan diangkat hingga paha dan betis bentuk sudut 90 derajat. Kaki kiri tetap ditempat. Tangan kanan diangkat kekanan tubuh selurus bahu. Sedangkan tangan kiri ditekuk hingga tangan mendekati dada. Lakukan secara bergantian
21
5) Pendinginan 1 Kaki kanan agak menekuk, kaki kiri lurus. Tangan kiri lurus ke depan selurus bahu. Tangan kanan ditekuk kedalam. Lakukan secara bergantian. 6) Pendinginan 2 Posisi kaki bentuk huruf V terbalik. Kedua tangan direntangkan ke atas dengan membentuk huruf V dengan waktu 5-10 menit. 3. Pengaturan Makan a. Pengertian Pengaturan Makan Diet atau pengaturan makan merupakan salah satu pilar utama dalam pengelolaan penderita DM. Umumnya dokter akan menganjurkan diet selama 4 – 8 minggu dengan aktivitas fisik yang cukup sebelum melakukan pengobatan. Setelah anjuran pertama ini dilakukan dengan baik kadar gula darah belum mencapai sasaran. Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari ini harus konsisten dari hari kehari . Peran diet ini jelas sekali terutama pada pasien yang gemuk, dimana toleransi glukosa jelas
menjadi normal
dengan menurunnya berat badan. Diet tinggi karbohidrat sudah menjadi diet standar di indonesia, karena selain baik, juga sesuai dengan pola makan Indonesia. Bertambahnya sekresi insulin atau meningkatnya sensitivitas insulin di jaringan perifer pada diet tinggi karbohidrat merupakan sebab mengapa kadar glukosa darah menjadi lebih mudah terkendali.
22
Diet standar untuk diabetes saat ini umumnya berdasarkan 1) Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi serat 2) Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan tunggal b. Tujuan Pengaturan Makan 1) Dapat memperbaiki kesehatan umum penderita 2) Dapat mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal 3) Dapat memenuhi kebutuhan energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal 4) Dapat menekan atau menunda komplikasi 5) Menormalkan pertumbuhan bagi penderita DM anak dan orang dewasa muda 6) Dapat di modifikasi sesuai dengan kondisi penderita 7) Dapat disesuaikan dengan pola makan penderita c. Penerapan pola makan sehari-hari Untuk menjaga kadar gula darah dan berat badan, makanan yang anda makan harus rendah lemak, kaya serat, mengandung lebih banyak karbohidrat yang kompleks, dan menghindari gula sederhana. Penderita diabetes sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya kira – kira sekitar 68 persen karbohidrat, 20 persen lemak dan 12 persen protein. Tip sederhana yang dapat digunakan sebagai acuan yaitu: 1) Hindari gula yang sudah diproses seperti yang terdapat dalam kue, permen, biskuit, es krim, soda, madu cokelat dan puding.
23
2) Hindari buah-buahan yang dikeringkan 3) Hindari konsumsi makanan yang diproses seperti hot dog, bacon, bologna, mayones 4) Makanlah apel dan buah-buahan yang kaya pektin 5) Protein sebaiknya didapatkan dari ikan serta sayuran yang berbentuk biji-bijian dan polong 6) Makanlah sayuran segar yang dapat disajikan dalam bentuk jus 7) Makan 3 kali sehari secara teratur pada waktu yang sama 8) Hindari daging berwarna merah 9) Ganti nasi putih anda dengan nasi dari beras merah 10) Makanlah makanan yang dapat membantu menstabilkan gula darah seperti spirulina, beri, keju, kuning telur, ikan, bawang putih, kacang kedelei, tofu timun, avokat 11) Sebelum berolahraga, makanlah lebih banyak karbohidrat 12) Jangan merokok 13) Kurangi konsumsi alkohol / hentikan. 14) Jangan mengkonsumsi vitamin C, vitamin B 1 dan B3 dalam jumlah berlebihan. Jumlah yang berlebihan dapat membuat kerja insulin tidak aktif 15) Hindari kelelahan fisik dan emosional (Widharto, 2009) 4. Manfaat Pengaturan Makan Diabetes Melitus Dapat mengurangi resiko hiperglikemia dan hipoglikemia serta berat badan yang berlebihan sehingga penderita DM dapat menjalani hidup dengan normal tanpa adanya gangguan dari penyakit Jantung dan ginjal dan
24
tentunya diperlukan penyesuaian jumlah masukan protein agar tidak menambah beban kerja ginjal. Pasien DM dengan keadaan khusus seperti para wanita yang hamil dan menyusui untuk menambah kalori protein bagi perbaikan dan pertumbuhan jaringan. 5. Jenis Diet Diabetes Melitus Diet DM diklasifikasikan menurut jumlah kalori, yaitu : 1) Diet I
(1100 kal)
2) Diet II
(1300 kal)
3) Diet III
(1500 kal)
4) Diet IV
(1700 kal)
5) Diet V
(1900 kal)
6) Diet VI
(2100 kal)
7) Diet VII
(2300 kal)
8) Diet VIII (2500 kal) Diet I sampai diet III diberikan kepada pasien yang gemuk (Obesitas) dan diet IV sampai diet V diberikan kepada penderita yang mempunyai berat badan normal dan Diet VI sampai Diet VIII diberikan pada pasien kurus dan untuk pasien yang memerlukan diet tinggi kalori.
25
Tabel 2.1 Jenis Diet Diabetes Melitus Jenis Diet Kalori I II III IV V VI VII VIII (Almatsier, 2006)
Kalori (g) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Protein (g) 50 55 60 65 70 80 85 90
Lemak (g) 30 35 40 45 50 55 65 65
Hidrat Arang (g) 160 195 205 260 300 325 350 390
Tabel 2.2 Jumlah bahan Makanan Sehari untuk tiap Standar Diet Diabetes Melitus (Dalam Satuan Penukar) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500 Energi Pagi : 1. Nasi 2. Hewani 3. Nabati 4. Sayuran A B 5. Minyak 6. Susu 10.00 : Buah Siang : 1. Nasi 2. Hewani 3. Nabati 4. Sayuran A B 5. Minyak 6. Susu 16.00 : Buah Malam 1. Nasi 2. Hewani 3. Nabati 4. Sayuran A B 5. Minyak
½ ½ S -
1 ½ S 1 -
1 ½ 1 S 1 -
1 ½ 1 S 1 -
11/2 ½ 1 S 1 -
2 1 1 S 1 -
½ 1 1 S 2 -
2 1 1 S 2 -
1
1
1
1
1
1
1 1 1 S 1 1 1
1 1 1 S 1 1 1
11/2 1 1 S 1 1 1
2 1 1 S 1 1 2
2 1 1 S 1 1 2
2 1 1 S 1 1 3
S 1 1 S 1 1 S
S 1 2 S 1 1 S
1
1
1
1
1
1
1
1
½ 1 1 S 1 1
1 1 1 S 1 1
1 1 1 S 1 1
11/2 1 1 S 1 1
2 1 1 S 1 1
2 1 1 S 1 1
21/2 1 1 S 1 1
21/2 1 2 S 1 1
26
6. Susu
1
1
1
1
2
2
2
2
Ket : S : Sekehendak (Almatsier, 2006) Dalam melaksanakan diet Diabetes Melitus sehari-hari, hendaknya diikuti pedoman 3J (Jumlah, Jadwal, Jenis) artinya : J 1 : Jumlah makanan harus diseimbangkan dan disesuaikan dengan jumlah kalori yang dibutuhkan penderita setiap harinya. Kebutuhan ini disesuaikan secara perseorangan berdasarkan berat badan, jenis kelamin, usia dan aktifitas sehari-hari J2 : Jadwal diet harus diikuti sesuai dengan intervalnya. Pada umumnya orang memiliki 6 porsi makan, yaitu 3 porsi besar dan 3 porsi kecil. Pengelompokan ini berdasarkan jumlah kalori pada makanan tersebut. Hal ini dilakukan agar kalori yang dibutuhkan dapat tercukupi secara merata setiap harinya. Di samping itu penjadwalan yang dilakukan dengan disiplin waktu dapat membantu pankreas mengeluarkan insulin secara rutin pula. Dengan demikian terhindar dari kenaikan kadar gula yang melonjak J3 :
Jenis makanan yang manis harus dihindari termasuk “Pantang” buah golongan A dan makanan lain yang manis. Jenis makanan bagi penderita diabetes melitus ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan jenis makanan orang sehat yaitu terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Akan tetapi pada penderita diabetes melitus disarankan untuk memenuhi kebutuhan makanannya berdasarkan komposisi sebagai berikut:
27
1) Dua perlima bagian makanan mengandung karbohidrat terutama dari karbohidrat berserat tinggi misalnya kentang 2) Dua perlima bagian makanan dipenuhi dengan sayuran berserat maupun buah-buahan 3) Seperlima bagian yang lain sebaiknya dipenuhi dengan makanan yang mengandung protein misalnya daging, ikan, telur dan kacang-kacangan (Widharto, 2009) 4. Kontrol Gula Darah Pemantauan diabetes mellitus merupakan pengendalian kadar gula darah mencapai kondisi senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar gula
darah
maka
akan
terhindar
dari
keadaan
hiperglikemia
danhipoglikemia serta mencegah terjadinya komplikasi (Bustan, 2015). Pemantauan kadar glukosa darah harus dilakukan secara teratur untuk mengetahui pengobatan dalam mengendalikan diabetes melitus. Kendali yang baik dalam pengontrolan gula darah adalah dengan melakukan pemeriksaan gula darah guna mencegah komplikasi jangka panjang minimal 1 kali sebulan (Buckman, 2010) Hasil Diabetes Control And Complcation Trial (DCCT) / pengendalian
diabetes
dan
pengendalian
diabetes
yang
uji baik
komplikasimenunjukkan dapat
bahwa
mengurangikomplikasi
Diabetesseperti retinopati, nefropati serta neuropati (Smeltzer & Bare, 2002). Pemantauan kadar glukosa darah merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita diabetes. Pemantauan kadar glukosa darah sangat membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas
28
latihan, diet dan obat hipoglikemia oral, dan membantu memotivasi klien dalam melanjutkan terapinya. Tabel 2.3 Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl)
80 – 100
100 – 125
≥ 126
Glukosa darah 2 jam post parandial (mg/dl)
80 – 144
145 – 179
≥ 180
AIc (%)
< 6.5
6.5 – 8
≥8
Kolestrol total (mg/dl)
< 200
200 – 239
≥ 240
Kolestrol LDL (mg/dl)
< 100
100 – 129
≥ 130
Kolestrol HDL (mg/dl)
>45
Trigliserida (mg/dl)
< 150
150 – 199
≥ 200
IMT (kg/m²)
18.5 – 23
23 – 25
>25
Tekanan darah (mmhg)
≤ 130/80
130-140/80– 90
>140/90
Sumber:konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2, Perkeni 2006
Cara pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) menurut WHO tahun 1985 ( Arif Mansjoer, 2001: 580) yaitu : a. 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa. b. kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan. c. puasa semalam, selama 10-12 jam. d. kadar glukosa darah puasa diperiksa. e. diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit.
29
f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Glucotest seperti alat kesehatan lainnya memiliki umur pemakaian, biasanya akan mengalami kekeliruan dalam pembacaan hasil kadar gula darah setelah dipakai dalam masa yang panjang. Biasanya manufaktur alat gucotest menyarankan agar alat tersebut dilakukan kalibrasi untuk memastikan keakuratan hasil tes darah. Meskipun bisa juga dengan melakukan croschek pada pemeriksaan laboratorium di rumah sakit.Sebulan sekali memang harus memeriksakan kadar gula darah di laboratorium untuk mendapatkan hasil pembanding. Memang ini akan memberi kepastian bahwa hasil gula darah yang dicek dengan glucotest sama akuratnya. Selebihnya yang lebih penting adalah mengantisipasi hasil dari kadar gula darah. Apakah jumlah insulinnya ditambah atau diet makannya yang ditambah? Ini tentunya bergantung dari hasil pemeriksaan kadar gula darah tadi (Brunner & Suddarth, 2015:1234)
C. Teori Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah sikap atau ketaatan. Kepatuhan dimulai dari individu mematuhi anjuran petugas kesehatan tanpa relaan untuk melakukan tindakan (Niven, 2002) 2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan : Menurut Niven (2002) faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :
30
a. Pendidikan . Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri. b. Akomodasi Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan. c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial . Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman – teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan. d. Perubahan model terapi . Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien . Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa . 3. Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan Niven
(2008)
mengungkapkan
derajat
ketidak
patuhan
ditentukan oleh kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya hidup/lingkungan kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana perawat mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi
31
menyelamatkan hidup, dan keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas kesehatan. 4. Mengurangi Ketidakpatuhan Untuk meningkatkan kepatuhan, diantaranya adalah: a. Pemberian Informasi Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya pemberian asuhan keperawatan berdasarkan prosedur yang ada membantu meningkatkan kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan kesehatan yang diadakan oleh pihak rumah sakit ataupun instansi kesehatan lain b. Perilaku Sehat Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan, misalnya kepatuhan perawat untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien ataupun melakukan tindakan asuhan keperawatan c. Pengontrolan perilaku seringkali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri. Faktor kognitif / pengetahuan juga berperan penting. d. Dukungan Sosial Dukungan sosial yang dimaksud adalah pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga yang percaya pada tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh perawat dapat menunjang peningkatan kesehatan pasien, sehingga perawat dapat bekerja dengan percaya diri dan ketidak patuhan dapat dikurangi e. Dukungan Profesional Kesehatan Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya tehnik komunikasi.
Komunikasi
memegang
peranan
penting
karena
32
komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan, isalnya antara kepala perawatan dengan bawahannya (Niven, 2002). 5. Faktor- faktor yang mempengaruhi Ketidakpatuhan Menurut Niven (2002) faktor ketidakpatuhan digolongkan menjadi empat yaitu: a. Pemahaman tentang instruksi Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 1967 menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus di ingat oleh penderita b. Isolasi sosial dan keluarga Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan factor penting dalam kepatuhan contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi dan biaya dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti
33
Indonesia yang memeliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat. c. Keyakinan sikap dan kepribadian Adapun tingkat ketidakpatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Pasien mungkin tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah instruksi yang diberikan. Jenis-jenis kepatuhan a. Kepatuhan penuh Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk b. Penderita yang sama sekali tidak patuh Penderita yang putus obat atau tidak menggunakan obat sama sekali
D. Faktor – faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Klien Diabetes Melitus Menurut Lawrence Green dalam Notoadmojdo (2010) perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi (faktor pemudah) yaitu faktor-faktor positif yang mempermudah terwujudnya perilaku (pengetahuan, sikap masyarakat tentang kesehatan, sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan). Faktor pemungkin (enabling) yaitu faktor-faktor yang mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan (ketersediaan saran dan prasarana), dan
34
faktor penguat (reinforcing) meliputi motivasi dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), serta motivasi dan perilaku petugas kesehatan, dan dukungan dari pemerintah daerah. 2. Dukungan Keluarga a. Pengertian Keluarga Menurut Friedman (2010), keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang merupakan klien penerima asuhan keperawatan, keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan keperawatan yang diperlukan bagi anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Bila salah satu dari anggota keluarga mengalami masalah kesehatan, maka sistem didalam keluarga akan terganggu. Baxter, dkk (1998) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik, baik secara fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.
35
Burgess dkk (1963) dalam Friedman (2010), mengemukakan tentang definisi keluarga adalah sebagai berikut: 1) Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. 2) Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. 3) Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, saudara kandung. 4) Penggunaan kultur yang sama didalam keluarga.
b. Tugas dan Fungsi Keluarga Beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (2010) yaitu: 1) Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian): Untuk stabilitas kepribadian keluarga dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya termasuk dalam mendapatkan kesehatan yang layak. 2) Fungsi sosialisasi: Untuk sosialisasi primer yang bertujuan membuat anggota keluarga menjadi anggota masyarakat yang produktif. 3) Fungsi
reproduktif:
Menjaga
kelangsungan
generasi
dan
keberlangsungan hidup anggota keluarga. 4) Fungsi ekonomis: Mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan pengalokasian secara efektif.
36
5) Fungsi-fungsi perawatan kesehatan: Untuk pengadaan, perawatan dan penyedia kebutuhan- kebutuhan fisik hingga kebutuhan akan perawatan kesehatan bagi anggota keluarga. Sedangkan beberapa tugas dari sebuah keluarga menurut Friedman, (1998) adalah: 1) Mengenal masalah, keluarga dituntut mampu mengenali masalah kesehatan yang terjadi dikeluarga. 2) Mampu mengambil keputusan yang tepat bila menemukan masalah pada keluarga tersebut. 3) Merawat anggota keluarga. 4) Memelihara lingkungan. 5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut tugas dan fungsi keluarga diatas, keluarga merupakan faktor penting dalam pemberian atau penerimaan sebuah layanan kesehatan, terutama bagi anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. c. Jenis Dukungan Keluarga Menurut Friedman (2010), menyatakan bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Terdapat empat dimensi dari dukungan keluarga yaitu: 1) Dukungan informasi
37
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi maka dukungan ini diberikan dengan cara memberi informasi, nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah. Keluarga juga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan dengan pemberian dukungan semangat, serta pengawasan terhadap pola kegiatan sehari-hari. Pemberian saran, sugesti, informasi yang didapat digunakan mengungkapkan suatu masalah merupakan bagian dari dukungan informasional. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekankan munculnya
stresor
karena
informasi
yang
diberikan
dapat
menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu, aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
Keluarga
berfungsi
sebagai
sebuah
kolektor
dan
diseminator (penyebar informasi). 2) Dukungan Penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator identitas keluarga diantaranya memberi support, penghargaan dan perhatian. Dukungan penilaian ini memberikan penjelasan kepada keluarga tentang penerimaan terhadap keluarga yang menderita gagal jantung, pemberian dorongan dan motivasi-motivasi positif demi kesembuhan penderita, pencurahan kasih sayang serta perhatian, sehingga penderita merasa dihargai dan diterima oleh keluarga meskipun disatu sisi penderita mengalami perubahan fungsi dan peran, keluarga
38
juga berperan sebagai feedback pasien dalam kemajuan proses masalahnya (Brunner & Suddarth, 2007).
3) Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan kongkrit (Friedman, 2010). Dukungan ini bersifat nyata dan bentuk materi bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membentuk dan keluarga dapat memenuhinya, sehingga keluarga merupakan sumber pertolongan yang praktis dan konkrit yang mencakup dukungan atau bantuan seperti uang, peralatan, waktu, serta modifikasi lingkungan. Keluarga merupakan sebuah pertolongan praktis dan kongkrit diantaranya, kesehatan individu, dalam hal ini kebutuhan makan, minum, istirahat dan terhindarnya dari penderitaan dan kelelahan. 4) Dukungan emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orangorang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, misalnya umpan balik dan penegasan dari anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk istirahat serta pemulihan penguasaan emosi. Pemberian empati, cinta, kejujuran dan perawatan serta memiliki kekuatan yang hubungannya konsisten sekali dengan status kesehatan. Manfaat ini adalah menjamin nilai-nilai individu (baik lakilaki maupun perempuan) akan selalu terjaga kerahasiaannya dari keingin tahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan emosional
39
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengar. Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istrahat dan pemulihan serta membantu penguasaan emosi (Brunner & Suddarth, 2007).
d. Sumber dan Manfaat Dukungan Keluarga Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses diadakan untuk keluarga (dukungan bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami / istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal. 3. Peran dan Dukungan Petugas Kesehatan Petugas kesehatan sebagai salah satu orang yang berpengaruh dan dianggap penting oleh masyarakat sangat berperan penting dalam terjadinya perilaku kesehatan pada masyarakat. Menurut Effendi (2008) banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat yakni berupa : a. Sebagai pelaksana pelayanan keperawatan (provide of nurcing care), dimana peranan utama dari perawat kesehatan masyarakat adalah sebagai pelaksana asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun sakit atau yang
40
mempunyai masalah kesehatan atau keperawatan, apakah itu dirumah, di sekolah, Puskesmas, panti dan sebagainya. b. Sebagai pendidik (health educator), memberikan pendidikan kesehatan pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal c. Sebagai pengamat kesehatan (health monitor), melaksanakan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data. d. Sebagai koordinator pelayanan kesehatan (koordinator of service), mengkoordinator seluruh kegiatan upaya
pelayanan kesehatan
masyarakat dan puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan kesehatan lain sehingga tercipta keterpaduan dalam system pelayan kesehatan, dengan demikian pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan yang lainya. e. Sebagai pembaharuan (innovator), perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen pembaharuan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam merubah perilaku dan pola
41
hidup yang erat kaitanya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. f. Sebagai pengorganisasian pelayanan kesehatan (organisator), perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan motivasi dalam rangka meningkatkan keikutsertaan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. g. Sebagai panutan (roole mode), perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecah berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Perawat kesehatan diharapkan dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi. h. Sebagai
pengelola
diharapkan
(manager),
mengelila
berbagai
perawat kegiatan
kesehatan pelayanan
masyarakat kesehatan
puskesmas dan sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diembankan kepadanya.
42
E. Kerangka Teori Faktor pencetus (Predisposing factor) -
Pengetahuan Sikap Ekonomi Nilai-nilai Tradisi/budaya
Faktor pemungkin (Enabling factor) - Fasilitas pelayanan - Kualitas pelayanan
Kepatuhan Pasien DM
Faktor penguat (Reinforcing factor) - Peran tokoh masyarakat - Peran petugas kesehatan - Dukungan Keluarga Sumber: Modifikasi Lawrence Green dalam Notoadmodjo (2014) dan Niven (2002)
43
BAB III KERANGKA KONSEP
I. Kerangka Konsep Menurut Carpenito tahun 2000 bahwa kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan.Kepatuhan merupakan tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Komplikasi akibat diabetes mellitus dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relative singkat. Kadar glukosa darah bias menurun drastis jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya bias menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf dan penyakit berat lainnya (Novitasi 2012, p.12). Komplikasi diabetes dapat dicegah apabila penatalaksanaan diabetes mellitus dilaksanakan secara maksimal. Adapun 4 pilar utama dalam pengendalian Diabetes Melitus yang dapat dilakukan yaitu diit, olahraga, kontrol glukosa darah, dan minum obat sesuai anjuran (Vitahealth, 2004).
44
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan
Kepatuhan Pasien
Dukungan Keluarga
Peran petugas kesehatan Gambar 3.1 Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Diit Pada Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2018 H. Defenisi Operasional N o
Variabel
A
Dependen
1
Kepatuhan lansia
Definisi Operasional
Alat
Cara
Hasil
Skala
Ukur
Ukur
Ukur
Ukur
Responden mengisi langsung angket yang diberikan
Patuh jika semua poin dilakukan Tidak Patuh jika terdapat salah satu poin tidak dilakukan (Niven, 2002)
Tindakan Angket yang dilakukan lansia dalam mengendalik an kadar gula darah melalui edukasi, diit, aktivitas fisik dan pengontrolan gula darah
Ordinal
45
B
Independen
2
Pengetahuan
3
4
Dukungan Keluarga
Peran Petugas Kesehatan
Sesuatu hal yang diketahui oleh pasien tentang diit pasien diabetes melitus
Angket
Pernyataan responden tentang dukungan dari keluarga responden yang memberikan pengaruh dalam mengendalik an kadar gula darah
Angket
Suatu dukungan dari petugas kesehatan yang memberikan pengaruh dalam mengendalik an kadar gula darah
Angket
Responden mengisi langsung angket yang diberikan
Positif bila skor ≥ Mean (16) Negatif bila skor < Mean (16)
Ordinal
(Wawan, 2010)
Responden mengisi langsung angket yang diberikan
Ordinal Kurang Baik bila nilai < mean (39)
Responden mengisi langsung angket yang diberikan
Ordinal Kurang Baik bila nilai < mean (19)
Baik bila nilai > mean (39)
Baik bila nilai > mean (19)
46
J. Hipotesis Penelitian 1. Adanya hubungan pengetahuan responden dengan kepatuhan terhadap diit di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 2. Adanya hubungan dukungan keluarga responden dengan kepatuhan terhadap diit di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 3. Adanya hubungan peran petugas kesehatan dengan kepatuhan terhadap diit di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018
47
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional study, dimana variabel Independen dan dependen diteliti secara bersamaan, yang bertujuan untuk melihat Faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diit pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2018 (Notoatmojo, 2010). B. Lokasi dan waktu Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok pada tanggal 27 sampai 30 Agustus 2018. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut (Notoadmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Mellitus di puskesmas Tanjung Paku yaitu berjumlah 95 orang. 2. Sampel Sampel penelitian adalah sumber data atau informasi yang dapat mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Accidental sampling yaitu pasien DM yang ke Puskesmas Tanjung Paku pada saat penelitian berjumlah 39 orang.
47
48
n
NZ (1 a / 2)2 P(1 P) N d 2 Z (1 a / 2)2 P(1 P)
Ket
:
n
= Jumlah sample
N
= Besar populasi
d
= Tingkat kepercayaan ( 0,1)
(Notoatmodjo, 2010:92) n
207 67 1 207 0,12
Adapun kriteria sampel a. Inklusi 1) Bersedia menjadi responden dalam penelitian 2) Mampu berkomunikasi dengan baik dan benar 3) Pasien diabetes melitus tipe II yang berobat b. Ekslusi 1) Klien mengalami komplikasi penyakit
49
D. Etika Penelitian Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian yang diperhatikan. Masalah etik yang harus diperhatikan antara lain (Sonatha B, 2012) : 1. Persetujuan (Informed Consent) Sebelum responden mengisi angket, peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada responden, jika responden bersedia maka diharapkan responden menanda tangani Informed consent diberikan. 2. Tanpa Nama (Anonimity) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek peniliti dengan tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian akan disajikan. 3. Kerahasiaan (Confidentiality) Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan. 4. Menghormati keadilan dan inklusivitas (Respect for justice inclusiveness) Penelitian ini dilakukan secara jujur, tepat, dan hati-hati. Peneliti juga memberikan keuntungan dan beban merata sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan subjek
50
E. Jenis Data 1. Data Primer a. Data primer Data primer dikumpulkan dengan melakukan penelitian menggunakan angket dalam bentuk pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan kepatuhan, dimana responden diberi penjelasan sebelumnya tentang tujuan penelitian. b. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dinas kesehatan Kota Solok dan Puskesmas Tanjung Paku berupa profil Puskesmas Tanjung Paku. F. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada para responden yang dipilih sebelum melakukan pengisian angket. Disamping itu, peneliti juga memberi penjelasan kepada responden agar memudahkanya dalam pengisisan angket selanjutnya angket yang telah diisi oleh responden dikumpulkan dan diperiksa untuk mengetahui apakah semua pertanyaan telah dijawab dengan lengkap, setelah diperiksa kelengkapanya, peneliti mengucapkan terimakasih pada responden atas kerjasamaanya.
51
G. Teknik Pengolahan Data 1. Penyuntingan data (editing) Melakukan pengecekan terhadap isian angket apakah
jawaban yang
sudah dibuat sudah lengkap, jelas dan jawaban sudah relevan dengan pertanyaan. 2. Pengkodean data (coding) Memberikan kode pada setiap informasi yang sudah terkumpul pada setiap pertanyaan dalam kuesioner untuk memudahkan dalam mengolah data. Jawaban yang benar untuk pertanyaan pengetahuan nilai 1 jawaban salah diberi nilai 0, dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan digunakan dengan standar Likert, dimana nilai pernyataan positif untuk sangat setuju nilai 4, sedangkan nilai pernyataan negatif untuk sangat tidak setuju 4, tidak setuju nilai 3, setuju nilai 2, sangat setuju nilai 1. 3. Pemprosesan data (Entery Data) Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisa. Pemprosesan data dilakukan secara manual dengan menggunakan master tabel yang telah dibuat terdiri dari baris dan kolom. 4. Pembersihan data (Cleaning) Data yang telah dimasukkan dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah bersih dari kesalahan.
52
5. Tabulasi data (Tabulating), Memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke dalam tabel-tabel agar mudah dipahami (Notoatmodjo, 2010).
H. Teknik Analisa Data Data yang terkumpul dan diolah secara komputerisasi. Tapi sebelumnya di editing kelengkapannya dan ditabulasi serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Menentukan hasil ukur dengan melihat normalitas data dengan menggunakan tes normalitas kolmogorov smirnov karena estimasi ukuran sampel penelitian > 50 orang, setelah tahu hasil penilaian statistiknya, jika data terdistribusi normal untuk ke 3 variabel peneliti akan menggunakan mean sehingga acuan ukur variabel, namun jika sebaliknya, peneliti akan menggunakan median sebagai acuan hasil ukur tiap variabel. 1. Analisa Univariat Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau analisa yang dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisa Univariat merupakan penyajian dalam bentuk satu variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Analisa univariat adalah analisis terhadap masing-masing variable penelitian dengan menggunakan statistik deskriptif berupa distribusi frekuensi dari tiap variabel. Data yang ada diklasifikasikan dalam beberapa kelompok menurut variasi yang ada dalam pertanyaan sesuai dengan sub variable penelitian. Jawaban responden dimasukkan dalam distribusi, dan
53
kemudian dideskriptifkan dengan menggunakan skala yang telah ditetapkan. Kemudian data dipersentase dari setiap variable dinilai secara keseluruhan dihitung dengan menggunakan rumus analisa yaitu jumlah persentase yang di cari dengan frekuensi jumlah jawaban responden di bagi dengan jumlah seluruh responden atau sampel dan dikali dengan 100% . 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk menjelaskan hubungan dan besarnya hubungan
atau pengaruh antara satu variabel
independen dan variabel dependen. Data –data yang dikumpulkan diolah dengan komputerisasi dan dianalisa secara deskriptif. Data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, untuk melihat sejauh mana hubungan dua variabel tersebut, digunakan tabel silang (chi-square) dan dinyatakan bermakna jika value p ≤ 0,05 dan jika p > 0,05 maka dinyatakan tidak ada hubungan yang bermakna.